Pembimbing:
dr. Abdul Aziz, Sp. Rad
Disusun Oleh:
Anjar Widarini, S. Ked J 510 145 015
Sri Khodijah, S. Ked J 510 145 064
REFERAT
Disusun Oleh:
Anjar Widarini, S. Ked J 510 145 015
Sri Khodijah, S. Ked J 510 145 064
Telah disetujui dan disahkan oleh bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada hari..................tanggal..........................2015
Pembimbing :
dr. Abdul Aziz, Sp.Rad. (.............................................)
Dipresentasikan dihadapan :
dr. Abdul Aziz, Sp.Rad. (.............................................)
A. Media Kontras
Kontraindikasi
Kontraindikasi IVP adalah adanya alergi terhadap kontras yang akan diberikan, penyakit
jantung dan kegagalan fungsi jantung, asma, diabetes, kegagalan fungsi hepar dan ginjal,
metformin harus dihentikan 48 jam sebelum dan setelah prosedur, tirotoksikosis, dan
kehamilan.
Kontras yang digunakan
a. Conray (Meglumine ionathalamat 60% atau hypaque sodium/sodium diatrizoate
50%)
b. Urografin 60 atau 76mg% (methyl glucamine diatrizoate)
c. Urografin 60-70 mg%
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pemeriksaan
a. Feces atau udara di colon
b. Aliran darah yang sedikit ke ginjal
c. Barium di saluran cerna dari prosedur sebelumnya.
Persiapan
a. Pemeriksaan ureum kreatinin (kreatinin maksimal 2)
b. Malam sebelum pemeriksaan pasien diberi laksantia untuk membersihkan kolon dari
feses yang menutupi daerah ginjal
c. Pasien tidak diberi minum mulai jam 22.00 malam sebelum pemeriksaan untuk
mendapatkan keadaan dehidrasi ringan
d. Keesokan harinya pasien harus puasa, mengurangi bicara dan merokok (untuk
menghindari gangguan udara usus saat pemeriksaan)
e. Pada pasien rawat inap dapat dilakukan lavement
Prosedur Pemeriksaan
a. Bila pasien sudah menjalani puasa sebagai langkah persiapannya, pasien harus
menjalani pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin dalam tubuhnya. Setelah itu dibuat
foto pendahuluan dengan menggunakan kaset & film ukuran 30 x 40 cm mencakup
seluruh abdomen dengan posisi AP. Foto pendahuluan ini berguna untuk mengecek
persiapan pasien, mengevaluasi keseluruhan abdomen, mengetahui keadaan ginjal
pasien, dan menentukan faktor eksposi selanjutnya.
b. Media kontras disuntikkan secara intra vena, biasanya pada vena cubiti dengan
pasien dalam posisi supine.
c. Volume media kontras sebagai berikut:
1) Media kontras yang digunakan adalah yang berbahan iodium, dimana
jumlahnya disesuaikan dengan berat badan pasien, yaitu 1-2 cc/kg berat badan.
2) Untuk anak-anak kira-kira 2 ml/kg berat badan.
3) Bila ada dugaan kegagalan ginjal dosis 4 ml/ kg berat badan.
Dilakukan foto pada 5 menit pertama dengan area jangkauan pada pertengahan Processus
Xypoideus dan Umbilicus. Foto ini untuk melihat perjalanan kontras mengisi sistem
Calyces pada ginjal. Memakai kaset dan film ukuran 24 x 30 cm dengan posisi AP sama
seperti foto abdomen dan CRnya vertikal tegak lurus terhadap kaset. Kompresi ureter
dilakukan dengan tujuan untuk menahan kontras media tetap berada pada sistem Pelvis
Calyces dan bagian Ureter proximal. Kompresi ureter diketatkan setelah dilakukan
pengambilan foto menit ke-5
b. Foto menit ke-10 atau ke-15 bila pada foto menit ke-5 kurang baik
Bila pengambilan gambar pada Pelvis Calyces di menit ke-5 kurang baik, foto diambil
kembali pada menit ke-10 dengan zonografi untuk memperjelas bayangan. Menggunakan
kaset dan film ukuran 24 x 30 cm mencakup gambaran Pelviocalyseal, Ureter, dan
Bladder mulai terisi media kontras dengan posisi AP sama seperti foto Abdomen, CP
berada di antara Processus Xypoideus dengan Umbilicus dan CRnya vertikal tegak lurus
kaset.
c. Foto menit ke-30
Setelah menit ke-30 kompresi dibuka dan diambil gambar dengan menggunakan kaset
dan film ukuran 30 x 40 cm. Di beberapa rumah sakit setelah menit ke-30 diharuskan
meminum air yang banyak. Foto ini digunakan untuk mengevaluasi kemampuan ginjal
mengsekresikan media kontras. Dengan posisi AP sama seperti foto Abdomen dan
CRnya vertikal tegak lurus kaset.
d. Foto menit ke-60
Setelah masuk menit ke-60 dibuat foto BNO lagi dengan kaset dan film ukuran 30 x 40
cm. Setelah hasil rontgen dikonsultasikan pada radiolog dan dinyatakan normal maka
pasien diharuskan mixi kemudian difoto kembali. Jika radiolog menyatakan ada
gangguan biasanya dilakukan foto 2 jam. Dengan posisi AP sama seperti foto Abdomen
dan CRnya vertikal.
e. Foto Post Void
Melakukan foto post void dengan posisi AP supine atau erect untuk melihat kelainan
kecil yang mungkin terjadi di daerah bladder. Dengan posisi erect dapat menunjukkan
adalanya ren mobile (pergerakan ginjal yang tidak normal) pada kasus post haematuri.
Dengan posisi AP sama seperti foto Abdomen dan CRnya vertikal tegak lurus kaset.
Menit Uraian
0 Foto polos perut
5 Melihat fungsi ekskresi ginjal. Pada ginjal normal system pelvikaliseal sudah
tampak
15 Kontras sudah mengisi ureter dan buli-buli
30 Foto dalam keadaan berdiri, dimaksudkan untuk menilai kemungkinan terdapat
perubahan posisi ginjal ( ren mobilis)
60 Melihat keseluruhan anatomi saluran kemih antara lain : filling defect,
hidronefrosis, double system, atau kelinan lain. Pada buli-buli diperhatikan
adanya indentasi prostat, trabekulasi, penebalan otot detrusor, dan sakulasi buli-
buli.
PM Menilai sisa kontras (residu urin) dan divertikel pada buli-buli.
Gambar
a. Foto BNO
b. Foto menit ke 5
Pada menit ke-5, organ yang dinilai meliputi nefrogram dan sistem pyelocalices
(SPC). Nefrogram yaitu bayangan dari ginjal kanan dan kiri yang terisi kontras.
Warnanya semiopaque.
Yang diamati pada menit ke-5 ini yaitu :
Letak/posisi ren.
Normalnya, ren kanan lebih rendah dibanding ren kiri. Letak keduanya yaitu setinggi
V.T12 V.L3
Ukuran ren
Ssistem pyelocalices (SPC)
Normalnya berbentuk seperti mangkuk (cupping). Namun apabila terjadi
hidronefrosis, SPC akan berubah bentuk tergantung pada derajat hidronefrosisnya.
Ada 4 grade hidronefrosis,
1) Hidronefrosis derajat 1. Calices berbentuk blunting, alias tumpul.
2) Hidronefrosis derajat 2. Calices berbentuk flattening, alias mendatar.
3) Hidronefrosis derajat 3. Calices berbentuk clubbing, alias menonjol.
4) Hidronefrosis derajat 4. Calices berbentuk ballooning, alias menggembung.
Gambaran batu, baik batu lusen atau opaq. Apabila ada batu, khasnya yaitu ada
filling defek.
Pada menit ke-5, contoh penyakit yang bisa diketahui yaitu penyakit-penyakit yang
ada di ren, misalnya pyelonefritis, nefrolitiasis, hidronefrosis, massa/tumor renal, dll.
Pada menit ke-15 sampai 30, yang nampak yaitu SPC, kedua ureter, dan vesika
urinaria. Tapi difokuskan pada pencitraan ureter dan vesika urinaria. Pada ureter, yang
diamati yaitu ;
1) Jumlah ureter.
2) Posisi ureter
3) Kaliber ureter.
Diameternya, ukurannya normal atau tidak, atau mengalami pembesaran.
4) Dinding ureter.
Apakah dindingnya licin atau tidak, reguler atau irreguler.
5) Ada tidaknya sumbatan/obstruksi
6) Ada tidaknya batu, baik lusen maupun opaque.
Kemudian nyatakan bentuk, jumlah, ukuran, dan letak batu.
c. foto 15 menit
Contoh penyakit pada menit ke 15-30 diantaranya: hidroureter, ureterolithiasis,
ureteritis, cystitis, pembesaran prostat, massa vesikolithiasis, dll.
d. Foto 30 menit
b. Cystography
Definisi
Adalah pencitraan buli-buli dengan memakai kontras, dimana dapat
dilakukan beberapa cara antara lain: (1) melalui foto IVP, (2) memasukkan
kontras melalui kateter uretra langsung ke buli-buli, dan (3) memasukkan kontras
melalui kateter sistostomi atau melalui pungsi suprapubik.
Dari sistogram dapat dikenali adanya tumor atau bekuan darah didalam
buli-buli yang ditunjukkan oleh adanya filling defect, adanya robekan buli-buli
yang terlihat sebagai ekstravasasi kontras keluar dari buli-buli yang lain.
Pemeriksaan ini dapat untuk menilai adanya inkontinensia stress pada wanita dan
untuk menilai adanya refluks vesiko-ureter.
Tujuan pemeriksaan
Menampilkan struktur kandung kemih, struktur infravesika dan organ sekitarnya.
Persiapan
Rektum dikosongkan kecuali pada keadaan akut
Indikasi
a. Tumor vesika urinaria
b. Ruptur vesika urinaria
c. Divertikel
d. Neurogenic bladder
e. Hipertrofi prostat
f. Sistitis kronik
g. Tumor-tumor vesika urinaria
Kontraindikasi
Infeksi akut saluran kemih
Teknik
a. Kateterisasi (dengan balon (fooley)/tanpa balon, ukuran tergantung keadaan,
biasanya 16 atau 18F), transuretra dan cara pungsi supra pubik
b. Kandung kemih dikosongkan
c. Menggunakan kontras dengan kepekaan 15%-20% dalam larutan Nacl
fisiologis sebanyak 150-250cc
d. Foto dibuat pada posisi AP oblik
Macam-macam pemeriksaan cystography
a. Antegrade cystography
1. Pada pemeriksaan IVP menit ke-30 sesudah kontras masuk
2. Dipasang kateter pada sistotom
b. Retrograde cystogrphy
Kontras dimasukan ke vesica urinaria melalui urethra dengan kateter
c. Uretrografi
Definisi
Pemeriksaan radiologi untuk uretra dengan menggunakan media kontras positif
yang diinjeksikan ke uretra proksimal secara retrograde
Tujuan
Untuk melihat anatomi, fungsi dan kelainan pada uretra.
Indikasi
Striktur
Retensi urine
Kelainan kongenital
Fistule
Tumor
Batu uretra
Kontra indikasi
Infeksi akut
Radang uretritis akut
Radang prostat
Penderita terdapat riwayat alergi kontras
Persiapan Pasien
Informed consent
Tidak perlu perubahan diet dan aktivitas
Mengganti pakaian dgn pakaian khusus
Media kontras
Media kontras yang digunakan adalah media kontras positif iodine water
souluble. Media kontras dicampur larutan fisiologis dengan perbandingan 1 : 1.
Kaset : ukuran kaset 2430 cm Arah sinar tegak lurus dengan kaset. Titik bidik 5
cm diatas symphisis pubis. Jarak fokus dengan film 100 cm. Eksposi dilakukan pada saat
ekspirasi dan tahan nafas.
Kriteria : Terlihat seluruh bagian dari kandung kemih, uretra dan gambaran dari
tulang pelvis.
2. Proyeksi AP
Tujuan dari proyeksi AP adalah untuk melihat kandung kemih dan seluruh bagian
uretra dari pandangan anterior.
Posisi pasien : supine diatas meja pemeriksaan, MSP diatur tetap diatas garis
tengah pemeriksaan. Posisi objek batas atas kaset krista iliaka, batas bawah kaset
sympisis pubis.
Kaset : ukuran 24 x 30 cm, dengan arah sinar tegak lurus kaset atau film, titik
pusat sinar 5 cm di atas symphisis pubis. Jarak fokus dengan film 100 cm. Eksposi
dilakukan pada saat ekspirasi dan tahan nafas.
Kriteria : Tampak tulang pelvis, ilium, ischium, sacrum dan symphisis pubis.
Tampak rongga pelvis, tampak kandung kemih dan uretra yang terisi media kontras
dengan kandung kemih tidak superposisi dengan symphisis pubis.
3. Proyeksi Oblik kanan dan kiri
Tujuan dari proyeksi oblik kanan atau kiri adalah untuk menilai bagian uretra dan
kandung kemih tidak superposisi dengan simpisis pubis.
Posisi Pasien : tidur terlentang (supine) di atas meja pemeriksaan daerah panggul
diatur miring kira-kira 3540 derajat, kekanan/kekiri sesuai dengan posisi oblik yang
dimaksud. Salah satu tangan berada di samping tubuh, lengan lainnya di tempatkan
menyilang sambil berpegangan pada tepi meja pemeriksaan. Batas atas kaset pada krista
iliaka, batas bawah kaset 2 cm di bawah simpisis pubis
Kaset : ukuran 24 x 30 cm dengan arah sinar vertikal tegak lurus kaset. Titik bidik
2 cm arah lateral kanan-kiri dari pertengahan garis yang menghubungkan kedua SIAS
dengan MSP menuju tengah kaset atau sejajar dengan border symphisis pubis. Jarak
fokus ke film 100 cm. Eksposi dilakukan pada saat ekspirasi dan tahan nafas.
c. Uretrocystography
Definisi
Pemeriksaan radiologi untuk melihat fungsi dari uretra dan vesica urinaria yang
mengalami gangguan berupa penyempitan dan sumbatan sehingga menimbulkan
gangguan pada uretra dan vesica urinaria.
Tujuan
Untuk melihat kelainan pada uretra pars cavernosa, pars membranacea, dan pars
prostatica serta VU dengan cara memasukkan kontras melalui kateter atau dapat juga
melalui pungsi (menusuk) suprapubik.
Indikasi
1. Striktur
Striktur Uretra adalah penyempitan lumen uretra karena fibrosis pada dindingnya.
penyempitan lumen ini disebabkan karena dinding uretra mengalami fibrosis dan
pada tingkat yang lebih parah terjadi fibrosis korpus spongiosum.
2. Retensi urine
3. Kelainan kongenital
4. Fistule
Saluran abnormal yang terbentuk antara dua buah organ yang seharusnya tidak
berhubumg.
5. Tumor
Kontraindikasi
1. Infeksi akut
2. Recent instrumentation
Tujuan
Melihat SPC dan ureter, dapat pula untuk melihat fistula.
Indikasi
- Jika ada kontra indikasi pembuatan foto PIV atau
- PIV belum bias menjelaskan keadaan ginjal maupun ureter, antara lain pada ginjal
non visualized.
Cara pemeriksaan
Pada RPG dipasang ureter katether oleh urolog, kemudian dimasukan kontras
oleh radiolog
Komplikasi
1. Injuri Uretra
Penggunaan cystoscopy dengan ukuran besar dan tidak digunakan lubricant (jelly)
memungkinkan injuri terjadi.
2. Bladder Injuri
Apabila tekanan keras dengan paksaan dilakukan, maka perforasi bladder mungkin
terjadi. Hal ini jarang terjadi.
3. Paraphimosis
Mungkin terjadi pada pasien yang tidak dicircumsisi.
4. Stricture Urethra
Tidak digunakannya lubricant yang cukup dapat menyebabkan lukan dan stricture
kemudian.
5. Meatal Stricture
Ada stricture urethra.
6. Cystitis
Jika tidak dilakukan aseptic maka terjadi peradangan
Tujuan
- Memperlihatkan anatomi dan lesi-lesi traktus urinarius bagian proximal
- Dilakukan setelah IVP gagal menghasilkan suatu diagnosa yang kurang
akurat/metode retrograd pyelografi tidak memungkinkan
- Untuk menunjukkan gambar pelvis renalis dan ureter
- Menunjukkan obstruksi ureter akibat batu
Indikasi pemeriksaan
- Nephrolitiasis
- Urethrolitiasis
- Pyelonephritis
- Hydronephritis
Cara Pemeriksaan
Dipasang katether dalam ren oleh Urolog, kemudian dimasukan kontras
melalui katether oleh Radiolog.
Gambaran yang dilihat : SPC, Ureter dan Vesica urinaria
Terdapat 3 seri pemotretan dengan proyeksi AP dan oblique dengan menggunakan kaset
dan film 30 x 40 cm.
- Foto 1 fokus pada renogram dan sistem Pelviocalyceal.
- Foto 2 fokus pada ureter bagian proximal dan sistem Pelviocalyceal.
- Foto 3 fokus pada ureter distal dan Vesica Urinaria.
- Foto terakhir dibuat untuk melihat sekresi ginjal.
Proyekdi Pemeriksaan Antegrade Pyelografi (APG)
1. Proyeksi AP
- Pasien diposisikan supine di atas meja pemeriksaan.
- MSP sejajar dengan pertengahan bucky.
- Kedua tangan pasien diletakkan di samping tubuh.
- CRnya tegak lurus terhadap kaset.
- CP berada pada MSP setinggi Crista Illiaca.
- FFD=100 cm.
2. Proyeksi AP Oblique
- Pasien diposisikan semisupine di atas meja pemeriksaan.
- Atur tubuh pasien sehingga membentuk sudut 45terhadap meja pemeriksaan.
- Tekuk lutut yang jauh dari meja pemeriksaan, luruskan kaki yang dekat
dengan meja pemeriksaan, tangan yang dekat dengan meja pemeriksaan
digunakan sebagai ganjalan kepala, tangan yang jauh dari meja pemeriksaan
diletakkan di depan tubuh.
- CRnya tegak lurus terhadap kaset.
- CP berada pada 2 inci (5 cm) medial dari SIAS dan 1 inci (3,8 cm) di atas
Crista Illiaca.
- FFD=100 cm.
Hasil Gambaran Radiografi
Terlihat gambaran ginjal yang tidak terpotong dan gambaran dimulai dari nefron
sampai blass tetapi tidak ada rentang waktu seperti pemeriksaan BNP-IVP.
2. Pencitraan traktus digestivus
a. Oesofagografi
Esofagografi merupakan pemeriksaan esofagus dengan memasukkan bahan kontras.
Umumnya dilakukan dengan bahan kontras (+) tunggal tetapi dapat dilakukan juga
dengan kontras ganda. Esofagografi ialah pemeriksaan sinar-X yang digunakan untuk
menentukan anatomi dari traktus digestif bagian atas. Wanita yang sedang hamil
sebaiknya memberitahu dokter yang meminta pemeriksaan serta staf radiologi saat
prosedur ini dilakukan. Pemeriksaan ini meliputi pengisian dari esofagus dengan cairan
putih (Barium). Hasilnya disebut Esofagogram
Tujuan Esofagografi
Untuk menilai kelainan fungsi dan anatomis yang terdapat pada esofagus.
C. Persiapan Pasien
Tidak diperlukan persiapan secara khusus.
Pasien minum BaSO4, 1 sendok makan ditunggu 2 menit kemudian difoto AP dan
Lateral.
E. Posisi Pasien
Erect di antara meja pemeriksaan yang diatur vertikal dengan layar fluoroskopi.
Diberikan Barium Sulfat, instruksikan untuk minum beberapa teguk, proses ini
diikuti dengan posisi recumbent. Posisi ini memungkinkan pengisian esofagus
lebih sempurna terutama bagian proksimal dan diperlukan pada klinis esofagus.
F. Teknik Pemeriksaan
Pengambilan gambar Radiografi dilakukan secara penuh/spot foto pada daerah-
daerah yang dicurigai ada kelainan dengan posisi: AP/PA, Oblik (biasanya RAO),
Lateral.
Bila pemeriksaan dengan kontras ganda, prosedur sama dengan yang di atas, tetapi
pada larutan Barium dimasukkan kristal-kristal CO2 atau dapat juga ditelan
sebelum meminum cairan Barium
Proyeksi AP/PA
Tujuan : melihat Strictura, benda asing, kelainan anatomis, tumor & struktur dari
esofagus.
Faktor teknik :
Film 30 x 40 cm memanjang
Moving / Stationary Grid
Shielding : Region Pelvic
Barium Encer = BaSO4 : air = 1:1
Barium kental = BaSO4 : air = 3:1 atau 4 :1
Kriteria radiograf :
Struktur : Esofagus terisi Barium
Posisi : Tidak ada rotasi dari pasien (Sternoclavicular Joint simetris )
Kolimasi : Seluruh Esofagus masuk pada lapangan penyinaran.
Faktor eksposi :
Teknik yang digunakan mampu menampakkan esofagus
superimposed dengan Th-Vertebra.
Tepi yang tajam menunjukkan tidak ada pergerakan pasien saat
eksposi.
Gambar 3. Posisi AP
Proyeksi Lateral
Tujuan : melihat Strictura, benda asing, kelainan anatomis, tumor & struktur dari
esofagus.
Faktor teknik :
Film 30 x 40 cm memanjang
Moving / Stationary Grid
Shielding : Region Pelvic
Barium Encer = BaSO4 : air = 1:1
Barium kental = BaSO4 : air = 3:1 atau 4 :1
Tujuan : melihat Strictura, benda asing, kelainan anatomis, tumor & struktur dari
esofagus
Faktor teknik :
Film 30 x 40 cm memanjang
Moving / Stationary Grid
Shielding : Region Pelvic
Barium Encer = BaSO4 : air = 1:1
Barium kental = BaSO4 : air = 3:1 atau 4 :1
Posisi Pasien : Recumbent / Erect (Recumbent lebih disukai karena pengisian
lebih baik)
Posisi Objek :
Rotasi 35 40 derajat dari posisi Prone dengan sisi kanan depan tubuh
menempel meja / film.
Tangan kanan di belakang tubuh, tangan kiri flexi di depan kepala pasien,
memegang gelas Barium, dengan straw pada mulut pasien.
Lutut kiri flexi untuk tumpuan.
Pertengahan Thorax diatur pada posisi obliq pd pertengahan IR / meja.
Tepi atas kaset 5 cm di atas Shoulder.
CR : Tegak lurus terhadap kaset
CP : pada pertengahan kaset setinggi T 5-6 / 7,5 cm inferior jugular notch
FFD : 100 cm ( 180 cm bila pasien berdiri )
Kollimasi : atur luas lapangan penyinaran selebar 12-15 cm
Eksposi : Pada saat tahan nafas setelah menelan Barium
Catatan :
Pasien menelan 2/3 sendok Barium kental kemudian diekspose
Untuk full filling digunakan Barium encer. Pasien minum
Barium dengan sedotan langsung expose dilakukan setelah pasien
menelan 3-4 tegukan.
Kriteria radiograf :
Struktur : Esofagus terisi Bariumterlihat diantara C.Vertebral dan jantung (
RAO menunjukan gambaran lebih jelas antara Vertebra dan jantung
dibandingkan LAO )
Posisi :
Rotasi yang cukup akan menampakkan esofagus diantara C. Vert.
& Jantung, jika esofagus superimposed diatas spina, rotasi perlu
ditambah.
Bahu pasien tidak superposisi dengan esofagus
Esofagus terisi media kontras.
Ulkus Esofagus
Ulkus esofagus merupakan ulkus pada dinding esofagus yang disebabkan
oleh asam lambung yang disekresi oleh sel-sel lambung. Pembentukan ulkus juga
berhubungan dengan bakteri H. Pylori di lambung, obat-obat anti inflamasi, dan
merokok. Nyeri pada ulkus biasanya tidak berhubungan dengan luas atau beratnya lesi.
Dapat dijumpai dalam bentuk bentuk: additional defect, star formation, dan
spastik (mengkerut). Bila terdapat ulkus pada esofagus misalnya pada posisi jam 12
dan bila difoto dengan posisi jam 3 atau 9 akan terlihat penonjolan ke luar dinding
(additonal defect), sedang bila difoto pada posis jam 6 tampak lubang dengan garis-
garis di sekitarnya dan membentuk gambaran bintang (star formation), di mana garis-
garis tersebut sebenarnya adalah sikatriks. Selain itu dapat pula terlihat di sekitar
dinding ulkus terdapat dinding esofagus yang tidak mau berkontraksi (spastik).
Gambar 9. Ulkus Esofagus
Divertikula Esofagus
Pada foto dengan kontras BaSO4 terlihat gambaran additional defect berupa
kantong-kantong pada dinding esofagus. Divertikula disebabkan oleh traction atau
tarikan keluar, yaitu bila ada radang/abses yang sudah sembuh dan kemudian terjadi
jaringan fibrotik. Jaringan fibrotik inilah yang akan menarik dinding esofagus. Selain
itu divertikula dapat disebabkan oleh pulsion atau dorongan dari dalam, yaitu jika ada
proses radang atau benda asing yang tidak diambil setelah beberapa bulan.
Gambar 10. Divertikula Esofagus
Spasme Esofagus
Penyempitan esofagus bagian distal, biasanya terdapat pada dewasa muda.
Terjadinya spasme ini disebabkan oleh faktor psikis. Jadi, tidak ada kelainan anatomis.
Letak spasme biasanya pada 1/3 distal esofagus.
Gambar 11. Spasme Esofagus
Sriktur Esofagus
Dapat terjadi pada semua umur. Terjadi kelainan anatomis dengan gambaran
pada foto berupa mouse tail appearance (ekor tikus). Untuk membedakan striktur
dengan spasme dapat diberikan muscle relaxan (buscopan i.v). jika melebar berarti
spasme sedangkan bila tetap kecil atau sempit berarti striktura. Selain itu pada
striktura, dinding tidak licin. Penyebab striktur esofagus dapat berupa peradangan,
trauma, atau proses keganasan.
Gambar 12. Striktur Esofagus
Achalasia Esofagus
Striktura dengan kelainan anatomis kongenital. Kelainan terjadi pada
Pleksus Aeurbachi Mesentericus, bila letaknya lebih bawah disebut achlasia gastrik.
Terdapat gambaran mouse tail appearance karena tidak terjadi peristaltik dan dilatasi
regio diatas bagian yang aganglionik. Kelainan ini mirip dengan megakolon
kongenital.
Varises Esofagus
Biasanya terjadi pada orang dewasa tua, keadaan sirosis hepatis, gizi buruk,
kurus, dan muntah darah. Predileksi letak tersering ialah pada 1/3 distal esofagus.
Terjadi susunan yang berbentuk batu bata disebut cobble stone appearance. Terdapat
filling defect berupa lusensi. Pada valsava test tampak gambaran di atas yang menetap.
Caranya lubang hidung ditutup kemudian berusaha mengeluarkan nafas sehingga
rongga Thoraks membesar, akibatnya vasa esofagus juga membesar sehingga tampak
gambaran cobble stone appearance.
Varises esofagus disebabkan oleh Hipertensi portal. Di sini tekanan menjadi
meningkat sehingga terjadi bendungan sirkulasi portal dan cabang-cabang berikutnya
membentuk lingkaran yang memberi gambaran bentuk cacing (worm like). Varises
esofagus merupakan komplikasi tersering dari sirosis hepatis.
keganasan.
Kontraindikasi
a. Suspek perforasi tidak boleh menggunakan BaSO4 tetapi menggunakan water
soluble kontras (urografin, iopamiro )
b. Obstruksi usus besar
Persiapan Pemeriksaan
a. Persiapan Pasien
Pasien diberi penjelasan tentang pemeriksaan yang akan dilakukan (kooperatif).
Dua hari sebelum pemeriksaan pasien diet rendah serat untuk mencegah
pembentukan gas akibat fermentasi
Lambung harus dalam kondisi kosong dari makanan dan air, pasien puasa 8-9 jam
sebelum pemeriksaan
Pasien tidak diperbolehkan mengkonsumsi obat - obatan yang mengandung
substansi radioopaque seperti steroid, pil kontrasepsi,dll.
Sebaiknya colon bebas dari fecal material dan udara bila perlu diberikan zat
laksatif.
Tidak boleh merokok (nikotin merangsang sekresi saliva)
Prosedur Pemeriksaan
a. Single Kontras
Pada pemeriksaan kontras tunggal (Single Contras), pasien diminta minum suspensi
barium sulfat kental. Dengan fluoroskopi, kontras tersebut diikuti sewaktu melewati
esophagus sampai tercapai persambungan esofagogastrik kemudian dibuat potret isi
penuh. Pada foto isi penuh ini terdapat dua indentasi, yaitu oleh arkus aorta dan oleh
cabang-cabang bronkus besar.
b. Double Kontras
Foto kontras ganda baik digunakan untuk memperlihatkan ulkus atau tumor yang
kecil. Pasien diminta minum suspensi yang lebih encer. Foto harus dibuat dalam
berbagai posisi agar sesedikit mungkin membuat kesalahan diagnosis, yaitu dalam
keadaan tegak (erect), terlentang (supine) agak miring, telungkup (prone) agak
miring.
Posisi telungkup
Kontraindikasi
Hamil
Pasien yang dicurigai adanya perforasi
Media Kontras
Barium sulfat (250 gram) + 120-200cc air atau bahan kontras dengan perbandingan
BaSO4 dengan perbandingan 1:4 sampai 1:8
Persiapan
48 jam sebelum pemeriksaan => makan makanan lunak tidak berserat (bubur kecap)
Sehari sebelum pemeriksaan, diberi BaSO4 yang dilarutkan dalam air masak,
diminum pada jam 20.00 WIB setelah itu puasa. Sebelum minum obat, pasien BAB
dulu
Setelah minum obat, pasien puasa sampai pemeriksaan dilakukan. Selama ini pasien
tidak boleh BAB
Pagi hari berikutnya, pasien datang ke bagian radiologi jam 08.00 WIB untuk
dilakukan pemeriksaan.
Dihindari banyak bicara dan merokok
Posisi pemeriksaan
b. PA/AP
Struktur yang tampak
Colon bagian transversum harus diutamakan terisi barium pada posisi PA dan
terisi udara pada posisi AP dengan teknik double contras
Seluruh luas usus harus nampak termasuk flexura coli sinistra
c. RPO
Struktur yang tampak :
Flexura colica sinistra dan Descending portion harus terlihat terbuka tanpa
superimposition yang significant
d. LPO
Temuan appendicogram pada appendicitis :
Non filling appendiks
Irregularitas nodularitas dari appendiks yang memberikan
gambaran edema mukosa yang disebabkan oleh karena inflamasi akut
Efek massa pada sekum serta usus halus yang berdekatan
Normal apendiks
D. Colon in Loop
Definisi
Teknik pemeriksaan secara radiologis dari usus besar dengan menggunakan media kontras.
Tujuan Pemeriksaan
Untuk mendapatkan gambaran anatomis dari colon sehingga dapat membantu menegakkan
diagnosa suatu penyakit atau kelainan-kelainan pada colon.
Indikasi
1. Colitis, adalah penyakit-penyakit inflamasi pada colon, termasuk didalamnya colitis
ulseratif dan colitis crohn.
2. Carsinoma atau keganasan.
3. Divertikel, merupakan kantong yang menonjol pada dinding colon, terdiri atas lapisan
mukosa dan muskularis mukosa.
4. Mega colon adalah suatu kelainan kongenital yang terjadi karena tidak adanya sel
ganglion dipleksus mienterik dan sub mukosa pada segmen colon distal.
5. Obstruksi atau Ileus adalah penyumbatan pada daerah usus besar.
6. Invaginasi adalah melipatnya bagian usus besar ke bagian usus itu sendiri.
7. Stenosis adalah penyempitan saluran usus besar.
8. Volvulus adalah penyumbatan isi usus karena terbelitnya sebagian usus ke bagian usus
yang lain.
9. Atresia adalah tidak adanya saluran dari colon yang seharusnya ada.
10. Intussusepsi adalah gangguan mekanis pada bayi yang sering disebabkan oleh cacat
kelahiran dimana adanya pembesaran saluran usus didaerah distal.
Kontra Indikasi
1. Perforasi, terjadi karena pengisian media kontras secara mendadak dan dengan tekanan
tinggi, juga terjadi karena pengembangan yang berlebihan.
2. Obstruksi akut atau penyumbatan.
Persiapan Pasien
Tujuan persiapan pasien sebelum dilakukan pemeriksaan Colon in Loop adalah untuk
membersihkan colon dari feases, karena bayangan dari feases dapat mengganggu gambaran
dan menghilangkan anatomi normal sehingga dapat memberikan kesalahan informasi dengan
adanya filling defect.
Menurut Rasad (1999), prinsip dasar pemeriksaan Colon in Loop memerlukan beberapa
persiapan pasien, yaitu :
1. Mengubah pola makanan pasien
Makanan hendaknya mempunyai konsistensi lunak, rendah serat dan rendah lemak
untuk menghindari terbentuknya bongkahan-bongkahan tinja yang keras (48 jam
sebelum pemeriksaan)
2. Minum sebanyak-banyaknya
Absorbi air terbanyak terjadi pada kolon, dengan pemberian air minum yang banyak
dapat menjaga tinja selalu dalam keadaan lembek
3. Pemberian obat pencahar
Apabila kedua hal diatas dijalankan dengan benar, maka pemberian obat pencahar
hanya sebagai pelengkap saja. Pencahar mutlak diberikan pada pasien dengan keadaan
: rawat baring yang lama, sambelit kronis, orang tua (18 jam sebelum pemeriksaan dan
4 jam sebelum pemeriksaan)
4. Seterusnya puasa sampai pemeriksaan agar kolon kosong sehingga gambaran anatomi
dari kolon terlihat dengan jelas
5. 30 menit sebelum pemeriksaan pasien diberi sulfas atrofin 0,251mg/oral untuk
mengurangi pembentukan lendir
6. 15 menit sebelum pemeriksaan pasien diberi injeksi obat yang menurunkan peristaltic
usus sehingga saat memasukan barium tidak dikeluarkan kembali.
Persiapan bahan
1. Media kontras, yang sering dipakai adalah larutan barium dengan konsentrasi antara
12-25% W/V untuk kontras tunggal dan 70 80 % W/V (Weight /Volume) untuk
kontras ganda. Banyaknya larutan (ml) tergantung pada panjang pendeknya colon,
kurang lebih 600 800 ml
2. Air hangat untuk membuat larutan barium
3. Vaselin atau jelly, digunakan untuk menghilangi rasa sakit saat kanula dimasukkan
kedalam anus.
Proyeksi Radiograf
Pemeriksaan Colon in Loop untuk proyeksi awal cukup dilakukan degan posisi full
filling AP-PA, seteah itu bila ditemukan kelainan atau kejanggalan baru dilakukan
positioning sesuai dengan letak kelainan yang ditemukan.
1. Proyeksi Antero posterior (AP)/postero inferior (PA)
Posisi pasien : Pasien diposisikan supine/prone di atas meja
pemeriksaan dengan MSP (Mid Sagital Plane) tubuh berada
tepat pada garis tengah meja pemeriksaan. Kedua tangan
lurus di samping tubuh dan kedua kaki lurus ke bawah.
Posisi objek : Objek diatur dengan menentukan batas atas
processus xypoideus dan batas bawah adalah symphisis pubis.
2. Proyeksi Right Anterior Obliq (RAO)
Posisi pasien : Posisi pasien telungkup di atas meja
pemeriksaan kemudian dirotasikan ke kanan kurang lebih 35-
45 terhadap meja pemeriksaan. Tangan kanan lurus di
samping tubuh dan tangan kiri menyilang di depan tubuh
berpegangan pada tepi meja. Kaki kanan lurus ke bawah dan
kaki kiri sedikit di tekuk untuk fiksasi.
Posisi objek : MSP pada petengahan meja
3. Proyeksi LAO
Posisi pasien : Pasien ditidurkan telungkup di atas meja
pemeriksaan kemudian dirotasikan kurang lebih 35 - 45
terhadap meja pemeriksaan. Tangan kiri di samping tubuh dan
tangan di depan tubuh berpegangan pada meja pemeriksaan,
kaki kanan ditekuk sebagai fiksasi, sedangkan kaki kiri lurus.
Posisi objek : MSP pada petengahan meja, lutut fleksi.
4. Proyeksi LPO
Posisi pasien : Pasien diposisikan supine kemudian
dirotasikan kurang lebih 35 - 45 terhadap meja pemeriksaan.
Tangan kiri digunakan untuk bantalan dan tangan kanan di
depan tubuh berpegangan pada tepi meja pemeriksaan. Kaki
kiri lurus sedangkan kaki kanan ditekuk untuk fiksasi.
Posisi objek : MSP pada petengahan meja, lutut fleksi.
5. Proyeksi RPO.
Posisi pasien : Posisi pasien supine di atas meja
pemeriksaan kemudian dirotasikan ke kanan kurang lebih 35
45 terhadap meja pemeriksaan.Tangan kanan lurus di
samping tubuh dan tangan kiri menyilang di depan tubuh
berpegangan pada tepi meja. Kaki kanan lurus ke bawah dan
kaki kiri sedikit ditekuk untuk fiksasi.
Posisi objek : MSP pada petengahan meja, lutut fleksi.
6. Proyeksi Lateral.
Posisi pasien : Pasien diposisikan lateral atau tidur miring
Posisi Objek : Mid Coronal Plane (MCP) diatur pada
pertengahan grid, genu sedikit fleksi untuk fiksasi.
Definisi
Teknik pemeriksaan secara radiologis pada daerah colon dari colostomy dengan
memasukkan kateter Foley beberapa centimeter pada daerah stoma
Tujuan Pemeriksaan
Untuk melihat anatomi dan fisiologi colon sehingga dapat membantu
menentukan tindakan medis selanjutnya
Persiapan Pasien
Pemeriksaan Lopografi tidak memerlukan persiapan khusus. Hanya saja pada
saat pemeriksaan diharuskan untuk membebaskan daerah yang diperiksa dari benda-
benda yang dapat menimbulkan artefak.
Media kontras
Media kontras, yang sering dipakai adalah larutan barium sulfat dengan
konsentrasi antara 70 80 W/V % Weight /Volume. Banyaknya larutan (ml) tergantung
pada panjang pendeknya colon distal.
Teknik Pemeriksaan
Proyeksi Radiograf yang digunakan pada pemeriksaan lopografi adalah sebagai berikut
:
1). Proyeksi Antero posterior
Posisi pasien : Supine diatas meja pemeriksaan
Posisi objek :
MSP (Mid Sagital Plane) tubuh berada pada pertengahan meja
pemeriksaan.
Kedua tangan lurus disamping tubuh atau dilipat ke arah dada.
Batas atas : Processus Xypoideus
Batas bawah : Sympisis pubis
Central Ray : Vertikal terhadap kaset
Central point: Pertengahan kedua crista iliaka
FFD : 100 cm
Eksposi pada saat ekspirasi kemudian tahan nafas.
Kriteria :menunjukkan seluruh kolon terlihat, termasuk fleksura dan kolon
sigmoid.
Posisi Pasien
Pada Proyeksi Left
Posterior Obliq
Posisi objek :
MSP tubuh berada tepat di garis tengah meja pemeriksan. Kedua
tangan lurus di samping atas tubuh dan kaki lurus ke bawah.
Tangan kanan lurus di samping tubuh dan tangan kiri menyilang di
depan tubuh berpegangan pada tepi meja.
Kaki kanan lurus ke bawah dan kaki kiri sedikit ditekuk untuk fiksasi.
Batas atas : Processus Xypoideus
Batas bawah : Sympisis pubis
Central Ray : Vertikal tegak lurus terhadap kaset
Central point: 1-2 inchi ke arah lateral kiri dari titik tengah antara kedua
krista iliaka
Eksposi dilakukan saat pasien ekspirasi penuh dan tahan nafas.
Kriteria : menunjukkan tampak gambaran fleksura lienalis dan kolon
asenden.
Posisi Pasien
Pada Proyeksi Leftt Anterior
Obliq
7). Proyeksi Lateral
Posisi pasien : Lateral di atas meja pemeriksaan
Posisi objek :
MCP tubuh berada tepat di garis tengah meja pemeriksan.
Genu sedikit di flexikan untuk fiksasi,
Batas atas : Processus Xypoideus
Batas bawah : Sympisis pubis
Central Ray : Vertikal tegak lurus terhadap kaset
Central point:: Mid Coronal Plane setinggi spina illiaca anterior superior
(SIAS).
Ekposi dilakukan pada saat pasien ekspirasi dan tahan napa
Kriteria : daerah rectum dan sigmoid tampak jelas, rectosigmoid pada
pertengahan radiograf.
Posisi Pasien Pada Proyeksi Lateral
8). Proyeksi AP Axial (Butterfly Positions)
Posisi pasien : Supine diatas meja pemeriksaan
Posisi objek :
MSP (Mid Sagital Plane) tubuh berada pada pertengahan meja
pemeriksaan.
Kaki diluruskan, tangan diletakan di dada pasien.
Batas atas : Processus Xypoideus
Batas bawah : Sympisis pubis
Central Ray : 300 400 chepalad
Central point: Titik 2 inchi inferior pertengahan kedua crista iliaka pada MSP
FFD : 100 cm
Eksposi pada saat ekspirasi kemudian tahan nafas.
Kriteria :memperlihatkan daerah rectosigmoid lebih jelas, dengan
superposisi yang berkurang dibandingkan proyeksi AP.
F. Fistulografi
Definisi
Pemeriksaan secara radiografi dengan menggunakan kontras media dari saluran abnormal
yang menghubungkan antara dua area dan dapat terjadi di berbagai jaringan atau organ
tubuh.
Tujuan
Untuk melihat dan menunjukan lokasi, luas, dan panjang dari fistula didalam tubuh.
Indikasi
adanya penyakit kronik
infeksi anatomi post operasi
carcinoma
diverticulitis
cacat bawaan (kelainan kongenital
Kontraindikasi
infeksi berat pada fistula yang ditandai dengan rasa sakit yang hebat
alergi pada bahan kontra
Media kontras
Urografin 60 % sebanyak 2 ampul
Persiapan pasien
Fistulografi internal
1 hari sebelum pemeriksan, pasien harus makan makanan yang lunak dan tidak berserat
malam hari jam 20.30 makan garam inggris atau dulcolax tablet 6 buah
makan terakhir jam 22.00
saat pasien datang ke unit radiologi, lakukan plain foto (abdomen polos)
Tujuan pemasukan media kontras adalah untuk memperlihatkan fistula pada daerah perianal.
Pemasukan media kontras dimulai dengan membersihkan daerah sekitar fistula dengan
betadine.
Media kontras dimasukkan ke dalam muara fistula kira-kira sedalam 2-3 cm secara
perlahan-lahan melalui kateter yang sudah diberi jeli dan diikuti dengan fluoroskopi.
Kemudian media kontras disuntikan perlahan-lahan sehingga media kontras masuk
dan memenuhi lubang fistula yang di tandai dengan menetesnya media kontras dari
lubang fistula.
Proyeksi pemeriksaan
Fistulografi internal
a. Proyeksi AP
Ukuran film 24 x 30 cm
Posisi pasien : pasien supine atau prone di atas meja pemeriksaan
Posisi Objek : MSP tubuh pasien tepat pada MLT , sentrasi dipusatkan pada kaset
setinggi L2
Central Ray : Vertikal tegak lurus bidang kaset
Central Point : pada L3 atau setinggi umbilicus
b. Proyeksi Lateral
Ukuran film 24 x 30 cm
Posisi pasien : pasien di posisikan true lateral atau posisi pasien miring menghadap
salah satu sisi
Posisi Objek : MCP tubuh berada pada MLT, sentrasi dipusatkan pada kaset setinggi
L2, Fleksikan genue pasien supaya pasien nyaman dan posisi pasien true lateral, dan
letakkan tangan pasien di depan kepala atau bawah kepala.
Central Ray : vertikal tegak lurus bidang kaset
Centra Point : pada L3 setinggi umbilicus
c. Proyeksi Oblique
Ukuran film 24 x 30 cm
Posisi pasien : pasien supine diatas meja pemeriksaan, lalu posisi tubuh pasien di
miringkan sebesar 45 derajat ke salah satu sisi (kiri ataupun kanan)
Posisi objek : MSP tubuh berada pada MLT, sentrasi dipusatkan pada pertengahan
SIAS dan symphisis pubis, salah satu tubuh pasien diposisikan miring sebesar 45
derajat (kiri ataupun kanan), dan letakkan tangan pasien di depan kepala
Central Ray : Vertikal tegak lurus bidang kaset
Central Point : pada pertengahan SIAS dan symphisis pubis
Fistulografi eksternal
Proyeksi Lateral
Kriteria : tampak pelvis dan daerah proksimal femur, sakrum dan kogsigis, bagian
belakang ischium dan illium saling superposisi, lingkar fossa yang besar berjarak
sama dari lingkar fossa yang kecil.
c. Proyeksi Oblik
Bertujuan untuk melihat hubungan antara fistula yang satu dengan fistula yang
lain jika kemungkinan terdapat beberapa fistula. Proyeksi ini juga dapat
memperlihatkan kedalaman fistula yang mengarah ke samping.
Pasien prone kemudian dirotasikan kesalah satu sisi yang diperiksa untuk
menunjukkan letak fistula 45. Lengan yang dekat dengan film diatur dibawah
kepala untuk bantalan sedangkan yang lain menyilang didepan tubuh. Kaki yang
dekat dengan film menempel meja pemeriksaan, kaki yang lain ditekuk untuk
menopang tubuh. Pelvis diatur 45 terhadap meja pemeriksaan. CR (central ray)
vertikal tegak lurus kaset. CP (central point) pada daerah perianal kira-kita MAL (mid
axilla line) setinggi 2-3 inchi diatas simpisis pubis. FFD 90 cm dan ekspos pada saat
pasien diam
Kriteria : tampak hip joint dan femur superposisi, kedua iliaka tidak berjarak
sama, tampak foramen obturatorium tidak simetris, sakrum dan kogsigis tidak segaris
dengan simpisis pubis.
Posisi oblique
d. Proyeksi Chassard-Lapine Method
Pasien duduk diatas meja pemeriksaan. Kedua tangan lurus kebawah
menggenggam lutut. Pasien membungkukkan punggung semaksimal mungkin sampai
simpisis pubis menyentuh meja pemeriksaan. Sudut yang dibentuk antara pelvis
dengan sumbu vertikal 45.
CR (central ray) vertikal tegak lurus kaset. CP (central point) melalui lumbosakral
menembus trokhanter mayor. FFD 90 cm dan ekspos pada saat pasien diam.
Kriteria : tampak kaput femur, asetabulum, keseluruhan pelvis sampai bagian
proksimal dari femur, pelvis tidak mengalami rotasi, kedua trokhanter mayor berjarak
sama dari pertengahan kaset atau sacrum.
Proyeksi Chassard-Lapine Method
e. Proyeksi Taylor
Pasien supine diatas meja pemeriksaan dengan kedua tangan diletakkan diatas
dada dan kedua kaki lurus. Pelvis diatur sehingga tepat AP. Kedua krista iliaka kanan
dan kiri berjarak sama terhadap meja pemeriksaan dan MSP berada dipertengahan
meja pemeriksaan.
CR (central ray) menyudut 30 chepalad. CP (central point) pada 2 inchi di bawah
batas atas dari simpisis pubis. FFD 90 cm dan ekspos pada saat diam.
Proyeksi taylor
Fistula perianal
G. Histerosalpingorafi
Definisi
Histerosalpingografi merupakan test pencitraan dengan menggunakan kontras media
dan teknik radiografi untuk memperlihatkan cavum uteri dan lumen tuba fallopi.
Pemeriksaan ini terbanyak dilakukan untuk mengevaluasi/menilai potensi tuba dan normal
atau tidaknya cavum uteri pada wanita infertil.
Indikasi
HSG digunakan secara umum dalam mengevaluasi infertilitas. HSG menjadi prosedur
terbaik untuk pencitraan tuba uterina. Indikasi lain dari pemeriksaan HSG ini dapat
digunakan dalam kasus seperti nyeri pada traktus pelvis, anomali pada menstruasi, juga
dapat digunakan sebagai kontrol pre operasi pada wanita yang akan menjalani operasi tuba
fallopi dan memonitor pasca operasi tuba.
Pada kasus infertilitas HSG untuk menggambarkan tuba fallopi dan salurannya
sampai ke cavum peritoneum, pada kasus abortus berulang menggambarkan apakah ada
kelainan bawaan pada cavum uteri.
Indikasi HSG yang paling sering ialah dalam ginekologi, baik sterilitas primer
maupun sekunder, untuk melihat potensi tuba. Pada tuba yang paten akan terjadi pelimpahan
kontras dari tuba ke dalam rongga peritoneum. Hal ini akan memberikan gambaran yang
khas karena bahan kontras akan tersebar di antara lingkaran-lingakaran usus di dalam perut.
Selain itu, HSG memberikan gambaran tentang kelainan-kelaianan uterus dan kanalis
servisis. Dengan demikian, kelainan-kelainan bawaan uterus dapat diketahui. Kadang-
kadang HSG juga dikerjakan sesudah operasi tuba untuk sterilitas guna menentukan
berhasilnya tindakan operatif.
Sekarang HSG juga perlu dilakukan pada kasus-kasus inseminasi buatan. Sebelum
melakukan inseminasi, sebaiknya dilakukan HSG untuk melihat kelainan pada traktus
genitalis. Selain itu HSG terbukti mempunyai efek terapeutik, kehamilan sering terjadi
sesudah pemeriksaan HSG dilakukan. Kemungkinan besar kontras membuka secara mekanis
obstruksi-obstruksi yang disebabkan oleh sekret, melepaskan adhesi yang ada di dalam tuba,
meluruskan bengkokan tuba dan menimbulkan gerakan peristaltik yang lebih aktif karena
masuknya bahan kontras.
Kontraindikasi
Proses-proses inflamasi yang akut pada abdomen merupakan kontra indikasi. Pada
hamil muda, pemeriksaan ini tidak boleh dikerjakan, karena ada bahan yang merangsang
abortus dan radiasi terhadap fetus tinggi. Kontra indikasi lainya ialah perdarahan per
vaginam yang berat.. Jika ada perdarahan, maka bahan kontras bisa masuk ke dalam vena
uterina dan vena ovarii, masuk dalam vena kava inferior, jantung sebelah kanan, kemudian
masuk ke dalam paru-paru.
Bahan Kontras
Sekarang oleh ahli radiologi di Indonesia lebih banyak dipakai bahan kontras cair
dalam air yaitu, urografin 60% (meglumin diatrizoate 60% atau sodium diatriozate 10%.
Bahan kontras ini sifatnya encer, memberikan opasitas yang memuaskan dan mudah masuk
ke dalam tuba dan menimbulkan perubahan kontras ke dalam rongga peritoneum dengan
segera.
Pada tahun-tahun yang terakhir ini dipakai juga bahan kontras lipiodol ultrafluid
untuk pemeriksaan HSG. Bahan kontras ini juga dipakai untuk pemeriksaan limfografi,
sialografi, fistulografi, dan untuk saluran-saluran yang halus. (misalnya saluran air mata).
Kekurangan lipiodol ialah bahwa resopsi kembali berlangsung lama sekali jika kontras ini
masuk ke dalam rongga peritoneum.
Bahan kontras lain yang juga sering dipakai dan memberikan hasil yang sama
seperti urografin, misalnya hipaque 50% (sodium diatrizoate), endografin (meglumine
iodipamide), diaginol viscous (sodium acetrizoate plus dextran), salpix (sodium acetrizoate
plus polyvinyl pyrolidone), isopaque (metrizoate) lipiodol ultrafuid, dan sebagainya. Jumlah
bahan kontras yang dipakai biasanya mendekati 10 ml.
Waktu Pemeriksaan
Waktu yang optimum untuk melakukan HSG ialah pada hari ke 9 -10 sesudah haid
muIai. Pada saat itu biasanya haid sudah berhenti dan selaput lendir uterus sifatnya tenang.
Bilamana masih ada pendarahan, dengan sendirinya HSG tak boleh dilakukan karena ada
kemungkinan masuknya kontras ke dalam pembuluh darah balik.
Peralatan
Peralatan radiologi yang digunakan meliputi : meja radiologi, tabung sinar-x dan
monitor yang berada di ruang pemeriksaan.untuk melihat gambaran pada proses
pemeriksaan, gambaran sinar-x diubah menjadi bentuk video, saat yang bersamaan
radiografer mengambil gambar yang dicetak pada film.
Alat-alat yang digunakan adalah long forceps, spekulum vagina, sonde uterus, sarung
tangan
Prosedur Pemeriksaan
Sebelum dilakukan pemeriksaan pasien diberikan penjelasan singkat mengenai
tindakan yang akan dilakukan. Setelah kandung kemih dikosongkan dan perineum
dibersihkan, pasien ditempatkan di meja pemeriksaan. Posisikan pasien dengan posisi
litotomi, dengan lutut yang difleksikan dan lutut yang dilemaskan. Atur posisi meja dan
posisikan pasien dan film untuk difokuskan pada titik 5 cm dari simphisis pubis, film
ukuran 24x30 merupakan ukuran yang sering digunakan. Penerangan harus cukup.
Gambaran Hysterosalpingography
a. Uterus dan saluran tuba yang normal
Uterus yang mengalami kegagalan penyatuan ductus mulleri, hanya ada satu kornu.
d. Bicornu uterus
e. Septate uterus
Cavum uteri terpisahkan oleh septum longitudinal
f. Arcuate uterus
Duplikasi uterus, tidak terjadi penyatuan ductus mulleri didaerah tertentu, fundus
melekuk ke dalam garis tengahnya.
g. Hidrosalfing
h. Salphingitis TB
Inflamasi tuba fallopi oleh Mycobacterium tuberculosis
i. Massa uterus
Adanya massa yang mengisi uterus sehingga terdapat filling defect.
BAB III
KESIMPULAN
Jenis pemeriksaan dengan sinar roentgen (sinar X) terdiri dari dua macam yaitu
pemeriksaan sinar tembus (fluoroskopi;doorlitchting) dan pemeriksaan foto roentgen
(radiografi). Pada pemeriksaan roentgen dibagi menjadi dua bagian yaitu pemeriksaan rontgen
dasar yang meliputi pemeriksaan rontgen tanpa kontras dan dengan bahan kontras serta
pemeriksaan rontgen khusus. Media kontras yang di pergunakan untuk keperluan radiografi
adalah suatu bahan yang sangat radioopaq atau radiolusen apabila berinteraksi dengan sinar X,
sehingga dapat membedakan antara organ dan jaringan sekitarnya.
Berbagai teknik pencitraan organ tubuh dapat dilakukan dengan menggunakan kontras
dengan memperhatikan indikasinya sehingga pemeriksaan radiologi yang bertindak sebagai
pemeriksaan penunjang ini dapat membantu menegakan diagnosis suatu kelainan.
DAFTAR PUSTAKA
Bontrager., 2001. Tex Book of Radiographic Positioning and Related Anatomy Edisi ke-5.
St. Louis, Amerika:Mosby Inc.
Gammil SL., 1977. A programmed introduction to upper gastrointestinal radiology.
Boston: Little Brown and Coy.
Kartoleksono, S., 1979. Pemeriksaan lambung kontras ganda (double contrast
examination) disesuaikan dengan keadaan kita.
Rassad, S., 2005. Radiologi Diagnostik. Jakarta : FK UI.
Sutton , D., 1980. A textbook of radiology and imaging Third edition. Churchill
livingstone, Edinburg, London, Melbourne and New York.