meninggal akibat bencana massal. Pada saat terjadi bencana, banyak pihak yang bergerak
untuk menyelamatkan dan mengurus para korban yang terluka, namun disisi lain ada korban
yang meninggal yang juga butuh ditangani dengan benar. DVI merupakan suatu prosedur
untuk mengenali korban bencana yang meninggal dan dapat dipertanggungjawabkan secara
ilmiah dan sah dimata hukum yang mengacu pada prosedur baku yang diterbitkan oleh
Interpol.
DVI diperlukan sebagai metode pengenalan korban dengan tujuan untuk kepentingan hukum
yang berhubungan dengan hak waris, asuransi, dan status pernikahan. DVI juga dibutuhkan
sebagai sarana penegakkan hak asasi manusia serta menjadi bagian dari suatu penyidikan.
Secara umum, jika seorang meninggal dunia karena sebab alami atau kecelakaan, jenazah
yang bersangkutan akan mudah dikenali oleh sanak keluarga sebab masih terlihat serta relatif
utuh. Namun pada jenazah-jenazah korban bencana hal sererti itu jarang terjadi. Kondisi
jenazah yang sudah rusak, terpotong, terbakar dan hancur membuat prosedur pengenalan
secara langsung akan sulit terlaksana. Bahkan keluarga terdekat akan mengalami kesulitan
untuk mengenali disebabkan oleh kondisi-kondisi demikian. Jika hal ini terjadi maka dapat
mengakibatkan jenazah tertukar dan ada keluarga yang tidak bisa menerima jenazah kerabat
mereka karena keraguan akan identitas jenazah tersebut.
List pertanyaan SK 2
1. Tindakan apa yang pertama kali dilakukan tim SAR dan tenaga kesehatan untuk kasus
sesuai skenario? (Piem)
Jawab:
2. Apa saja prosedur sesuai standar DVI? (Raniah)
Jawab:
Sebuah operasi DVI terdiri dari lima fase yaitu: Fase TKP, Fase Post Mortem,
Fase Ante Mortem, Fase Rekonsiliasi dan Fase Debrieving.
4) Rekonsiliasi
Pada fase ini dilakukan pembandingan data post mortem dengan data ante
mortem. Ahli forensik dan profesional lain yang terkait dalam proses
identifikasi menentukan apakah temuan post mortem pada jenazah sesuai
dengan data ante mortem milik korban yang dicurigai sebagai jenazah.
Apabila data yang dibandingkan terbukti cocok maka dikatakan
identifikasi positif atau telah tegak. Apabila data yang dibandingkan
ternyata tidak cocok maka identifikasi dianggap dianggap negatif dan data
post mortem jenazah tetap disimpan sampai ditemukan data ante mortem
yang sesuai dengan temuan post mortem jenazah.
3. Mengapa hasil dri pmeriksaan fase postmortem perlu dilakukan pencocokan dg data
antemortem? (Nabila)
Jawab:
4. Selain Tim SAR apakah ada suatu lembaga yg membantu melakukan prosedur DVI
tersebut? (Felly)
Jawab:
5. Apa saja pemeriksaan dari identifikasi post mortem? (Bagas)
Jawab:
Pemeriksaan dan pencatatan data jenazah yang dilakukan diantaranya meliputi
:
o Dokumentasi korban dengan mengabadikan foto kondisi jenazah
korban.
o Pemeriksaan fisik, baik pemeriksaan luar maupun pemeriksaan dalam
jika diperlukan.
o Pemeriksaan sidik jari.
o Pemeriksaan rontgen.
o Pemeriksaan odontologi forensik : bentuk gigi dan rahang merupakan
ciri khusus tiap orang ; tidak ada profil gigi yang identik pada 2 orang
yang berbeda.
o Pemeriksaan DNA.
o Pemeriksaan antropologi forensik : pemeriksaan fisik secara
keseluruhan, dari bentuk tubuh, tinggi badan, berat badan, tatto hingga
cacat tubuh dan bekas luka yang ada di tubuh korban.
DVI mengidentifikasi dengan tiga metode identifikasi primer yang harus ditemukan pada
korban-korban bencana. Tiga metode tersebut adalah pengenalan lewat sidik jari, data gigi
serta DNA.
Sidik jari merupakan alat pengenalan yang utama karena tidak ada dua
manusia dibumi ini yang mempunyai pola sidik jari yang sama bahkan jika
kembar identik sekalipun. Di Indonesia pola sidik jari kita telah tercatat secara
resmi saat kita memperoleh Kartu Tanda Penduduk (KTP) serta saat ini
mengambil Surat Izin Mengemudi (SIM) sehingga memudahkan saat operasi
DVI dilakukan untuk mengambil data penduduk disertai dengan data sidik jari
kemungkinan korban. Terkadang jika kondisi mayat saat ditemukan sudah
berada pada tahap pembusukan lanjut maka sidik jari sukar dipakai sebagai
alat identifikasi.
Selain sidik jari, data utama untuk identifikasi adalah melalui data gigi. Data
gigi yang dimaksud adalah data gigi setiap individu yang biasanya tercatat
pada dokter gigi langganan atau dokter gigi keluarga. Sama seperti sidik jari,
tidak ada dua orang didunia ini yang memiliki data gigi yang sama dan
sebangun. Oleh sebab itu data gigi merupakan alat identifikasi yang utama.
Keunggulan metode identifikasi melalui data gigi adalah tingkat ketepatan
yang tinggi bahkan jika jenazah yang ditemukan sudah hangus terbakar, gigi
korban masih dapat diselamatkan dengan metode tertentu dan dapat dikenali.
Gigi juga dapat menjadi sample untuk diambil data DNA.
Metode ketiga dan yang paling akurat adalah DNA. DNA sederhananya
adalah asam amino yang menyusun manusia sebagaimana adanya sekarang.
DNA dari susunan kimianya merupakan rantai ganda yang menyusun genetika
manusia seperti warna rambut, warna kulit, warna mata juga kemungkinan
penyakit bawaan. Banyak bagian tubuh manusia yang bisa diambil sebagai
contoh pembanding DNA misalnya darah, cairan tubuh (ludah, cairan vagina
dan sperma), rambut, gigi dan tulang. Berbagai metode bisa digunakan untuk
kepentingan pengambilan contoh pembanding DNA. Satu kelemahan dari
DNA adalah seseorang bisa mempunyai dua gambaran DNA jika orang
tersebut pernah menjalani prosedur transplantasi sumsum tulang untuk
kepentingan medis.