Anda di halaman 1dari 40

Sampling Pada

Desain Case Control


Kelompok 2
Desy Anggrainy NPM
Devi Tirta Ningrum NPM
Elnino Tunjungsari NPM
Furi Estie Hones NPM
Rahma Fadilah Sopha NPM
1. Populasi dan Sampel
Populasi
● Sejumlah besar subjek yang memiliki karakteristik
tertentu (Sastroasmoro, 2014)
● Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari
objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari
dan ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2009)
● The population is the group of individuals having one
characteristic that distinguishes them from other groups
(Creswell, 2018).
● Jadi populasi bukan hanya subjek (manusia/orang) tapi
juga objek (benda) penelitian dengan karakter atau sifat
yang dimiliki oleh subjek/objek tersebut
Konsep populasi dan sampel
l
Populasi: sejumlah besar
subjek/objek
Populasi Target: ranah/domain/
sasaran yang bersifat umum
Populasi terjangkau: yang dapat
dijangkau peneliti (terbatas oleh
waktu dan tempat)
Sampel: bagian populasi yang terpilih
SAMPEL
Sampel adalah bagian dari populasi
yang dipilih dengan cara tertentu dan
dianggap dapat mewakili
populasinya (Sastroasmoro, 2014) Syarat sampel yang baik:
Sampel adalah bagian dari jumlah ● Representatif
dan karakteristik yang dimiliki oleh ● Tidak bias
● Up to date
populasi (Sugiyono, 2009) ● Harus dapat dilacak di
lapangan
The sampel is the group of
participants in a study selected from
the target population from which the
researcher generalizes to target
population (Creswell, 2018)
Hubungan Antara populasi target,
terjangkau, subjek yang dikehendaki dan
subjek yang diteliti
TEKNIK SAMPLING
Manfaat
sampling:
Alasan sampling: ● Hemat waktu,
● Ukuran biaya, tenaga
dan pikiran
populasi yang ● Lebih cepat
Teknik sampling besar
adalah cara dalam ● Faktor biaya mendapatkan
pengambilan ● Faktor Waktu informasi
sampel (Sugiyono, ● Lebih akurat
● Percobaan yang
2009). karena
merusak
● Faktor pemeriksaan
pada subjek
ketelitian
yang sedikit
peneliti ● Bisa mewakili
populasi
● Lebih spesifik
Sampling Penelitian Kuantitatif
●Disebut responden
●Bersifat sampel statistik
●Sampel mewakili populasi dengan karakteristik tertentu
●Peneliti yang menentukan responden agar bisa
digeneralisasikan oleh peneliti itu sendiri
REDUKSI
POPULASI SAMPEL
GENERALISASI

Model Generalisasi Penelitian Kuantitatif


Prosedur pengambilan sampel
1. Tentukan populasi target

2. Pilih kerangka sampling

3. Tentukan teknik sampling

4. Penentuan prosedur pemilihan jumlah sampel

5. Tentukan jumlah/besar sampel

6. Tentukan unit sampel

7. Pilih sampel
Contoh prosedur sampling
Populasi target:
Semua pasien anak Frame sampel:
dehidrasi di RS Daftar RS di Jakarta Teknik
Jakarta sampling Proesdur penentuan
(RSCM)
jumlah sampel

Pemilihan Unit sampel aktual: Jumlah sampel:


Pilih sampel berdasarkan 50 pasien anak
teknik dan jumlah yang Pasien anak balita dehidrasi di
RSCM ruang rawat anak kls 3 dehidrasi
sudah ditentukan: Anak
balita dehidrasi di ruang bulan Okteber 2021
rawat kls 3 RSCM
sebanyak 50 orang
selama bulan Oktober
2021
Teknik Sampling
2. Teknik Sampling Random
A. Simple random sampling
Pada simple random sampling kita hitung terlebih
dahulu jumlah subyek dalam populasi (terjangkau) yang
akan dipilih subyeknya sebagai sampel penelitian.
Setiap subyek diberi bernomor, dan dipilih sebagian
dari mereka dengan bantuan tabel angka random
B. Systematic sampling
Pada sampling sistematik ditentukan bahwa dari
seluruh subyek yang dipilih, setiap subyek nomor
kesekian dipilih sebagai sampel. Bila ingin diambil 1/n
dari populasi, maka tiap pasien ke-n dipilih sebagai
sampel.
Lanjutan Teknik Sampling Random
C. Stratified random sampling
Suatu teknik pengambilan sampel dengan memperhatikan tingkatan
atau strata dalam populasi. Cara ini sampel dipilih secara acak untuk
setiap strata, kemudian hasilnya dapat digabungkan menjadi satu
sampel yang terbebas dari variasi untuk setiap strata.
D. Cluster sampling
Sampel ini dipilih secara acak pada kelompok individu dalam
populasi yang terjadi secara alamiah, misal wilayah (kodya,
kecamatan, kelurahan,dst). Efisien bila populasi tersebar luas
sehingga tidak mungkin membuat daftar seluruh populasi tersebut.
E. Multistage sampling
Merupakan bentuk kompleks dari simple cluster sampling dan
digunakan dengan beberapa metode random sampling secara
bersamaan dalam suatu penelitian.
3. Teknik Sampling Non Random
(Grove & Nancy, 2013; Notoatmodjo, 2010; Sastroasmoro, 2012)

a. Merupakan cara pemilihan


sampel yang praktis dan lebih
Kuantitati
mudah dibandingkan dengan Kualitatif
f
probability sampling, Purposive Quota
pengambilan sampel sampling sampling
didasarkan atas dasar
kepraktisan penelitian Tidak
semua elemen populasi Convenien
memiliki kesempatan untuk Network ce
dilibatkan menjadi sampel sampling sampling
sehingga meningkatkan
peluang diambilnya sampel
yang tidak representatif bagi Theoretical Consecutiv
target populasi Sampling e sampling
b. Dapat digunakan pada
penelitian kualitatif dan
kuantitatif
3. Teknik Sampling Non Random (cont)

Network/ Snow ball Sampling Theoretical Sampling

• Sampel didapatkan dengan bantuan • Umumnya digunakan pada penelitian


partisipan yang sudah ditetapkan yang menggunakan metode riset
terlebih dahulu kualitatif dengan suatu set prosedur
• Jumlah sampel bertambah seiring yang sistematik untuk
berkembangnya jaringan pertemanan mengembangkan suatu teori secara
dari responden awal induktif tentang suatu fenomena
• Efektif digunakan untuk (Grounded Theory)
mengidentifikasi partisipan yang • Peneliti mengumpulkan data,
nantinya dapat memberikan informasi mengkode, menganalaisis, serta
partisipan lain yang potensial untuk menentukan data apa yang
dijadikan sampel diperlukan selanjutnya dan dimana
• Dapat pula digunakan pada populasi data tersebut bisa didapatkan untuk
‘socially devalued’ mengembangkan teori yang mulai
nampak perlahan
• Contoh: Penelitian kualitatif tentang
dimensi kualitas hidup anak putus
sekolah
3. Teknik Sampling Non Random (cont)

Purposive Sampling Convenience/ Accidental Sampling

• Responden dipilih berdasarkan • Sampel diambil tanpa sistematika


pertimbangan subyektif peneliti, tertentu sehingga jarang dapat
seperti ciri atau sifat populasi yang dianggap mewakili populasi terjangkau
sudah diketahui sebelumnya dan ataupun populasi penelitian
kepraktisan penelitian • Pengambilan kasus dilakukan dengan
• Peneliti mula-mula mengidentifikasi mengambil responden yang kebetulan
karakteristik populasi, kemudian ada atau tersedia di suatu tempat
menetapkan sampel berdasarkan sesuai dengan konteks penelitian
pertimbangan kebutuhan penelitian
• Cocok digunakan pada case study • Contoh: penelitian tentang pemberian
atau penelitian kualitatif ASI oleh ibu-ibu di Puskesmas Beji,
sampel penelitian adalah Ibu-ibu yang
• Contoh: penelitian terkait pendapat Ibu kebetulan ada di ruang KIA tempat
tentang pemberian ASI dan sufor. pemeriksaan kesehatan Ibu dan anak
Sampel yang dipilih adalah Ibu yang
pernah memberikan keduanya
sehingga dapat memberikan
keterangan yang lebih akurat
3. Teknik Sampling Non Random (cont)

Consecutive Sampling Quota Sampling

• Sampel penelitian adalah semua • Pengambilan sampel dengan cara


subyek yang berurutan dan menetapkan jumlah anggota
memenuhi kriteria pemilihan sampel secara quotum atau jatah
hingga jumlah subyek yang • Peneliti menetapkan jumlah
diperlukan terpenuhi sampel yang dibutuhkan, kemudian
• Jangka waktu pengumpulan jumlah tersebut menjadi dasar
sampel tidak boleh terlalu pendek pengambilan unit sampel yang
diperlukan tanpa
• Contoh: pengambilan specimen mempertimbangkan populasi asal
pasien DHF tidak boleh dilakukan
hanya pada bulan Agustus dan
September karena biasanya
puncak insiden DHF terjadi pada
bulan April-Juni
4. Teknik Pengambilan dan
Penentuan Besar Sampel
pada Penelitian Case Control
4.1 Teknik Pengambilan Sampel pada Case
Control

Hal yang perlu diperhatikan pada kasus – kontrol:


❖ Pengambilan sampel dimulai dengan identifikasi
❖ Untuk memperoleh n kasus, perlu memeriksa orang, yang
jumlahnya tergantung prevalensi kasus di populasi
❖ Definisi kasus sangat penting
❖ Secara idealnya kontrol harus dari populasi yang sama
❖ Tidak dapat digunakan untuk menghitung prevalensi
Contoh Khasus 1
Seorang peneliti akan melakukan penelitian untuk mengetahui hubungan antara
konsumsi lemak dengan kanker payudara menggunakan desain kasus control.
Jumlah subjek yang diperlukan adalah 80 subjek untuk kasus dan 80 subjek untuk
kontrol. Subjek akan diambil dari penderita kanker payudara yang berobat ke RS,
sedangkan kontrol dismbil dari pasien yang tidak menderita kanker payudara di RS
tersebut. Berdasarkan catatan RS terdapat 80 subjek penderita kanker payudara
dan 1200 subjek yang memenuhi syarat menjadi kontrol. Bagaimana cara
pengambilan sampel untuk penelitian ini?

Untuk kelompok kontrol : peneliti dapat menggunakan simple random


sampling karena sampling frame sudah tersedia
Untuk Kelompok kasus :peneliti mengambil semua subjek yang ada (total
sampling)
Contoh kasus 2
Penelitian yang sama dengan contoh kaus 1. Namun
berdasarkan catatan RS hanya terdapat 60 subjek
penderita kanker payudara dan 1200 subjek yang
memenuhi syarat menjadi kontrol. Bagaimana cara
pengambilan sampel untuk penelitian ini?
Untuk kelompok kontrol : peneliti dapat menggunakan simple random
sampling karena sampling frame sudah tersedia
Untuk Kelompok kasus : peneliti mengambil semua subjek yang ada
(total sampling)
Namun karena jumlah kasus hanya 60, maka peneliti harus
memperbanyak kontrolnya, dengan rumus sbb:
n’ = n(C+1)
2C
Penghitungan Jumlah Kontrol
Jawab:
n’ = n(C+1)
2C
Diketahui = 60 = 80(C+1)
n’ = jumlah kasus yang tersedia = 60 2C
120C = 80C + 80
n = jumlah kasus yang diharapkan 40 C = 80
C = jumlah kontrol untuk tiap kasus C =2

Jadi jumlah kontrol untuk tiap


kasus adalah 2 subjek.
Jika kasus adalah 60 maka kontrol
yang diperlukan adalah 120
Penghitunagan Besar Sampel pada Penelitian Case
Control
Terminologi yang sering sering digunakan dalam Penentuan
Besar Sampel Penelitian Case Control

• Kesalahan tipe I dilambangkan dengan Zα : kesalahan untuk menolak H0 


padahal seharusnya H0 diterima >> kesalahan untuk menyatakan ada hubungan/
perbedaan padahal sebenarnya tidak ada hubungan atau perbedaan

• Kesalahan tipe II dilambangkan dengan Zβ : kesalahan yang menerima H0


padahal seharusnya H0 ditolak >> kesalahan yang menyatakan tidak ada
hubungan/ perbedaan padahal sebenarnya ada hubungan atau perbedaan. Zβ
dapat menentukan power penelitian (1-Zβ)

• Zα dan Zβ adalah deviat baku yang menunjukkan konversi dari luas daerah
dibawah kurva normal pada tingkat kepercayaan tertentu terhadap simpang
baku, tergantung pada besarnya α dan β, serta hipotesis penelitian (1 arah atau
2 arah)
Dahlan (2013)
Tabel 1. Berbagai nilai Zα dan Zβ berdasarkan kesalahan
tipe I dan II serta hipotesis penelitian

Kesalahan (%) Zβ Deskriptif 


Zα dua arah
Zα satu arah

1 2,326 2,576

5 1,645 1,960

10 1.282 1,645

15 1,036 1,440

20 0,842 1,282

Nilai-nilai ini adalah acuan ketika akan menggunakan rumus penghitungan


sampel

Dahlan (2013)
4.2 Penentuan Besar Sampel pada Case Control

Penelitian Analisis Kategorik Tidak Berpasangan


(digunakan secara luas pada berbagai penelitian
seperti potong lintang, kasus kontrol, kohort, dan uji
klinis)

P1 = proporsi pada kelompok yang


Zα = deviat baku alfa
nilainya merupakan judgement dari
Zβ = deviat baku beta
peneliti
P2 = proporsi pada kelompok yang
Q1 = 1 - P 1
sudah diketahui nilainya
P1 - P2 = selisih proporsi minimal yang
Q2 = 1 - P2
dianggap bermakna
P = proporsi total = P1 - P2 /2
Contoh Penghitungan Besar Sampel pada Case Control
Penelitian Analisis Kategorik Tidak Berpasangan

Seorang peneliti ingin mengetahui apakah terdapat hubungan antara pajanan


terhadap bising dengan tuli, dengan menggunakan desain kasus kontrol. Untuk
menentukan besar sampel, peneliti menetapkan bahwa perbedaan proporsi
pajanan minimal kelompok kasus dengan kontrol adalah 20%. Diketahui bahwa
proporsi pajanan pada kelompok kontrol adalah 10%. Bila ditetapkan kesalahan tipe
I sebesar 5%, kesalahan tipe II sebesar 20%, dengan hipotesis satu arah, berapa
besar sampel yang diperlukan?

Menentukan rumus besar sampel


Penelitian ini merupakan penelitian analitis kategorik tidak berpasangan, maka
rumusnya:
Cara penghitungan besar sampel
Penelitian Analisis Kategorik Tidak Berpasangan

Memasukkan nilai-nilai tersebut dalam


Diketahui : rumus :
P2 = 10% = 0,1
Q2 = 1-P2 = 1-0,1 = 0,9
P1-P2 = 20% = 0,2
Zα = 1,96 (kesalahan tipe I 5%, hipotesis 1 arah)
Zβ = 0,84 (kesalahan tipe 2 sebesar 20%)
P1 = P2 + 0,2 = 0,1 + 0,2 +0,3
Q1 = 1-P1 = 1 - 0,3 = 0,7
P = (P1+P2)/2 = (0,3+0,1)/2 = 0,2
Q = 1-P = 1 - 0,2 = 0,8

= 61, 53 (dibulatkan menjadi


62)

Jadi, besar kelompok sampel untuk tiap kelompok adalah 62


(kelompok kasus sebanyak 62, dan kelompok kontrol sebanyak 62)
4.2 Penentuan Besar Sampel pada Case Control
Penelitian Analisis Kategorik Tidak Berpasangan

P2 merupakan proporsi yang berasal dari kepustakaan


Sedangkan parameter yang ditetapkan oleh peneliti adalah
P1 - P2 berdasarkan pertimbangan logis dan etis. Dapat
ditetapkan secara langsung maupun tidak langsung.
Penetapan secara tidak langsung dapat ditentukan dengan
menetapkan Odds Rasio (OR) yang dianggap bermakna.
Contoh Penghitungan Besar Sampel Kasus Kontrol dengan OR
Penelitian Analisis Kategorik Tidak Berpasangan

Seorang peneliti ingin mengetahui apakah terdapat hubugan antara penggunaan obat
A dengan kanker payudara. Peneliti menggunakan desain kasus kontrol. Untuk
menentukan besar sampel, peneliti menetapkan bahwa OR minimal yang dianggap
bermakna adalah 2. Bila proporsi pajanan obat A pada kelompok kontrol diketahui
10%. Bila ditetapkan kesalahan tipe I sebesar 5%, kesalahan tipe II sebesar 20%,
dengan hipotesis satu arah, berapa besar sampel yang diperlukan?

Jawab :
Diketahui :
OR = P1 (1-P2)
P2 = 10% = 0,1
P2 (1- P1)
OR = 2 2 = P1 (1- 0,1) = 9P1
Q2 = 1-P2 = 1-0,1 = 0,9 0,1 (1- P1) 1-P1
Zα = 1,96
(kesalahan tipe I 5%, hipotesis 1 arah) 2-2P1 = 9P1
Zβ = 0,84 11P1 =2
(kesalahan tipe 2 sebesar 20%) P1 = 2/11 = 0,18
P1-P2 = 0,18 - 0,1 = 0,08
Lanjutan...
Masukkan nilai ke dalam rumus :
Maka ,
P = (P1 + P2)/ 2 = (0,18 + 0,10) = 0,14
Q = 1 - 0,14 = 0,86

= 293,8 (dibulatkan menjadi 294)

Jadi, besar sampel untuk tiap kelompok adalah 294 (kelompok kasus sebanyak
294 dan kelompok kontrol sebanyak 294)
4.2 Penentuan Besar Sampel pada Case Control
Penelitian Analitis Kategorik Berpasangan 
Pada studi kasus kontrol yang berpasangan digunakan Rumus : 
      
         

Berdasarkan rumus di atas, besar sampel minimal pada studi kasus


kontrol berpasangan hanya bergantung pada OR, Zα dan Zβ, tetapi
tidak bergantung pada proporsi kelompok kontrol. Bila diketahui α =
0,05  β= 0,01 dan OR = 2  (jadi P = 2/(1+2) = ⅔ dan Q = ⅓), maka:

Maka besar  sampel masing-masing pada kelompok


kontrol dan kasus pada contoh diatas adalah 90
4.2 Penentuan Besar Sampel pada Case Control
Penelitian Analitis Kategorik Berpasangan 

Contoh :
Dengan desain kasus kontrol berpasangan peneliti ingin
mengetahui pengaruh diabetes mellitus terhadap penyakit
jantung koroner. Diduga OR = 2, proporsi pada kelompok
kontrol sebesar 0,20 dengan kemaknaan sebesar 0,05 dan
power sebesar 80%. Berapakah jumlah subjek diperlukan?
Diketahui : Rumus :
OR = 2
P2 = 0,2
α = 0,05 jadi Zα = 1,96 

1- β = 0,8 jadi β = 1-0,8 = 0,2 maka Zβ =


0,842

P = 2/1+2 = ⅓ 
Jadi besar sampel tiap
Q = 1- P = 2/3 kelompok adalah 76
4.2 Penentuan Besar Sampel pada Case Control
Besar Sampel Untuk Proporsi Sangat Kecil

Untuk penelitian penyakit sangat jarang diperlukan informasi :


- Besar masing-masing proporsi (P1 dan P2)
- Tingkat kemaknaan α
- Power Zβ
Rumus Yang digunakan adalah :
Lanj…
Contoh:
Peneliti T ingin melihat manfaat program penapisan baru suatu
penyakit keganasan pada gelombang usia 35 tahun ke atas. Insidensi
sekarang diketahui sebesar 50/100.000 (0,0005), diharapkan cara baru
ini dapat menurunkan angkan kejadian menjadi 20/100.000 (0,0002).
Bila digunakan α = 0,05 dan power 80%, berapakah jumlah subjek
yang diperlukan?
Diketahui:
Zα = 1,96; Zβ = 0,842; P2 = 0,0005; P1 = 0,0002

Contoh di atas memperlihatkan bahwa untuk dapat mendeteksi


proporsi yang amat kecil diperlukan jumlah subjek yang amat besar
5. Contoh Aplikasi Sampling pada Case Control
FAKTOR RISIKO DISFASIA PERKEMBANGAN
PADA ANAK Risk Factor of Developmental Metode : Penelitian dengan rancangan kasus kontrol. Subyek penelitian
adalah tiga puluh enam anak usia 12-36 bulan dengan disfasia perkembangan
Dysphasia in Children dan tiga puluh enam anak usia 12-36 bulan tanpa disfasia perkembangan.
Dilakukan wawancara dengan orang tua anak dan pemeriksaan dengan
Hidajati, Zuhriah (2009) FAKTOR RISIKO DISFASIA menggunakan Denver Developmental Screening Test ( DDST ), Early
Language Milestone – Scale- 2, home inventory. Dilakukan analisis statistik
PERKEMBANGAN PADA ANAK Risk Factor of bivariat dan regresi logistik dengan menggunakan program SPSS 15.0 for
Developmental Dysphasia in Children. Masters thesis, windows.
UNIVERSITAS DIPONEGORO.
Hasil penelitian : Riwayat keluarga terlambat bicara dan tidak adanya stimulasi
terbukti sebagai faktor risiko terjadinya disfasia perkembangan.dengan odds
ratio 22.1 ( 95 % CI; 2.7 - 177.7, p = 0.004 ) dan 37.8 ( 95 % CI; 2.84 - 503.4 p
Abstract = 0.006). Sedangkan jenis kelamin laki-laki, asfiksia neonatal,
hiperbilirubinemia dan kejang demam tidak terbukti sebagai faktor risiko
ABSTRAK Latar belakang : Disfasia perkembangan disfasia perkembangan. Simpulan : Riwayat keluarga terlambat bicara dan
tidak adanya stimulasi terbukti sebagai faktor risiko disfasia perkembangan.
merupakan salah satu penyebab keterlambatan Kata kunci : Disfasia perkembangan, faktor risiko. xxi ABSTRACT
berbahasa pada anak yang menyebabkan kesulitan Background. Developmental dysphasia is one of the cause of language delay
in children that leads to learning disability. The causes of developmental
belajar. Penyebab pasti disfasia perkembangan belum dysphasia are remained unknown. The predisposing factors are genetics,
diketahui. Faktor yang diduga berpengaruh terhadap prenatal, natal and postnatal. Aims. To determine that family history of speech
delay, male, neonatal asphyxia, hyperbilirubinaemia and febrile seizure as risk
disfasia perkembangan adalah genetik, natal dan post factors of developmental dysphasia. Methods. Case control study. Subjects
natal Tujuan : Untuk membuktikan riwayat keluarga were 36 children of 12-36 months age with developmental dysphasia and 36
terlambat bicara, jenis kelamin laki-laki, asfiksia neonatal, children without developmental dysphasia. Interview with parents as
respondent were performed using Denver Developmental Screening Test,
hiperbilirubinemia dan kejang demam merupakan faktor Early Language Milestone – Scale- 2, home inventory and quiz. Statistical
risiko disfasia perkembangan. analysis were perfomed with bivariat and multivariat logistic regression using
SPSS 15.0 for windows. Results. Family history of speech delay and poor
stimulation were proven as risk factors of developmental dysphasia with
adjusted odds ratio 22.1 ( 95 % CI; 2.7 - 177.7, p = 0.004 ) and 37.8 ( 95 % CI;
2.84 - 503.4, p = 0.006). Male, neonatal asphyxia, hyperbilirubinaemia and
febrile seizure were not proven as the risk factors of developmental dysphasia.
Conclusions. Family history of speech delay and poor stimulation were proven
as risk factors of developmental dysphasia. Keywords : developmental
dysphasia, risk factor

Repository
Perhitungan besar sampel Perhitungan besar sampel
menggunakan formula kasus kontrol dengan rumus
sebagai berikut :

dimana

Apabila α = 0,05 maka Zα=1,96, β=0,2 (20%), maka


Zβ=0,842, power = 1-β= 80 %. Rasio ukuran sampel = 2,
proporsi pada populasi = 0,3. Variabel jenis kelamin laki-
laki, Odds ratio = 3 20, didapatkan 36 sampel Variabel
riwayat keluarga terlambat bicara, OR = 3 20, didapat 36
sampel Variabel asfiksia neonatorum, Odds ratio = 3 28
didapatkan 36 sampel Jumlah sampel n1 = n2 = 36
sampel
DAFTAR PUSTAKA
Creswell, John.W, Creswell, J. David. (2018). Research design: qualitative, quantitative,
and mixed methods approaches 5th edition. Los Angeles: SAGE Pub
Grove, S., & Nancy, B. (2013). The practice of nursing research: Appraisal SYNTHESIS,
AND Generation of Evidence. 7th Ed. St. Louis: Elsevier
Ningsih, S. W. Et All. (2019). Hubungan Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)
Dini Dengan Kejadian Diare Pada Bayi Usia 0-12 bulan di Wliayah Kerja Puskesmas
Karangmojo II Kabupaten Gunung Kidul Tahun 2019. Poltekkes Kemenkes Yogyakarta
Notoatmojo, S. (2010). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Sastroasmoro, Sudigdo. (2014). Dasar-dasar metodologi penelitian klinis edisi 5. Jakarta:
Sagung Seto
Sugiyono. (2009). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta
CV
Silvia, S. (2015). Penerapan Metode Multistage Random Sampling Pada Analisis Quick
Count Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 23.
23–49.
Zuhairah, H. (2009). Faktor Resiko Disfasia Perkembangan Pada Anak. Universitas
Diponegoro
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai