Anda di halaman 1dari 4

Tatalaksana

Sebelum tahun 1960, terapi CLM adalah dengan etyl cloride spray (disemprotkan
sepanjang lesi), liquid nitrogen, phnol, carbon dioxide snow (CO2 snow dengan penekanan
selama 45 detik sampai 1 menit, dua hari berturut-turut), piperazine citrate, elektrokauterisasi,
dan radiasi. Pengobata n tersebut sering tidak berhasil karena kita tidak mengetahui secara pasti
dimana larva berada, dan bila terlalu lamadapat merusak jaringan sekitarnya (Aisah, 2010).

Selain itu, sejak tahun 1993 telah diketahui bahwa antihelmintes berspektrum luas,
misalnya tiabendazol (mintezol), ternyata efektif. Dosisnya 25-50mg/kgBB/hari, sehari 2 kali,
diberikan berturut-turut selama 2-5 hari. Dosis maksimum 3 gram sehari, jika belum sembuh
dapat diulangi setelah beberapa hari. Obat ini sukar didapat. Efek sampingnya mual, pusing, dan
muntah(Heukelbach, Chia) .

Albendazol, suatu obat anti parasit generasi ketiga, juga efektif dan dapat ditoleransi
dengan baik. Albendazol oral dalam dosis optimal yaitu 400-800 mg setiap hari yang diberikan
selama 3 hari menunjukkan tingkat kesembuhan yang sangat baik,dengan angka kesembuhan
mencapai 92-100%. Karena dosis tunggal albendazol memiliki efikasi yang rendah, maka
albendazol dengan regimen 3 hari lebih direkomendasikan (Hochedez, 2007).

Menurut Heukelbach dan Feldmeier (2008), obat pilihan utama pada CLM adalah
ivermectin. Dosis tunggal (200 g/kg berat badan) dapat membunuh larva secara efektif dan
menghilangkan rasa gatal dengan cepat. Angka kesembuhan dengan dosis tunggal berkisar 77%
sampai 100%. Dosis tunggal ivermectin lebih efektif daripada dosis tunggal albendazol, tetapi
pengobatan berulang dengan albendazol dapat dilakukan sebagai alternatif yang baik di negara-
negara dimana ivermectin tidak tersedia(Dourmishev, 2005).

Walaupun demikian, ivermectin dan albedazol oral kontraindikasi pada anak-anak


dengan berat badan kurang dari 15 kg atau berumur kurang dari 5 tahun dan pada ibu hamil atau
wanita menyusui. Oleh karena itu, pengobatan yang diberikan secara topikal harus
dipertimbangkan (Chia, 2010)

Di samping itu, upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah kejadian CLM antara
lain:
- Mencegah bagian tubuh untuk berkontak langsung dengan tanah atau pasir
yang terkontaminasi (Heukelbach dan Feldmeier, 2008)
- Saat menjemur pastikan handuk atau pakaian tidak menyentuh tanah
(Heukelbach dan Feldmeier, 2008)
- Melakukan pengobatan secara teratur terhadap anjing dan kucing dengan
antihelmintik (Bava et al, 2011)
- Hewan dilarang untuk berada di wilayah pantai ataupun taman bermain (Bava et al, 2011)
- Menutup lubang-lubang pasir dengan plastik dan mencegah binatang untuk defekasi di lubang
tersebut (Tremblay et al, 2000 dalam Heukelbach dan Feldmeier, 2008)
- Wisatawan disarankan untuk menggunakan alas kaki saat berjalan di pantai dan menggunakan
kursi saat berjemur (Tremblay et al, 2000 dalam Heukelbach dan Feldmeier, 2008)
Kesimpulan

Cutaneous larva migrans dinilai sebagai penyakit yang umum terjadi dengan prevalensi
secara keseluruhan 8.2%. Pada umumnya terjadi pada anak-anak terutama anak laki-laki.
Berjalan tanpa alas kaki juga merupakan faktor risiko yang signifikan dalam kejadian CLM.
Selain itu, keadaan sosioekonomi yang rendah juga berpengaruh pada angka terjadinya CLM.

Cutaneous larva migrans (CLM) atau creeping eruption adalah erupsi di kulit berbentuk
penjalaran serpiginosa, sebagai reaksi hipersensitivitas kulit terhadap invasi larva cacing
tambang atau nematodes atau produknya. Larva cacing tersebut berasal dari cacing yang hidup di
usus kucing atau anjing. Gejala biasanya diawali dengan rasa gatal dan panas. Mula-mula akan
timbul papul, kemudian diikuti bentuk yang khas, yakni lesi berbentuk linear atau berkelok-
kelok, menimbul dengan diameter 2-3 mm atau 2-3 cm, berwarna kemerahan, dan disertai
pruritus serta rasa nyeri. Adanya lesi papul yang eritematosa ini menunjukkan bahwa larva
tersebut telah berada di kulit selama beberapa jam atau hari.

Dengan pemeriksaan fisik pada daerah tungkai, plantar, tangan, anus, bokong atau paha,
juga di bagian tubuh di mana saja yang sering berkontak dengan tempat larva berada, akan
tampak adanya lesi seperti benang yang lurus atau berkelok-kelok, menimbul, dan terdapat papul
dan vesikel di atasnya.

CLM dapat diterapi dengan ethyl cloride spray, bisa juga dengan antihelminthes
(thiabendazole atau albendazole), dan bisa dengan antiparasit (ivermectin).
Daftar Pustaka

1. Aisah, Siti. Creeoing Eruption. Dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 6. Jakarta: FK-
UI; 2010.

2. Heukelbach J. Felfmeier H. Epidemiologial and Clinical Charactersitic of Hookworm Related


Cutaneous Larva Migrans. Lancet Infect Dis. 2008;8:302-9.

3. Chia CA. Cutaneous larva migrans. The New England Journal of Medicine. 2010;10:362-4.

4. Hochedez P, Caumes E. Hookworm related cutaneous larva migrans. J Travel Med.


2007;14:326-33.

5. Dourmishev AL, Dourmishev LA, Schwartz RA. Ivermectin : pharmacology and application
in dermatology. Int J Dermatol.2005;44:981-8.

Anda mungkin juga menyukai