Anda di halaman 1dari 25

CASE REPORT

ASTIGMATISME MYOPIA SIMPLEX OCULI DEXTRA SINISTRA

Oleh :
Putri Shabrina Amalia
1102013235

Preseptor :
dr. Hj. Elfi Hendriati, SpM

KEPANITERAAN KLINIK STASE ILMU MATA


PERIODE 19 NOVEMBER 2018 – 22 DESEMBER 2018
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

1
BAB I
STATUS PASIEN

IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. G
Tanggal Pemeriksaan : 27 November 2018
Umur / Jenis kelamin : 12 tahun / Perempuan
Alamat : Bayongbong
Pekerjaan : Pelajar

ANAMNESA
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 27 November
2018 pukul 11.00 WIB di Poliklinik Mata RSU dr.Slamet Garut

Keluhan Utama : Penglihatan kedua mata buram sejak 2 minggu SMRS


Anamnesa Khusus :
Pasien datang ke Poliklinik Mata RSU dr. Slamet Garut dengan keluhan penglihatan
kedua mata buram yang dirasakan sejak 2 minggu SMRS. Pandangan buram terjadi perlahan
dan makin lama makin buram, pandangan buram dirasakan pasien jika melihat jauh dan pasien
harus memicingkan mata untuk melihat lebih jelas pada suatu benda. Pasien merasa
penglihatannya kurang jelas pada saat melihat tulisan berukuran kecil namun membaik jika
jarak dekat. Pasien merasa ada bayangan ketika membaca, dan ia merasa melihat benda jadi
bengkok atau tidak lurus. Pasien mengaku lebih nyaman apabila pasien melihat sesuatu dari
jarak dekat. Keluhan disertai dengan pusing dan mudah lelah saat membaca atau melihat TV.
Pasien menyangkal sering memainkan hp dengan jarak dekat namun pasien mengaku sering
membaca sambil tidur di tempat gelap dan dalam jangka waktu yang lama. Pasien belum pernah
memakai kacamata.
Keluhan mata merah, gatal dan silau disangkal. Penglihatan berkurang saat senja atau
gelap disangkal, pasien juga menyangkal menabrak sekitar ketika berjalan. Keluhan melihat
pelangi disekitar cahaya lampu disangkal. Keluhan pandangan seperti ditutupi kabut disangkal.
Riwayat memiliki darah tinggi dan kencing manis disangkal. Riwayat trauma tumpul dan tajam
disangkal. Riwayat minum obat dalam jangka waktu lama disangkal.

2
Anamnesa Keluarga
Riwayat kencing manis dan darah tinggi di keluarga disangkal pasien. Di keluarga pasien
dikatakan tidak ada yang menggunakan kacamata.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien belum pernah mengalami penyakit pada mata. Riwayat trauma pada mata
sebelumnya disangkal pasien. Pasien belum pernah memakai kacamata.

Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien adalah seorang pelajar. Pasien tinggal di rumahnya dengan ayah, ibu dan
neneknya. Pasien berobat menggunakan BPJS.

Riwayat Gizi
Nafsu makan pasien baik, pasien makan dengan frekuensi dua-tiga kali sehari. Kesan:
Gizi cukup

PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada tanggal 27 November 2018 pukul 11.00 WIB di Poliklinik Mata RSU
dr.Slamet Garut

a) Status Umum
Keadaan umum : Sakit ringan
Kesadaran : Composmentis, GCS=15

b) Status Oftalmologis
Pemeriksaan Subjektif

Visus OD OS
SC 0,8 false 2 0,9 false 1
CC 1,0 1,0
STN 1,0 1,0
Koreksi Cyl – 0,50 Cyl – 0,25
AX 180 AX 180

3
ADD - -
Posisi Bola Mata Ortoforia
Gerakan bola mata Versi baik, duksi baik ke Versi baik, duksi baik ke
segala arah segala arah
0 0 0 0

0 0 0 0

0 0 0 0

Pemeriksaan Eksternal

OD OS

OD OS
Palpebra superior Tenang Tenang
Palpebra inferior Tenang Tenang
Silia Tumbuh teratur, trichiasis (-), Tumbuh teratur, trichiasis (-),
madarosis (-) madarosis (-)
Ap. Lakrimalis Refluks (-) Refluks (-)
Konj. Tarsalis superior Tenang Tenang
Konj. Tarsalis inferior Tenang Tenang
Konj. Bulbi Tenang Tenang
Kornea Jernih Jernih
COA Sedang Sedang
Pupil Bulat, isokor Bulat, isokor
Diameter pupil ± 3 mm ± 3 mm
Reflex cahaya
 Direct + +
 Indirect + +
Iris Kripti (+), sinekia (-) Kripti (+), sinekia (-)
Lensa Jernih Jernih

4
Pemeriksaan Biomikroskop (Slit Lamp)

OD OS

OD OS
Silia Tumbuh teratur Tumbuh teratur
Konjungtiva superior Tenang Tenang
Konjungtiva inferior Tenang Tenang
Kornea Jernih Jernih
COA Dalam Dalam
Pupil Bulat, isokor Bulat, isokor
Iris Kripti (+), sinekia (-) Kripti (+), sinekia (-)
Lensa Jernih Jernih
Tonometri Schiotz Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Palpasi Normal perpalpasi Normal perpalpasi

Pemeriksaan Funduskopi
Funduskopi OD OS
Lensa Jernih Jernih
Vitreus Jernih Jernih
Fundus Refleks fundus (+) Refleks fundus (+)
Papil Bulat, Batas Tegas Bulat, Batas tegas
CDR 0,3 – 0,4 0,3 – 0,4
A/V retina sentralis 2:3 2:3
Retina Tenang Tenang
Macula Refleks fovea (+) Refleks fovea (+)

Pemeriksaan Autorefraktometri
SPH CYL AX
OD -1,25 -1,75 5
OS -4,00 -0,25 26

5
PD : 67

RESUME
Pasien perempuan berusia 12 tahun datang ke Poliklinik Mata RSU dr. Slamet Garut
diantar oleh neneknya dengan keluhan penglihatan kedua mata semakin buram sejak 2 minggu
terakhir. Pasien merasa penglihatannya kurang jelas pada saat melihat tulisan berukuran kecil
namun membaik jika jarak dekat. Pasien merasa ada bayangan ketika membaca, dan ia merasa
melihat benda jadi bengkok atau tidak lurus. Pandangan buram terjadi perlahan dan makin lama
makin buram, pasien mengeluh harus memicingkan mata untuk melihat lebih jelas pada suatu
benda. Pasien mengaku lebih nyaman apabila pasien melihat sesuatu dari jarak dekat. Keluhan
disertai dengan adanya pusing dan mudah lelah saat membaca atau melihat TV. Pasien
mengaku sering membaca buku sambil tidur di tempat gelap dalam jangka waktu yang lama.

Status Oftalmologis:
Pemeriksaan OD OS
Visus 0,8 F2 C – 0,50 AX 180 = 1,0 0,9 F1 C – 0,25 AX 180 = 1,0
Gerakan bola mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah
Palpebra superior Tenang Tenang
Palpebra inferior Tenang Tenang
Conjunctiva bulbi Tenang Tenang
Kornea Jernih Jernih
COA Sedang Sedang
Pupil Bulat, isokor, ditengah Bulat, isokor, ditengah
Iris Coklat, kripti (+), sinekia (-) Coklat, kripti (+), sinekia (-)

Lensa Jernih Jernih


Funduskopi Dalam batas normal Dalam batas normal
Tonometri Normal perpalpasi Normal perpalpasi

DIAGNOSIS KERJA
- Astigmatisme Miopia Simplex ODS

6
DIAGNOSIS BANDING
Katarak Juvenil Insipien ODS
Glaukoma

RENCANA PEMERIKSAAN
- Pemeriksaan visus rutin setiap 6 bulan

RENCANA TERAPI
 Medikamentosa
- Vitamin A Eye Drops 3x1 tetes/ hari ODS
- Augentonik Eye Drops 3x1 tetes/hari ODS
- Vitamin C 1x1, PO

 Non Medikamentosa
- Khusus
Resep Kacamata
- Umum
 Membaca dengan pencahayaan yang cukup
 Mengatur jarak membaca ± 30 cm
 Hindari membaca dengan posisi tidur berbaring dan membaca dalam tempat
gelap
 Memberi istirahat pada mata 15-20 menit setelah dipakai untuk beraktivitas.
misalnya, melakukan istirahat sejenak pada mata setelah dipakai untuk
memainkan laptop atau membaca
 Kacamata harus terus dipakai kecuali saat mandi dan tidur.

PROGNOSIS
OD OS
Quo ad vitam Bonam Bonam
Quo ad fungtionam Dubia ad Bonam Dubia ad Bonam

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 FISIOLOGI PENGLIHATAN


Pembentukan bayangan di retina memerlukan empat proses :
1. Pembiasan sinar/cahaya. Hal ini berlaku apabila cahaya melalui perantaraan yang
berbeda kepadatannya dengan kepadatan udara, yaitu kornea, humor aqueous , lensa,
dan humor vitreus.
2. Akomodasi lensa, yaitu proses lensa menjadi cembung atau cekung, tergantung pada
objek yang dilihat itu dekat atau jauh.
3. Konstriksi pupil, yaitu pengecilan garis pusat pupil agar cahaya tepat di fovea
sehingga penglihatan tidak kabur. Pupil juga mengecil apabila cahaya yang terlalu
terang memasukinya atau melewatinya, dan ini penting untuk melindungi mata dari
paparan cahaya yang tiba-tiba atau terlalu terang.
4. Pemfokusan, yaitu pergerakan kedua bola mata sedemikian rupa sehingga kedua bola
mata terfokus ke arah obyek yang sedang dilihat.
Mata secara optik dapat disamakan dengan sebuah kamera fotografi biasa. Mata
memiliki bagian lensa, sistem diafragma yang dapat berubah-ubah (pupil), dan retina
yang dapat disamakan dengan film. Susunan refraksi mata terdiri atas empat pembatas
refraksi:
1. Antara permukaan anterior kornea dan udara
2. Antara permukaan posterior kornea dan udara
3. Antara humor aqueous dan permukaan anterior lensa kristalinaa
4. Antara permukaan posterior lensa dan humor vitreous
Masing-masing memiliki indek bias yang berbeda-beda, indek bias udara adalah 1, kornea 1.38,
humor aqueous 1.33, lensa kristalina (rata-rata) 1.40, dan humor vitreous 1.34. 1

8
Gambar 2.1 Indeks Bias2

Bila semua permukaan refraksi mata dijumlahkan secara aljabar dan bayangan
sebagai sebuah lensa. Susunan optik mata normal akan terlihat sederhana dan skemanya
sering disebut sebagai reduced eye. Skema ini sangat berguna untuk perhitungan
sederhana. Pada reduced eye dibayangkan hanya terdapat satu lensa dengan titik pusat 17
mm di depan retina, dan mempunyai daya bias total 59 dioptri pada saat mata melihat
jauh. Daya bias mata bukan dihasilkan oleh lensa kristalinaa melainkan oleh permukaan
anterior kornea. Alasan utama dari pemikiran ini adalah karena indeks bias kornea jauh
berbeda dari indeks bias udara. Sebaliknya, lensa kristalinaa dalam mata, yang secara
normal bersinggungan dengan cairan disetiap permukaannya, memiliki daya bias total
hanya 20 dioptri, yaitu kira-kira sepertiga dari daya bias total susunan lensa mata. Bila
lensa ini diambil dari mata dan kemudian lingkungannya adalah udara, maka daya
biasnya akan menjadi 6 kali lipat. Sebab dari perbedaan ini ialah karena cairan yang
mengelilingi lensa mempunyai indeks bias yang tidak jauh berbeda dari indeks bias lensa.
Namun lensa kristalinaa adalah penting karena lengkung permukaannya dapat
mencembung sehingga memungkinkan terjadinya “akomodasi”. 1
Pembentukan bayangan di retina sama seperti pembentukan bayangan oleh lensa
kaca pada secarik kertas. Susunan lensa mata juga dapat membentuk bayangan di retina.
Bayangan ini terbalik dari benda aslinya, namun demikian presepsi otak terhadap benda
tetap dalam keadaan tegak, tidak terbalik seperti bayangan yang terjadi di retina, karena
otak sudah dilatih menangkap bayangan yang terbalik itu sebagai keadaan normal. 1

2.2. KELAINAN REFRAKSI


Kelainan refraksi adalah keadaan dimana bayangan tegas tidak dibentuk pada
retina. Pada kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan sistem optik mata sehingga

9
menghasilkan bayangan yang kabur. Pada mata normal kornea dan lensa mebelokkan sinar
pada titik fokus yang tepat pada sentral retina. Keadaan ini memerlukan susunan kornea
dan lensa yang sesuai dengan panjangnya bola mata. Pada orang normal daya bias media
penglihatan dan panjangnya bola mata seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui
media refraksi dibiaskan tepat di daerah makula lutea.3
Secara keseluruhan status refraksi dipengaruhi oleh :
1. Kekuatan kornea (rata-rata 43 D)
2. Kekuatan lensa (rata-rata 21 D)
3. Panjang aksial (rata-rata 24 cm)
Dikenal beberapa titik didalam bidang refraksi, seperti Punctum Proksimum
merupakan titik terdekat dimana seseorang masih dapat melihat dengan jelas. Puctum
Remotum adalah titik terjauh dimana seseorang masih dapat melihat dengan jelas. Titik ini
merupakan titik didalam ruang yang berhubungan dengan retina atau foveola bila mata
istirahat.3
Emetropia adalah mata tanpa adanya kelainan refraksi pembiasan sinar mata dan
berfungsi normal. Ametropia adalah keadaan pembiasan mata dengan panjang bola mata
yang tidak seimbang.Ametropia sendiri terdiri dari miopia, hipermetropia, presbiopia, dan
astigmat.3,4

2. Astigmastime
2.1. Definisi
Astigmatisme adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar sejajar dengan garis pandang
oleh mata tanpa akomodasi dibiaskan tidak pada satu titik tetapi lebih dari satu titik.3

2.2. Epidemiologi
Prevalensi global kelainan refraksi diperkirakan sekitar 800 juta sampai 2,3 milyar. Di
Indonesia prevalensi kelainan refraksi menempati urutan pertama pada penyakit mata. Kasus
kelainan refraksi dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Ditemukan
jumlah penderita kelainan refraksi di Indonesia hampir 25% populasi penduduk atau sekitar
55 juta jiwa.13 Menurut Maths Abrahamsson dan Johan Sjostrand tahun 2003, angka kejadian
astigmat bervariasi antara 30%-70%.

10
2.3.Etiologi
a. Adanya kelainan kornea dimana permukaan luar kornea tidak teratur.
Media refrakta yang memiliki kesalahan pembiasan yang paling besar adalah
kornea, yaitu mencapai 80% s/d 90% dari astigmatismus, sedangkan media lainnya
adalah lensa kristalin. Kesalahan pembiasan pada kornea ini terjadi karena perubahan
lengkung kornea dengan tanpa pemendekan atau pemanjangan diameter anterior
posterior bolamata. Perubahan lengkung permukaan kornea ini terjadi karena kelainan
kongenital, kecelakaan, luka atau parut di kornea, peradangan kornea serta akibat
pembedahan kornea.
b.Adanya kelainan pada lensa dimana terjadi kekeruhan pada lensa.
Semakin bertambah umur seseorang, maka kekuatan akomodasi lensa kristalin
juga semakin berkurang dan lama kelamaan lensa kristalin akan mengalami kekeruhan
yang dapat menyebabkan astigmatismus.
c. Intoleransi lensa atau lensa kontak pada postkeratoplasty.
d. Trauma pada kornea

2.4. Klasifikasi
 Klasifikasi astigmat berdasarkan faktor penyebab
a) Astigmat kornea
Yaitu astigmat yang disebabkan oleh adanya perbedaan kelengkungan dari kedua
meredian di kornea. Kebanyakan kornea mengalami astigmat with-the-rule.Tingkat
astigmat kornea dapat ditentukan dengan menggunakan keratometer.5
b) Astigmat internal
Yaitu astigmat yang disebabkan oleh adanya perbedaan kelengkungan atau torisitas
(perbedaan kelengkungan pada meredian yang berbeda) dari permukaan belakang
kornea dan lensa.Tipe ini adalah lebih jarang dari astigmat kornea. Tidak ada metode
klinikal untuk mengukur astigmat internal.5
c) Astigmat total (refraktif)
Yaitu astigmat yang ditentukan oleh refraksi objektif (retinoskopi) atau refraksi
subjektif. Astigmat total terdiri dari kedua-dua astigmat kornea dan astigmat internal.
Oleh karena itu, astigmat internal dapat ditentukan dengan menggunakan formula:
Astigmat internal = Astigmat total – astigmat kornea.5

11
 Klasifikasi astigmat berdasarkan titik fokal cahaya
a) Astigmat regular 4,11
Astigmatisme dikategorikan regular jika meredian utamanya ( meredian di mana
terdapat daya bias terkuat dan terlemah di sistem optis bola mata ), mempunyai arah
yang saling tegak lurus. Misalnya, jika daya bias terkuat berada pada meredian 90°,
maka daya bias terlemahnya berada pada meredian 180°, jika daya bias terkuat berada
pada meredian 45°, maka daya bias terlemahnya berada pada meredian 135°.
Astigmatisme jenis ini, jika mendapat koreksi lensa silindris yang tepat, akan bisa
menghasilkan ketajaman penglihatan yang normal. Tentunya jika tidak disertai dengan
adanya kelainan penglihatan yang lain.
Jika prinsip meredian dari astigmat mempunya orientasi yang konstan pada
setiap titik di seberang pupil, dan jika jumlah astigmat yang sama pada setiap titik,
kondisi refraksi dikenali sebagai astigmat regular dan bisa dikoreksi dengan lensa
silindris. Sinar-sinar cahaya aksis visual difokuskan pada titik dalam bentuk satu garis
dibelakang kornea dan kelainan ini berlaku terutama disebabkan oleh kelainan kurvatur
kornea. Astigmat regular dapat diklasifikasikan berdasarkan letak atau posisi prisip
meredian dan berdasarkan letak fokus bayangan atau sinar pada kedua prinsip
meredian.11
 Jika ditinjau dari arah axis lensa koreksinya, astigmatisme regular ini juga
dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu :
 Astigmatisme Simetris
Pada astigmat ini, kedua bola mata memiliki meredian utama yang deviasinya
simetris terhadap garis medial. Ciri yang mudah dikenal adalah axis silindris
mata kanan dan kiri yang apabila dijumlahkan akan bernilai 180° (toleransi
sampai 15°), misalnya kanan Cyl -0,50X45° dan kiri -0,75X135°.
 Astigmatisme Asimetris
Jenis astigmatisme ini adalah meredian utama kedua bola matanya tidak
memiliki hubungan yang simetris terhadap garis medial.Contohnya, kanan Cyl
-0,50X45° dan kiri Cyl -0,75X100°.
 Astigmatisme Oblique
Adalah astigmatisme yang memiliki meredian utama kedua bola matanya
cenderung searah dan sama-sama memiliki deviasi lebih dari 20° terhadap

12
meredian horizontal atau vertical. Misalnya, kanan Cyl -0,50X55° dan kiri Cyl
-0,75X55°

 Klasifikasi astigmat regular berdasarkan letak atau posisi principal meredian


:
i) Astigmat with-the-rule
Astigmat with-the-rule sering didapati pada anak-anak. Pada tipe ini,
meredian vertical adalah paling curam dan silinder plus harus digunakan pada
atau berdekatan dengan aksis 90°.4
Jika meredian vertical memiliki daya bias lebih kuat dari pada meredian
horizontal. Astigmatisme ini dikoreksi dengan Cyl – pada axis vertical atau Cyl
+ pada axis horizontal.

ii) Astigmat against-the-rule


Tipe ini lebih sering ditemukan pada orang dewasa dimana meredian
horizontal adalah paling curam dan silinder plus harus digunakan pada atau
berdekatan aksis 180°.4
Jika meredian horizontal memiliki daya bias lebih kuat daripada
meredian vertical, astigmatisme ini dikoreksi dengan Cyl – pada axis horizontal
atau dengan Cyl + pada axis vertical.

iii) Astigmat Oblik


Astigmat oblik adalah apabila principal meredian tidak berada atau
berdekatan dengan 90° atau 180°. Pada dasarnya, astigmat oblik adalah apabila
principal meredian adalah lebih dari 30° dari sudut 90° atau 180°. Astigmat
oblik jarang ditemukan.13

 Klasifikasi astigmat regular berdasarkan letak fokus bayangan atau sinar


kedua principal meredian :
Kesepakatan: untuk menyederhanakan penjelasan, titik fokus dari daya bias terkuat
akan disebut titik A, sedang titik fokus dari daya bias terlemah akan disebut titik B.

13
i. Simpel Astigmat
 Simple miop astigmat
Jika 1 garis fokal berada di depan retina dan satunya lagi pada retina. Koreksi akan
dilakukan dengan lensa silinder minus (-).9
Astigmatisme jenis ini, titik A berada didepan retina, sedangkan titik B berada tepat
pada retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph 0,00 Cyl –
Y atau Sph –X Cyl +Y dimana X dan Y memiliki angka yang sama.

Gambar 2.2. Simple Miop Astigmat11

 Simple hipermetrop astigmat


Jika 1 garis fokal berada di belakang retina dan satunya lagi berada pada retina.
Koreksi dilakukan dengan menggunakan lensa silinder plus (+).9

Gambar 2.3. Simple Hipermetrop Astigmat9

Astigmatisme jenis ini, titik A berada tepat pada retina, sedangkan titik B berada
tepat di belakang retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah
Sph 0,00 Cyl +Y atau Sph +X Cyl –Y dimana X dan Y memiliki angka yang
sama.

ii. Compound Astigmat


o Compound miop astigmat
Jika kedua garis fokal berada di depan retina. Koreksi dilakukan dengan
lensa sferis minus (-) dan lensa silinder minus (-).

14
Gambar 2.4. Compound Miop Astigmat9

Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B


berada di antara titik A dan retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme
jenis ini adalah Sph –X Cyl –Y.

o Compound hipermetrop astigmat


Jika kedua garis fokal berada di belakang retina. Koreksi dilakukan dengan
menggunakan lensa sferis plus (+) dan silinder plus (+).

Gambar 2.5. Compound Hipermetrop Astigmat 9

Astigmatisme jenis ini, titik B berada dibelakang retina, sedangkan titik A


berada di antara titik B dan retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme
jenis ini adalah Sph +X Cyl +Y

iii. Mixed Astigmat


Jika satu garis fokal berada didepan retina dan satunya lagi dibelakang retina.
Koreksi dilakukan dengan lensa sferis plus (+) dan silinder plus (+).
Astigmatisme jenis ini, titik A berada didepan retina, sedangkan titik B berada
dibelakang retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph
+X Cyl –Y. atau Sph –X Cyl +Y, di mana ukuran tersebut tidak dapat
ditransposisi hingga nilai X menjadi nol, atau notasi X dan Y menjadi sama-
sama + atau -.

15
iv. Astigmat irregular
Bentuk astigmatisme ini, meredian-meridian utama bola mata tidak
saling tegak lurus.Astigmatisme yang demikian bisa disebabkan oleh ketidak
beraturan kontur permukaan kornea dan lensa mata, juga bisa disebabkan oleh
adanya kekeruhan tidak merata pada bagian dalam bola mata ataupun lensa mata
(misalnya pada kasus katarak stadium awal).Astigmatisme jenis ini sulit untuk
dikoreksi dengan lensa kacamata atau lensa kontak lunak. Meskipun bisa,
biasanya tidak akan memberikan hasil akhir yang setara dengan ketajaman
penglihatan normal.9

Gambar 2.6. Astigmat Irregular9

Jika astigmatisme irregular ini hanya disebabkan oleh ketidak beraturan kontur
permukaan kornea, peluang untuk dapat dikoreksi dengan optimal masih cukup besar,
yaitu dengan pemakaian lensa kontak kaku (hard contact lens) atau dengan tindakan
operasi yang berupa LASIK atau keratotomi.

2.5 Manifestasi Klinis


Pada umunya, seseorang yang menderita astigmatismus tinggi menyebabkan gejala-
gejala sebagai berikut :
- Memiringkan kepala atau disebut dengan “titling his head”, pada umunya keluhan
ini sering terjadi pada penderita astigmatismus oblique yang tinggi.
- Memutarkan kepala agar dapat melihat benda dengan jelas.
- Menyipitkan mata seperti halnya penderita myopia, hal ini dilakukan untuk
mendapatkan efek pinhole atau stenopaic slite. Penderita astigmatismus juga
menyipitkan mata pada saat bekerja dekat seperti membaca.

16
- Pada saat membaca, penderita astigmatismus ini memegang bacaan mendekati
mata, seperti pada penderita myopia. Hal ini dilakukan untuk memperbesar
bayangan, meskipun bayangan di retina tampak buram.
Sedang pada penderita astigmatismus rendah, biasa ditandai dengan gejalagejala `
sebagai berikut :
- Sakit kepala pada bagian frontal.
- Ada pengaburan sementara / sesaat pada penglihatan dekat, biasanya penderita
akan mengurangi pengaburan itu dengan menutup atau mengucek-ucek mata.

2.6 Diagnosis
i. Pemeriksaan pin hole
Uji lubang kecil ini dilakukan untuk mengetahui apakah berkurangnya
tajam penglihatan diakibatkan oleh kelainan refraksi atau kelainan pada media
penglihatan, atau kelainan retina lainnya. Bila ketajaman penglihatan bertambah
setelah dilakukan pin hole berarti pada pasien tersebut terdapat kelainan refraksi
yang belum dikoreksi baik. Bila ketajaman penglihatan berkurang berarti pada
pasien terdapat kekeruhan media penglihatan atau pun retina yang menggangu
penglihatan.

ii. Uji refraksi


a. Subjektif
Optotipe dari Snellen & Trial lens
Metode yang digunakan adalah dengan Metoda „trial and error‟ Jarak pemeriksaan
6 meter/ 5 meter/ 20 kaki. Digunakan kartu Snellen yang diletakkan setinggi
mata penderita, Mata diperiksa satu persatu dibiasakan mata kanan terlebih dahulu
Ditentukan visus / tajam penglihatan masing-masing mata. Bila visus tidak 6/6
dikoreksi dengan lensa sferis positif, bila dengan lensa sferis positif tajam
penglihatan membaik atau mencapai 5/5, 6/6, atau 20/20 maka pasien dikatakan
menderita hipermetropia, apabila dengan pemberian lensa sferis positif menambah
kabur penglihatan kemudian diganti dengan lensa sferis negatif memberikan
tajam penglihatan 5/5, 6/6, atau 20/20 maka pasien menderita miopia. Bila
setelah pemeriksaan tersebut diatas tetap tidak tercapai tajam penglihatan
maksimal mungkin pasien mempunyai kelainan refraksi astigmat. Pada keadaan
ini lakukan uji pengaburan (fogging technique).

17
b. Objektif
Autorefraktometer
Yaitu menentukan myopia atau besarnya kelainan refraksi dengan
menggunakan komputer. Penderita duduk di depan autorefractor, cahaya
dihasilkan oleh alat dan respon mata terhadap cahaya diukur. Alat ini mengukur
berapa besar kelainan refraksi yang harus dikoreksi dan pengukurannya hanya
memerlukan waktu beberapa detik.
Keratometri
Adalah pemeriksaan mata yang bertujuan untuk mengukur radius
kelengkungan kornea.11 Keratometer dipakai klinis secara luas dan sangat
berharga namun mempunyai keterbatasan.

iii. Uji pengaburan


Setelah pasien dikoreksi untuk myopia yang ada, maka tajam penglihatannya
dikaburkan dengan lensa positif, sehingga tajam penglihatan berkurang 2 baris pada
kartu Snellen, misalnya dengan menambah lensa spheris positif 3. Pasien diminta
melihat kisi-kisi juring astigmat, dan ditanyakan garis mana yang paling jelas
terlihat. Bila garis juring pada 90° yang jelas, maka tegak lurus padanya ditentukan
sumbu lensa silinder, atau lensa silinder ditempatkan dengan sumbu 180°.
Perlahan-lahan kekuatan lensa silinder negatif ini dinaikkan sampai garis juring
kisi-kisi astigmat vertikal sama tegasnya atau kaburnya dengan juring horizontal
atau semua juring sama jelasnya bila dilihat dengan lensa silinder ditentukan yang
ditambahkan. Kemudian pasien diminta melihat kartu Snellen dan perlahan-lahan
ditaruh lensa negatif sampai pasien melihat jelas.

Gambar 2.7. Kipas Astigmat.

18
iv. Keratoskop
Keratoskop atau Placido disk digunakan untuk pemeriksaan astigmatisme.
Pemeriksa memerhatikan imej “ring” pada kornea pasien. Pada astigmatisme
regular, “ring” tersebut berbentuk oval. Pada astigmatisme irregular, imej tersebut
tidak terbentuk sempurna.
v. Javal ophtalmometer
Boleh digunakan untuk mengukur kelengkungan sentral dari kornea, diaman akan
menentukan kekuatan refraktif dari kornea.

2.7 Tatalaksana
i. Koreksi lensa
Astigmatismus dapat dikoreksi kelainannya dengan bantuan lensa silinder.
Karena dengan koreksi lensa cylinder penderita astigmatismus akan dapat
membiaskan sinar sejajar tepat diretina, sehingga penglihatan akan bertambah jelas.

ii. Orthokeratology
Orthokeratology adalah cara pencocokan dari beberapa seri lensa kontak, lebih
dari satu minggu atau bulan, untuk membuat kornea menjadi datar dan menurunkan
myopia. Kekakuan lensa kontak yang digunakan sesuai dengan standar. Pada
astigmatismus irregular dimana terjadi pemantulan dan pembiasan sinar yang tidak
teratur pada dataran permukaan depan kornea maka dapat dikoreksi dengan
memakai lensa kontak. Dengan memakai lensa kontak maka permukaan depan
kornea tertutup rata dan terisi oleh film air mata.

iii. Bedah refraksi


Methode bedah refraksi yang digunakan terdiri dari:
- Radial keratotomy (RK) Dimana pola jari-jari yang melingkar dan lemah
diinsisi di parasentral. Bagian yang lemah dan curam pada permukaan kornea dibuat
rata. Jumlah hasil perubahan tergantung pada ukuran zona optik, angka dan
kedalaman dari insisi.
- Photorefractive keratectomy (PRK) Adalah prosedur dimana kekuatan kornea
ditekan dengan ablasi laser pada pusat kornea. Kornea yang keruh adalah keadaan
yang biasa terjadi setelah photorefractive keratectomy dan setelah beberapa bulan

19
akan kembali jernih. Pasien tanpa bantuan koreksi kadang-kadang menyatakan
penglihatannya lebih baik pada waktu sebelum operasi.

OPERASI LASIK
LASIK adalah suatu tindakan koreksi kelainan refraksi mata yang menggunakan
teknologi laser dingin (cold/non thermal laser) dengan cara merubah atau mengkoreksi
kelengkungan kornea. Setelah dilakukan tindakan LASIK, penderita kelainan refraksi
dapat terbebas dari kacamata atau lensa kontak, sehingga secara permanen
menyembuhkan rabun jauh (miopia), rabun dekat (hipermetropia), serta mata silinder
(astigmatisme).11

Gambar 2.9 LASIK11


Untuk dapat menjalani prosedur LASIK perlu diperhatikan beberapa hal, yaitu:
a. Ingin terbebas dari kacamata dan lensa kontak
b. Kelainan refraksi:
Miopia sampai -1.00 sampai dengan - 13.00 dioptri
Hipermetropia + 1.00 sampai dengan + 4.00 dioptri
Astigmatisme 1.00 sampai dengan 5.00 dioptri
c. Usia minimal 18 tahun
d. Tidak sedang hamil atau menyusui
e. Tidak mempunyai riwayat penyakit autoimun

20
f. Mempunyai ukuran kacamata/ lensa kontak yang stabil selama paling tidak 6
(enam) bulan
g. Tidak ada kelainan mata, yaitu infeksi, kelainan retina saraf mata, katarak,
glaukoma dan ambliopia
h. Telah melepas lensa kontak (Soft contact lens) selama 14 hari atau 2 (dua) minggu
dan 30 (tiga puluh) hari untuk lensa kontak (hard contact lens). 11

Adapun kontraindikasi dari tindakan LASIK antara lain:

a. Usia < 18 tahun / usia dibawah 18 tahun dikarenakan refraksi belum stabil
b. Sedang hamil atau menyusui
c. Kelainan kornea atau kornea terlalu tipis
d. Riwayat penyakit glaukoma
e. Penderita diabetes mellitus
f. Mata kering
g. Penyakit : autoimun, kolagen
h. Pasien Monokular
i. Kelainan retina atau katarak 11
Sebelum menjalani prosedur LASIK, ada baiknya pasien melakukan konsultasi
atau pemeriksaan dengan dokter spesialis mata untuk dapat mengetahui dengan
pasti mengenai prosedur / tindakan LASIK baik dari manfaat, ataupun kemungkinan
komplikasi yang dapat terjadi. Setelah melakukan konsultasi / pemeriksaan oleh
dokter spesialis mata, kemudian mata anda akan diperiksa secara seksama dan teliti
dengan menggunakan peralatan yang berteknologi tinggi (computerized) dan
mutakhir sehingga dapat diketahui apakah seseorang layak untuk menjalankan
tindakan LASIK.11

21
BAB III
PEMBAHASAN

1. Mengapa pada pasien ini didiagnosa sebagai pasien Astigma Miopi Simplex
ODS?
Pasien ini didiagnosis dengan Astigma Miopi Simplex karena dari anamnesis
didapatkan bahwa :
- Penglihatan kedua mata semakin buram
- Pasien harus memicingkan mata untuk melihat lebih jelas pada suatu benda.
- Pasien merasa ada bayangan ketika membaca, dan ia merasa melihat benda
jadi bengkok atau tidak lurus.
- Pasien mengaku lebih nyaman apabila melihat sesuatu dari jarak dekat.
- Pusing dan mudah lelah saat membaca atau melihat TV.
- Pasien mengaku sering membaca sambil tidur di tempat gelap dan dalam
jangka waktu yang lama.

Tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan yang lain seperti palpasi, slit lamp maupun
funduskopi. Maka dapat disimpulkan bahwa pasien ini mengalami penurunan visus yang
disebabkan oleh kelainan refraksi. Namun, pada pemeriksaan visus didapatkan hasil :

Oculus Dexter Oculus Sinister


sc : 0,8 false 2 sc : 0,9 false 1
VISUS
cc : 1,0 cc : 1,0
1,0 STN 1,0
Cyl - 0,50 Ax 180 = 1,0 Koreksi Cyl – 0,25 Ax 180 = 1,0

Pemeriksaan Autorefraktometri :
SPH CYL AX
OD -1,25 -1,75 5
OS -4,00 -0,25 26
PD : 67

22
Hal ini sesuai dengan kepustakaan bahwa astigmat terjadi karena kornea dan
lensa mempunyai permukaan yang rata atau tidak rata sehingga tidak memberikan satu
titik fokus, bisa terdapat 2 atau lebih titik fokus. Akibatnya penglihatan akan terganggu.
Bayangan yang terlihat dapat terjadi terlalu besar, kurus, terlalu lebar dan kabur.
Seseorang dengan astigmat dapat memberikan keluhan kabur ketika melihat jauh tetapi
jelas melihat dekat, melihat ganda dengan menggunakan satu atau kedua mata, benda
bulat dilihat sebagai benda lonjong. Selain itu pasien juga sering mengeluh sakit kepala,
mata terasa tegang dan cepat lelah.
Pasien ini diterapi dengan lensa silinder. Hal ini sesuai dengan teori dimana
astigmatismus dapat dikoreksi kelainannya dengan bantuan lensa silinder. Karena
dengan koreksi lensa silinder penderita astigmatismus akan dapat membiaskan sinar
sejajar tepat diretina, sehingga penglihatan akan bertambah jelas.

2. Bagaimanakah penatalaksanaan pasien ini ?


Untuk penatalaksanaan pada pasien dengan diagnosis Astigamatisma Miopi Simpleks
dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu:
a. Medikamentosa
- Vitamin A Eye Drops 3x1 tetes/hari ODS
- Augentogenik Eye Drops 3x1 tetes/hari ODS
- Vitamin C 1x1, PO

b. Non-medikamentosa
- Khusus
Kacamata lensa silinder negatif sesuai dengan koreksi :
OD C – 0,50 AX 180 D = 1,0
OS C – 0,25 AX 180 D = 1,0
PD 59/57

- Umum
 Membaca dengan pencahayaan yang cukup
 Mengatur jarak membaca ± 30 cm
 Hindari membaca dengan posisi tidur berbaring dan membaca dalam tempat
gelap

23
 Memberi istirahat pada mata 15-20 menit setelah dipakai untuk beraktivitas.
misalnya, melakukan istirahat sejenak pada mata setelah dipakai untuk
memainkan laptop atau membaca
 Kacamata harus terus dipakai kecuali saat mandi dan tidur.

3. Bagaimana prognosis pada pasien ini ?


Quo ad Vitam : ad bonam
karena pada pasien tidak ditemukannya penyakit mata lain maupun penyakit sistemik
yang menyertai keluhan pasien dan pasien masih dapat melakukan aktivitasnya seperti
biasa.

Quo ad functionam : dubia ad bonam


karena pada pasien ini setelah dilakukan koreksi dengan baik, pasien dapat melihat
objek jauh dengan baik dengan bantuan kacamata, namun mata tidak dapat kembali
melihat dengan jelas tanpa kacamata.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Hall JE. Guyton dan Hall Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed.12 Jakarta: EGC 2014. p.980
2. Haranto M. Refraksi Cahaya Pada Mata. Updated: 2013. Available from:
https://www.medicinesia.com/kedokteran-dasar/penginderaan-kedokteran-dasar/refraksi-
cahaya-pada-mata/. Accessed Oktober 23, 2018
3. Ilyas, S. Penuntun Ilmu Penyakit Mata.Ed 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI 2014.p.77
4. Vaughan A dan Riordan E. Ofthalmologi Umum. Ed 17. Jakarta: EGC 2013. p.393
5. Denniston A, Murray P. Oxford Handbook of Ophtalmology.3rd Ed. UK: Oxford Univ.
Press, 2014. p.827
6. Ilyas S.Optik dan refraksi.Jakarta: Balai penerbit Sagung Seto 2005. p.249
7. Lang G, Spraul C. Optic and Refractive Errors In: Ophtalmology A Short Textbook. New
York: Thieme Stuttgart 2000. p.432
8. Wijaya N. Ilmu Penyakit Mata. Ed.6. Jakarta: Abadi T 1993. p.204
9. Ganong. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed.22. Jakarta: Penerbit buku kedokteran 2012.
p.665
10. Franklin A. Optics of the Eye, Ametripia and Its Correction. US: Elsevier 2007. p.101
11. Lalita D.Tindakan Bedah LASIK. Updated 2012. Available from: www.semarang-eye-
centre.com/. Accessed Oktober 23, 2018
12. KEMENKES RI. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Tingkat Pertama. Jakarta: KEMENKES RI, 2016. p.217
13. Roque M., 2009. Astigmatism, PRK. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/1220845-overview#a0101

25

Anda mungkin juga menyukai