Anda di halaman 1dari 22

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Penyakit

1. Definisi

Goiter atau struma berasal dari bahasa Latin “tumidum gutter”

yang artinya tenggorokan yang membesar. Definisi lain goiter adalah

kelenjar tiroid yang membesar dua kali atau lebih dari ukuran normal

atau berat nya mencapai 40 gram atau lebih. Pembesaran kelenjar

tiroid dapat disebabkan oleh berbagai hal, namun penyebab yang

paling umum adalah kekurangan zat yodium dalam makanan

(Mawardi, 2016).

Struma disebut juga goiter didefinisikan sebagai pembesaran

kelenjar tiroid. Struma dapat meluas ke ruang retrosternal dengan dan

atau tanpa pembesaran anterior substansial. Karena hubungan anatomi

kelenjar tiroid ke trakea, laring, saraf laring, superior dan inferior, dan

esophagus, pertumbuhan abnormal dapat menyebabkan berbagai

sindrom komperhensif (Tampatty, 2018).

Kelenjar tiroid dikatakan membesar bila kelenjar tiroid lebih dari 2

kali ukuran normal. Setiap orang berisiko 5% hingga 10% untuk

menderita struma nodosa dan perempuan berisiko 4 kali lipat

dibanding laki-laki (Ilham dkk, 2015).

5
6

2. Etiologi

a. Menurut Mansjour dalam Nurarif & Kusuma (2015:143), adanya

ganguan fungsional dalam pembentukan hormon tiroid

merupakan faktor penyebab pembesaran kelenjar tiroid antara

lain:

1) Defisiensi yodium

2) Kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa

hormon tiroid

3) Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (seperti

substansi dalam kol, lobak, kacang kedelai).

Penyebab kelainan ini bermacam-macam, pada setiap

orang dapat di jumpai karena kebutuhan terhadap tiroksin

bertambah, terutama masa pubertas, pertumbuhan,

menstruasi, kehamilan, laktasi, monepouse, infeksi atau stress

lain. Dalam masa-masa tersebut dapat di jumpai hiperplasi

(pembesaran) dan involusi (pengecilan) kelenjar tiroid.

Perubahan ini dapat menimbulkan nodularitas (penebalan)

kelenjar tiroid serta kelainan arsitektur yang dapat berlanjut

dengan berkurangnya aliran darah di daerah tersebut sehingga

terjadi iskemia (kekurangan suplai darah).

b. Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKI)

Menurut Pusat Data Dan Informasi Kementrian Kesehatan


7

Indonesia (2015) yodium merupakan mikronutrien (zat gizi

mikro) yang mempunyai peran sangat vital dalam pertumbuhan

otak, sistem syaraf, dan fungsi fisiologis organ-organ tubuh.

Defisiensi (kekurangan) yodium menyebabkan produksi hormon

tiroid bekurang mengakibatkan kelainan yang di sebut GAKI.

Kelompok yang paling rentan terkena GAKI adalah Wanita Usia

Subur (WUS) yang jika hamil maka akan berdampak pada

janinnya, ibu menyusui dan anak-anak. Untuk mengatasi GAKI,

di lakukan program Universal Salt Iodization (USI) yang di

rekomendasikan oleh World Health Organization (WHO) dan

UNICEF sejak tahun 1933 dan telah diimplementasikan di

Indonesia.

3. Tanda dan Gejala Struma

Akibat berulangnya hyperplasia dan involusi dapat terjadi

berbagai bentuk degenerasi sebagai fibrosis (proses pembentukan

jaringan fibrin), nekrosis (kematian), pembentukan kista dan

perdarahan kedalam kista tersebut. Pada umumnya kelainan yang dapat

menampakan diri sebagai struma nodusa adalah adenoma (tumor

jinak), kista perdarahan dan karsinoma (Nurarif & Kusuma, 2015:143).

Gejala struma yang sering muncul lainnya yaitu leher bertambah

besar ataupun tidak, sulit bernapas, sesak napas, suara serak atau parau,

nodul tunggal atau ganda dengan konsistensi keras atau tidak, tes
8

Thyroid Stimulating Hormone (TSH) serum meningkat, biasanya tanpa

rasa nyeri kecuali bila timbul perdarahan di daerah nodul (Rendi &

Margareth, 2015:199).

4. Pemeriksaan Diagnostik

Menurut Setiawan & Damayanti, (2012), pemeriksaan dignostik

yang di lakukan pada penderita goiter adalah sebagai berikut:

a. Pemeriksaan pada TSH (thyroid Stimulating Hormon) dengan hasil

kadar tinggi pada pasien hipotiroidisme dan sebaliknya kadar akan

menurun jika pada pasien peningkatan autoimun (hipertiroidisme)

uji ini digunakan pada awal penilaian pasien yang diduga memiliki

penyakit tiroid.

b. Foto rotgen leher digunakan untuk melihat struma telah menekan

atau menyumbat trakea (jalan napas).

c. Ultrasonografi (USG) dapat memperlihatkan ukuran gondok dan

kemungkinan adanya kista/nodul yang mungkin tidak terdeteksi

waktu pemeriksaan leher.

d. Palpasi teraba batas yang jelas, nodul tunggal atau ganda,

konsistensi kenyal.

e. Pemeriksaan sidik tiroid yang dilakukan dengan radioisotope

adalah ukuran, bentuk, lokasi, dan yang paling utama fungsi

bagian-bagian tiroid.
9

5. Patofisiologi

Patofisiologi struma dapat dilihat pada bagan di bawah ini

Bagan 2.1
Patofisiologi Struma

Defisiensi Yodium Keleinan Metabolic Penghambat Sintesa


Kongenital Hormone

Struma nodular non toksik

Pembedahan ansietas Tumbuh di jaringan tiroid

Terdapat jahitan General anastesi Luka insisi diskontinuitas


jaringan

Mual & Muntah


estetika Mediator kimis brsdikulin,
instamin prostaglandin
tersensori
Keuskan integritas Disfungsi Motilitas
jaringan
Gastrointestinal Rangsang ujung saraf
perifer menghantarkan
Pintu masuk kuman rangsangan

Substansia gelatinosa
Mempermudah
masuknya Thalamus kortek serebri
kuman/bakteri

Risiko Infeksi Gangguan rasa aman


nyaman nyeri

Intake nutrisi Disfagia


kurang
Sulit Menelan

Ketidakefektifan Penurunan kakuatan dan


ketahan otot
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
kelemahan Defisit perawatan diri

Sumber: Nurarif & Kusuma, 2015.


10

6. Penatalaksanaan

a. Medis

Beberapa penatalaksanaan medis struma antara lain sebagai

berikut:

1) Operasi/pembedahan

Pembedahan menghasilkan hipotiroidisme permanen yang

kurang sering dibandingkan dengan yodium radioaktif. Terapi

ini tepat untuk para pasien hipotiroidisme yang tidak mau

mempertimbangkan yodium radioaktif dan tidak dapat diterapi

dengan obat-obat anti tiroid. Reaksi-reaksi yang merugikan

yang dialami dan untuk pasien hamil dengan tirotoksikosis

parah atau kekambuhan. Pada wanita hamil atau wanita yang

menggunakan kontrasepsi hormonal (suntik atau pil KB), kadar

hormon tiroid total tampak meningkat. Hal ini disebabkan

makin banyak tiroid yang terikat oleh protein maka perlu

dilakukan pemeriksaan kadar T4 sehingga dapat diketahui

keadaan fungsi tiroid. Pembedahan dengan mengangkat

sebagian besar kelenjar tiroid, sebelum pembedahan tidak perlu

pengobatan dan sesudah pembedahan akan dirawat sekitar 3

hari. Kemudian diberikan obat tiroksin karena jaringan tiroid

yang tersisa mungkin tidak cukup memproduksi hormon dalam

jumlah yang adekuat dan pemeriksaan laboratorium untuk


11

menentukan struma dilakukan 3-4 minggu setelah tindakan

pembedahan.

2) Yodium Radioaktif

Yodium radioaktif memberikan radiasi dengan dosis yang

tinggi pada kelenjar tiroid sehingga menghasilkan ablasi

jaringan. Pasien yang tidak mau dioperasi maka pemberian

yodium radioaktif dapat mengurangi gondok sekitar 50 %.

Yodium radioaktif tersebut berkumpul dalam kelenjar tiroid

sehingga memperkecil penyinaran terhadap jaringan tubuh

lainnya. Terapi ini tidak meningkatkan resiko kanker, leukimia,

atau kelainan genetik Yodium radioaktif diberikan dalam

bentuk kapsul atau cairan yang harus diminum di rumah sakit,

obat ini ini biasanya diberikan empat minggu setelah operasi,

sebelum pemberian obat tiroksin.

3) Pemberian Tiroksin dan obat Anti-Tiroid

Tiroksin digunakan untuk menyusutkan ukuran struma,

selama ini diyakini bahwa pertumbuhan sel kanker tiroid

dipengaruhi hormon TSH. Oleh karena itu untuk menekan TSH

serendah mungkin diberikan hormon tiroksin (T4) ini juga

diberikan untuk mengatasi hipotiroidisme yang terjadi sesudah

operasi pengangkatan kelenjar tiroid. Obat anti-tiroid

(tionamid) yang digunakan saat ini adalah propiltiourasil (PTU)


12

dan metimasol/karbimasol.

a. Perawat

Tindakan keperawatan pada pasien perioperatif menurut Hidayat &

Uliyah (2014), adalah :

1) Praoperasi

Pada pertemuan pertama dengan pasien, perawat sudah mulai

melakukan pengkajian dan di tuskan selama periode

perioperatif. Pengkajian harus holistik, yaitu menyangkut

kebutuhan fisiologis, psikologis, spiritual, dan sosial pasien

dan keluarga atau orang penting bagi pasien. Riwayat

kesehatan yang lengkap harus dikaji agar faktor yang menjadi

resiko pembedahan dapat di ketahui dan di cegah atau di

kurangi. Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan adalah

pemberian pendidikan kesehatan yang perlu di jelaskan adalah

berbagai informasi mengenai tindakan pembedahan, di

antaranya jenis pemeriksaan yang dilakukan sebelum bedah,

alat-alat khusus yang diperlukan, pengiriman ke kamar bedah,

ruang pemulihan, dan kemungkinan pengobatan setelah bedah.

2) Post operasi

Beberapa hal yang perlu dikaji setelah tindakan pembedahan,

diantaranya adalah status kesadaran, kualitas jalan napas,

sirkulasi, dan perubahan tanda vital yang lain, keseimbangan


13

elektrolit, kardiovaskular, lokasi daerah pembedahan dan

sekitarnya, serta alat yang digunakan dalam pembedahan.

Penatalaksanaannya adalah meningkatkan proses

penyembuhan luka, mempertahankan respirasi sempurna,

mempertahankan sirkulasi, mempertahankan keseimbangan

cairan dan elektrolit, mempertahankan eleminasi,

mempertahankan aktifitas.

7. Proses Penyembuhan Luka

Proses penyembuhan luka menurut Hidayat & Uliyah (2014), ada

empat tahap, yaitu sebagai berikut:

a. Tahap respon inflamasi akut terhadap cedera. Tahap ini dimulai

saat terjadinya luka. Pada tahap ini terjadi proses hemostatis yang

di tandai dengan pelapasan histamin dan mediator lain lebih dari

sel-sel yang rusak, disertai proses peradangan dan migrasi sel

darah putih ke daerah yang rusak.

b. Tahap destruktif. Pada tahap ini terjadi pembersihan jaringan

yang mati oleh leukosit polimorfonuklear dan makrofag.

c. Tahap poliferatif. Pada tahap ini pembuluh darah baru di perkuat

oleh jaringan ikat dan menginfiltrasi luka.

d. Tahap maturasi. Pada tahap ini terjadi reepitalisasi, kontraksi luka

dan organisasi jaringan ikat.


14

8. Mekanisme Nyeri

Menurut Asmadi (2012), nyeri merupakan suatu fenomena yang

penuh rahasia dan menggugah rasa ingin tahu para ahli. Begitu pula

untuk menjelaskan bagaimana nyeri tersebut terjadi masih merupakan

suatu misteri. Namun demikian ada beberapa teori yang menjelaskan

mekanisme transmisi nyeri. Teori tersebut diantaranya adalah the

specificity theory, the intencity theori, dan the gate control theory.

a. The Specificity Theory (teori spesifik)

Otak menerima informasi mengenai objek eksternal dan

struktur tubuh melalui saraf sensoris. Saraf sensoris untuk setiap

indra perasa bersifat spesifik. Artinya, saraf sensoris dingin hanya

dapat dirangsang oleh sensasi dingin, bukan oleh panas. Begitu

pula dengan saraf sensoris lainnya. Ada dua tipe serabut saraf yang

menghantarkan stimulus nyeri yaitu serabut saraf tipe delta A dan

serabut saraf tipe C.

Menurut teori spesifik ini, timbulnya sensasi nyeri

berhubungan dengan pengaktifan ujung-ujung serabut saraf bebas

oleh perubahan mekanik rangsangan kimia, atau temperatur yang

berlebihan. Persepsi nyeri yang dibawa oleh serabut saraf nyeri di

proyeksikan oleh spinotalamik ke spesifik pusat nyeri di talamus

Perbedaan serabut saraf nyeri tipe delta A dan C dapat dilihat

dalam tabel berikut:


15

Tabel 1.1
Perbedaan serabut saraf nyeri tipe delta A dan C
Serabut Saraf Tipe Delta A Serabut Saraf Tipe C

 Daya hantar sinyal relatif  Daya hantar sinyal lenih

cepat lambat

 Bermielin halus dengan  Tidak bermielin dengan

diameter 2-5 mm diameter 0,4-1,2 mm

 Membawa rangsangan  Membawa rangsangan

nyeri yang menusuk nyeri terbakar dan

 Serabut saraf tipe ini tumpul

berakhir di kornudorlasis  Serabut saraf tipe ini

dan lamina I berakhir di lamina II, III,

dan IV

(Asmadi: 2012)

Menurut teori spesifik ini, timbulnya sensasi nyeri

berhubungan dengan pengaktifan ujung-ujung serabut saraf

bebas oleh perubahan mekanik rangsangan kimia, atau

temperatur yang berlebihan. Persepsi nyeri yang dibawa oleh

serabut saraf nyeri di proyeksikan oleh spinotalamik ke spesifik

pusat nyeri di talamus.

b. The intensity Theory

Nyeri adalah hasil rangsangan yang berlebihan pada


16

reseptor. Setiap rangsangan sensori punya potensi untuk

menimbulkan nyeri jika intensitasnya cukup kuat.

c. The Gate Control Theory

Teori ini menjelaskan mekanisme transmisi nyeri.

Kegiatannya bergantung pada aktivitas serat saraf di

substansia geatinosa. Aktivitas serat yang berdiameter besar

menghambat transmisi yang artinya “pintu ditutup”.

Sedangkan serat saraf yang berdimeter kecil

mempermudah transmisi yang artinya “pintu dibuka”.Tetapi

menurut penelitian terakhir, tidak ditemukan hambatan

presinaptik. Hambatan oleh prenaptik pada serat

berdiameter besar maupun kecil hanya hanya terjadi bila

serat tersebut di rangsang secara berturut-turut. Oleh karena

tidak semua sel saraf di substansia gelatinosa menerima

input konvergen dari sel saraf besar maupun kecil baik yang

membahayakan atau tidak, maka peranan kontrol pintu ini

menjadi tidak jelas.

B. Konsep Kebutuhan Dasar Mausia

Menurut Maslow (1950) dalam Mubarak & Chayatin (2008),

mengatakan bahwa manusia mempunyai kebutuhan tertentu yang harus

dipenuhi secara memuaskan melalui proses homeostatis, baik fisiologis


17

maupun psikologis. Maslow mengemukakan teori hierarki kebutuhan yang

meliputi lima kategori kebutuhan dasar, yakni:

1. Kebutuhan fisiologis

Kebutuhan ini adalah yang paling dasar yakni pemenuhan oksigen

dan pertukaran gas, kebutuhan cairan (minuman), nutrisi (makanan),

eleminasi, istirahat dan tidur, aktivitas keseimbangan suhu tubuh, dan

seksual. Pada pasien struma kebutuhan fisiologis yang terganggu

adalah sulit untuk menelan dan beraktifitas, pola tidur kadang

terganggu. Menurut Asmadi (2012), perawat membantu pasien dalam

setiap tingkat umur untuk memenuhi setiap kebutuhan fisiogis pasien

jika sudah terpenuhi, maka seseorang akan berusaha memenuhi

kebutuhan lainnya.

2. Kebutuhan keselamatan dan rasa aman

Kebutuhan ini adalah untuk melindungi dari bahaya fisik.

anacaman terhadap keselamatan seseorang dapat di kategorikan

sebagai acaman mekanis, kimiawi, termal, dan bakteriologis. Pada

pasien post operasi struma pasti merasakan gangguan aman nyaman

salah satunya adalah nyeri pasca operasi, pasien butuh perlindungan

dari infeksi luka pasca operasi.

3. Kebutuhan rasa cinta memiliki dan dimiliki

Kebutuhan ini meliputi memberi dan menerima, perasaan di miliki

dan hubungan yang berarti dengan orang lain, kehangatan,


18

persahabatan, mendapat tempat atau diakui dalam keluarga, kelompok,

serta lingkungan sosial. Pasien membutuhkan teman, dan dukungan

orang terdekat untuk menghadapi penyakitnya.

4. Kebutuhan harga diri

Kebutuhan ini meliputi perasaan tidak bergantung pada orang lain,

kompeten, penghargaan terhadap diri sendiri dan orang lain, pasien

bergantung pada orang lain selama dirawat di rumah sakit.

5. Kebutuhan aktualisasi diri

Kebutuhan ini meliputi, dapat mengenal diri sendiri dengan baik

(mengenal dan memahami potensi diri), belajar memenuhi kebutuhan

diri sendiri, tidak emosional, mempunyai dedikasi yang tinggi, kreatif,

mempuyai kepercayaan diri yang tinggi.

C. Proses Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap pertama dalam proses perawatan.

Tahap ini sangat penting dan menentukan dalam tahap-tahap

selanjutnya. Data yang komperhensif dan valid akan menentukan

penetapan diagosis keperawatan dengan tepat dan benar, serta

selanjutnya akan berpengaruh dalam perencanaa keperawatan. Tujuan

dari pengkajian adalah di dapatkannya data yang komperhensif yang

mencakup data biopsiko dan spiritual (Tarwoto, 2015).


19

Menurut Wijaya & Putri (2013), Pengumpulan data pada pasien struma

adalah sebagai berikut:

a. Identifikasi pasien : Nama, umur, jenis kelamin, tgl MRS, diagnosa

medis, keluarga yang dapat di hubungi, catatan kedatangan.

b. Keluhan utama pasien: biasanya nyeri pada leher, sulit menelan,

sulit berbicara, badan terasa lemas, sering gemetaran, keringat

berlebih, jantung tersa berdetak cepat.

c. Riwayat penyakit sekarang : biasaya pasien mengeluh gemetar,

badan tersa lemas, mual, muntah tidak bisa tidur.

d. Riwayat peyakit dahulu : perlu di tanyakan penyakit dahulu yang

berhubungan dengan peyakit gondok, misalnya pernah menderita

gondok lebih dari satu kali, tetagga atau penduduk sekitar

berpenyakit gondok.

e. Riwayat kesehatan kelurga : apakah ada anggota keluarga yang

menderita penyakit yang sama dengan pasien saat ini.

f. Riwayat psikososial : akibat dari bekas luka operasi akan

meninggalkan bekas sehingga ada kemungkinan pasien merasa

malu dengan orang lain.

g. Aktivitas dan istirahat

Data subjektif : insomnia, sensitivitas meningkat, otot lemah

gangguan koordinasi, kelelahan

Data objektif : atrofi otot.


20

h. Sirkulasi

Data subjektif : nyeri dada,

Data objektif : disritmia (fibrilasi atrium), irama galop, murmur,

peningkata tekanan darah, takikardi saat istirahat, sirkulasi kolaps.

i. Integritas ego

Data subjektif : mengalami stres yang berat baik emosional

maupun fisik

Data objektif : emosi labil (euforia sampai delirium), depresi.

j. Eleminasi

Data subjektif : urin dalam jumlah banyak, perubahan dalam feses :

diare.

Data objektif : pembesaran tiroid, goiter, edema no pitting terutama

daerah pretibial.

k. Sensori neural

Data objektif : bicara cepat dan parau, gangguan status mental dan

prilaku seperti bingung,disorientasi, gelisah peka ragsang, delirium,

sikosis,stupur,koma, tremor halus pada tangan.

l. Nyeri/kenyamana

Data subjektif : nyeri orbital, fotofobia.

m. Respirasi ditandai frekuensi pernafasan meningkat, takipnea,

dispnea.
21

n. Keamanan

Data subjektif : tidak toleransi terhadap panas.

Data objektif : suhu meningkat di atas 37.4⁰C, diaforesis, kulit

halus, hangat dan kemerahan, rambut tipis, mengkilap dan lurus,

kojungtiva berair.

o. Penyuluhan/pembelajaran

Data subjektif : riwayat keluarga yang mengalami masalah tiroid,

riwayat hipotiroidis, terapi hormon tiroid atau pengobatan

antitiroid, dilakukan pembedahan tiroidektomi.

2. Diagnosa Keperawatan

Menurut (Doengoes & Moorhouse, 2000), mengatakan ada beberapa

diagnosa keperawatan yang mungkin muncul yakni:

a. Ansietas b.d prosedur pembedahan

b. Disfungsi motilitas gastrointestinal b.d agen farmakologis

(anastesi)

c. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik (prosedur operasi)

d. Gangguan intergritas jaringan b.d prosedur pembedahan.


22

3. Perencanaan Keperawatan

Perencanaan keperawatan terhadap pasien perioperatif struma dapat


dilihat di tabel 2.1 di bawah ini

Tabel 2.1
Perencanaan keperawatan terhadap pasien perioperatif
Dx.
NO Tujuan Intervensi
Keperawatan
1 2 3 4
1 Ansietas B.d Kontrol Kecemasan Pengurangan
Kurang Kecemasan
Terpapar 1. Pasien mampu
Informasi mengidentifikasi dan 1. Gunakan pendekatan
mengugkapkan gejala yang menenangkan
cemas 2. Nyatakan dengan jelas
2. Mengidentifikasi, harapan terhadap
menunjukkan teknik prilaku pasien
untuk mengotrol cemas 3. Jelaskan semua yang
3. Vital sign dalam batas akan di rasakan
normal. selama prosedur
4. Temani pasien untuk
Pengetahuan: Prosedur memberikan
Penanganan keamanan dan
1. Pasien mengerti mengurangi takut
prosedur penanganan 5. Berikan informasi
faktual mengenai
operasi
diagnosis, tindakan
2. Pasien mengerti tujuan
prognosis
prosedur operasi
3. Pasien memakai pengajaran: prosedur/
peralatan untuk operasi perawatan
(pakaian operasi, topi
operasi 1. Informsikan pada
pasien dan keluarga
2. kapan dan dimana
3. Jelaskan tujuan dan
tinakan operasi
23

1 2 3 4
akan dilakukan

persiapan
pembedahan
1. Perkuat pengajaran
informasi pre
operatif
2. Periksa gelang
identitas pasien
3. Lepaskan perhiasan
pasien
Koordinasi Preoperatif
1. Review operasi
yang direncanakan
2. Dapatkan riwayat
klien, yang sesuai
3. Periksa gelang
identitas pasien
4. Informasikan pada
pasien SO
mengenai
5. tanggal dan waktu
operasi, waktu
kedatangan dan
prosedur
penerimaan
Pengajaran
Perioperatif

1. Informasikan pada
pasien dan keluarga
perkiraan lama
operasi
2. Kaji tingkat
pengetahuan terkait
operasi
24

1 2 3 4
3. Jelaskan prosedur
persiapan pre-
operasi (mis: jenis
anastesi,diit yang
sesuai, pengosongan
saluran cerna,
pemeriksaan lab yag
di butuhkan,
persiapan area
operasi, terapi
intravena, pakaian
operasi, transportasi
menuju ruang
operasi)
4. Tunjukkan pada
keluarga ruang
postoperasi dan
ruang tunggu

2 Disfungsi Keparahan Mual Perawatan Paska


Motilitas Muntah Anastesi
Gastrointest
inal b.d 1. Pasien tidak mengeluh 1. Monitor dan catat
agen mual tanda vital, meliputi
farmkologis 2. Pasien tidak muntah pengkajian nyeri,
(anastesi) 3. Pasien tidak mengalami setiap 30 menit
nyeri lambung 2. Berikan antiemetik,
sesuai yang di
perintahkan
3. Monitor tingkat
kesadaran

3 Nyeri Akut Kontrol Nyeri Menejemen Nyeri


B.d Agen
Pencedera 1. pasien mampu memenuhi 1. lakukan pengkajian
Fisik kritera nyeri secara
2. Pasien mampu mengenali komperhensif
25

1 2 3 4
kapan nyeri terjadi lokasi,karakteristik durasi,
frekuensi
2. Pasien dapat
menggambar- kan faktor 2. kualitas, itegritas, dan
penyebab nyeri faktor pencetus.
3. Pasien dapat 3. Pastikan perawatan
menggunakan tindakan analgesik di lakukan
pengurangan nyeri tanpa dengan peman- tauan
analgesik yang tepat
4. Pasien melaporkan nyeri 4. Ajarkan prinsip-
yang terkontrol prinsip menejemen
5. Pasien melaporkan nyeri nyeri
yang terkontrol 5. Ajarkan teknik non
6. Pasien mampu farmakologi untuk
menggunakan sumber mengurangi nyeri
daya yang tersedia utuk 6. Gunakan tindakan
mengurangi nyeri pengontrol nyeri
sebelum nyeri
bertambah berat
7. Kolaborasi denga
dokter dalam
pemberian algetik

4 Kerusakan Integritas Jaringan: Kulit Pengecekan Kulit


Intergritas Dan Membran Mukosa
Jaringan B.d 1. periksa kondisi luka
Prosedur 1. Integritas kulit dalam operasi dengan tepat
Pembedahan keadaan normal 2. monitor warna dan
2. Jaringan parut mulai suhu kulit
tumbuh 3. ajarkan anggota
3. Nekrosis mulai lepas keluarga pemberi
4. Pengerasan kulit aktif asuhan mengenai
5. Perfusi jaringan dalam tanda-tada pengecekan
keadaan baik kulit
6. Suhu kulit dalam batas 4. pemantauan
normal perdarahan paska
7. Tidak ada lesi pada kulit operasi
26

1 2 3 4
Perawatan Luka

1. Angkat balutan dan


plester
2. Kaji karakteristik luka
termasuk drainase,
warna, ukuran, dan
bau.
3. Ukuran luas dan
panjang luka
4. Bersihkan dengan
normal saline atau
NaCl 0,9 % steril dan
kasa steril
5. Tutup dengan
menggunakan kasa
steril
6. Berikan balutan yang
sesuai dengan jenis
luka
7. Perkuat balutan plester
sesuai kebutuhan
8. Ganti balutan sesuai
kebutuhan

Anda mungkin juga menyukai