Anda di halaman 1dari 66

SKENARIO 4

MODUL XXI KEDOKTERAN KEHAKIMAN


SEMESTER 6 (VI)

KELOMPOK SGD 4

Andika Indra Purwantoro – NPM 71190811123


Skenario 4 : Bombing
Seorang pelaku bom bunuh diri meledakkan dirinya di sebuah konser
musik yang padat pengunjungnya sehingga mengakibatkan banyaknya jatuh
korban. Konser pun berubah jadi hiruk-pikuk dan sangat mencekam dimana
banyak pengunjung yang histeris minta tolong dan banyak juga yang diam
tergeletak berlumuran darah. Petugas kepolisian yang berjaga di konser
dengan sigap menghubungi tim bantuan medis, pemadam kebakaran,
basarnas, PMI & Instansi terkait lainnya serta memasang “police line“.
RSBM salah satu Rumah Sakit rujukan korban massal (Disaster Victim
Identification) yang telah mendapat kabar tentang kejadian tersebut
langsung mempersiapkan prosedur pelaksanaan penanganan korban massal
sesuai standar Interpol yang mana diantaranya dengan mempersiapkan unit
data Ante - mortem (yellow form) & unit data post-mortem (pink form ).
Terminologi

• DVI → Prosedur untuk mengidentifikasi korban, akibat bencana


massal yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah dan
mengacu kepada standar baku INTERPOL.
• Ante mortem → Data khas korban sebelum meninggal seperti data
umum korban, seperti nama, umur, BB, TB, pakaian dan aksesoris
yang dikenakan korban terakhir kali
• Post mortem → Data fisik yang diperoleh dari personal identification
setelah korban meninggal, seperti sidik jari, gol. Darah, konstruksi gigi
geligi, foto rontgen
Identifikasi Masalah

• Pelaku bom bunuh diri meledakkan diri dan mengakibatkan banyak


korban
• Petugas kepolisian menghubungi tim bantuan medis
• RSBM sebagai RS rujukan korban massal
• Prosedur penanganan korban massal sesuai standar Interpol dengan
unit data post mortem dan ante mortem
Analisa Masalah

• Bagaimana penanganan korban massal ?


• Apa bedanya data ante mortem dengan data post mortem?
• Bagaimana kriteria RS untuk identifikasi korban massal ?
• Bagaimana alur tata laksana bencana bom bunuh diri ?
• Kriteria tim medis yang dapat melakukan penanganan bencana
massal / DVI ?
• Jenis – jenis bencana ?
Bencana
• Bencana Geologis → Bencana akibat perubahan geografis bumi
• Bencana Klimatologis → diakibatkan faktor – faktor klimatologis
• Bencana ekstrateritorial → bencana dari luar angkasa

• Open disaster → yang sulit diidentifikasi dari jumlah korban


• Closed disaster → yang dapat diidentifikasi dari jumlah korban
Penanganan Korban Massal
• Scene
• Post mortem
• Ante mortem
• Reconciliation
• Debriefing
Alur penanganan korban massal
• Pada daerah bencana membuat 3 tim
• Melakukan triase, stabilisasi dan evakuasi
• Melakukan pre hospital
• Kontrol evakuasi
• Penggolongan korban ke RS yang akan dituju berdasarkan tingkat
keparahan
Perbedaan Data Antemortem dan Post Mortem

Data Antemortem

• Data khas korban sebelum meninggal seperti data umum korban, seperti nama,
umur, BB, TB, pakaian dan aksesoris yang dikenakan korban terakhir kali

Data Postmortem
• Data fisik yang diperoleh dari personal identification setelah korban meninggal,
seperti sidik jari, gol. Darah, konstruksi gigi geligi, foto rontgen
Kriteria RS Rujukan
• Lokasi berada di sekitar bencana
• Jika kapasitas fasilitas tidak mencukupi, di rujuk ke RS yang lebih baik
fasilitasnya
• Telah ditunjuk pemerintah dan mendapatkan akreditasi sesuai
tingkatannya
Kriteria tim medis
• Tim pencarian, penyelamatan dan penolongan pertama
Skema

Bom bunuh
diri

Korban Pembentukan
DVI
massal Tim
Learning Objectives

1. Jelaskan klasifikasi bencana menurut DVI?


2. Jelaskan DVI dan tahapan - tahapannya?
3. Jelaskan identifikasi dan penanganan korban massal?
4. SKDI untuk DVI
5. Aspek hukum yang berkaitan dengan DVI
1
Disaster
(Bencana)
Referensi : Interpol Disaster Victim Identification Guide. 2018
Disaster (Bencana)
• Bencana adalah kejadian tak terduga yang mengakibatkan kematian
banyak orang
• Bencana terbuka (open disaster) adalah bencana yang mengakibatkan
kematian dengan angka kematian tidak diketahui dengan tidak ada
catatan (record) sebelumnya atau tidak adanya data dekskriptif yang
tersedia
• Bencana tertutup (closed disaster) adalah bencana yang
mengakibatkan kematian dengan angka kematian yang dapat
ditentukan dan kelompok yang dapat teridentifikasi

Interpol Disaster Victim Identification Guide. 2018


2

DVI
dan tahapannya

Referensi : Interpol Disaster Victim Identification Guide. 2018


DVI
Prosedur untuk mengidentifikasi korban, akibat
bencana massal yang dapat dipertanggung jawabkan
secara ilmiah dan mengacu kepada standar baku
INTERPOL.
Tahapan DVI (DVI Phase)
• Tahapan 1 : Scene
• Tahapan 2 : Post mortem
• Tahapan 3 : ante mortem
• Tahapan 4 : Reconciliation
• Tahapan 5 : Debriefing
Tahapan 1: Scene
• Merupakan tindakan awal yang dilakukan di tempat kejadian
peristiwa (TKP) bencana. Ketika suatu bencana terjadi,
prioritas yang paling utama adalah untuk mengetahui
seberapa luas jangkauan bencana. Sebuah organisasi resmi
harus mengasumsikan komando operasi secara keseluruhan
untuk memastikan koordinasi personil dan sumber daya
material yang efektif dalam penanganan bencana. Dalam
kebanyakan kasus, polisi memikul tanggung jawab komando
untuk operasi secara keseluruhan.
Tahapan 1: Scene
Sebuah tim pendahulu (kepala tim DVI, ahli patologi forensik dan
petugas polisi) harus sedini mungkin dikirim ke TKP untuk mengevaluasi
situasi berikut :
• Keluasan TKP : pemetaan jangkauan • Institusi medikolegal yang mampu
bencana dan pemberian koordinat merespon dan membantu proses DVI
untuk area bencana • Metode untuk menangani mayat
• Perkiraan jumlah korban • Transportasi mayat
• Keadaan mayat • Penyimpanan mayat
• Evaluasi durasi yang dibutuhkan untuk • Kerusakan properti yang terjadi
melakukan DVI
Tahapan 1: Scene
• Tahapan pengamankan TKP :
• Membuat sektor atau zona pada TKP tiap luas area 5 x 5 m
dan foto (dokumentasi) pada tiap sektor.
• Memberikan tanda pada setiap sektor.
• Mengamankan dan memberikan pertolongan pada korban
yang masih hidup.
• Mengamankan (dengan memasukan dalam kantong-
kantong plastik serta memberikan label) korban mati atau
potongan tubuh mayat (orange) dan barang-barang korban
yang tercecer (putih).
Tahapan 1: Scene
• Tahapan evakuasi dan transportasi :
• Mengangkut korban hidup yang telah dilakukan pertolongan
utama di TKP ke RS/ pos yang ditentukan.
• Mengangkut kantung-kantung jenazah dan barang-barang ke
tempat pemeriksaan dan penyimpanan (RS/ pos yang telah
ditentukan).
Tahapan 2: Post Mortem
• Menerima kantong-kantong dari unit TKP.
• Registrasi ulang dan mengelompokkan kiriman tersebut
berdasarkan kantong : mayat utuh, tidak utuh dan barang-
barang korban.
• Membuat foto pada mayat dan barang-barang.
• Melakukan pemeriksaan dan mencatat ciri-ciri korban sesuai
dengan data pada Formulir Pink yang tersedia.
• Mengirimkan data yang telah diperoleh ke Unit Pembanding
Data (reconsiliasi).
Tahapan 2: Post Mortem
Pemeriksaan yang dilakukan, seperti :
• Memeriksa dan mencatat sidik jari korban.
• Memeriksa dan mencatat gigi-geligi korban.
• Mengambil dan memeriksa DNA serta gol darah (bila
memungkinkan).
• Memeriksa dan mencatat data identifikasi umum dan khusus
korban (jika perlu dengan bedah mayat/ autopsi).
• Pengambilan darah (golongan darah) atau mengambil data-data
ke unit pembanding data (jika memerlukan masukan untuk
tindakan selanjutnya sebagai data tambahan).
Tahapan 2: Post Mortem
• Data-data Post Mortem tubuh jenazah :
• Didapat dari tubuh jenazah berdasarkan pemeriksaan
dari berbagai keahlian seperti dokter spesialis
forensik, dokter umum, dokter gigi forensik, sidik jari,
fotografi, DNA dan lain-lain.
Tahapan 3: Ante Mortem
• Mengumpulkan data-data korban semasa hidup dari
keluarga/ kenalan korban, spt : foto, data gigi pribadi, sidik
jari, gol darah dll.
• Memasukkan data-data yang ada (dilaporkan) ke dalam
Yellow Formulir yang tersedia.
• Mengelompokkan data-data Ante Mortem/ berdasarkan
jenis kelamin dan batasan umur (misalnya : anak-anak,
remaja, dewasa, orang tua).
• Mengirimkan data yang telah diperoleh ke Unit
Pembanding Data (reconsiliasi).
Tahapan 4: Reconciliation
• Mengkoordinasikan rapat penentuan identitas korban
(dari data yang diperoleh melalui unit TKP, unit data
Post Mortem dan unit data Ante Mortem).
• Mengumpulkan data-data korban yang telah dikenal
untuk dikirim ke Tim Identifikasi.
• Mengumpulkan data-data tambahan dari unit TKP,
unit data Post Mortem dan unit data Ante Mortem
untuk korban yang masih belum juga dapat dikenal.
Tahapan 5: Debriefing
• Check dan recheck hasil kerja dari unit pembanding data.
• Menyatakan hasil identifikasi korban (teridentifikasi atau
tidak).
• Membuat surat keterangan kematian untuk korban (mati) yang
sudah teridentifikasi dengan surat-surat lain yang diperlukan.
• Menerima keluarga korban untuk serah terima korban dan
barang-barang korban.
• Publikasi yang benar dan terarah (team identifikasi) kepada
masyarakat agar mendapat informasi yang terbaru dan akurat.
3

Identifikasi dan penanganan


korban bencana
Referensi :
Interpol Disaster Victim Identification Guide. 2018.
Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Bencana Kesehatan Akibat Bencana. Depkes RI. 2007
Madea B. Handbook of Forensic Medicine. 2014.
Aspek Proses Identifikasi
• Aspek pengumpulan data identitas; baik ante-mortem
maupun post-mortem
• Aspek komparasi; antara data ante-mortem dengan
post-mortem untuk menentukan korban
Data yang digunakan untuk menentukan
identitas seseorang
• Identifikasi primer, meliputi pemerikasaan sidik jari, data gigi
dan deoxyrebose nucleic acid (DNA),
• Identifikasi sekunder, yakni data visual seperti pakaian
ataupun perhiasan, data kepemilikan seperti obat-obatan
dan gigi palsu, data dokumentasi seperti kartu identitas atau
foto, dan data medis yaitu ciri tubuh, jenis kelamin, golongan
darah, dan lain-lain.
Teknik Identifikasi Jenazah
• Dokumentasi kejadian
• Pengenalan visual
• Penyesuaian data antemortem dan postmortem
• Metode objektif atau ilmiah
a. Sidik Jari
b. Rekam Gigi
c. DNA
• Pemeriksaan tambahan (bila diperlukan)
Teknik Identifikasi Jenazah
Pengenalan visual
• Metode ini dilakukan dengan memperlihatkan jenazah pada orang-
orang yang merasa kehilangan anggota keluarga atau temannya. Cara
ini hanya efektif pada jenazah yang belum membusuk, sehingga
masih mungkin dikenali wajah dan tubuhnya, oleh lebih dari satu
orang. Besar kemungkinan adanya faktor emosi yang mengaburkan
pembenaran atau penyangkalan identitas jenazah.
Teknik Identifikasi Jenazah
Penyesuaian data antemortem dan postmortem
Cara pengumpulan data ante-mortem adalah sebagai berikut :
• Melalui Unit polisi pencarian orang hilang dalam DVI. Pengumpulan
data berupa nama, alamat, nomor telpon yang bisa dihubungi dari
keluarga korban serta data medis korban.
• Odontologis. Forensik odontology harus menghubungi seluruh dokter
gigi yang pernah melakukan perawatan gigi terhadap korban. Data
tersebut harus asli dan meliputi: odontogram, radiograf, cetakan gigi
dan fotograf.
Teknik Identifikasi Jenazah
Penyesuaian data antemortem dan postmortem

Data post-mortem meliputi :


• Sidik jari
• Data dan foto dari pakaian, perhiasan, tato
• Pemeriksaan patologi forensik

Data postmortem dapat dikumpulkan pada tempat kejadian perkara


(TKP). Setelah data antemortem dan postmortem yang di kumpulkan
oleh tim yang berbeda terkumpul, kemudian dibawa ke pusat
identifikasi untuk dicocokkan (matching). Proses identifikasi
menggunakan 2 metode, yaitu metode sederhana dan metode ilmiah.
Metode Objektif : Sidik Jari
Odentifikasi sidik jari dilakukan dengan mencocokkan pola karakteristik
yang khas, yang diketahui sebagai detail Galton, point of identity atau minutiae,
dan pemanding minutiae adalah cetak referensi berupa cap sidik jari
menggunakan tinta dari sidik jari tersangka.
Ada tiga gambaran dasar dari bentuk karakter dasar, yaitu :
• The ridge ending
• The bifurcation
• The dot or island
Dalam satu sidik jari terdapat lebih dari 100 poin yang digunakan dalam
identifikasi. Tidak ada ukuran jumlah pasti poin identifikasi yang ditemukan
pada luas area tertentu tergantung dari lokasi penempelan. Contoh, daerah
delta mungkin mengandung lebih banyak poin permilimeter persegi dibanding
daerah ujung jari.
Metode Objektif : Sidik Jari
• mengidentifikasi pada pola-pola garis sidik jari seseorang (garis
papiler) yang secara genetik permanen melekat pada
seseorang.3 Pola atau gambaran sidik jari terdiri dari 3, yaitu
arch, whorl, dan loop. Masing-masing pola terbagi beberapa
subgroup dan yang membedakan adalah pada keberadaan core
dan delta pada lukisan sidik jarinya. Populasi sidik jari terbesar
adalah loop, lalu whorl dan paling sedikit arch.
Metode Objektif : Sidik Jari
Cara atau teknik pengambilan sidik jari mayat tergantung keadaan
mayat yang bersangkutan. Masing-masing keadaan membutuhkan cara
atau teknik penanganan yang berbeda
Pada jenazah baru
• Pada jenazah dengan jari-jari yang bisa digerakkan :
• Telungkupkan mayat
• Bubuhkan tinta pada Jari kemudian capkan
Pada kolom sidik jari di formulir
Metode Objektif : Sidik Jari
Pada jenazah dengan jari-jari yang sulit digerakkan
• Gunting Formulir AK-23 pada batas kolom tangan kiri dan kanan tangan kiri
dan kanan.
• Jepit potongan formulir tersebut pada kedua sisi sendok mayat bagian cekung
dengan kolom sidik jari menghadap ke luar (dapat juga pada bagian cembung).
• Bersihkan jari mayat dengan hati-hati, kemudian bubuhkan tinta dengan alat
pembubuh tinta atau dengan roller setelah tintanya diratakan
• Capkan jari mayat tersebut dengan menekannya pada kolom sidik jari dari
formulir yang terjepit di sendok mayat. Geser formulir menurut kolom sidik
jarinya sehingga semua jari terekam.
• Rekatkan hasil pengambilan tersebut pada sehelai formulir AK-23 dan
rumuslah sidik jari tersebut
Metode Objektif : Sidik Jari
Mayat telah kaku dan mulai membusuk
• Tarik jari-jari mayat tersebut sehingga menjadi lurus; bila jari-jari sulit
diluruskan, sayatlah pada bagian dalam jari pada ruas kedua sehingga
jari dapat diluruskan. Untuk ibu jari sayatan antara ibu jari dan telunjuk.
• Ambilah sidik jari mayat tersebut dengan menggunakan sendok mayat
seperti dijelaskan pada di atas
Metode Objektif : Sidik Jari
Ujung-ujung jari mayat sudah lembek (belum rusak tetapi sudah mengkerut)
• Suntiklah jari tersebut dengan cairan pengembang (tissue builder) atau
air panas sehingga kulit jari mengembang. Jarum suntik ditusuk pada
ujung jari atau pada bagian dalam jari antara ruas pertama dan kedua.
• Ambil sidik jari mayat tersebut denga menggunakan sendok mayat
seperti dijelaskan di atas.
Metode Objektif : Sidik Jari
Mayat mulai membusuk/awal dekomposisi (kulit ari mulai terlepas):
• Periksa kulit jari tersebut apakah masih baik atau ada bagian yang rusak.
Bersihkan kulit jari tersebut dengan hati-hati.
• Kulit dipasang kembali pada jari mayat atau dimasukkan dalam jari terugas
sehingga pengambilan dapat dilakukan.
• Jika kulit jari sudah terlepas sama sekali:
a. Kulit ari diolesi tinta
b. Kulit jari yang bertinta tersebut dijepit diantara 2 (dua) lembar kaca
kemudian di potret/direproduksi.
c. Tempelkan potret sidik jari tersebut pada formulir AK-23 sesuai
kolomnya dan rumuslah sidik jari mayat tersebut.
Metode Objektif : Sidik Jari
• Setelah dilakukan pengambilan sidik jari, maka dilakukan
perbandingan antara sidik jari yang dicurigai dan sidik jari yang
diketahui dengan melihat pola sidik jari dan galton detail yang
ada. Galton detail atau karakteristik adalah garis-garis papiler
yang terdapat pada tapak jari, telapak tangan dan telapa kaki
yang bentuknya berupa garis membelah, garis pendek, garis
berhenti,pulau, jembatan, taji dan titik.
Metode Objektif : Gigi Geligi
Memperoleh informasi melalui data gigi dan mulut untuk membatasi
atau menyempitkan identifikasi. Informasi ini dapat diperoleh antara lain
mengenai:
• Umur
• Jenis kelamin
• Ras
• Golongan darah
• Bentuk wajah DNA
Dengan adanya informasi mengenai perkiraan batas-batas umur korban
misalnya, maka pencarian dapat dibatasi pada data-data orang hilang yang
berada di sekitar umur korban. Dengan demikian penyidikan akan menjadi lebih
terarah.
Metode Objektif : Gigi Geligi
• Mencari ciri-ciri yang merupakan tanda khusus pada korban tersebut. Di
sini dicatat ciri-ciri yang diharapkan dapat menentukan identifikasi
secara lebih akurat dari pada sekedar mencari informasi tentang umur
atau jenis kelamin. Ciri-ciridemikian antara lain:misalnya adanya gigi yang
dibungkus logam, gigi yang ompong atau patah, lubang pada bagian
depan biasanya dapat lebih mudah dikenali oleh kenalan atau teman
dekat atau keluarga korban. Disamping ciri-ciri di atas, juga dapat
dilakukan pencocokan antara tengkorak korban dengan foto korban
semasa hidupnya. Metode yang digunakan dikenal sebagai Super
imposed Technique yaitu untuk membandingkan antara tengkorak
korban dengan foto semasa hidupnya.
Metode Objektif : DNA
• Dalam kasus korban ledakan bom, serpihan tubuh para korban yang sulit
dikenali diambil sekuens genetikanya. Bentuk sidik DNA berupa garis-
garis yang mirip seperti bar-code di kemasan makanan atau minuman.
Membandingkan kode garis-garis DNA, antara 30 sampai 100 sekuens
rantai kode genetika, dengan DNA anggota keluarga terdekatnya,
biasanya ayah atau saudara kandungnya, maka identifikasi korban
forensik atau kecelakaan yang hancur masih dapat dilacak.
Pemeriksaan Tambahan
• Partisipasi Dokter Spesialis forensik
• Autopsi jika memungkinkan
• Pencitraan / radiologi jika memungkinkan
• Penentuan sebab kematian jika memungkinkan
• Rekonstruksi kejadian berdasarkan temuan patologis
Penanganan
Korban Massal

Korban Hidup Korban Mati

SPGDT DVI
Sistem Penanggulangan Gawat Darurat
Terpadu (SPGDT)
• Suatu sistem penanggulangan pasien gawat darurat yang terdiri dari
unsur pelayanan prarumah sakit, pelayanan di rumah sakit, dan
pelayanan antar-rumah sakit. Pelayanan berpedo-man pada respons
cepat yang menekankan pada “Time Saving is Life and Limb Saving”,
yang melibatkan masyarakat awam umum, awam khusus, petugas
medis, ambulans gawat darurat, dan sistem komunikasi.
Tahapan SPGDT

Fase Pra RS Fase Intra RS Fase Antar RS


• Proses Penyiagaan
Penatalaksanaan
• Tindakan Keselamatan
Korban Massal di
• Langkah Pengamanan
Lapangan
• Pos Komando
Fase Pra RS
• Triase
• Pertolongan Pertama
Perawatan di Lapangan
• Pos Medis Lanjutan
• Pos Penatalaksanaan Evakuasi

Penatalaksanaan
Fase Intra RS Korban Bencana
Massal di Rumah Sakit

Fase Antar RS Evakuasi Sekunder


Alur Penanganan Korban Mati
Tahap 1
Penanganan di TKP Di TKP oleh Unit TKP
Evakuasi Mobil Jenazah

Tahap 2 Post Mortem Oleh Unit Post Mortem

Tahap 3 Antemortem Oleh Unit Ante Mortem

Rumah
Sakit
Tahap 4 Pembanding
Data / Rekonsiliasi Oleh Unit Pembanding Data

Tahap 5 Oleh Unit Komunikasi Resiko


Hasil Akhir
4

SKDI untuk DVI

Referensi :
Perkonsil No. 11 Tahun 2012 tentang Standar Kompetensi Dokter Indonesia
Kompetensi yang harus dimiliki seorang dokter di Bagian Ilmu
Kedokteran Forensik dan Medikolegal berdasarkan Standar
Kompetensi Dokter Indonesia tahun 2012

• Mampu berkomunikasi dengan korban, keluarga korban dan Penyidik,


• Mampu melakukan pemeriksaan luar jenazah dan korban hidup,
• Memahami alur barang bukti,
• Mampu membuat Visum et Repertum,
• Mampu memilih dan membuat dokumen sertifikasi medis sesuai dengan kasus,
• Mampu mengusulkan pemeriksaan penunjang dan rujukan kepada dokter
Spesialis Forensik dalam Pelayanan Kedokteran Forensik dan Medikolegal.
No. Daftar Kasus/ Diagnosis Klinis Tingkat Kompetensi
1 Kekerasan tumpul 4A
2 Kekerasan tajam 4A
3 Trauma kimia 3A
4 Luka tembak 3A
5 Luka listrik dan petir 2
6 Barotrauma 2
7 Trauma suhu 2
8 Asfiksia 3A
9 Tenggelam 3A
10 Pembunuhan anak sendiri 3A
11 Pengguguran kandungan 3A
12 Kematian mendadak 3B
13 Toksikologi forensik 3A
Tingkat
No. Daftar Kompetensi Keterampilan Klinik
Kompetensi
1. Medikolegal
Prosedur medikolegal 4A
Pembuatan Visum et Repertum 4A
Pembuatan surat keterangan medis 4A
Penerbitan sertifikat kematian 4A
2. Forensik Klinik
Pemeriksaan selaput dara 3
Pemeriksaan anus 4A
Deskripsi luka 4A
Pemeriksaan derajat luka 4A
Tingkat
No. Daftar Kompetensi Keterampilan Klinik
Kompetensi
3. Korban Mati
Pemeriksaan label mayat 4A
Pemeriksaan baju mayat 4A
Pemeriksaan lebam mayat 4A
Pemeriksaan kaku mayat 4A
Pemeriksaan tanda-tanda asfiksia 4A
Pemeriksaan gigi mayat 4A
Pemeriksaan lubang-lubang pada tubuh 4A
Pemeriksaan korban trauma dan deskripsi luka 4A
Pemeriksaan patah tulang 4A
Tingkat
No. Daftar Kompetensi Keterampilan Klinik
Kompetensi

4. Teknik Otopsi

Pemeriksaan rongga kepala 2

Pemeriksaan rongga dada 2

Pemeriksaan rongga perut 2

Pemeriksaan sistem urogenital 2

Pemeriksaan saluran luka 2

Pemeriksaan uji apung paru 2

Pemeriksaan uji getah paru 2


Tingkat
No. Daftar Kompetensi Keterampilan Klinik
Kompetensi

4. Teknik Otopsi

Pemeriksaan rongga kepala 2

Pemeriksaan rongga dada 2

Pemeriksaan rongga perut 2

Pemeriksaan sistem urogenital 2

Pemeriksaan saluran luka 2

Pemeriksaan uji apung paru 2

Pemeriksaan uji getah paru 2


Tingkat
No. Daftar Kompetensi Keterampilan Klinik
Kompetensi

5 Pengambilan Sampel

Vaginal swab 4A

Buccal swab 4A

Pengambilan darah 4A

Pengambilan urine 4A

Pengambilan muntahan atau isi lambung 4A

Pengambilan jaringan 2

Pengambilan sampel gigi 2

Pengambilan sampel tulang 2

Pengumpulan dan pengemasan barang bukti 2


Tingkat
No. Daftar Kompetensi Keterampilan Klinik
Kompetensi

6. Pemeriksaan Penunjang/ Laboratorium Forensik

Pemeriksaan bercak darah 3

Pemeriksaan cairan mani 3

Pemeriksaan sperma 3

Histopatologi forensik 1

Fotografi forensik 3
5

Aspek Hukum DVI

Referensi :
Purwanti SH. Ilmu Kedokteran Forensik untuk Kepentingan Penyidikan. Jakarta:
Rayana Komunikasindo: 2014.
Aspek Hukum DVI
• UU No.24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
• UU No.2 tahun 2002 tentang Polri
• UU No.23 tentang kesehatan
• PP No.21 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan
Bencana
• Resolusi Interpol No.AGN/65/RES/13 year 1996 on Disaster Victim
Identification
• MOU Depkes RI-Polri tahun 2004
• MOU Depkes RI-Polri tahun 2003
Pasal 51 ayat 5 PP No 21 tahun 2008
• Terhadap masyarakat yang terkena bencana yang meninggal
dunia dilakukan upaya identifikasi dan pemakaman
Daftar Pustaka
Daftar Pustaka
• International Criminal Police Organization (Interpol). Interpol Disaster Victim
Identification Guide. Lyon: Interpol: 2018.
• Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Teknis Penanggulangan
Krisis Bencana Kesehatan Akibat Bencana. Jakarta: Depkes RI: 2007.
• Madea B. Handbook of Forensic Medicine. UK: Wiley Blackwell Imprint: 2014.
• Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Teknis Penanggulangan
Krisis Bencana Kesehatan Akibat Bencana. Jakarta: Depkes RI: 2007.
• Konsil Kedokteran Indonesia. Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia No. 11
Tahun 2012 tentang Standar Kompetensi Dokter Indonesia. Jakarta: Konsil
Kedokteran Indonesia: 2012.
• Purwanti SH. Ilmu Kedokteran Forensik untuk Kepentingan Penyidikan. Jakarta:
Rayana Komunikasindo: 2014.

Anda mungkin juga menyukai