Anda di halaman 1dari 35

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN PNEUMONIA

DOSEN PENGAMPUH : JOHAN BERWULO,S.Kep.,Ns.,M.Kep


MATA KULIAH : KMB I

DISUSUN OLEH KELOMPOK 5 :

1. ULFAH NOVITA SARI


2. EMILIANA SIRENDEN
3. BAIQ RAHMALITA KAMALUDDIN
4. YASINTA PADANG MATANDE
5. GEBY MARIA PORMES
6. KARTINI
7. EUNIKE
8. TORDINA WENDA
9. MARGARETHA RAHAYAAN
10. DERIKE DEGEI
11. DEMINUS JAWAME

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESSEHATAN KEMENKES JAYAPURA
PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN TIMIKA
KABUPATEN MIMIKA
2021

i
KATA PENGANTAR

Pertama-tama kami panjatkan puji & syukur atas rahmat dan ridho Allah SWT, karena
tanpa rahmat dan ridhonya kita dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan selesai tepat
waktu.

Tidak lupa kami ucapkan terima kasih pada Bapak Johan Berwulo,S.Kep.,Ns.,M.,Kep
selaku dosen pengampuh mata kuliah KMB I yang membimbing kami dalam pengerjaan tugas
makalah ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman kami yang selalu setia
membantu dalam hal mengumpulkan data-data dalam pembuatan makalah ini. Dalam makalah
ini kami menjelaskan tentang Asuhan Keperawatan Dengan Batu Saluran Kemih.

Mungkin dalam pembuatan makalah ini terdapat kesalahan yang belum kami ketahui.
Maka itu kami mohon saran dan kritik dari teman-teman maupun dosen. Demi tercapainya
makalah yang sempurna.

Timika, 09 Oktober 2021

Kelompok 5

ii
DAFTAR ISI

Cover ..........................................................................................................................................
Kata Pengantar ..........................................................................................................................ii
Daftar Isi .....................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................................................1
B. Tujuan Penulisan .............................................................................................................3
C. Manfaat Penulisan ............................................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian .........................................................................................................................4
B. Anatomi Fisiologis ...........................................................................................................4
C. Etiologi .............................................................................................................................10
D. Patofisiologi .....................................................................................................................12
E. Manifestasi Klinis ............................................................................................................13
F. Pemeriksaan Penunjang ...................................................................................................16
G. Penatalaksaan Medis dan Keperawatan ...........................................................................16
H. Kompilikasi ......................................................................................................................17
I. Pathway ...........................................................................................................................19
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian ........................................................................................................................20
B. Diagnosa ...........................................................................................................................24
C. Intervensi ..........................................................................................................................24
D. Implementasi ....................................................................................................................28
E. Evaluasi ............................................................................................................................28
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ......................................................................................................................29
B. Saran ................................................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................iv

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi yang mengenai saluran


pernapasan bawah dengan tanda dan gejala seperti batuk dan sesak napas. Hal
ini diakibatkan oleh adanya agen infeksius seperti virus, bakteri, mycoplasma
(fungi), dan aspirasi substansi asing yang berupa eksudat (cairan) dan konsolidasi
(bercak berawan) pada paru-paru (Khasanah, 2017).Pneumonia adalah penyakit
infeksi akut yang mengenai jaringan (paru-paru) tepatnya di alveoli yang
disebabkan oleh beberapa mikroorganisme seperti virus, bakteri, jamur,
maupun mikroorganisme lainnya (Kemenkes RI, 2019).
Pneumonia merupakan penyakit menular melalui udara, sehinggadapat menjadi
suatu ancaman yang harus diperhatikan oleh kesehatan dunia. Salah satu kelompok
berisiko tinggi untuk pneumonia komunitas adalah usia lanjut dengan usia 65 tahun atau
lebih. Pada usia lanjut dengan pneumonia komunitas memiliki derajat
keparahan penyakit yang tinggi, bahkan dapat mengakibatkan kematian (Ranny,
2016). Selain itu, Data dari profil kesehatan Indonesia (2017) menunjukkan
jumlah temuan kasus pneumonia pada balita adalah 46,34% dengan total 447.431
kasus.
World Health Organization (WHO) melaporkan 15 negara berkembang dengan
jumlah kematian terbanyak akibat pneumonia berasal dari Negara Indiasebanyak
158.176, diikuti Nigeria diurutan kedua sebanyak 140.520 dan Pakistan diurutan
ketiga sebanyak 62.782 kematian. Indonesia berada diurutan ketujuh dengan
total 20.084 kematian (Indah, 2019).
Menurut Riskesdas 2013 dan 2018, Prevalensi pengidap pneumonia berdasarkan
diagnosis tenaga kesehatan (nakes) di Indonesia tahun 2013 mencapai 1,6 %,
sedangkan pada tahun 2018 meningkat menjadi 2.0 % (Riskesdas, 2018). Jadi
sedari tahun 2013 dan 2018 penyakit pneumonia mengalami peningkatan sebanyak
0,4% seperti yang dijelaskan pada data diatas. Selain itu, pneumonia merupakan

1
salah satu dari 10 besar penyakit rawat inap di rumah sakit, dengan proporsi
kasus 53,95% laki-laki dan 46,05% perempuan. Lalu, menurut (Perhimpunan
Dokter Paru Indonesia, 2014) Pneumonia merupakan penyakit yang memiliki tingak
crude fatality rate (CFR) yang tinggi, yaitusekitar 7,6%. Berdasarkan data Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, prevalensi pneumonia pada usia lanjut
mencapai 15,5% (Kementerian Kesehatan RI, 2013).Dalampenelitian Arjanardi,
tanda dan gejala yang umum terjadi pada pasien pneumonia komunitas dewasa
berupa sesak napas (60,93%), batuk (54,88%), demam (48,37%) (Ranny, 2016)
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat dilihat bahwa prevalensi pneumonia tiap
tahunnya selalu meningkat dan dibuktikan bahwa penderita terbanyakdialami oleh laki-
laki dibandingkan dengan perempuan. Selain itu, factor usia menjadi salah satu
factor resiko terjadinya peningkatan angka kejadian dan kematian akibat
pneumonia di Indonesia maupun di dunia terutama pada lansia dan anak-anak.
Pada penyakit pneumonia, dapat terjadi komplikasi seperti dehidrasi,
bacteremia (sepsis), abses paru, efusi pleura, dan kesulitan bernapas (Khasanah, 2017).
Peran perawat dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan pneumonia
meliputi usaha promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative. Dalam usaha promotif
berupa memotivasi klien untuk melakukan olahraga atau bergerak secara teratur,
menjaga pola makan, menghindari asap rokok, dan menjaga diri agar tetap sehat.
Selain itu, usaha preventif dilakukan dengan cara memberikan pendidikankesehatan
mengenai pengertian pneumonia, penyebab pneumina, tanda dan gejala
pneumonia, serta komplikasi pneumonia. Dari segi usaha kuratif, dengan cara
melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat-obatan seperti halnya
inhalasi combivent dan injeksi ceftriaxone. Sedangkan dalam usaha rehabilitative,
perawat menganjurkan untuk melakukan rehabilitasi fisik atau pengistirahatan
sejenak untuk memaksimalkan proses penyembuhan dan membiasakan untuk
menjalani pola hidup yang baik dan sehat.

2
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mampu melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami pnemonia.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian keperawatan pada pasien yang mengalami pnemonia
b. Menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien yang mengalami pnemonia
c. Menyusun perencanaan tindakan keperawatan pada pasien yang mengalami
pnemonia
d. Melaksanakan implementasi tindakan Keperawatan pada pasien yang mengalami
pnemonia
e. Melakukan evaluasi Asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami pnemonia

C. Manfaat Penulisan
1. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pengalaman belajar di lapangan dan
dapat meningkatkan pengetahuan peneliti tentang asuhan keperawatan pada pasien
dengan kasus pnemonia, sehingga perawat dapat melakukan tindakan Asuhan
keperawatan yang tepat.
2. Bagi Tempat Peneliti
Penulisan karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat memberi masukan atau saran serta
menambah keluasan ilmu Asuhan Keperawatan pada pasien pnemonia
3. Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan
Menambah keluasan ilmu dan teknologi terapan bidang keperawatan dalam Asuhan
Keperawatan pada pasien pnemonia

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Pneumonia merupakan peradangan paru yang menyebabkan nyeri saat bernafas
dan keterbatasan intake oksigen, pneumonia dapat di sebarkan dengan berbagai cara
yaitu pada saat batuk dan bersin melalui udara yang dihirup oleh seseorang yang tidak
menderita penyakit pneumonia (WHO, 2014).
Menurut Syamsudin and Keban (2013), pneumonia yaitu umumnya lebih
lazim, terjadi lebih parah kebanyakan lebih mematikan di daerah tropis dan tidak bisa
di pungkiri jika penderita pneumonia di Indonesia banyak, bisa jadi di karnakan selain
faktor kekebalan tubuh dan virus karena faktor cuaca juga mendukung.
Pneumonia adalah salah satu penyakit saluran pernafasan bawah akut dengan
gejala batuk di sertai dengan sesak nafas dan juga timbul rasa nyeri pada dada,biasanya
penderita pneumonia menggalami peningkatan suhu badan karena adanya infeksi pada
saluran pernafasan bagian bawah.(Nurarif, Amin Huda, Hadi Kusuma, 2013).

B. Anatomi Fisiologi

a. Menurut Puspasari (2019) anatomi sistem pernafasan yaitu :


1. Hidung
Hidung memiliki ujung saraf yang berada pada langit-langit hidung di area
lempeng kribriformis tulang etmoid dan konka superior. Fungsi ujung saraf ini untuk

4
mendeteksi bau pada organ inilah udara 6 kluar masuk pertama kali. Hidung memiliki
lapisan jaringan bernama septa yang di slimuti oleh silia.
Silia merupakan serat serupa rambutyang menyaring partikel-partikel asing yang
ikut masuk bersama udara ke dalam saluran pernafasan. Silia sebagai penyaring juga
memastika bahwa paru-paru tidak akan tersumbat. Akan tetapi, silia bisa musnah oleh
rokok ketiadaan silia inilah yang menjadi serius pertama bagi paru-paru perokok.

2 . Faring
Faring atau tenggorokan merupakan pipa berotot yang terletak di sepanjang dasar
tengkorak sampai persambunganya dengan esophagus pada ketinggian tulang rawan
krikoid. Saluran faring memiliki panjang 12-14 cm dan memanjang dari dasar
tengkorak hingga vertebra servikalis ke 6. Faring berada di belakang hidung, mulut,
dan laring serta lebih lebar di bagian atasnya. Partikel halus akan tertelan atau di
batukan keluar pada bagian ini. Udara yang telah sampai ke faring telah di atur oleh
kelembabanya oleh hidung, sehingga tidak hampir mengandung debu dan bersuhu
mendekati suhu tubuh.
Faring terbagi menjadi tiga bagian yaitu nasofaring, orofaring, dan laringofaring.
Pertama, nasofaring merupakan bagian nasal faring yang terletak di belakang hidung
dan di atas palate molle. Pada dinding lateral, terdapat dua saluran auditori. Tiaap
saluran tersebut mengarah ke masing-masing bagian telinga. Nasofaring merupakan
bagian dari faring yang dapat di lalu udara.
Kedua, orofaring merupakan bagian oral faring yang terletak di belakang mulut,
memanjang dari bagian bawah palatum molle hingga bagian fertebra sefikalis ketiga.
Dinding lateral bersatu dengan palatum molle untuk membentuk lipatan di setiap
sisinya, orofaring 7 merupakan bagian yang dapat di lalui udara dan makanan tetapi
tidak secara bersamaan. Saat menelan, bagian nasal dan oral di pisahkan oleh palatum
molle dan uvula. Uvula (bentuknya mirip anggur kecil) merupakan proses krucut kecil
yang menjulur ke bawah dari bagian tengah tepi bawah palatum molle.
Ketiga, laringofaring merupakan bagian oragan dari faring yang memanjang dari
atas orofaring dan berlanjut hingga ke bawah esovagus, yakni dari fetebra servikalis
ketiga hingga keenam. Seperti hanya orofaring, laringofaring juga dapat di lewati udara

5
atau makanan meskipun tidak secara bersamaan. Reflex menelan dalam hal ini
merupakan kontraksi antara dinding muscular orofaring dan laring.

3. Trakea

Trakea merupakan suatu pipa penghubung ke bronkus. Bentuk trakea seperti


sebuah pohon, sehingga terkadang di sebut pohon trakea bronkial. Trakea, merupakan
kelanjutan dari laring yang di bentuk oleh 16 samapai 20 cincin kartilago. Cincin
kartilago tersebut terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti huruf C.
Trakea di lapisi oleh selaput lender yang terdiri atas epitilium bersilia dan sel
canggkir. Trakea terdiri dari tiga lapis, yaitu lapisan luar, lapisan tengah, dan lapisan
dalam. Lapisan luar terdiri jaringan elastic dan fibrosa yang membungkus kartilago.
Lapisan tengah terdiri dari kartilago dan pita otot polos yang membungkus trakea
dalam susunan helik. Terakir, lapisan dalam terdiri dari epitelium kolumnar
penyekresi mukus.

4. Bronkus
Bronkus merupakan percabangan dari trakea. Ujung distal trakea ini di bagi
menjadi bronkus primer kanan dan kiri. Setiap bronkus primer bercabang 9 sampai 12
kali untuk membentuk bronkus sekunder dan tersier dengan diameter yang semakin
kecil. Bronkus primer kanan dan kiri memiliki perbedaan anatomi dimana bronkus
primer kiri memiliki sudut yang lebih tajam di bandingkan dengan sudut kanan. Hal
ini berimbas pada tersangkutnya benda asing yang tidak sengaja terhirup pada
bronkus kanan. Bronkus utama kanan lebih pendek dan lebar serta hamper vertikal
dengan trakea, sedangkan bronkus utama kiri lebih panjang dan sempit. Arah bronkus
utama kanan yang vertikal menyebabkan mudahnya benda asing masuk ke dalam
bronkus.
Cabang bronkus kanan dan kiri memiliki dua cabang, yaitu bronkus lobaris dan
segmentaris. Percabangan ini terus menjadi kecil sampai akirnya menjadi bronkiolus
terminalis ( saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli). Bronkiolus
merupakan bagian dari sistem pernapasan yang tidak di perkuat oleh cincin tulang

6
rawan. Bronkiolus merupakan organ yang hanya tersusu oleh otot polos, sehingga
ukurannya dapat berubah. Di samping itu, terdapat asinus yang merupakan unit
fungsional paru, yaitu sebagai tempat pertukaran gas.
Asinus (lobules primer) terdiri dari bronkiolus respiratoriu, duktus alveolaris,
sakus alveolaris terminalis (akir paru) yang mempunyai anggur dan di pisahkan oleh
septum dari alveolus di dekatnya. Di dalam setiap organ paru orang dewasa, rata-rata
terdapat 300-500 juta alveolus. Struktur mendasar dari paru-paru adalah percabangan
bronkial yang secara berurutan terdiri dari bronkus, 9 bronkiolus, bronkiolus
terminalis, bronkiolus respiratirok, duktus alveolar, dan alveoli. Bronkiolus
merupakan cabang-cabang paling kecil dari trakea. Bronkiolus yang paling kecil
berakur dalam kumpulan alveoli.
Setiap alveolus di kelilingi oleh dinding tipis yang memisahkan alveolus satu
dengan yang lainnya serta sebagai pemisah kapiler Satu di dekatnya. Dinding
pemisah alveolus dan kapiler ini terdiri dari satu lapis epital skuamosa. Di antara sel
epitel tersebut,terdapat sel-sel alveolar tipe II (AT-II) yang melakukan sekresi
terhadap lapisan molekul lipid yang menyerupai deterjen yang di sebut surfaktan.
Surfaktan merupakan campuran lemak dan protein yang di hasilkan oleh paru-paru.
Lapisan yang terdiri dari komponen kompleks lipoprotein (surfaktan) ini dapat
mengurangi tenganggan permukan dan resitensi surfaktan berpengaruh terhadap
tumbuhnya penyakit paru,termasuk sindrom gawat nafas akut (Acute Respiratory
Distress Syndrom (ARDS).

5. Paru-Paru
Organ vital respirasi yang terletak di rongga toraks ini kira-kira berbentuk
setengah krucut dan memiliki sebuah puncak (apex), dasar ( base), tiga perbatasan
dan dua permukaan. Paru-paru terbagi menjadi beberapa lobus dan batas fisik antar
lobus tersebut di sebut fisurat. Secara klasik paru kanan memiliki dua fisura, yaitu
fisura oblik dan fisura horizontal. Paru kanan juga memiliki belahan paru (lobus),
yaitu lobus superior, lobus medial, dan lobus inferior. Sementar itu paru kiri hanya
memiliki fisura oblik yang membagi paru menjadi dua belahan yaitu lobus superior
dan lobus inferior.

7
Lobus terbagi menjadi bagian-bagian kecil yang di sebut dengan sekmen. Tiap-
tiap sekmen ini terbagi menjadi belahan-belahan kecil yang di sebut lobules. Lobules
memiliki percabangan yang di sebut bronkeolus. Luas bronkeolus merupakan
penentuan seberapa oksigen yang efektif di ikat paru-paru. Pada akhir bronkeolus,
terdapat jutaan kantong kecil yang di sebut alfeoli. Alfeoli di kelilingi oleh pembuluh
darah yang sangat kecil (blood vessel) atau kapiler.
Fungsi utama paru-paru adalah mengirimkan atau mentransfer oksigen dari udara
ke darah dan melepas karbon dioksida dari darah ke udara. Dalam proses pernafasan,
udara memasuki mulut atau hidung dan melewati trakea (tenggorokan), bronkus, serta
bronkeulus hingga sampai ke alveoli. Alveoli menyerap oksigen dari udara dan
menyebarkanya ke dalam tubuh kemudian di edarkan ke sekitar tubuh.
Sebagian limbah sel tubuh, karbon dioksida di keluarkan setelah meninggalkan
darah dan menuju ke alveoli. Selain dari proses respirasi, paru-paru juga berperan
sebagai benteng pertahanan tubuh terhadap zat berbahaya di udara, seperti asap,
polusi, bakteri atau virus. Zat berbahaya ini melewati hidung dan terjebak di paru-
paru. Paruparu menghasilkan cairan terbal,liein (lender),yang bisa menjebak dan
sebagian menghancurkan bahan-bahan ini. Silia dalam hal ini bergerak cepat untuk
mendorong lendir melalui bronkus di mana ia di keluarkan dengan bentuk atau di
telan.

6. Pleura
Pleura adalah lapisan jaringan tipis yang menutupi paru-paru dan melapisi dinding
bagian rongga dada. Ada dua jenis lapisan pleura,yakni lapisan dalam dan lapisan
luar. Lapisan dalam (pleura visceral) membungkus di sekitar paru-paru dan
menempel kuat ke paru-paru sehingga tidak bisa terkelupas. Sementara itu,Lapisan
luar (pleura parietal) melapisi sebagian dinding dada. Permukan pleura terdiri dari
sel-sel datar,mesothelium, yang menutupi lapisan dalam dari jaringan elastic yang
longgar. Ruang yang sanggat tipis di antara dua lapisan tersebut di sebut rongga
pleura. Pada pleura,ada pula cairan pleura yang berfungsi melumasi rongga pleura
sehingga dua lapisan jaringan pleura dapat bergeser satu sama lain.

8
Cairan pleura merupakan cairan serosa di produksi oleh oleura parietalis dengan
kecepatan 0,1cc/kg BB/jam. Jumlah cairan yang berada pada rongga pleura tersebut
sejumlah 5-10 cc dan di absorbasi oleh sistem limpatik yang berada pada pleura
parietal.

b. Fisiologi sistem pernafasan


Fisiologi sistem pernafasan adalah suatu proses kompleks atau mekanisem yang
berhubungan dengan fungsi sistem respirasi dalam upayanya menjaga kesetabilan
tubuh. Organ yang sehat akan mampu mengikat oksigen dengan maksimal dan
menjalankan fungsinya dengan baik.
1. Ventilasi
Ventilasi atau bernafas (breathing) adalah suatu pristiwa pertukaran udara antara
lingkungan luar dan alveoli. Setandarnya, udara atmosfir bertekanan 760 mmHg.
Udara yang akan bergerak masuk atau keluar dari paru-paru sangat tergantung
pada tekanan alveoli. Tubuh mengubah tekanan di alveoli dengan mengubah
volume di paru-paru. Tubuh mengubah tekanan di alveoli dengan mengubah
volume paru-paru. Seiring dengan meningkatnya tekanan, volume akan
berkurang. Terdapat fase fentilasi inspirasi dan eksperasi. Pada setiap fase tubuh
mengubah dimensi paru-paru sehingga terjadi tperubahan tekanan di dalam paru.

2. Volume pernapasan
Total rata-rata kapasitas paru pria manusia dewasa adalah sekitar 6liter udara.
Rata-rata laju pernapasan manusia adalah 30 hingga 60 nafas per menit saat lahir,
turun menjadi 12-20 nafas permenit ketika dewasa. Pernapasan tidal adalah
pernapasan normal. Volume tidak adalah volume udara yang di hirup atau di
hembuskan hanya dengan suatu nafas. Volume parun di pengaruhi oleh beberapa
faktor, sebagian dapat di kontrol dan lainya tidak dapat di kendalikan.

3. Pertukaran gas paru


Dengan pertukaran gas, paru-paru membentuk satu bagian penting jalur
transportasi ke oksigen dan karbondioksida. Sisanya pertukaran gas ini

9
melibatkan keseluruhan system kardiovaskuler (jantung, pembuluh darah, dan
darah) serta jaringan tubuh. Oksigen dan karbondioksida berdifusi atau menyebar
melalui membrane pernafasan yang tersusun dari sel-sel yang membentuk dinding
alveolar dan sel-sel yang membentuk dinding kapiler. Udara alveolar
mengandung kontraksi oksigen yang lebih banyak daripada udara pada darah
kapiler. Hal ini di karnakan molekul cenderung bergerak dari area dengan
konsentrasi yang tinggi ke area berkonsentrasi rendah, seperti oksigen yang
menyebar dari udara alveolar ke dalam darah dan karbondioksida yang menyebar
dari darah ke udara alveolar.

4. Temperatur tubuh
Peningkatan temperature tubuh, seperti ketika seseorang melakukan olahraga
berat atau demam dapat meningkatkan pernafasan. Sebaliknya penurunan
temperature tubuh menurunkan tingkat pernafasan. Menurut Puspasari (2009),
dalam Crowin (2009), menyatakan bahwa dalam system pernafasan terdapat dua
fungsi yang berbeda, yaitu fentilasi dan respirasi. Fentilasi merupakan pergerakan
udara dari atmosfir untuk kemudian masuk dan keluar paru-paru, sedangkan
respirasi cenderung ke pada penyebaran atau perpindahan gas-gas antara alveolus
dan kapiler yang berperan melakukan defusi. Perpindahan gas atau cairan dalam
fentilasi merupakan perpindahan dari tekanan tinggi ke tekanan rendah.
Perpindahan ini di kenal dengan istilah wulk flow.

C. Etiologi

Cara terjadinya penularan berkaitan pula dengan jenis kuman, misalnya infeksi
melalui droplet sering disebabkan Streptococus pneumonia, melalui slang infus oleh
Staphylococus aureus sedangkan infeksi pada pemakaian ventilator oleh Pseudomonas
aeruginosa (IDAI, 2009).
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme, yaitu bakteri,
virus, jamur dan protozoa. Dari kepustakaan pneumonia komuniti yang diderita oleh
masyarakat luar negeri banyak disebabkanbakteri gram positif, pneumonia di rumah

10
sakit banyak disebabkan pneumonia biasanya di sebabkan karena beberapa faktor di
antaranya adalah :
a. Virus
Menurut Prof. dr. H. Tabrani Rab (2013), Gejala dari pneumonia virus di sebabkan
oleh sifat sitopatik dari virus dan reaksi inflamasi dari tubuh. Efek dari virus ini
menyebabkan nekrosis dan mengempasnya sel epiteliuam dari afeoli, selain itu juga
dapat menyebabkan bertambahnya mukus pada saluran pernafasan. Sel monuklear
dapat bertahan salama seminggu dan pada fase berikutnya dapat terlihat badan
inklusi intranukleal (intranuclear inclusion bodies). Cara penularan dari pneumonia
virus ini adalah melalui inhalasi dari orang ke orang. Virus ini dapat menginokulasi
sampai ke saluran nafas terminal. Virus yang sering menyebabkan pneumonia
adalah virus influenza. Virus invluenza A mudah tersebar secara luas, sedangkan
virus influenza B lebi terloklisir dan yang C sulit untuk di deteksi.

b. Jamur atau fungi


Menurut Prof. dr. H. Tabrani Rab (2013), pada penyakit paru yang di sebabkan oleh
jamur tentu saja yang terpenting adalah penyakit jamur sistemik, di mana sebagai
port de entrenyaadalah melalui inhalasi spora yang kemudian dari paru akan
menyebar ke organ lainya. Infeksi pneumonia akibat jamur biasanya di sebabkan
oleh jamur oportunistik, dimana spora jamur masuk ke dalam tubuh saat menghirup
udara.

c. Bakteri
Pneumonia bakteri di bagi menjadi dua penyebab yaitu :
1. Typical organisme.

Penyebab pneumonia berasal dari gram positif berupa :

Streptococcus pneumonia merupakan bakteri anaerob facultatif. Bakteri pathogen


ini di temukan di pneumonia komunitas rawat inap di ICU sebanyak 20-60%
sedangkan pada pneumonia komunitas rawat inap di ICU sebanya 33%.
Staphylococcus aureusbakteri anaerob fakultatif pada pasien yang di berikan obat

11
secara intravena (intravena drug abusers)memungkinkan infeksi kuman ini
menyebar secara hematogen dari kontaminasi injeksi awal menuju paru-paru.
Kuman ini memiliki daya paling kuat, apa bila suatu organ telah terinfeksi kuman
ini akan timbul tanda khas, yaitu peradangan, nekrosis dan pembentukan abses.
Penyebab pneumonia berasal dari gram negatif sering menyerang pada pasien
defisiensi imun atau pasien yang di rawat di rumah sakit, di rawat di rumah sakit
dalam waktu yang lama dan di lakukan pemasangan endotracheal tube.

2. Typical Organisme
Bakteri yang termasuk atipikal adalah mycoplasma sp, chlamedia sp, legionella
sp.

D. Patofisiologi Pnemonia

Menurut Puspasari (2019), Reaksi inflamasi dapat terjadi pada alveoli,


menghasilkan eksudat (cairan radang ekstravaskuler) yang menganggu difusi oksigen
dan karbon dioksida. Bronkospasme juga dapat terjadi jika klayen yang memiliki
saluran nafas reaktif. Bronkopneumonia, bentuk yang paling umum didistribusikan
secara merata membentang dari bronkus ke parekim paru di sekitarnya. Pneumonia
lobaris adalah sitilah yang di gunakan jika sebagian besar dari satu atau lebih lobus ikut
terlibat. Pneumonia di sebabkan oleh berbagai agen mikroba dalam berbagai seting.
Paru merupakan setruktur komples yang terdiri atas kumpulan unit yang di bentuk
melalui percabangan progresif jalan nafas saluran nafas bagian bawah yang normal
adalah steril, walaupun bersebelahan dengan sejumplah besar mikroorganisme yang
menepati orofaring dan terpajang oleh mikroorganisme dari lingkungan di dalam udara
yang di hirup, seterilitas saluran nafas bagian bawah adalah hasil mekanisme
penyaringan dan pembersihan yang efektif. Saat terjadi inhalasi bakteri
mikroorganisme penyebab pneumonia ataupun akibat dari penyebaran secara
hematogen dari tubuh dan aspirasi melalui arifaring, tubuh pertama kali akan
melakukan mekanisme pertahanan primer dengan meningkatkan respon radang.
Menurut Rahajoe et al (2009), biasanya mikroorganisme penyebab pneumonia
terhirup masuk melalui saluran pernafasan menuju ke paru-paru melalui ferifer.

12
Awalnya terjadi edema akibat reaksi jaringan yang memudahkan proliferasi serta
penyebaran kuman di sekitarnya bagian paru-paru yang terkena mengalami gangguan
yaitu terjadinya gangguan pada sel polymorpphonuclease (PMN).

E. Kasifikasi Pnemonia

Menurut Prof. Dr.H. Tabrani Rab (2013), pneumonia diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Berdasarkan klinis dan epidemiologis :
1. Pneumonia komuniti (Community Acquired Pneumonia) pneumonia yang
terjadi di luar rumah sakit atau masyarakat. Pneumonia di sebut juga dengan
pneumonitis selain di sebabkan oleh bakteri yang bermacam-macam, juga
mempunyai kondisi presipitasi, gambaran patologi dan prognosis yang
berfareasi pula. Pneumonia dalam hal ini adalah suatu infeksi paru yang luas
yang terjadi baik oleh karena inhalasi maupun yang memalui sirkulasi.

2. Pneumonia nosokomial (Hospital Acqiured Pneumonia /Nosocomial


Pneumonia) adalah pneumonia yang di dapat selama perawatan di rumah sakit,
terutama pada usia lanjut, setelah operasi, dan pada penggunaan fentilator.
Beberapa penyebab dari pneumonia 19 nosokomial antar lain adalah aspirasi
lambung, aspirasi toraks, pengunaan penghambat histamine tipe II, penggunaan
alat-alat nebulizer, alat pelembab (humidifier) ,pipanasogastrik,
pipaendotrakeal, dan pemberian makanan melalui enteral (enteral feeding) yang
semuanya merupakan faktor resiko terjadinya infeksi nosokomial pada paru-
paru.

3. Pneumonia aspirasi jika seseorang muntah atau menginhalasi objek atau zat
asing, seperti air atau sejumlah besar mukus, materi dapat terdorong dalam
paru. Aspirasi ini tidak hanya menyebabkan proses infeksi, tetapi juga dapat
menyebabkan edema tambahan dan komplikasi keasaman isi lambung.

13
4. Pneumonia pada penderita Immunocompromised. Akhir-akhir ini banyak di
perbincangkan mengenai hubungan antara pneumonia dengan daya tahan tubuh
yang menurun, khususnya pada penyakit AIDS. Penyebab dari penurunan daya
tahan tubuh tersebut walaupun yang terbanyak adalah akibat virus HIV dan juga
di sebabkan oleh yang lain yakni:

a) Kegagalan pembentukan antibodi akibat kelainan kongneital


(hipoglobulinemia) maupun akibat proses keganasan, seperti misalnya
leukemia dan multipel miloma.
b) Penekanan fungsi sel, misalnya oleh AIDS atau terapi kortikosteroid.
c) Berkurangnya jumlah granulosit, misalnya oleh karena sitotoksik
d) Defek komplemen, misalnya pada hipokomplemen vaskulitas.

5. Pneumonia hipersensitif di pakai untuk membedakanya dengan pneumonia


bakteri. Dasar dari penyakit ini adalah alergi. Bila pada asma kelainan yang di
timbulkan adalah akibat dari spasme pada bronkus atau bronkiolus, maka pada
pneumonia hipersensitif kelainan yang terjadi adalah pneumonitis, granuloma
interstsial yang terdiiri dari limfosit, magrofag, dan sel epiteloid. Penyakit ini
mempunyai banyak nama akan tetapi nama yang paling tepat untuk penyakit ini
adalah strinsik alfeolitis alergika.

6. Pneumonia infiltrate eosinofil adalah bukanlah suatu penyakit, akan tetapi


merupakan sekelompok penyakit yang di sertai dengan peninggian eosinofil
diperifer paru. Oleh karena itu di dalam paru terdapat infiltrate eosinofil, maka
di sebut juga dengan pneumonia infiltrate eosinofil yang di singkat menjadi
PIE.

b. Berdasarkan Bakteri Penyebab


1. Pneumonia bakterial / tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa bakteri
mempunyai tendensi menyerang sesorang yang peka, misalnya Klebsiella pada
penderita alkoholik, Staphyllococcus pada penderita paska infeksi influenza.

14
2. Pneumonia atipikal adalah pneumonia dengan gambaran yang bukan seperti
pada pneumonia yang bisa (sesak nafas, panas, batuk produktif, nyeri dada, dan
adanya infltrat pada foto). Pneumonia atipikal adalah pneumonia dengan
keluhan seperti influenza, sakit kepala, malaise, panas, batuk non produktif dan
pada foto rontgen di temukan normal atau di mungkin terdapat infiltrate.
Berbeda dengan pneumonia biasa, seranggan pneumonia atipikal dapat berupa
faringitis,sinusitis dan cenderung menyebar,dan berhubungan dengan musim
atau kontak dengan binatang, masa inkubasi dari penyakit ini adalah rata-rata
dua minggu. Pneumonia atipikal terlihat sebagai penyakit yang di sebabkan
oleh virus, seperti limvadenopati dan rash pada kulit.

3. Pneumonia virus sering mengenai anak dan dewasa muda, disebabkan oleh
mycoplasma, legionella dan Chlamydia.

4. Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama pada


penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised).

c. Berdasarkan predileksi infeksi

Pneumonia lobaris, Sering pada pneumania bakterial, jarang pada bayi dan orang
tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen kemungkinan sekunder
disebabkan oleh obstruksi bronkus misalnya : pada aspirasi benda asing atau proses
keganasan.

1. Bronkopneumonia, Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada lapangan paru.


Dapat disebabkan oleh bakteria maupunvirus. Sering pada bayi dan orang tua.
Jarang dihubungkan dengan obstruksi bronkus.

15
2. Bronkopneumonia, Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada lapangan paru.
Dapat disebabkan oleh bakteria maupunvirus. Sering pada bayi dan orang tua.
Jarang dihubungkan dengan obstruksi bronkus.
3. Pneumonia interstisial (PDPI, 2003).

F. Manifestasi Klinis

Gejala khas dari pneumonia adalah demam, menggigil, berkeringat, batuk (baik
non produktif atau produktif atau menghasilkan sputumberlendir, purulen, atau bercak
darah), sakit dada karena pleuritis dan sesak. Gejala umum lainnya adalah pasien lebih
suka berbaring padayang sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri dada. Pemeriksaan
fisik didapatkan retraksi atau penarikan dinding dada bagian bawah saat pernafas,
takipneu, kenaikan atau penurunan taktil fremitus, perkusi redup sampai pekak
menggambarkan 22 konsolidasi atau terdapat cairan pleura, ronki, suara pernafasan
bronkial, pleural friction rub.
Menurut Misnadiarly (2008), gejala gejala yang bias di temukan penyakit pneumonia
yaitu :
1. Batuk berdahak seperti lender, kehijauan, atau seperti nanah.
2. Nyeri dada
3. Demam
4. Mudah merasa lelah
5. Sesak nafas
6. Nafsu makan berkurang
7. Mual dan muntah
8. Kekakuan sendi
9. Kekakuan otot

16
G. Pemeriksaan Penunjang Pneumonia

Merutut Misnadiarly (2008), pemeriksaan penunjang pada penderita pneumonia yaitu :


a. Sinar X
Mengidentifikasikan distribusi strukstrual (missal, lobar, bronchial) dapat juga
menyatakan abses luas atau infiltrate empiema (stapilococcus) infiltrasi menyebar
atau terlokalisasi ( bacterial) atau penyebaran atau perluasan infiltrate nodul (lebih
sering virus). Pada pneumonia mikoplasma sinar X dada mungkin bersih.
b. Gula dara acak (GDA)
Tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang terlibat dan
penyakiy paru yang ada.
c. Laju endap darah meningkat (LED)
d. Fungsi paru hipoksemia, volume menurun, tekanan jalan nafas meningkatkan dan
komplen menurun.
e. Elektrolit Na dan Cl mungkin rendah.
f. Bilirubin meningkat.
g. Aspirasi atau biopsy jaringan paru.

H. Penatalaksanaan Medis Dan Keperawatan

Menurut Misnadiarly (2008) yaitu kepada penderita yang penyakitnya tidak


terlalu berat, bisa di berikan antibiotic per oral (lewat mulut) dan tetap tinggal di rumah
penderita dewasa yang lebih besar dan penderita sesak nafas atau dengan penyakit
jantung atau lainya, haruis di rawat dan antibiotic di berikan melalui infuse. Mungkin
juga perlu di berikan oksigen tambahan, cairan intrafena dan alat bantu nafas.
Penatalaksanaan pada pneumonia tergantung pada penyebab, sesuai yang di
tentukan oleh pemriksaan sputum yang mencakup :
1) Oksigen 1-2L/menit
2) IVFD dekstrose 10% :Naclm0,9% =3:1,+ kci10 mEq/500 ml cairan.
3) Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu, dan setatus hidrosi.

17
4) Jika sesak tidak terlalu berat dapat di mulai makanan enteral bertahap melalui
selang nasogastrik dengan feeding drip.
5) Jika sekresi lender berlebihan dapat di berikan inhalasi dengan salin normal dsan
beta agonis untuk memperbaiki transport mukosilier.
6) Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit.
7) Menurut Puspitasari (2019), penatalaksanaa medis pneumonia yaitu sebagai
berikut:
Antibiotik di rasakan berdasarkan hasil pewarnaan Gram dan pedoman antibiotik
(polarestitensi, faktor resiko, etiologi harus di pertimbangkan) terapi kombinasi
juga bisa di gunakan.
1) Antibiotik di rasakan berdasarkan hasil pewarnaan Gram dan pedoman
antibiotik (polarestitensi, faktor resiko, etiologi harus di pertimbangkan) terapi
kombinasi juga bisa di gunakan.
2) Pengobatan sportif meliputi hidrasi antipiretik, obat antitusif, antihistamin, atau
dkongestan hidung.
3) Bedrest di anjurkan sampai infeksi menunjukkan tanda-tanda membaik.
4) Terapi oksigen di berikan untuk hipoksemia.
5) Pemberian oksigenasi suportif meliputi pemberian fraksi oksigen, intubasi
endotrakeal, dan fentilasi mekanis.
6) Pemberian oksigenasi suportif meliputi pemberian fraksi oksigen, intubasi
endotrakeal, dan fentilasi mekanis.
7) Bagi klien beresiko tinggi terhadap CAP, di sarankan faksinasi pneumokokus.

18
I. Pathway

Pnemonia

Bakteri,jamur dan virus

Terhirup

Masuk ke alveoli

Proses peradangan

peningkatan metabolisme tubuh infeksi cairan eksudat msk


Kedalam alveoli
kerja sel globet
Produksi sputum Difusi
Hipertemia berkeringat, nafsu makan
& minum konsolidasi cairan sputum Gangguan
Sputum di jln nafas tertrelan ke pertukaran gas
Resiko hipovolemia lambung
Bersihan jalan nafas
Tidak efektif konsolida

cairan sputum di lambung

Asam lambung mual & muntah

Defisit nutrisi

19
BAB lll
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Tinjauan teori

a. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan.
Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau
masalah klien. Data yang di kumpulkan, meliputi data biologis, pisikologis, sosial,
dan spiritual. Kemampuan perawatan yang di harapakn dalam melakukan pengkajian
adalah mempunyai kesadaran atau tilik diri, kemampuan mengopserfasi dengan
akurat, kemampuan berkomunikasi terapeutik dan mampu berespon secara efektif.

b. Identitas
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal MRS, nomor register,
dan diagnose medis.

c. Keluhan utama
Keluhan utama pada gangguan system pernafasan penting untuk mengenal tanda
serta gejala umum sistem pernafasan. Termasuk dalam keluhan utama pada system
pernafasan, yaitu batuk, batuk darah, produksi sputum berlebih, sesak nafas, dan nyeri
dada.

d. Riwayat penyakit sekarang


Pengkajian riwayat kesehatan sekarang pada system pernafasan seperti
menanyakan riwayat penyakit sejak timbulnya keluhan hingga klien meminta
pertolongan. Setiap keluhan utama harus di tanyakan kepada klien dengan sedetail-
detailnya dan semua di terangkan pada riwayat kesehatan sekarang.

20
e. Riwayat kesehatan dahulu
Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah di alami klien sebelumnya,
yang dapat mendukung dengan masalah system pernafasan. Misalnya apakah klien
pernah di rawat sebelumnya,dengan sakit apa, apakah pernah mengalami sakit yang
cukup berat, pengobatan yang pernah di jalani riwayat alergi.

f. Riwayat kesehatan keluarga


Menurut muttaqinm (2008), Pengkajian riwayat kesehatan keluarga pada sistem
pernafasan adalah hal yang mendukung keluhan penderita, perlu di cari riwayat
keluarga yang dapat memberikan presdiposisi keluhan seperti adanya riwayat.

g. Aktivitas / istirahat
Akan timbul gejala seperti kelemahan, kelelahan, dan insomnia yang ditandai
dengan penurunan intoleransi terhadap aktivitas.

h. Pola nutris I

Mengukur tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui setatus nutrisi pasien,
selain itu juga perlu di tanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan sesudah
MRS.

i. pola eliminasi

Dalam pengkajian eliminasi perlu di tanyakan mengenai kebiasaan defekasi


sebelum dan sesudah MRS. Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan
banyak bedrest sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan pada
struktur abdomen menyebabkan penurunan pristaltik otot-otot tractus devegestiv.

j. Pola aktivitas

Karena adanya sesak nafas pasien cepat mengalami kelelahan pada saat
beraktivitas

21
k. Pola tidur dan istirahat

Pasien menjadi sulit tidur karena sesak nafas dan nyeri dada. Hospitalisasi juga
dapat membuat pasien merasa tidak tenang karena suasana yang berbeda dengan
lingkungan di rumah.

l. Pemeriksaan fisik
1. Kepala

Rambut terlihat kotor atau tidak, mudah rontok atau tidak, penyebaran rambut
merata atau tidak, dan warna rambut sama atau tidak

2. Mata

Pada pemeriksaan mata terda[pat konjungtiva yang tampak anemis atau tidak

3. Hidung

Pada pemeriksan hidung penderita pneumonia tidak mengalami gangguan yang


aman menonjol

4. Mulut

Bibir kering dan pecah-pecah, lidah kotor, dan adanya bau mulut

5. Telinga

Pada pemeriksaan telinga tidak ditemukan serumen dan keaddan yang abnormal

6. Pemeriksan paru
Kaji bentuk toraks, apakah normal atau ada kelainan seperti bentuk dada barel
(tong), bentuk dada pigeon (burung), bentuk dada fiunner (cekung).
7. Pemeriksaan jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS5 midklavikula sinistra
Perkusi : terdengar bunyi peka auskultas tidak ada bunyi tambahan.

8. Pemeriksaan abdomen
perut simetris atau tidak warna kulit merata tidak ada lesi.
22
9. Pemeriksaan ekstremitas
Ekstermitas atas dan bawah Simetris atau tidak warna kulit rata atau tidak ada
odema atau tidak ada benjolan atau tidak ada nyeri tekan atau tidak.

10. Pemeriksaan integument


Warna kulit merata akral hangat, kulit kasar atau halus dan lembab atau kering.

11. Pemeriksaan diagnostic


Merutut Misnadiarly (2008), pemeriksaan penunjang pada pendrita pneumonia
yaitu:
a) Sinar X Mengidentifikasikan distribusi strukstrual (missal, lobar, bronchial)
dapat juga menyatakan abses luas atau infiltrate empiema (stapilococcus)
infiltrasi menyebar atau terlokalisasi ( bacterial) atau penyebaran atau
perluasan infiltrate nodul (lebih sering virus). Pada pneumonia mikoplasma
sinar X dada mungkin bersih.
b) Gula Darah Acak (GDA) Tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada
luas paru yang terlibat dan penyakiy paru yang ada.
c) Laju Endap Darah (LED a meningkat)
d) Fungsi paru a hipoksemia, volume menurun, tekanan jalan nafas
meningkatkan dan komplen menurun.
e) Elektrolit a Na dan Cl mungkin rendah.
f) Bilirubin a meningkat.
g) Aspirasi atau biopsy jaringan paru.

23
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah menganalisis data subjektif dan objektif yang
telah diperoleh pada tahap pengkajian untuk menegakan diagnosa keperawatan.
Diagnosa keperawatan melibatkan proses berpikir kompleks tentang data yang
dikumpulkan dari klien, keluarga, rekam medik, dan pemberi pelayanan kesehatan lain
(Deswani, 2009).
Diagnosa keperawatan pada pasien dengan pneumonia berdasarkan dari tanda dan
gejala yang timbul antar lain:
1. Hipertermia
2. Hipovolemia
3. Bersihan jalan nafas tidak efektik
4. Defisit nutrisi
5. Gangguan pertukaran gas

C. Intervensi
Intervensi keperawatan adalah panduan untuk perilaku spesifik yang diharapkan dari
klien, dan atau tindakan yang harus dilakukan oleh perawat. Intervensi dilakukan untuk
membantu klien mencapai hasil yang diharapkan (Deswani, 2009).

24
No DX Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional

1 Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan tindakan Latihan batuk efektif (I.01006) Untuk membantu bernafas
tidak efektik keperawatan diharapkan dan ekpansi dada sera
berhubungan dengan bersihan jalan nafas Observasi ventilasi lapang paru basilar
penumpukan sekret meningkat. (L.01001) Identifikasi kemampuan batuk Unutk membantu
KH : Monitor adanya retensi sputum mengeluarkan sekret dan
mempertahankan potensi jalan
Produksi sputum menurun Monitor tanda dan gejala infeksi nafas
Mengi menurun saluran nafas

Wheezing menurun Monitor input dan outpu cairan (mis.


Jumlah dan karakteristik)
Mekonium(pada neonatus)
menurun Terapeutik

Atur posisi semi fowler

Pasang perlak dan bengkok di


pangkuan pasien

Buang sekrek pada tempat sputum

Edukasi

Jelaskan tujuan dan prosedur batuk


efektif

Anjurkan tarik nafas dalam melalui


hidung selama 4 detik, ditahan
selama 2 detik, kemudian keluarkan
melalui mulut dengan bibir mencucu

25
(dibulatkan selama 8 detik)

Anjurkan mengulangi tarik nafas


dalam hingga 3 kali

Anjurkan batuk dengan kuat


langsung setelah tarik nafas dalam
yang ke 3

Kolaborasi

Kolaborasi pemberian mukolitik atau


ekspetoran jika perlu

2. Hipertermi Setelah dilakukan Manajement hipertermia (I.15506) 1. Mengevaluasi keefektifan


berhubungan dengan perawatan diharapkan 1. Identifikasi penyebab hipertermia intervensi
peningkatan suhu tubuh 2. Meningkatkan
suhu tubuh menurun 2. Monitor suhu tubuh
kenyamanan dan
(L.14134) 3. Monitor kadar elektolit penurunan temperatur
KH : 4. Monitor komplikasi akibat suhu tubuh
3. Agar pasien tidak lemas
Suhu tubuh membaik hipertermia
4. Memberikan kenyamanan
5. Sediakan lingkungan yang dingin pada pesien
6. Longgarkan atau lepaskan
pakaian
7. Basahi dan kipasi permukaan
tubuh
8. Berikan cairan oral
9. Ganti linen setiap hari atau lebih

26
sering jika mengalami
hiperhidrosis (keringat
berlebihan)
10. Hindari pemberian antipiretik
atau aspirin
11. Berikan oksigen jika perlu
12. Anjurkan tira baring
13. Kolaborasi pemberian cairan dan
elektrolit intravena jika perlu

3. Defisit nitrisi Setelah dilakukan 1. Mual dan muntah teratasi 1. Dapat menghindari alergi
berhubungan dengan perawatan diharapkan 2. Porsi makanan yang dihabiskan yang disebabkan oleh
intake yang tidak status nutrisi membaik makanan
meningkat
adekuat (L.03030) 2. Meningkatkan nafsu
3. Berat badan membaik makan klien
4. Indeks masa tubuh membaik 3. Menngkatkan dan
mempertahankan jumblah
kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan
4. Untuk mempertahankan
pola makan yang benar
untuk klien
5. Memberikan makan tinggi
serat bagi klien untuk
menghindari konstipasi
6. Untuk meminimalisir rasa
nyeri yang terjadi saat

27
klien akan makan

28
29
D. Implementasi
Implementasi adalah pengelolaan dari perwujudan rencana keperawatan yang telah
disusun pada tahap perencanaan dan merupakan tahap proses keperawatan dimana perawat
memberikan intervensi langsung maupun tidak langsung (Setiadi, 2012).
Tindakan keperawatan adalah pengelolah dan perwujutan dari rencana keperawatan yang telah
disusun pada tahap perencanaan. Pada tahap ini perawat akan memberikan perawatan kepada
pasien dan perawat akan berkolaborasi dengan tenaga ahli medis lain untuk memenuhi
kebutuhan pasien (Ida,2016).
Implementasi adalah suatu serangkaian tindakan yang dilakukan oleh perawat
untukmembantu klien dari masalah status kesehatan yang di hadapi kedalam suatu kasus
kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan ( Potter &
Perry, 2012)

E. Evaluasi

Tahapan evaluasi dapat di lakukan secara formatif dan sumatif. Evaluasi formatif
adalah evaluasi yang di lakukan selama proses asuhan keperawatan, sedangkan efaluasi
somatif efaluasi yang di lakukan pada akhir asuhan keperawatan (Mubarag, 2012).

Evaluasi di lakukan dengan pendekatan SOAP. (subyektif, obyektif, analisa, plaining).

S : Hal-hal yang dikemukakan oleh keluarga atau pasien secara subyektif setelah di lakukan
interfensi keperawatan.
O : Hal-hal yang ditemui oleh perawat secara obyektif setelah di lakukan interfensi
keperawatan.
A : Analisa dari hasil yang telah di capai dengan mengacu pada tujuan yang terkait dengan
diagnosis.
P : Perencanaan yang akan datang setelah melihat respon dari pasien pada tahap efaluasi.
Indikator yang harus dicapai dalam masalah keperawatan ketidakefektifan pola nafas
yaitu frekuensi pernafasan, irama pernafasan, kedalaman inspirasi, kemampuan untuk
menegluarkan secret ( Bulechek 2015).

30
BAB lV
PENUTUP
A. Kesimpulan

Pneumonia adalah inflamasi atau infeksi pada parenkin paru. Pneumonia disebabkan
oleh satu atau lebih agen yaitu : virus, bakteri (mikoplasma), fungi, parasit atau aspirasi zat
asing.
Pneumonia adalah penyakit akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli), dengan
tanda dan gejala seperti batuk, dispnea, lemah,demam, pusing, nyeri dada, pleuritik,napas
cepat dan dangkal, menggigil, sesak napas, produksi sputum dan berkeringat.

B. Saran

Diharapkan mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan pada pasien


pneumonia dengan baik

31
DAFTAR PUSTAKA

http://repository.poltekkes-kaltim.ac.id/1066/1/KTI%20KRIS%20WAHYUDI.pdf

Dewan Pengurus Pusat PPNI. (2016) Edisi I Cetakan II. Standar Luaran Keperawatan
Indonesia Definisi Dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta

Dewan Pengurus Pusat PPNI. (2018) Edisi I Cetakan II. Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia Definisi Dan Tindakan Kperawatan. Jakarta

iv

Anda mungkin juga menyukai