Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia merupakan salah satu makhluk hidup. Dikatakan sebagai makhluk hidup
karena manusia memiliki ciri-ciri dan kemampuan untuk dapat bernafas,
berkembangbiak, tumbuh, beradaptasi, memerlukan makan, dan megeluarkan sisa
metabolisme tubuh (eliminasi). Setiap kegiatan yang dilakukan tubuh tersebut
dikarenakan peranan masing-masing organ.

Membuang alvi (feses) merupakan salah satu aktivitas pokok yang harus dilakukan
oleh setiap manusia. Karena apabila eliminasi tidak dilakukan setiap manusia akan
menimbulkan berbagai macam gangguan atau masalah defekasi seperti konstipasi,
impaksi, diare, inkontinensia feses, flatulen, hemoroid. Selain berbagai macam yang
telah disebutkan diatas akan menimbulkan dampak pada system organ lainnya seperti:
system pencernaan, ekskresi, dll. Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses
defekasi manusia antara lain usia, diet, asupan cairan, aktivitas, pengobatan gaya hidup,
penyakit, nyeri, kerusakan sensoris dan motoris.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari inkontinensia Fecal?

2. Apakah etiologi terjadinya inkontinensia Fecal?

3. Bagaimanakah tanda dan gejala pada inkontinensia Fecal?

4. Bagaimana penanganan atau perawatan inkontinensia fecal?

C. Tujuan

1. Mengetahui definisi daripada inkontinensia fecal

2. Mengetahui etiologi pada inkontinensia fecal

3. Mengetahui apa saja tanda dan gejala dari inkontinensia fecal

4. Mengetahui tindakan penanganan atau perawatan pada inkontinensia fecal.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian

Inkontinensia fecal lebih jarang ditemukan dibandingkan inkontinensia urin. Defekasi,


seperti halnya berkemih, adalah proses fisiologik yang melibatkan koordinasi sistem
saraf, respon refleks, kontraksi otot polos, kesadaran cukup serta kemampuan mencapai
tempat buang air besar. Perubahan-perubahan akibat proses menua dapat menyebabkan
terjadinya inkontinensia, tetapi inkontinensia fecal bukan merupakan sesuatu yang normal
pada lanjut usia.

Inkontinensia fecal (inkontinensia feses) merupakan ketidakmampuan untuk


mengontrol buang air besar, Hal ini menyebabkan tinja (feses) bocor dari rektum pada
waktu yang tak terduga. Inkonteinensia tinja juga sering disebut dengan inkontinensia
usus. Inkontinensia fecal berkisar dari terjadi sesekali saat duduk hingga sampai benar-
benar kehilangan kendali.

B. Etiologi

Penyebab umum inkontinensia alvi termasuk sembelit,diare, atau kerusakan saraf.


Inkontinensia tinja bisa terjadi karena sfingter anus yang lemah dikaitkan dengan penuaan
atau cedera pada saraf dan otot-otot rektum dan anus.

a) Kerusakan otot sfingter anus


Inkontinensia fecal paling sering terjadi karena cedera pada salah satu atau
kedua sfingter anus internal maupun eksternal yang terletak di dasar saluran anus.
Cedera sfingter anus pada wanita paling sering terjadi saat pelahiran. Resiko
tertinggi cedera pada anus tersebut terjadi pada pelahiran yang menggunakan alat
atau jika dilakukan episiotomi garis medial. Pembedahan untuk hemoroid juga
merusak sfingter tersebut.

b) Kerusakan saraf otot sfingter anus atau rectum


Jika terjadi kerusakan saraf sensorik, pasien tidak akan merasakan adanya
feses di dalam rektum dan terjadi kebocoran feses. Kerusakan saraf dapat disebabkan
oleh pelahiran, akibat tekanan jangka panjang saat feses lewat, stroke dan kondisi
kronik yang menyerang saraf, seperti diabetes melitus dan sklerosis multipel.

c) Kehilangan kemampuan penyimpanan di dalam rectum


Hal ini biasanya terjadi disebabkan oleh pembedahan rektum, pengobatan
menggunakan radiasi dan penyakit yang menyebabkan inflamasi usus yang dapat

2
menyebabkan pembentukan jaringan parut pada dinding rektum, yang membuat
rektum kaku serta tidak elastis.
d) Diare
Saat mengalami diare,setiap orang akan mengalami inkontinensia fecal
sementara. Hal ini disebabkan karena ketidak mampuan seseorang untuk mengatasi
feses atau tinja yng lebih cair.

e) Disfungsi dasar panggul


Hal ini meliputi penurunan sensasi rektum dan anus, prolaps rektum dan
kelemahan umum dasar panggul. Jika hal tesebut terjadi karena faktor pelahiran,
maka inkontinensia fecal dapat terjadi diatas 50 tahun.

f) Konstipasi
Konstipasi diyakini sebagai penyebab utama inkontinensia fekal.

Penyebab inkontinensia fecal dapat dibagi dalam 4 kelompok ( Brocklehurst


dkk,1987, kane dkk,1989 ) adalah;

a. Inkontinensia Feses Akibat Konstipasi


Obstipasi yang berlangsung lama dapat mengakibatkan sumbatan/impaksi dari
masa feses yang keras (skibala). Masa feses yang tidak dapat keluar ini akan
menyumbat lumen bawah dari anus dan menyebabkan perubahan dari besarnya
sudut ano rektal. Kemampuan sensor menumpul dan tidak dapat membedakan
antara flatus, cairan atau feses. Akibatnya feses yang cair akan merebes keluar.
Skibala yang terjadi dapat juga menyebabkan iritasi pada mukosa rektum dan
terjadi produksi cairan dan mukus, yang selanjutnya melalui sela-sela dari feses
yang impaksi akan keluar dan terjadi inkontinensia feses.

b. Inkontinensia Feses Simtomatik

inkontinensia feses simtomatik dapat merupakan penampilan klinis dari macam-


macam kelainan patologis yang dapat menyebabkan diare. Keadaan ini mungkin
dipermudah dengan adanya perubahan berkaitan dengan bertambahnya usia dari
proses kontrol yang rumit pada fungsi sfingter terhadap feses yang cair, dan
gangguan pada saluran anus bagian atas dalam membedakan flatus dan feses yang
cair. Penyebab yang paling umum dari diare pada usia lanjut adalah obat-obatan
antara lain yang mengandung unsur besi atau memang akibat obat pencahar.

c. Inkontinensia Feses Akibat Gangguan Kontrol Persyarafan Dari Proses Defekasi


(Inkontinensia Neurogenik).
Inkontinensia neurogenik terjadi akibat gangguan fungsi menghambat dari
korteks serebri saat terjadi regangan/distensi rektum. Proses normal dari defekasi
melalui refleks gastro-kolon . Beberapa menit setelah makanan sampai di

3
lambung,akan menyebabkan pergerakan feses dari kolon desenden ke arah rektum.
Distensi rektum akan diikuti relaksasi sfingter interna. Dan seperti halnya kandung
kemih, tidak terjadi kontraksi intrinsik dari rektum pada orang dewasa normal, karena
adanya inhibisi atau hambatan dari pusat di korteks serebri.

d. Inkontinensia Fecal Akibat Hilangnya Refleks Anal


inkontinensia fecal terjadi akibat hilangnya refleks anal, disertai kelemahan otot-
otot seran lintang.
Parks, Henry dan Swash dalam penelitiannya (seperti dikutip oleh Brocklehurst
dkk,1987), menunjukkan berkurangnya unit-unit yang berfungsi motorik pada
otot-otot daerah sfingter dan purbo rektal. Keadaan ini menyebabkan hilangnya
refleksi anal, berkurangnya sensasi pada anus disertai menurunnya tonus anus.
Hal ini dapat berakibat inkontinensia feses pada peningkatan tekanan
intraabdomen dan prolaps dari rektum. Pengelolaan inkontinensia sebaliknya ini
diserahkan pada ahli proktologi untuk pengobatannya.

C. Tanda dan Gejala

Inkontinensia fekal dapat ditandai dengan merembesnya feses cair yang disertai dengan
buang gas dari dubur yang dalam hal ini penderita sama sekali tidak dapat
mengendalikan keluarnya feses. Umumnya ,orang dewasa tidak mengalami
inkontinensia fecal ini kecuali pada saat seseorang mengalami diare yang cukup parah.
Tapi hal itu tidak berlaku bagi orang yang memang mengalami inkontinensia fecal,
dimana kejadian defekasi pada celana itu terjadi secara berulang-ulang dan kronis.

Gejala inkontinensia fecal antara lain :

1) Ketidakmampuan mengendalikan feses atau gas yang kemungkinan berupa


cairan atau dalam bentuk padat dari perut.
2) Kemungkin tidak sempat ke toilet untuk melakukan defekasi.
3) Berkuragnya pengontrolan oleh usus
4) pengeluaran feses yang tidak dikehendaki

4
D. Pengobatan dan Penanganan
Pengobatan
a) Kebiasaan defekasi yang baik

Langkah pertama untuk memperbaiki keadaan ini adalah berusaha untuk memiliki
kebiasaan defekasi (buang air besar) yang teratur, yang akan menghasilkan bentuk
tinja yang normal.

b) Menjaga dan mengatur pola makan

Melakukan perubahan pola makan, berupa penambahan jumlah serat. Jika hal-hal
tersebut diatas tidak membantu, diberikan obat yang memperlambat kontraksi
usus, misalnya loperamid.

c) Melatih otot Sfingter

Dengan Melatih otot-otot anus (sfingter) akan meningkatkan ketegangan dan


kekuatannya dan membantu mencegah kekambuhan.

d) Biofeedback

Dengan biofeedback, penderita kembali melatih sfingternya dan meningkatkan


kepekaan rektum terhadap keberadaan tinja.

e) Pembedahan

Jika keadaan ini menetap, pembedahan dapat membantu proses penyembuhan.


Misalnya jika penyebabnya adalah cedera pada anus atau kelainan anatomi di
anus.

f) Kolostomi

Pilihan terakhir adalah kolostomi, yaitu pembuatan lubang di dinding perut yang
dihubungkan dengan usus besar. Anus ditutup (dijahit) dan kemudian penderita
membuang tinjanya ke dalam kantong plastik yang ditempelkan pada lubang yang
telah dibuat tersebut.

Tindakan Medis dalam menangani atau merawat Inkontinensia Fecal

Tindakan medis yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan bowel training
pada pasien penderita inkontinensia fecal.Bowel training (pelatihan defekasi) adalah
program pelatihan yang dilakukan pada klien yang mengalami inkontinensia usus atau
tidak mampu mempertahankan control defekasi.

5
Dalam bahasa sederhana bowel training bisa diartiakan sebagai kegiatan yang
dilakukan untuk membantu klien dalam melatih defekasi. Program ini dilakukan
pada klien yang mengalami masalah eliminasi feses yang tidak teratur.

Tujuan Bowel Training :

Ada beberapa tujuan dilakukannya bowel training pada klien yang memiliki
masalah eliminasi feses yang tidak teratur, antara lain sebagai berikut:

1) Program bowel taraining dapat membantu klien mendapatkan defekasi yang


normal. Terutama klien yang masih memiliki control newromuskular
(Doughty,1992).
2) Melatih defekasi secara rutin pada klien yang mengalami gangguan pola
eliminasi feses atu defekasi.

Indikasi
Bowel training dilakukan pada klien dengan:
1) Inkontinensia usus (tidak mampu mengontrol pengeluran feses secara normal),
membantu klien mendapatkan defekasi yang normal dan rutin.

Kontra Indikasi

1) Klien dengan diare

Persiapan
1. Persiapan pelaksanaan (termasuk alat dan bahan)
1) Merencanakan waktu
2) Menyiapkan obat-obat yang diperlukan
3) Menyiapkan menu makanan yang dianjurkan
2. Persiapan Klien
1) Menanyakan identitas klien dan mengkaji masalah klien
2) Menjaga privasi klien

Langkah kerja

Program bowel training yang sukses, dilakukan dengan langkah-langkah berikut:

a) Mengkaji pola eliminsai normal dan mencatat waktu saat klien menderita
inkontinensia usus.
b) Memilih waktu sesuai pola klien untuk memulai tindakan pengontrolan
defekasi. Sebuah program pelatihan usus perlu terjadi pada waktu yang sama
setiap hari. Tujuannya adalah untuk menetapkan waktu yang rutin dan dapat
diprediksi untuk penghapusan. Waktu harus nyaman dan tidak terburu-buru.
Perencanaan program ini setelah makan memungkinkan seseorang untuk

6
mengambil keuntungan dari gerakan gelombang seperti itu mendorong bahan
kotoran melalui usus ke rektum, yang terjadi 20-30 menit setelah makan.
c) Memberikan pelunak feses secara oral setiap hari atau suatu supositoria
katartik (seperti dulkolax) sekurang-kurangnya setengah jam sebelum waktu
defekasi yang dipilih (kolon bagian bawah harus bebas dari feses sehingga
supositoria menyentuh mukosa usus).
d) Menawarkan minuman panas (teh panas) atau jus buah (jus prune) (atu cairan
apapun yang secara normal menstimulasi peristaltic klien) sebelum waktu
defekasi. Sebuah stimulus dari beberapa jenis mungkin diperlukan untuk
membantu mengosongkan rektum. stimulus akan bervariasi dari individu ke
individu. Stimulus menciptakan peristaltik atau gerakan gelombang-live dari
usus besar. Minuman makan atau panas dapat merangsang klien melakukan
defekasi.
e) Membantu klien ke toilet pada waktu yang telah ditetapkan.
f) Menjaga privasi dan menetapkan batas waktu untuk defekasi (15-20 menit).
g) Menginstrusikan klien untuk menegakkan badan pada pinggul saat diatas toilet
untuk tekanan manual dengan menggunakan kedua tangan pada abdomen dan
untuk mengedan tetapi jangan mengedan untuk menstimulasi pengosongan
kolon.
h) Tidak mengkritik atau membuat klien prustasi jika ia gagal melakukan
defekasi.
i) Menyediakan makanan yang mengandung cairan dan serat yang adekuat
secara teratur. Misalnya biji-bijian, kacang-kacangan, buah-buahan segar, dan
sayuran. Serat menambahkan massal untuk bangku, menghilangkan kelebihan
cairan, dan mempromosikan gerakan lebih sering dan teratur. Dengan
meningkatnya serat maka penting untuk minum cukup cairan. Jika asupan
cairan tidak memadai, tinja menjadi keras karena kurang air dan masih
dipertahankan dalam usus besar. Jumlah serat dan cairan diperlukan untuk
fungsi usus yang optimal bervariasi antara masing-masing individu.
j) Mempertahankan latihan normal sesuai kemampuan fisik klien.
k) Berikan umpan balik positif kepada klien yang telah berhasil defekasi. Hindari
negatif feedback jika klien gagal. Banyak klien memerlukan waktu lebih dari
minggu sampai sekitar bulan untuk mencapai keberhasilan

7
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Inkontinensia fecal (Inkontinensia feses) merupakan ketidakmampuan seseorang


untuk mengontrol buang air besar, hal ini dapat menyebabkan tinja (feses) bocor tak
terduga dari dubur. Penyebab umum inkontinensia fecal termasuksembelit, diare, atau
kerusakan saraf. Inkontinensia fecal bisa terjadi karena sfingter anus yang lemah
dikaitkan dengan penuaan atau cedera pada saraf dan otot-otot rektum dan anus. Gejala
bisa berupa merembesnya feses cair yang disertai dengan buang gas dari dubur atau
penderita sama sekali tidak dapat mengendalikan keluarnya feses.

Untuk mengatasi inkontinensia fecal dapat dilakukan dengan Bowel training


(pelatihan defekasi)dimana kegiatan ini merupakan program pelatihan yang dilakukan
pada klien yang mengalami inkontinensia fecal atau ketidak mampu mempertahankan
control defekasi. Dalam bahasa sederhana bowel training bisa diartiakan sebagaikegiatan
untuk membantu klien dalam melatihdefekasi. Program ini dilakukan pada klien yang
mengalami masalah eliminasi feses yang tidak teratur.

B. Saran

Agar supaya terhindar dari masalah defekasi seperti inkontinensia fekal, sebaiknya
mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung serat seperti buah-buahan dan
sayuran. Selain itu tingkatkan pula pola hidup sehat dan olahraga yang teratur serta
hindari penggunaan obat obat pencahar.

8
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2004. Diagnosa Keperawatan: Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed.9.
Jakarta: Kedokteran EGC.(http://nailanailanaila.blogspot.com/2011/04/inkontinensia-
fekal.html)

http://salnisaharman.blogspot.com/2011/10/inkontinensia-feses.html

http://lizanurviana.blog.com/2011/05/20/askep-lansia-dengan-inkontinensia-alvi/

http://lizanurviana.blog.com/2011/05/20/askep-lansia-dengan-inkontinensia-alvi/

Mansjoer Arif, 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid2. Jakarta. Media Aesculapius FK UI.

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner dan Suddarth
Edisi ke-8.Jakarta. EGC.

http://budhidharma.depsos.go.id Di unduh pada tanggal 24 Januari 2012 pada jam 12.20


Wib.( http://manisifah38.blogspot.com/2013/02/inkontinensia-urin-dan-alvi.html)

Anda mungkin juga menyukai