Anda di halaman 1dari 42

KEPERAWATAN MANAJEMEN

Konsep Perorganisasian Dalam Manajemen Keperawatan

Oleh Kelompok 2:

Feggi Nurzati : 2014201101

Neranti Vidiatama : 2014201106

Pebie Yenanda : 2014201116

Tri Wilya Nugrait : 2014201109

Dosen pengampu :

Ns. Ratna Dewi, S.Kep., M.Kep

UNIVERSITAS FORT DE KOCK BUKIT TINGGI

TAHUN AJARAN 2021/2022


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya kepada kami, sehingga penyusun dapat

menyelesaikan tugas makalah “Keperawatan Manajemen: Konsep

Perorganisasian Dalam Manajemen Keperawatan”

Makalah ini bertujuan untuk melengkapi tugas Mata Kuliah Manajemen

Keperawatan yang diberikan kepada kami. Pembuatan makalah ini tidak akan

terlaksana tanpa adanya kerjasama, bantuan, dukungan, bimbingan dan pengarahan

dari berbagai pihak.

Kami percaya dalam penyusunan makalah ini banyak sekali kekurangan,

untuk itu kami mohon kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan

makalah ini. Demikian makalah ini kami susun, apabila banyak kesalahan penyusun

mohon maaf dan semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca.

Bukittinggi, Oktober 2021

Kelompok 2

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................

DAFTAR ISI...................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................

A. Latar Belakang................................................................................

B. Rumusan Masalah...........................................................................

C. Tujuan..............................................................................................

D. Manfaat ..........................................................................................

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................

A. Struktur Organisasi..........................................................................

B. Jenis Struktur Organisasi..................................................................

C. Perorganisasian Dalam Manajemen Keperawatan ..........................


BAB III PENUTUP ........................................................................................

A. Kesimpulan .....................................................................................

B. Saran ................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Aktifitas bisnis dalam suatu perusahaan digerakan oleh tenaga kerja yang

memiliki pemahaman terhadap pengolahan bisnis tersebut.Sumber daya manusia

dalam hal ini tenaga kerja menjadi syarat utama dalam mengoprasikan

perusahaan.Pengolahan sumberdaya manusia yang tepat,menjadi bagian yang

sangat penting dan bahkan proses prerkrutan tenga kerja yang tidak tepat akan

menjadi masalah tersendiri bagi perusahaan.

Setiap perusahaan berupaya untuk menyusun format yang tepat tentang

manajemen sumberdaya manusianya (mulai dari proses prekrutan,pendidikan,dan

pelatihan,job description yang jelas,sistem upah atau gajih yang tepat, adanya

jenjang karir atau pengembangan staf,dan lainya).

Manajemen sumber daya manusia adalah suatu prosedur yang

berkelanjutan yang bertujuan untuk memasok suatu organisasi atau perusahaan

dengan orang-orang yang tepat untuk ditempatkan pada posisi dan jabatan yang

tepat pada saat organisasi memerlukan. Rekrutmen adalah suatu proses untuk

mencari calon atau kandidat pegawai, karyawan, buruh, manajer, atau tenaga

kerja baru untuk memenuhi kebutuhan sdm oraganisasi atau perusahaan. Dalam

tahapan ini diperluka analisis jabatan yang ada untuk membuat deskripsi

pekerjaan / job description dan juga spesifikasi pekerjaan / job specification.

(MenurutA.F.Stoner)
B. Tujuan

Tujuan dibuatnya makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas mata kuliah

manajemen keperawatan, sedangkan tujuan umum dan khusus pembuatan

makalah ini adalah :

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui dan memahami tentang penyusunan pengorganisasian

dalam manajemen keperawatan.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk Mengetahui pengertian pengorganisasian.

b. Untuk Mengetahui metode dalam pengorganisasian.

c. Untuk Mengetahui peran fungsi dan tanggung jawab

C. Manfaat

Manfaat yang dapat diambil dari pembuatan makalah ini yaitu :


1. Mengetahui pengertian pengorganisasian.

2. Mengetahui langkah-langkah dalam pengorganisasian.

3. Mengetahui peran fungsi dan tanggung jawab.

BAB II

PEMBAHASAN
A. Struktur Organisasi

Pengorganisasian dilakukan setelah perencanaan sebagai fase kedua. Pada

fase pengorganisasian, hubungan ditetapkan, prosedur diuraikan, perlengkapan

disiapkan, dan tugas diberikan. Pembentukan struktur formal yang memberikan

pengoordinasian terbaik atau penggunaan sumber untuk mencapai tujuan unit

juga termasuk bagian pengorganisasian.

Fayol (1949) menyatakan bahwa suatu organisasi dibentuk ketika jumlah

pekerja cukup banyak sehingga membutuhkan seorang penyelia. Organisasi

diperlukan karena dapat menyelesaikan lebih banyak pekerjaan daripada yang

dapat dilakukan oleh individu.

Orang perlu memahami bagaimana suatu organisasi karena mereka

menghabiskan sebagian besar waktunya dalam organisasi sosial, personal, dan

profesional dibentuk. Struktur organisasi mengacu pada bagaimana suatu

kelompok dibentuk, jalur komunikasinya, dan caranya mengatur otoritas dan

mengambil keputusan. Setiap organisasi memiliki struktur organisasi formal dan

informal. Struktur formal biasanya direncanakan dan dipublikasikan., sementara

struktur informal tidak direncanakan dan sering kali tidak dipublikasikan (Hein,

1998).

Struktur formal, melalui pembagian departemen dan pembagian kerja,

memberikan suatu kerangka kerja untuk menjelaskan kewenangan, tanggung


jawab, dan tanggung gugat manajerial. Dalam struktur formal yang jelas, peran

dan fungsi ditetapkan serta diatur secara sistematis, orang yang berbeda memiliki

peran yang berbeda, dan peringkat serta hierarki menjadi jelas.

Struktur informal biasanya bersifat sosial, dengan garis kewenangan dan

tanggung gugat yang tidak jelas atau bergeser. Orang perlu mengetahui bahwa

kewenangan informal dan hubungan komunikasi ada dalam setiap kelompok,

meskipun hal itu tidak pernah diakui secara formal.

B. Jenis Struktur Organisasi

Sejak dahulu, bagian keperawatan menggunakan salah satu pola struktur

berikut : birokratik, ad hoc,matriks, datar, atau berbagai kombinasi yang

disebutkan. Tipe struktur yang digunakan dalam setiap fasilitas layanan

kesehatan memengaruhi pola komunikasi, hubungan, dan kewenangan.

Rancangan organisasi birokratik umumnnya disebut struktur garis atau

organisasi staf. Mereka yang memiliki kewenangan staff dapat disebut sebagai

organisasi staf. Kedua jenis struktur organisasi ini sering ditemukan dalam

fasilitas layanan kesehatan yang besar dan biasanya serupa dengan rancangan asli

Weber akan organisasi yang efektif.

Karena sebagian besar orang mengenal struktur ini, hanya sedikit kesulitan

yang dialami dalam mengorientasikan orang dengan organisasi ini. Dalam


struktur ini, kewenangan dan tanggung jawab didefinisikasn dengan jelas, yang

mengarah pada efisiensi dan kesederhanaan dalam hubungan. Bagan organisasi

dalam Gambar dibawah ini adalah struktur garis-dan-staf.

Rancangan formal ini memiliki beberapa kerugian. Rancangan ini sering

menghasilkan kemonotonan, mengisolasikan pekerja, dan membuat penyesuaian

secara cepat untuk memperbaiki kesulitan suatu situasi. Masalah lain dalam

struktur dan garis-dan-staf adalah kedekatannya dengan rantai komando

komunikasi, yang membatasi komunikasi ke atas. Pemimpin yang baik

mendorong komunikasi ke atas untuk memperbaiki kerugian ini. Namun, ketika

posisi garis didefinisikasn dengan jelas, keluar dari rantai komando untuk

melakukan komunikasi ke atas biasanya tidak efektif.

Rancangan ad hoc merupakan modifikasi struktur birokratis dan kadang

kala digunakan rancangan awal yang sementara untuk memfasilitasi penyelesaian

proyek dalam organisasi garis formal. Struktur ad hoc adalah sarana mengatasi

ketidakfleksibelan struktur garis dan bertindak sebagai jalan bagi profesional

untuk mengatasi semakin meningkatnya jumlah informasi yang tersedia. Struktur

ad hoc menggunakan pendekatan tim atau tugas proyek dan biasanya dibubarkan

setelah proyek selesai. Kerugian struktur ini adalah berkurangnya kekuatan

dalam rantai komando formal dan berkurangnya kesetiaan terhadap organisasi

induk.
Struktur organisasi matriks dirancang untuk berfokus pada produk dan

fungsi. Fungsi dijelaskan sebagai semua tugas yang diperlukan untuk

menghasilkan produk, dan produk adalah hasil akhir fungsi. Sebagai contoh,

hasil ahir yang memuaskan dari masalah klien adalah produk, dan semua

tindakan yang diperlukan untuk menghasilkan hasil akhir adalah fungsi (Brooks,

1995).

Struktur organisasi matriks memiliki rantai komando vertikal dan

horizontal yang formal. Gambar dibawah ini menggambarkan struktur organisasi

matriks dan menunjukkan bahwa direktur perawatan ibu-anak dapat melapor ke

wakil direktur layanan ibu dan wanita (manajer produk) dan wakil direktur

layanan keperawatan (manajer fungsional). Meskipun terdapat peraturan formal

yang lebih sedikit dan beberapa tingkat hierarki, struktur matriks dapat

menimbulkan kerugian. Misalnya, dalam struktur ini, pengambilan keputusan

lambat dilakukan karena perlunya berbagai informasi, dan hal itu dapat

menimbulkan kebingungan dan rasa frustasi bagi para pekerja karena rancangan

hierarki memiliki kewenangan-ganda. Keuntungan utama sentralisasi keahlian

sering kali lebih besar daripada kompleksitas rancangan.

Organisasi garis layanan (service line organization) serupa dengan

rancangan matriks. Organisasi tersebut dapat digunakan pada beberapa institusi

besar untuk mengatasi sedikitnya jumlah perawat, yang merupakan hal yang

umum terjadi pada organisais birokratik besar tradisional. Garis layanan, kadang

kala disebut organisasi berpusat pada asuhan, berskala lebih kecil daripada sistem
birokratik besar. Misalnya, dalam rancangan organisasi ini, keseluruhan tujuan

ditentukan oleh organisasi yang lebih besar, tetapi garis layanan mengambil

keputusan berdasarkan proses yang digunakan untuk mencapai tujuan (Miller, et

al.,2001).

Rancangan organisasi datar adalah upaya menghilangkan lapisan hierarki

dengan cara mendatarkan rantai skalar dan desentralisasi organisasi. Garis

kewenangan tetap dipertahankan, tetapi karena struktur organisasi dibuat datar,

lebih banyak kewenangan dan pengambilan keputusan

C. Pengorganisasian Dalam Manajemen Keperawatan

Rencana yang telah kita susun sedemikian rupa tidak akan ada artinya jika

tidak segera dilaksanakan. Pelaksanaan rencana tadi dilakukan dilakukan oleh

satuansatuan kerja yang merupakan bagian dari organisasi. Mau tidak mau

setelah dibuat suatu rencana, langkah selanjutnya adalah pengorganisasian.

Efektivitas dan efisiensi pelaksanaan kegiatan yang akan dikerjakan dipengaruhi

oleh bagaimana individu-individu dalam satuan kerja tadi bekerja secara

maksimal sesuai tanggung jawab dan wewenangnya. Untuk itu, pengorganisasian

menjadi langkah penting setelah kegiatan perencanaan.

Dalam pelayanan keperawatan, pengorganisasian dapat dilakukan mulai

dari tingkat atas sampai dengan tingkat ruangan.


1. Pengertian dan Hakikat Pengorganisasian

Pengorganisasian adalah pengelompokkan aktivitas-aktivitas untuk

mencapai tujuan objektif, penugasan suatu kelompok manajer dengan otoritas

pengawasan setiap kelompok, dan menentukan cara pengoordinasian aktivitas

yang tepat dengan unit lainnya, baik secara vertikal maupun horizontal yang

bertanggung jawab mencapai tujuan organisasi.

Pengorganisasian adalah proses pengelompokkan kegiatan terhadap

tugas, wewenang, tanggung jawab, dan koordinasi kegiatan, baik vertikal

maupun horizontal yang dilakukan oleh tenaga keperawatan untuk mencapai

tujuan yang telah ditetapkan. Fungsi ini mencakup penetapan tugas-tugas

yang harus dilakukan, siapa yang harus melakukan, seperti apa tugas-tugas

dikelompokkan, siapa yang melaporkan ke siapa, dan dimana dan kapan

keputusan harus diambil oleh perawat.

a. “siapa yang harus melakukan apa?”

Kalau berbicara tentang siapa yang harus melakukan apa, analisis

kebutuhan tenaga harus tepat, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Hal

yang kalah tidak penting berkaitan dengan tempat dan tugas dari masing-

masing individu yang ada di dalam organisasi. Hal-hal yang menjadi

pertimbangan guna menjawab pertanyaan siapa yang melakukan apa,

diantaranya menurut Siagian (2007) adalah : (1) merumuskan klasifikasi


jabatan; (2) analisis pekerjaan; (3) deskripsi pekerjaan agar efektif dan

efisien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Dengan berusaha menjawab pertanyaan siapa yang harus melakukan apa,

apa ini juga dapat dijadikan dasar unutuk melakukan rekrutmen individu-

individu yang memang sesuai dengan kualifikasi dan kuantifikasi yang

dibutuhkan sesuai hasil dari rumusan klasifikasi jabatan, analisis pekerjaan,

dan deskripsi pekerjaan.

b. “Siapa yang melapor ke siapa?”

Koordinasi dalam sebuah organisasi sangatlah penting, baik yang bersifat

vertikal maupun horizontal. Guna menciptakan koordinasi antar-pos yang

harmonis dan tidak sampai terjadi tumpang tindih kegiatan, struktur harus

dibuat dengan jelas dan dapat menggambarkan pembagian tugas,

wewenang, dan tanggung jawab dari masing-masing pos.

c. “Siapa berhubungan dengan siapa, dan dalam hal apa?”

Interaksi antar inidividu menjadi salah satu kunci yang menentukan lancar

tidaknya roda organisasi pelayanan keperawatan. Dengan interaksi, akan

terjadi komunikasi antar=pos yang dapat dijadikan alat untuk

menyampaikan informasi, instruksi/perintah, pengarahan, teguran,

tukar/menukar informasi/pengalaman, koordinasi, kerjasama, dan lain-lain.


Interaksi dalam suatu organisasi pelayanan keperawatan dapat terjadi

secara horizontal, vertikal maupun diagonal. Interaksi secara horizontal

dapat terjadi pada level yang sama, sebagai contoh antarkepala ruangan,

antar-ketua tim, atau antar-perawat primer, dan antarperawat pelaksana.

Sedangkan interaksi secara vertikal dapat terjadi antara ketua tim/perawat

primer. Interaksi secara diagonal dalam ruang perawatan dapat terjadi

antara perawat dan tim kesehatan yang lain (dokter, fisioterapis, ahli gizi,

dan lain-lain). Selain di atas, komunikasi/interaksi yang terjadi dalam

organisasi pelayanan keperawatan adalah interaksi antara perawat dan

pasien.

2. Tipe-tipe organisasi

Pengorganisasian dalam keperawatan harus menyesuaikan dengan metode

penugasan yang diterapkan dalam ruang perawatan. Berikut akan dijelaskan

beberapa tipe organisasi dilihat dari strukturnya.

a. Struktur organisasi secara umum

Struktur organisasi di ruangan menyesuaikan dengan metode penugasan

yang dijalankan di ruang perawatan. Akan tetapi, secara umum organisasi

dibagi menjadi tiga macam, antara lain sebagai berikut :


1) Organisasi lini

Bentuk organisasi lini merupakan yang tertua di dunia.

Organisasi lini mencirikan bahwa pembagian tugas dan wewenang

terdapat perbedaan yang nyata antara satuan organisasi pimpinan dan

satuan organisasi pelaksana. Peran pimpinan sangat dominan, segala

kendali ada di tangan pimpinan, dan dalam melaksanakan kegiatan

yang diutamakan adalah wewenang dan perintah.

Bagan 1. Organisasi Lini

Organisasi ini lebih cocok digunakan untuk organisasi dengan


jumlah karyawan sedikit, sarana dan prasarana yang terbatas, serta
tujuan dan kegiatan organisasi yang sederhana. Bentuk organisasi lini
mempunyai keuntungan pengambilan keputusan dapat diambil dengan
cepat, kesatuan arah dan perintah lebih terjamin, serta koordinasi dan
pengawasan lebih mudah. Sedangkan, kelemahannya adalah keputusan
sering kurang sempurna, dibutuhkan pemimpin yang benar-benar
dapat memegang kendali dan berwibawa, dan unsur manusiawi sering
terabaikan. Berdasarkan penjelasan di atas, organisasi lini sangat
cocok diterapkan di ruang perawatan.
2) Organisasi staf
Organisasi staf merupakan pengembangan dari organisasi lini.

Organisasi staf dicirikan bahwa dalam organisasi dikembangkan

satuan organisasi staf yang berperan sebagai pembantu pimpinan.

Orang yang duduk dalam satuan organisasi staf adalah individu ahli

yang disesuaikan dengan kebutuhan organisasi. Hal ini terjadi karena

pimpinan organisasi mengahadapi permasalahan yang kompleks dan

kesulitan untuk memecahkan permasalahan yang ada sehingga

dibutuhkan orang yang sanggup dan mampu membantu pimpinan

dalam memecahkan masalah organisasi.

Dalam organisasi staf, fungsi staf hanyalah sebagai pembantu.

Pengambilan keputusan tetap berada di tangan pimpinan. Keuntugan

organisasi staf adalah pengambilan keputusan dapat lebih baik.

Kerugiannya adalah pengambilan keputusan membutuhkan waktu

yang lebih lama dibandingkan organisasi lini.

3) Organisasi lini dan staf

Bentuk organisasi lini dan staf merupakan pengembangan dari

organisasi staf. Pada bentuk organisasi ini, staf tidak hanya diplot

sebagai penasihat, tetapi staf juga diberikan tanggung jawab untuk

melaksanakan nasihat tersebut. Organisasi lini staf diterapkan jika


permasalahn organisasi sangat kompleks sehingga staf tidak hanya

diharapkan memberikan buah pikirnya, tetapi staf juga harus

membantu pelaksanaannya.

Keuntungan organisasi lini staf adalah pengambilan keputusan

lebih baik lagi karena pengambilan keputusan telah dipikirkan oleh

sejumlah orang, tanggung jawab pimpinan berkurang karena pimpinan

dapat lebih memusatkan perhatiannnya pada masalah yang lebih

penting, serta pengembangan bakat dan kemampuan dapat dilakukan

sehingga mendorong tanggung jawab kerja yang baik. Kelemahannya

adalah pengambilan keputusan memakan waktu yang lebih lama lagi,

dapat menimbulkan kebingungan pelaksana jika staf tidak mengetahui

batas-batas wewenangnya.

3. Struktur organisasi pelayanan keperawatan

1) Metode keperawatan primer

Metode keperawatan primer adalah suatu metode pemberian asuhan

keperawatan yang mempunyai karakteristik kontinuitas dan komprehensif

dalam pemberian asuhan keperawtan yang dilakukan oleh seorang


perawat yang bertanggung jawab dalam merencanakan, melakukan, dan

mengoordinasi pasien selama pasien di rawat di ruang perawatan. Perawat

yang bertanggung jawab 24 jam atas pasien-pasiennya tadi disebut

“perawt primer”. Perawa primer biasanya bertanggung jawab antara 4-6

pasien. Berikut akan dijelaskan secara rinci tugas pokok dan fungsi

masing-masing posisi pada struktur organisasi metode keperawatan

primer.

1. Tugas pokok dan fungsi perawat primer

a) Perawat primer menerima dan mengorientasikan pasien yang masuk

di ruang perawatan.

b) Perawat primer mengkaji secara komprehensif dan merumuskan

diagnosis keperawatan.

c) Perawat primermembuat rencana keperawatan (tujuan, kriteria hasil,

rencana tindakan, dan rasional).

d) Perawat primer mengadakan komunikasi dan koordinasi dengan

perawat lain dengan tenaga kesehatan yang lain atau rencana yang

telah dibuat.

e) Perawat primer mengadakan komunikasi dan koordinasi dengan

perawat
f) Perawat primer melakukan evaluasi terhadap hasil yang telah

dicapai.

g) Perawat primer membuat rencana pulang pasien (termasuk rencana

penyuluhan).

h) Perawat primer melakukan rujukan kepada pekerja sosial dan

kontak dengan lembaga sosial di masyarakat.

i) Perawat primer membuat jadwal perjanjian klinik.

j) Perawat primer mengadakan kunjungan rumah.

2. Tugas pokok dan fungsi kepala ruang

Menurut Asmuji (2012), tugas pokok dan fungsi kepala ruang pada

metode primer tidak jauh berbeda dengan yang dilakukan pada metode

penugasan tim seperti yang disampaikan Keliat, dkk, (2006) sebagai

berikut :

a) Pendekatan Manajemen

Fungsi Perencanaan

 Menyusun visi, misi, dan filosofi.

 Menyusun rencana jangka pendek (harian, bulanan, dan

tahunan).
Fungsi Pengorganisasian

 Menyusun struktur organisasi.

 Menyusun jadwal dinas.

 Mambuat daftar alokasi pasien.

Fungsi Pengarahan

 Memimpin operan.

 Menciptakan iklim motivasi.

 Mengatur pendelegasian.

 Melakukan supervisi.

Fungsi Pengendalian

 Mengevaluasi indikator mutu.

 Melakukan audit dokumentasi.

 Melakukan survei kepuasan pasien, keluarga pasien, perawat,

dan nakes lain.

 Melakukan survei masalah kesehatan/keperawatan.

b) Compensatory Rewand

 Melakukan penilaian kinerja ketua tim dan perawat pelaksana.


 Merencanakan dan melaksanakan pengembangan staf.

c) Hubungan professional

 Memimpin rapat keperawatan.

 Melakukan rapat tim kesehatan Selain menjalankan tugas di atas,

ada salah satu tugas yang harus dijalankan oleh kepala ruang

adalah menjadi konsultan jika perawat primer mengalami

kendala dalam menjalankan tugasnya.

3. Tugas Pokok dan Fungsi Perawat Asosiat

a) Melaksanakan tindakan keperawatan

b) Menerima delegasi dari perawat primer

Kelebihan dan kelemahan metode keperawatan primer

Tabel Kelebihan dan Kelemahan Metode Keperawatan Primer

Kelebihan Kelemahan
1. Akuntabilitas Dibutuhkan perawat yang benar-benar
2. Otonomi mempunyai pengalaman, pengetahuan,
3. Advokasi sikap, kemampuan (skill) yang mumpuni.
4. Kontinuitas
5. Komprehensif
6. Komunikasi
7. Koordinasi
8. Kolaborasi
9. Komitmen
10.Kepuasan pasien
11.Kepuasan perawta
12.Kepuasan dokter
13.Kepuasan rumah sakit
14.Penghargaan
15.Kesempatan untuk
mengembangkan diri

Selain pembuatan struktur organisasi, menurut Kelliat, dkk. (2006)

kegiatan lain fungsi pengorganisasian dalam ruang perawatan adalah

sebagai berikut :

1. Pembuatan Daftar Dinas

Daftar dinas merupakan bagian penting dalam pengorganisasian

yang berisi jadwal dinas (shift pagi, siang, dan malam), perawat

yang liburdan perawat yang cuti. Dafta dinas ini biasanya dibuat

untuk kurun waktu dinas selama satu bulan. Pembuat daftar dinas

adalah kepala ruang yang dibantu ketua tim/perawat primer.

2. Pembuatan Daftar Alokasi Pasien

Daftar alokasi pasien dibuat guna untuk mengetahui jumlah dan

nama pasien, jenis penyakit, dokter, serta distribusi perawat

terhadap pasien yang ada dalam ruangan. Daftar pasien berisi nama

pasien, dokter yang bertanggung jawab, perawat dalam tim (jika

menerapkan metode penugasan tim), perawat yang dinas, dan

perawat yang bertanggung jawab tiap shift.


2) Metode Tim

Menurut Douglas (1992), metode tim adalah metode pemberian

asuhan keperawatan yang mencirikan bahwa sekelompok tenaga

keperawatan yang memberikan asuhan keperawatan dipimpin oleh

seorang perawat profesional yang sering disebut “ketua tim”. Selain itu,

Sitorus (2006) juga menyampaikan bahwa dengan metode penugasan tim,

setiap anggota kelompok/tim mempunyai kontribusi dalam merencanakan

dan memberikan asuhan keperawatan sehingga pada perawat timbul

motivasi dan rasa tanggung jawab tinggi.

Bagan. Organisasi metode tim

TIM I TIM I
Ketua Tim Ketua Tim
Anggota Anggota
Tim Tim

Pasien Pasien

Guna menunjang tercapainya asuhan keperawatan yang efektif dan

efisien, tugas pokok dan fungsi masing-masing posisi harus jelas dan

dipahami oleh masing-masing personal perawat. Keliat, dkk (2006)

menguraikan secara rinci tugas pokok dan fungsi masing-masing posisi

yang tergambar dalam struktur organisasi metode penugasan tim sebagai

berikut :

1. Kepala ruangan
a) Pendekatan manajemen

Fungsi Perencanaan

 Menyusun visi, misi, dan filosofi

 Menyusun rencana jangka pendek (harian, bulanan, dan tahunan)

Fungsi Pengorganisasian

 Menyusun struktur organisasi

 Menyusun jadwal dinas

 Membuat daftar alokasi pasien

Fungsi Pengarahan

 Memimpin operan

 Menciptakan iklim motivasi

 Mengatur pendelegasian

 Melakukan supervisi

Fungsi Pengendalian

 Mengevaluasi indikator mutu

 Melakukan audit dokumentasi

 Melakukan survei kepuasan pasien, keluarga pasien, dan perawat.


 Melakukan survei masalah kesehatan/keperawatan

b) Compensatory Rewand

 Melakukan penilaian kerja ketua tim dan perawat pelaksana

 Merencanakan dan melaksanakan pengembangan staf keperawatan

c) Hubungan Profesional

 Memimpin rapat keperawatan

 Memimpin konferensi kasus

 Melakukan rapat tim kesehatan

 Melakukan kolaborasi dengan dokter

d) Asuhan keperawatan Mampu melaksanakan asuhan keperawatan

kepada pasien (disesuaikan dengan spesifikasi ruangan).

2. Ketua tim

a) Pendekatan Manajemen

Fungsi Perencanaan

 Menyusun rencana jangka pendek (harian dan bulanan).

Fungsi Pengorganisasian

 Menyusun jadwal dinas bersama kepala ruangan


 Membuat daftar alokasi pasien kepada perawat pelaksana

Fungsi Pengarahan

 Memimpin pre-conference dan post-conference

 Menciptakan iklim motivasi di dalam timnya

 Mengatur pendelegasian dalam timnya

 Melakukan supervisi kepada anggota timnya.

Fungsi Pengendalian

 Melakukan observasi terhadap pelaksanaan asuhan

keperawatan kepada pasien yang dilakukan oleh perawat pelaksana

 Memberikan umpan balik kepada perawat pelaksana

b) Compensatory Rewand

 Melakukan penilaian kinerja perawat pelaksana

c) Hubungan Profesional

 Melakukan konferensi kasus

 Melakukan kolaborasi dengan dokter

d) Asuhan keperawatan Mampu melaksanakan asuhan keperawatan

kepada pasien (disesuaikan dengan spsifikasi ruangan).


3. Perawat Pelaksana

a) Pendekatan manajemen Fungsi Perencanaan

 Menyusun rencana jangka pendek (harian).

b) Asuhan keperawatan

 Mampu melaksanakan asuhan keperawatan kepada pasien

(disesuaikan dengan spesifikasi ruangan).

Dengan melihat dan menyimak penjelasan di atas, secara jelas

terdapat perbedaan uraian tugas dari kepala ruang, ketua tim, dan

perawat pelaksana. Berdasarkan uraian di atas, tergambar bahwa

kepala ruang dan ketua tim menjalankan tugas manajerial dan

asuhan keperawatan, sedangkan perawat pelaksana murni

menjalankan asuhan keperawatan. Batasan ini harus dipahami

secara benar oleh masing-masing posisi sebagai acuan untuk

melaksanakan tugas limpah (pendelegasian).

Seperti halnya metode penugasan yang lain, metode

penugasan tim mempunyai kelebihan dan kelemahan. Berikut

adalah kelebihan dan kelemahan metode penugasan tim.

Kelebihan Dan Kelemahan Metode Tim

Kelebihan Kelemahan
1.Pelayanan keperawatan yang 1.Kegiatan-kegiatan konferen
komprehensif memerlukan waktu yang
2.Proses keperawatan dapat cukup lama sehingga
diterapkan. kegiatan konferen tidak akan
3.Metode tim memungkinkan dapat dapat dilaksanakan jika
bekerja lebih efektif dan efisien.
dalam kondisi sibuk.
4.Metode tim memungkinkan
untuk dapat bekerja sama antar- 2.Jika jumlah perawat sedikit,
tim.
menyebabkan pre-conference
5.Metode tim memungkinkan
tingginya kepuasan pasien conference mungkin tidak
terhadap pelayanan keperawatan. dapat dilaksanankan. Untuk
6.Metode tim meningkatkan kegiatan conference dan
motivasi dan kepuasan perawat post-conference tim minimal
sebagai pemberi pelayanan terdiri dari dua orang.
keperawatan.

3) Metode fungsional

Metode penugasan fungsional merupakan metode pemberian

asuhan keperawatan yang menekankan pada penyelesaian tugas dan

prosedur (Sitorus, 2006). Prioritas utama metode ini adalah pemenuhan

kebutuhan fisik sehingga kurang memerhatikan kebutuhan manusia

secara holistik dan komprehensif (Asmuji, 2012).

Metode fungsional pemberian asuhan keperawatan terutama

berkembang sebagai akibat Perang Dunia II dan pembangunan rumah

sakit terjadi dengan pesat sebagai hasil Undang-Undang HillBurton.

Karena perawat sangat dibutuhkan di luar negeri dan di rumah,

kekurangan tenaga keperawatan terjadi dan petugas tambahan diperlukan

untuk membantu melakukan asuhan pasien. Pekerja yang relatif tidak

terlatih ini dilatih untuk melakukan tugas sederhana dan mendapatkan

kecakapan melalui pengulangan tindakan. Petugas tersebut ditugaskan


untuk menyelesaikan tugas tertentu bukan untuk merawat pasien khusus.

Contoh tugas keperawatan fungsional adalah mengukur tekanan darah,

memberikan obat, mengganti seprai, dan memandikan pasien. Perawat

terdaftar menjadi manajer asuhan bukan sebagai pemberi asuhan langsung

dan “asuhan melalui orang lain” menjadi frase yang digunakan untuk

menyebut metode asuhan keperawatan semacam ini (Marquis, 2013).

Bagan. Organisasi Metode Fungsional

Kepala ruangan
Perawat : merawat luka: pengobatan: merawat luka: pengobatan

Bentuk pengelolaan asuhan keperawatan semacam ini dianggap

bersifat sementara karena diasumsikan saat perang berakhir, rumah sakit

tidak membutuhkan petugas tambahan. Namun, ledakan kelahiran bayi

dan pertumbuhan populasi sebagai hasilnya segera setelah Perang Dunia

II menyebabkan negara kekurangan tenaga perawat. Oleh karena itu,

petugas kesehatan mempunyai kategori baru, yaitu memperkerjakan

orang dengan berbagai tingkat keterampilan dan jenjang pendidikan. Saat

ini, sebagian besar organisasi keperawatan masih meneruskan praktik

memperkerjakan petugas kesehatan dari banyak latar belakang pendidikan

dan tingkat keterampilan (Marquis, 2013).


Sebagian besar pemimpin mempertimbangkan keperawatan

fungsional sebagai cara hemat biaya dalam meberikan asuhan. Hal ini

berlaku jika kualitas asuhan dan perawatan holistik tidak dianggap

sebagai hal yang esensial. Salah satu keuntungan utama keperawatan

fungsional adalah efisiensinya, tugas diselesaikan dengan cepat, dengan

kebingungan tanggung jawab yang kecil. Keperawatan fungsional

memungkinkan pemberian asuhan dengan jumlah perawat terdaftar yang

minimal. Di banyak tempat, misalnya ruang operasi, struktur fungsional

tersebut dapat berjalan dengan baik dan masih sangat banyak ditemukan.

Fasilitas perawatan jangka panjang juga sering menggunakan suatu

pendekatan fungsional untuk asuhan keperawatan (Marquis, 2013).

Baru-baru ini, semakin banyak petugas bantuan tidak berlisensi

(UAP, unlicensed assistive personal) yang diperkerjakan dalam organisasi

perawatan kesehatan. Banyak perawat manajer yang meyakini bahwa

memberikan tugas dengan keterampilan rendah pada UAP

memungkinkan perawat professional melakukan tugas dengan

keterampilan yang lebih tinggi dan akan jauh lebih ekonomis; namun, hal

ini belum terbukti (Huston, 1996). Sebagian besar pimpinan modern pasti

akan menyangkal bahwa mereka sedang menggunakan keperawatan

fungsional, meskipun kecdenderungan memberikan tugas kepada petugas,


daripada memberikan bantuan petugas kepada perawat professional,

menyerupai metode keperawatan fungsional (Marquis, 2013).

Keperawatan fungsional cenderung mengarah ke asuhan yang

terpecah dan kemungkinan mengabaikan kebutuhan prioritas pasien.

Keperawatan fungsional juga dapat menimbulkan kepuasan kerja yang

rendah karena sebagian petugas merasa kurang tertantang dan kurang

dirangsang dalam melakukan peran mereka. Nelson (2000)

mengungkapkan bahwa keperawatan fungsional “mematikan” proses

keperawatan karena perawat yang terlatih sebagai klinisi menjadi manajer

asuhan pasien, dan bahwa mempertahankan asuhan berpusat pada pasien

dan individu adalah hal yang memiliki risiko. Selain itu, keperawatan

fungsional mungkin tidak efektif-biaya karena banyaknya koordinator

yang diperlukan. Petugas sering hanya berfokus pada pekerjaan mereka

sendiri dan kurang tertarik pada keseluruhan hasil (Marquis, 2013).

Pada metode penugasan fungsional, seorang kepala ruang

membawahi secara langsung perawat-perawat pelaksana yang ada di

ruang tersebut. Metode ini menggambarkan bahwa satu-satunya

pemegang kendali manajerial dan laporan klien adalah kepala ruang,

sedangkan perawat lainnya hanya sebagai perawat pelaksana tindakan.

Peran perawat pada metode ini adalah melakukan tindakan sesuai

dengan spesifikasi/spesialisasi yang dimilikinya. Setiap perawat

mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk memberikan tindakan

keperawatan sebanyak satu atau dua jenis tindakan. Jenis tindakan lainnya
diberikan oleh perawat lainnya. Berdasarkan struktur di atas, tergambar

ada jelas bahwa ada pembagian tugas perawat, yaitu ada perawat yang

tugasnya hanya memberikan obat, ada perawat yang tugasnya hanya

merawat luka, dan lain-lain.

Namun demikian, guna mengurangi beban tanggung jawab kepala

ruang yang besar, pihak rumah sakit dapat memodifikasi struktur tersebut

dengan menempatkan wakil kepala ruang untuk membantu tugas kepala

ruang. Selain mengurangi beabn kerja kepala ruang, dengan adanya wakil

kepala ruang, harapannya dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi

pekerjaan.

Kelebihan dan kelemahan metode fungsional


Tabel 4. Kelebihandan Kelemhan Metode Fungsional
Kelebihan Kelemahan
1.Efisien, terutama untuk 1.Kepala ruang kurang waktu untuk
ruangan yang mempunyai dapat memberikan masukan kepada
jumlah tenaga perawat yang memberikan asuhan keperawatan
minimal/sedikit. yang terbaik.
2.Perawat mempunyai 2.Setiap perawat tidak dapat
keahlian / spesialisasi tindakan memberikan asuhan secara
tertentu. komprehensif.
3.Komunikasi antar perawat sangat
terbatas.
4.Prioritas hanya kebutuhan fisik
sehingga tidak komprehensif.
5.Pemberian asuhan keperawatan
terfragmentasi.
6.Kepuasan pasien sulit tercapai.

7.Kepuasan perawat selaku


pemberian asuhan sulit.

4) Metode kasus

Metode kasus merupakan metode penugasan yang paling tua karena

metode ini adalah metode pemberian asuhan keperawatan yang pertama

kali digunakan. Pada mentode ini, seorang perawat bertugas dan

bertanggung jawab merawat satu pasien selama periode dinas (Sitorus,

2006). Metode ini biasa diterapkan di ruang perawatan intensif.

Bagan. Organisasi Metode Kasus

Kepala Ruangan
Perawat Perawat Perawat Perawat

Pasien Pasien Pasien Pasien

Asuhan pasien total adalah model pengelolaan asuhan pasien yang

palin tua. Pada metode ini, perawat mengemban tanggung jawab total

untuk memenuhi semua kebutuhan pasien yang dikelola selama waktu

kerja mereka. Pada pergantian abad ke-19, asuhan pasien total umumnya

diberikan di rumah pasien, dan perawat juga bertanggung jawab untuk

memasak, membersihhkan rumah, dan kegiatan lain yang khusus untuk

pasien dan keluarga, selain asuhan keperawatan tradisional (Nelson,

2000). Penting untuk diperhatikan bahwa sebagian besar asuhan medis

dan keperawatan untuk kelas atas dan kelas menengah selama masa ini

diberikan di rumah; rumah sakit pada masa itu terutama digunakan untuk

kaum miskin dan sakit keras. Asuhan keperawatan pasien total kadang

kala disebut sebagai metode penugasan kasus karena pasien dikelola

sebagai kasus, hampir sama dengan keperawatan dengan tugas khusus

yang dilakukan saat ini (Marquis, 2013).

Selama masa depresi pada tahun 1930-an, orang tidak lagi mampu

membiayai perawtan di rumah dan mulai menggunakan rumah sakit

untuk mendapatkan perawatan yang sebelumnya diberikan oleh perawat

dengan tugas khusus di rumah. Selama masa itu, perawat dan mahasiswa

adalah pemberi asuhan di rumah sakit dan lembaga kesehatan umum.


Seiring dengan pertumbuhan rumah sakit selama tahun 1930-an dan

1940-an. Pemberian asuhan total diteruskan sebagai cara utama

pengelolaan asuhan pasien (Marquis, 2013).

Struktur organisasi ini memberikan otoritas dan tanggung jawab

yang tinggi pada perawat. Mengelola pasien adalah tindakan yang

sederhana dan langsung serta tidak membutuhkan perencanaan seoerti

yang dibutuhkan metode pemberian asuhan yang lain. Batas tanggung

jawab dan pertanggung jawaban jelas. Secara teori, pasien mendapatkan

asuhan yang holistikn dan tidak terpisah-pisah selama waktu kerja

perawat (Marquis, 2013).

Namun, setiap perawat yang merawat pasien dapat memodifikasi

program asuhan tersebut. Oleh karena itu, jika ada tiga kali pergantian

jaga, pasien dapat memperoleh tiga pendekatan asuhan yang berbeda,

yang sering menimbulkan kebingungan pada pasien. Agar dapat

mempertahankan kualitas asuhan, metode ini membutuhkan orang yang

sangat terampil sehungga biayanya lebih tinggi dibandingkan dengan

bentuk asuhan pasien lainnya. Pendukung metode ini membantah hal ini

karena sebagian tugas yang dilakukan oleh pemberi perawatan primer

dapat diselesaikan oleh orang lain yang kurang berlatih sehingga biayanya

lebih murah (Marquis, 2013).


Kerugian terbesar pemberian asuhan pasien total adalah perawat

tidak cukup terlatih atau dipersiapkan untuk memberikan asuhan total

kepada pasien. Dalam sejarah awala keperawatan, hanya terdapat RN;

saat ini, terdapat berbagai tenaga asuhan keperawatan , banyak di

antaranya yang tidak memiliki lisensi dan pendidikan terbatas, melayani

pasien. Selama masa kekurangan tenaga keperawatan, banyak rumah

sakit menugaskan petugas perawatan kesehatan yang bukan RN untuk

memberikan sebagian besar asuhan keperawatan tersebut. Karena RN

yang ditugaskan bersama mungkin mempunyai beban pasien yang berat,

kesempatan yang ada untuk melakukan pengawasan kecil. Hal ini

berpotensi menimbulkan asuhan yang tidak aman (Marquis, 2013).

5) Metode Modular

Metode ini adalah suatu variasi dan metode keperawatan primer.

Metode keperawatan modular memiliki kesamaan baik dengan metode

keperawatan ti maupunmetode keperawatan primer (Gillies, 1994).

Pengembangan model modular merupakan pengembangan dari

primary nursing yang digunakan dalam keperawatan dengan melibatkan

tenaga professional dan non professional.

Model modular mirip dengan model keperawatan tim, karena

tenaga profesional dan non profesional bekerjasama dalam memberikan

asuhan keperawatan kepada beberapa pasien dengan arahan

kepemimpinan perawat profesional. Metode keperawatan modul


merupakan metode modifikasi keperawatan tim-primer, yang dicoba

untuk meningkatkan efektifitas konsep keperawatan tim melalui

penugasan modular. Sistem ini dipimpin oleh perawat register (Ners).

Dan anggota memberikan asuhan keperawatan di bawah pengarahan dan

pimpinan modulnya. Idealnya 2-3 perawat memberikan asuhan

keperawatan terhadap 8-12 pasien. Aktifitas tim sebagai suatu kesatuan

mempunyai pandangan yang holistik terhadap setiap kebutuhan pasien,

asuhan diberikan semenjak pasien masuk rumah sakit sampai pasien

pulang. Keuntungan pada metode modular mutu pelayanan keperawatan

meningkat karena pasien mendapat pelayanan keperawatan secara

komprehensif sesuai dengan kebutuhan perawatan pasien. Tidak banyak

tenaga perawat register (Ners) yang dimanfaatkan sehingga biaya menjadi

lebih efektif.

Sekalipun dalam memberikan asuhan keperawatan dengan

menggunakan metode ini dilakukan oleh dua hingga tiga perawat,

tanggung jawab paling besar tetap ada pada perawat professional. Perawat

professional memiliki kewajiban untuk memimbing dan melatih non

professional. Apabila perawat professional sebagai ketua tim dalam

keperawatan modular ini tidak masuk, tugas dan tanggung jawab dapat

digantikan oleh perawat professional lainnya yang berperan sebagai ketua

tim.
Peran perawat kepala ruangan (nurse unit manager) diarahkan

dalam hal membuat jadwal dinas dengan mempertimbangkan kecocokan

anggota dalam bekerja sama, dan berperan sebagai fasilitator,

pembimbing secara motivator.

Tugas dan tanggungjawab kepala perawat :

1. Memfasilitasi pelaksanaan pemberian asuhan keperawatan pasien.

2. Memberikan motivasi pada staf perawat.

3. Melatih perawat untuk bekerjasama dalam pemberian asuhan.

Tugas dan tanggung jawab ketua tim moduler :

1. Memimpin, mendukung, dan menginstruksikan perawat non

profesional untuk melaksanakan tindakan perawatan.

2. Memberikan asuhan keperawatan pasien meliputi: mengkaji,

merencanakan, melaksanakan dan menilai hasil asuhan keperawatan.

3. Memberi bimbingan dan instruksi kepada perawat patner kerjanya.

4. Tugas dan tanggung jawab anggota tim :

5. Memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan yang ditugaskan ketua

tim.

Keuntungan :

1. Tim mendukung pengembangan dan produktifitas kelompok.

2. Asuhan keperawatan diberikan secara komprehensif.

3. Membaiknya kontinuitas dan koordinasi asuhan. 4) Meningkatnya

kepuasan pasien.

4. Biaya efektif.
Kerugian :

1. Sedikit perawat register yang digunakan untuk mengatasi kondisi pasien

yang tidak diharapkan.

2. Diperlukan pengalaman dan keterampilan ketua tim.

3. Diperlukan campuran keterampilan yang tepat.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Model pemberian asuhan keperawatan ada enam macam, yaitu: model kasus,

model fungsional, model tim, model primer, dan model modular. Masing-masing

model juga memiliki kelebihan maaupun kekurangannya sehingga pemberian

asuhan keperawatan dapat dilakukan dalam berbagai macam metode.

Model pemberian asuhan keperawatan ini berorientasi pada penyelesaian

tugas dan prosedur keperawatan. Metode kasus adalah metode dimana perawat

bertanggung jawab terhadap pasien tertentu yang didasarkan pada rasio satu

perawat untuk satu pasien dengan pemberian perawatan konstan untuk periode

tertentu.

Tujuan pemberian metode tim dalam asuhan keperawatan adalah untuk

memberikan asuahan keperawatan sesuai dengan kebutuhan objektif

pasien.Metode keperawatan modular memiliki kesamaan baik dengan metode

keperawatan tim maupun metode keperawatan primer (Gillies, 1994).

B. Saran
Setelah mempelajari dan memahami secara lebih dalam tentang Jenis metode

penugasan dalam ruang rawat dalam manajemen keperawatan diharapkan kita

sebagai perawat mampu menerapkan atau mengaplikasikan metode penugasan

tersebut secara efektif dalam setiap melakukan proses keperawatan, sehingga

dapat memberikan pelayanan secara optimal terhadap pasien atau klien serta

keluarga yang bersangkutan dan menerapkan metode pemberian asuhan

keperawatan mempertimbangkan bagaimana struktur organisasi yang ada, serta

menelaah metoda yang benar-benar cocok dalam organisasi tersebut sehingga

dapat memberikan asuhan keperawatan yang memuaskan. Demikianlah makalah

yang telah kami selesaikan. Semoga bermanfaat. Kritik dan saran senantiasa

kami harapkan untuk bisa lebih baik lagi kedepannya.

DAFTAR PUSTAKA
Sitorus, R, Yulia (2006). Model Praktik Keperawatan Profesional di Rumah Sakit;

Penataan Struktur dan Proses (Sistem) Pemberian Asuhan Keperawatan di

Ruang Rawat, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta

Nursalam. 2015. Manajemen Keperawatan. Aplikasi dalam Praktik Keperawatan

Profesional. Jakarta: Salemba Medika

Simamora, Roymond. 2012. Buku Ajar Manajemen Keperawatan. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai