O
L
E
H
KELOMPOK 6
NAMA MAHASISWA:
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena atas rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah
dengan tepat waktu yang berjudul “Kebutuhan Gizi pada Bayi Baru Lahir”.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
A. Latar Belakang..........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................................2
C. Tujuan.......................................................................................................................2
1. Tujuan Umum........................................................................................................2
2. Tujuan Khusus.......................................................................................................2
BAB II KAJIAN TEORITIS.............................................................................................3
A. Kajian Teoritis..........................................................................................................3
1. Masalah Gizi pada Bayi Baru Lahir.......................................................................3
2. Penentuan Status Gizi pada Bayi Baru Lahir.........................................................9
3. Kebutuhan Gizi pada Bayi Baru Lahir.................................................................13
4. Peran Zat Gizi pada Bayi Baru Lahir...................................................................17
5. Faktor Yang Mempengaruhi Gizi pada Bayi Baru Lahir.....................................19
6. Penanganan Bidan dalam Masalah Gizi pada Bayi Baru Lahir...........................19
7. Program Pemerintah Saat Ini tentang Penanganan Gizi pada Bayi Baru Lahir...21
B. Gagasan Ilmiah........................................................................................................22
1. Kasus I..................................................................................................................22
2. Kasus II................................................................................................................25
BAB III PENUTUP.........................................................................................................28
A. Kesimpulan.............................................................................................................28
B. Saran........................................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................29
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bayi (usia 0-11 bulan) merupakan periode emas sekaligus periode kritis
karena pada masa ini terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang pesat yang
mencapai puncaknya pada usia 24 bulan. Tujuan pemberian gizi yang baik
adalah tumbuh kembang anak yang adekuat (Misrawatie, 2013).
Angka kematian bayi (AKB) merupakan salah satu indikator yang
digunakan untuk menggambarkan status kesehatan masyarakat secara umum.
Angka kematian bayi menurut WHO (world health organization) tahun 2015 di
negara ASEAN adalah 3 per 100 kelahiran hidup, Malaysia 5,5 per 1000
kelahiran hidup, Thailand 17 per 1000 kelahiran hidup, Vietnam 18 per 1000
kelahiran hidup, dan Indonesia 27 per 1000 kelahiran hidup. Angka kematian
bayi Indonesia masih tinggi bila dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya
dan jika dibandingkan dengan target MSDGs (Milleium Development Goals)
tahun 2015 yaitu 23 per 1000 kelahiran hidup (KEMENKES, 2015).
Dari hasil penelitian yang ada, angka kematian bayi tidak berdiri sendiri,
melainkan terkait dengan faktor-faktor lain, terutama gizi. Angka kematian bayi
dan balita akibat gizi buruk masih menjadi perhatian dunia. Faktor penyebab
kurang gizi, pertama adalah ketersediaan makanan dan penyakit infeksi yang
mungkin diderita anak, kedua ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuhan
anak, pelayanan kesehatan, dan kesehatan lingkungan. Ketiga faktor tingkat
pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan. Selain faktor yang mempengaruhi
secara langsung, status gizi bayi juga dipengaruhi oleh status gizi ibu saat hamil.
Riwayat status gizi ibu hamil menjadi faktor penting terhadap pertumbuhan dan
perkembangan janin. Jika kekurangan status gizi pada awal masa kehidupan
maka akan berdampak terhadap kehidupan selanjutnya seperti pertumbuhan
janin terhambat (PJT), berat badan lahir rendah (BBLR), kecil, pendek, kurus,
1
2
daya tahan tubuh rendah dan berisiko meninggal dunia. (Juniar, Devy Aulia;
Rahayuning, Dina; Rahfiludin, 2019).
B. Rumusan Masalah
1. Apa masalah gizi pada bayi baru lahir?
2. Apa penentuan status gizi pada bayi baru lahir?
3. Apa saja kebutuhan gizi pada bayi baru lahir?
4. Apa peran zat gizi pada bayi baru lahir?
5. Apa saja faktor yang mempengaruhi gizi pada bayi baru lahir?
6. Bagaimana penanganan bidan dalam masalah gizi pada bayi baru lahir?
7. Apa program pemerintah saat ini tentang penanganan gizi pada bayi baru
lahir?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan memahami kebutuhan gizi pada bayi baru lahir.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui dan memahami masalah gizi pada bayi baru lahir.
b. Untuk mengetahui dan memahami penentuan status gizi pada bayi baru
lahir.
c. Untuk mengetahui dan memahami kebutuhan gizi pada bayi baru lahir.
d. Untuk mengetahui dan memahami peran zat gizi pada bayi baru lahir.
e. Untuk mengetahui dan memahami faktor yang mempengaruhi gizi pada
bayi baru lahir.
f. Untuk mengetahui dan memahami penanganan bidan dalam masalah
gizi pada bayi baru lahir.
g. Untuk mengetahui dan memahami program pemerintah saat ini tentang
penanganan gizi pada bayi baru lahir.
BAB II
KAJIAN TEORITIS
A. Kajian Teoritis
1. Masalah Gizi pada Bayi Baru Lahir
Gizi berasal dari kata Gizawa (bahasa arab), yang berarti pemberian
zat-zat makanan kepada sel-sel dan jaringan tubuh, sehingga memungkinkan
pertumbuhan yang normal dan sehat. Gizi adalah suatu proses orgnisme
menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses
digesti, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat
yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan
fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan energi (Setiyani et al.,
2016).
Kekurangan gizi pada bayi, bahkan sejak ia masih dalam kandungan,
dapat menyebabkan sejumlah masalah gizi. Jika gizi dimasa bayi dan anak
tidak terpenuhi dan tidak diatasi secara dini. Gangguan ini dapat berlanjut
hingga dewasa. Pada wanita hamil dengan gizi buruk perlu mendapat
asupan gizi yang adekuat karena apabila ibu hamil kekurangan gizi
cenderung melahirkan bayi premature, BBLR, dan asfiksia (Setiyani et al.,
2016).
a) Prematur
Persalinan prematur adalah persalinan yang dimulai setiap saat
setelah awal minggu gestasi ke-20 sampai akhir minggu gestasi ke-3.
Persalinan prematur merupakan persalinan yang terjadi pada kehamilan
kurang dari 37 minggu (antara 20-37 minggu) atau dengan berat janin
kurang dari 2500 gram. Masalah utama dalam persalinan prematur
adalah perawatan bayinya, semakin muda usia kehamilannya semakin
besar morbiditas dan mortalitasnya (Rohsiswatmo & Amandito, 2020).
Bayi prematur memiliki banyak keterbatasan dalam mencapai
pertumbuhan dan perkembangan yang optimal. Di Indonesia, pada
3
4
tahun 2010 terdapat 15,5% bayi yang lahir prematur, atau sekitar
675.700 bayi, dan sekitar 6,2% lahir dengan berat badan lahir rendah
pada tahun 2018. Bayi premature memiliki keterbatasan dalam
penyimpanan nutrisi saat lahir dan memiliki risiko tinggi menderita
defisit nutrisi yang berat. Akibat sistem gastrointestinalnya yang imatur,
bayi prematur juga memerlukan waktu yang lama untuk memulai
pemberian nutrisi enteral. Pemberian nutrisi enteral dapat dimulai lebih
awal yaitu di 24 jam pertama. Produk yang diberikan sebaiknya ASI
dalam jumlah 10-15mg/kg/hari dan dibagi menjadi 8-12 kali per hari.
Di hari selanjutnya, volume minum dinaikkan perlahan 20-30ml/kg/hari
dengan tetap dilanjutkannya nutrisi parenteral (Rohsiswatmo &
Amandito, 2020).
Cara pemberian nutrisi pada bayi prematur memperhatikan
kematangan fungsi oral yaitu kemampuan mengisap serta koordinasi
mengisap, menelan, dan bernapas
Tabel 1. Rute pemberian nutrisi pada bayi premature
Usia kehamilan Kematangan fungsi orang Rute pemberian
nutrisi
<28 minggu - Refleks menghisap belum ada Parenteral
- Gerak dorong usus belum ada
28-31 minggu - Refleks menghisap payudara mulai Orogastric tube atau
ada nasogastric tube
Sesekali dengan
- Belum ada koordinasi antara
nipples
menghisap, menelan dan bernafas
32-34 minggu - Refleks menghisap hamper matang Dengan nipples
- Koordinasi antara mengisap, menelan
dan bernafas mulai ada
>34 minggu - Refleks menghisap telah matang Menyusu
- Koordinasi menghisap, menelan dan
bernafas telah terbentuk sempurna
Sumber : (Hendarto et al., 2016)
Prinsip menyusui bayi prematur sama dengan neonatus pada
umumnya. Sebaiknya ibu menyusui dari satu payudara sampai habis
sebelum menawarkan payudara lainnya agar produksi susu lebih baik.
Ibu harus dikonseling mengenai tanda bayi lapar, perlekatan puting
yang benar, cara memposisikan bayi pada payudara, dan frekuensi
menyusu yang baik. Bayi prematur yang diberikan nutrisi per oral lebih
5
b) BBLR
Menurut (Mahayana et al., 2015) BBLR (Berat Badan Lahir
Rendah) diartikan sebagai bayi yan lahir dengan berat badan kurang
dari 2500 gram. BBLR disebabkan oleh usia kehamilan yang pendek
(prematuritas), IUGR (Intra Uterine Growth Restriction) yang dalam
bahasa Indonesia disebut Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT) atau
keduanya. Kedua penyebab ini dipengaruhi oleh faktor risiko, seperti
faktor ibu, plasenta, janin dan lingkungan. Faktor risiko tersebut
menyebabkan kurangnya pemenuhan nutrisi pada janin selama masa
kehamilan
Bayi dengan berat badan lahir rendah umumnya mengalami
proses hidup jangka panjang yang kurang baik. Apabila tidak
meninggal pada awal kelahiran, bayi BBLR memiliki risiko tumbuh
dan berkembang lebih lambat dibandingkan dengan bayi yang lahir
dengan berat badan normal. Selain gangguan tumbuh kembang,
individu dengan riwayat BBLR mempunyai faktor risiko tinggi untuk
terjadinya hipertensi, penyakit jantung dan diabetes setelah mencapai
usia 40 tahun.2,8. Pada masa sekarang ini, sudah dikembangkan
tatalaksana awal terhadap bayi BBLR dengan menjaga suhu optimal
bayi, memberi nutrisi adekuat dan melakukan pencegahan infeksi.
Meskipun demikian, masih didapatkan 50% bayi BBLR yang
meninggal pada masa neonatus atau bertahan hidup dengan malnutrisi,
infeksi berulang dan kecacatan perkembangan neurologis. Oleh karena
7
c) Asfiksia
Asfiksia neonatorum adalah kegagalan untuk memulai dan
melanjutkan pernafasan secara spontan dan teratur pada saat bayi baru
lahir atau beberapa saat sesudah lahir. Asfiksia berarti hipoksia yang
progresif, penimbunan CO2 dan asidosis. Bila proses ini berlangsung
terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian pada
bayi. Dampak terjadinya asfiksia dapat menyebabkan risiko kematian
BBL, sehingga diperlukan penanganan yang cepat dan tepat dalam
mengatasi permasalahan tersebut (Aminah, 2019).
Kejadian asfiksia juga disebabkan karena bayi dengan BBLR,
karena tidak sempurnanya pertumbuhan bayi sehingga mempengaruhi
dari kondisi fisik bayi. Asfeksia juga bias disebabkan kurangnya
kebutuhan nutrisi dari tubuh ibu untuk keperluan janin sehingga ibu
mengalami anemia terutama dengan ibu hamil kembar (Aminah, 2019).
dihitung berdasarkan berat badan, besar kebutuhan protein bayi adalah 2,2
g/kg/hari pada usia <6 bulan dan 2 g/kg/hari pada usia 6-12 bulan. Asupan
protein yang berlebihan dapat menyebabkan intoksikasi protein, yang
menampilkan gejala seperti letargi, hiperammonemia, dehidrasi, dan diare.
Dalam menghitung kebutuhan protein berdasarkan ASI, perlu dipikirkan
faktor lain disamping “kemudahcernaannya”. Didalam ASI yang
mengandung nitrogen, banyak komponen berisi faktor-faktor yang berperan
sebagai sesuatu yang tidak berkaitan dengan fungsi protein itu sendiri.
Laktoferin, misalnya, berfungsi sebagai antibakteri (Misrawatie, 2013).
Kebutuhan bayi akan cairan berkaitan dengan asupan energi, suhu
lingkungan, kegiatan fisik, kecepatan pertumbuhan dan berat jenis air seni.
Air menyusun kira-kira 70% berat badan pada saat lahir yang kemudian
menurun sampai 60% menjelang bayi berusia 12 bulan. Jumlah air yang
dibutuhkan oleh bayi (dan anak) lebih besar 50% dibanding kebutuhan
orang dewasa. Rasio cairan: energi adalah 1,5cc/ 1 kkal (rasio orang dewasa
= 1cc/kkal) Selain tergantung suhu dan kelembaban udara, serta berat badan
dan aktivitas bayi, rata-rata kebutuhan cairan bayi sehat sehari berkisar 80-
100 ml/kg dalam minggu pertama usianya hingga 140-160 ml/kg pada usia
3-6 bulan. Jumlah ini dapat dipenuhi cukup dari ASI saja jika dilakukan
pemberian ASI eksklusif dan tidak dibatasi (sesuai ‘permintaan’ bayi, siang
dan malam), karena dua sebab :
a. ASI terdiri dari 88% air. Kandungan air dalam ASI yang diminum bayi
selama pemberian ASI eksklusif sudah mencukupi kebutuhan bayi dan
sesuai dengan kesehatan bayi. Bahkan bayi baru lahir yang hanya
mendapat sedikit ASI pertama (kolostrum - cairan kental kekuningan),
tidak memerlukan tambahan cairan karena bayi dilahirkan dengan
cukup cairan di dalam tubuhnya. ASI dengan kandungan air yang lebih
tinggi biasanya akan ‘keluar’ pada hari ketiga atau keempat.
b. ASI mempunyai kandungan bahan larut yang rendah. Salah satu fungsi
utama air adalah untuk menguras kelebihan bahan-bahan larut melalui
air seni. Zat-zat yang dapat larut (misalnya sodium, potasium, nitrogen,
16
beberapa bulan pertama kehidupan. Lebih lama bayi mendapatkan ASI akan
memberikan efek protektif yang lebih kuat (Aisyaroh, 2016).
Menyadarkan para ibu betapa pentingnya ASI bagi bayi, pemerintah
juga menerbitkan PP No. 33 tahun 2012 tentang pemberian Air Susu Ibu
eksklusif sebagai bentuk dukungannya. PP ini bertujuan untuk menjamin
hak bayi dan memberikan perlindungan pada ibunya. Sekaligus juga
mengajak banyak pihak untuk mendukungnya: meningkatkan peran dan
dukungan keluarga, masyarakat, Pemerintah Daerah, dan Pemerintah
terhadap pemberian ASI eksklusif (Bab I pasal 2C. f) (Aisyaroh, 2016).
Salah satu faktor yang berpengaruh pada rendahnya pemberian ASI
eksklusif enam bulan adalah rendahnya pengetahuan ibu tentang manfaat
ASI bagi bayi dan manfaat menyusui bagi ibu, peran bidan lah yang menjadi
ujung tombak dalam keberhasilan program ASI eksklusif ini (Aisyaroh,
2016).
7. Program Pemerintah Saat Ini tentang Penanganan Gizi pada Bayi Baru
Lahir
Menurut (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2020) salah
satu program pemerintah pada masa pandemi COVID-19 yaitu dengan
pemenuhan asupan gizi seimbang sesuai umur anak :
a. Inisiasi Menyusu Dini/ IMD. Inisiasi menyusu dini (IMD)
diupayakan tetap dilakukan, sambil melakukan upaya pencegahan
penularan infeksi. Sebaiknya tetap berkonsultasi dengan tenaga
kesehatan. Namun, ibu dengan status PDP tidak dianjurkan IMD atau
menyusui langsung.
b. Bayi baru lahir sampai dengan berumur 6 bulan diberikan Air Susu
Ibu saja (ASI Eksklusif)
c. Bayi umur 6 bulan sampai 2 tahun lanjutkan pemberian ASI
ditambah Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) sesuai anjuran
pemberian makan bayi dan anak (PMBA) yang baik dan benar.
d. Anak umur 2 tahun keatas diberikan makanan keluarga yang
memenuhi gizi seimbang.
21
e. Bayi yang lahir dari ibu ODP bisa menyusu langsung dari ibu,
dengan melaksanakan prosedur perlindungan saluran napas dengan
baik, antara lain menggunakan masker bedah, mencuci tangan
dengan sabun dan air mengalir sebelum dan sesudah kontak bayi, dan
rutin membersihkan area permukaan dimana ibu melakukan kontak.
Dalam keadaan tidak bisa menjamin prosedur perlindungan saluran
napas dan pencegahan transmisi melalui kontak, maka bayi diberikan
ASI perah.
f. Bayi yang lahir dari ibu PDP atau terkonfirmasi COVID-19,
diberikan ASI perah. Pompa ASI hanya digunakan oleh ibu tersebut
dan dilakukan pembersihan pompa setelah digunakan, kebersihan
peralatan untuk memberikan ASI perah harus diperhatikan. Bayi
dimonitor ketat dan perlu di follow up hingga pulang.
B. Gagasan Ilmiah
1. Kasus I
Seorang bayi laki-laki lahir spontan 2 jam yang lalu di Rumah sakit, BB 2400
gr, PB 47 cm, Usia kehamilan 36 minggu. Hasil pemeriksaan: Frekuensi jantung
110x/menit, Terdapat banyak lanugo, reflex belum sempurna. Rencana prioritas
apakah yang paling tepat pada kasus tersebut?
Jawaban:
Bayi laki-laki tersebut termasuk dalam golongan bayi prematur karena
usia kehamilannya adalah 36 minggu, ditunjang dengan hasil pemeriksaan fisik
BB 2400 gr, PB 47 cm, dan reflex belum sempurna. Penentuan status gizi pada
bayi baru lahir adalah dengan cara pengukuran antropometri yang terdiri dari
variabel umur, BB dan PB. Tatalaksana awal dengan menjaga suhu optimal bayi,
memberi nutrisi adekuat dan melakukan pencegahan infeksi. Bayi tersebut
membutuhkan asupan nutrisi yang cukup untuk proses tumbuh kejar yang lebih
cepat.
22
2. Kasus II
Seorang wanita membawa anaknya umur 18 bulan ke Puskesmas dengan
keluhan berak cair sejak 2 hari yang lalu. Hasil anamnesis: berak 5 – 7 x/hari,
tidak ada muntah, makan dan minum tidak ada masalah. Hasil pemeriksaan: N
110 x/menit, S 37,5 oC, P 40 x/menit, mata tidak cekung, turgor kulit kembali 2
detik. Apakah tindakan awal yang tepat pada kasus tersebut?
Jawaban:
Anak laki-laki berumur 18 bulan tersebut mengalami diare tanpa
dehidrasi karena dari hasil pemeriksaan di dapati mata tidak cekung dan turgor
kulit cepat kembali.
Table 3. Derajat dehidrasi diare
A. Kesimpulan
Pemberian ASI dalam pemenuhan gizi bayi baru lahir sebagai cara yang
optimal untuk diberikan. ASI memiliki unsur-unsur yang memenuhi semua
kebutuhan bayi akan nutrien selama periode 6 bulan, kecuali jika ibu mengalami
keadaan gizi kurang yang berat. Komposisi ASI akan berubah sejalan dengan
kebutuhan bayi. Pemberian ASI merupakan praktik yang unik dan bukan hanya
memberikan asupan nutrien dan energi yang memadai, tetapi juga asuhan
psikososial melalui pembentukan ikatan kasih sayang dengan ibu dan kesehatan
melalui unsur imunologik yang ada pada ASI. Kebutuhan zat gizi bayi sangat
bervariasi menurut usia dan berat badan. Pemberian makanan bayi yang optimal
adalah pemberian ASI aksklusif mulai dari saat lahir hingga usia 6 bulan dan terus
berlanjut hingga tahun kedua kehidupan. ASI terbukti berpengaruh pada gangguan
pertambahan berat bayi walaupun setelah dikontrol oleh faktor lainnya. Dengan
pemberian ASI dari bayi baru lahi maka konsumsi energi dan zat gizi dari ASI akan
menurunkan dampak pada kegagalan pertumbuhan bayi dan anak.
B. Saran
Peranan bidan dalam memberikan edukasi kepada ibu tentang gizi bayi baru
lahir perlu ditingkatkan agar gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang dapat
terjadi jika gizi dimasa bayi dan anak tidak terpenuhi dan tidak diatasi secara dini
berakibat fatal dimasa yang akan datang. Optimalkan periode emas agar bisa
tumbuh kembang secara optimal pada bayi baru lahir.
31
DAFTAR PUSTAKA
32
33