Disusun Oleh :
Pembimbing :
JAKARTA
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………….ii
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………...1
2.1 Defini………………………………………………………………..2
2.2 Epidemiologi………………………………………………………..2
2.3 Etiopatogenesis……………………………………………………..2
2.4 Patofisiologi………………………………………………………...3
2.7 Tatalaksana…………………………………………………………6
2.8 Prognosis…………………………………………………………...6
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………8
i
DAFTAR GAMBAR
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
Battoni dkk, melaporkan satu kasus EAC dengan awitan usia 6 hari dan
menetap hingga usia lebih dari 20 tahun, lesi kulit swasirna pada episode febris yang
tidak berhubungan dengan EAC. Diduga kuat karena ada gangguan regulasi proses
inflamasi pada kulit oleh sitokin, misalnya IL-4 dan IL-5, yang diketahui mempnyai
efek pada eosinofil, serta kemungkinan terjadi penyimpangan genetik.2
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.2 Epidemiologi
EAC adalah penyakit yang jarang. Tidak ada data epidemiologi yang
tersedia. Hanya ada dua seri didalam literature : 66 kasus diidentifikasi secara
klinis dan 73 pertama kali didiagnosis secara histologis. EAC tampaknya tidak
memiliki kecenderungan untuk kedua jenis kelamin atau kelompok umur.2
2.3 Etiopatogenesis
2
interaksi antara sel inflamasi, mediator, dan substansi dasar, akibat antigen asing
berdifusi melalui kulit.4
2.4 Patofisiologi
Hampir pasti EAC bukanlah penyakit tunggal tetapi temuan klinis dengan
banyak penyebab. Annularity dan penjalaran perifer EAC telah menarik
pemikiran tentang mekanisme yang mungkin. Kebanyakan hipotesis telah
berpusat di sekitar interaksi antara sel-sel inflamasi, mediator-mediatornya, dan
substansi dasar seperti antigen asing yang menyebar melalui kulit.2
3
membesar dengan perluasan bagian perifer untuk membentuk cincin, arkuata
atau bentuk polisiklik. Mereka menyebar secara bertahap untuk membentuk
cincin besar dengan bagian tengah yang bersih, dengan tepi lesi sering meninggi
beberapa millimeter per hari.6
Gambar 2.1
4
Gambar 2.2
2.6 Diagnosis dan Diagnosis Banding
Pemeriksaan histopatologi dapat menegakkan diagnosis EAC dan
menyingkirkan diagnosis banding. Secara histologis EAC ditandai dengan
keberadaan infiltrat perivaskular padat yang terdiri dari limfosit, histiosit dan
eosinofil sesekali. Terdapat 2 tipe histologis pada EAC yaitu tipe superfisial
dan tipe dalam. Pada tipe superficial terjadi perubahan pada lapisan epidermis
meliputi parakerotosis, hiperkeratosis, spongiosis, generasi vakuola,
sedangkan di dermis mengalami infiltrat perivaskular yang lebih menonjol.
Pada tipe dalam, tidak terdapat perubahan pada epidermis hanya terdapat
udema ringan di papiler dermis bersama dengan ilfiltrat perivaskular
melibatkan pleksus vaskular dibagian atas dan dermis bawah.2
Dua sub-tipe EAC dapat diidentifikasi secara klinis maupun secara histologi :
1. Tipe superficial memiliki daerah pinggir yang tidak jelas dan jejak
bersisik dan mungkin gatal.
2. Tipe dalam memiliki sebuah batas tegas yang mengeras, tidak memiliki
sisik, dan sering sedikit gatal.
5
Diagnosis Banding
Diagnosis banding untuk EAC termasuk lainnya lesi eritematosa annular,
beberapa penyakit yang dijadikan diagnosis banding:
Erythema chronicum migrans
Annular subacute cutaneous lupus erythematosus
Annular urticaria
Erythema multiforme
Tinea corporis
Annular psoriasis
Mycosis fungoides
2.7 Tatalaksana
Meskipun pencarian penuh untuk penyebab yang mendasarinya adalah tujuan
utama dari pengobatan, hanya mengurangi gejala-gejala yang muncul.
Glukokortikoid sistemik biasanya menekan EAC, tetapi kekambuhan umumnya
kembali ketika obat ini dihentikan. Terapi sistemik dengan anti pruritus dapat
membantu. Vitamin D analog topical, mungkin dipadukan dengan penyinaran
ultraviolet, adalah pilihan lain. Berdasarkan pengalaman penggunaan antibiotic,
antifungal atau anti candida kadang-kadang berguna. Secara umum, sebagian besar
pendekatan terapi digunakan untuk urtikaria kronik dapat juga dicoba untuk EAC.
Berbagai obat yang dilaporkan berhubungan dengan EAC, antara lain etizolam,
piroksikam, amitriptilin, hidroksiklorokuin sulfat, hidroklorotiazid (HCT), simetidin,
salisilat, estrogen, aldactone, ampicillin, dan vitamin K.7
2.8 Prognosis
EAC cenderung menjadi penyakit kronis, bertambah dan berkurang.
Perjalanannya ditentukan oleh penyakit yang berhubungan atau pencetus. Pada type
dalam biasa nya lesi bisa bertahan lebih lama tetapi pada tipe superfisial tingkat
kekambuhan nya lebih tinggi.8
6
BAB III
KESIMPULAN
7
DAFTAR PUSTAKA
1. Kim DH, Lee JH, Lee JY, et al. Erythema annulare centrifugum: analysis of
associated diseases and clinical outcomes according to histopathologic
classification. Ann Dermatol. 2016;28(2):257-259.
2. Mu EW, Sanchez M, Mir A, et al. Paraneoplastic erythema annulare
centrifugum eruption (PEACE).Dermatol Online J. 2015;21(12)
3. Willard RJ. Erythema annulare centrifugum. eMedicine [didownload 05
Februari 2016]
4. Burgdorf WHC. Erythema annulare centrifugum and other figurate
erythemas. Dalam: Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith
LA, Katz SI, penyunting. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine.
USA: McGraw-Hill; 2003. h. 977-9
5. Erythema annulare centrifugum. [disitasi 05 Februari 2016]. Tersedia di
http://www.dermnetnz.org
6. Cohen BA. Figurate erythema. Pediatric Dermatology: Edisi ke-3. USA:
Elsevier; 2005. h. 180-2.
7. Tuzun Y, Antonov M. Figurate erythemas. J Turk Acad Dermatol. 2007; 1
(1):2
8. Horii KA, Nopper AJ. Annular erythemas. Dalam: Harper J, Oranje A, Prose
N, penyunting. Textbook of Pediatric Dermatology. Edisi ke-2.
Massachusetts: Blackwell Publishing; 2006. h. 718-25