Anda di halaman 1dari 118

BERPIKIR KRITIS

ANALISIS MASALAH PEMENUHAN KEBUTUHAN DASAR OKSIGENASI


PADA PASIEN ASMA BRONKIAL

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 1
II B

1. ABDUL RAHMAN 5. HAIRUN NITA


NIM: 72.20.001.D.16.047 NIM: 72.20.001.D.16.063
2. AGUNG KURNIA 6. M. IHFAN DIAN FATONI
NIM: 72.20.001.D.16.050 NIM: 72.20.001.D.16.073
3. AYU WULANDARI 7. RONI SIANTURI
NIM: 72.20.001.D.16.055 NIM: 72.20.001.D.16.080
4. DAFFA PRANATA I. 8. STEPANI FLUR BASA B. N.
NIM: 72.20.001.D.16.057 NIM: 72.20.001.D.16.082
9. WAHYU ISHAK
NIM : 72.20.001.D.16.89

AKADEMI KEPERAWATAN PEMERINTAH PROVINSI


KALIMANTAN TIMUR
TAHUN AKADEMIK 2017/2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat-Nya makalah
ini dapat diselesaikan. Salawat serta salam marilah kita hanturkan kepada
junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW, semoga kita mendapat syafa’at
beliau di akhir zaman. Terimakasih yang sebesar-besarnya kami ucapkan kepada
koornidator mata kuliah Berpikir Kritis Ibu Anik Puji Rahayu, M.Kep, yang telah
membimbing kami dan juga kepada kawan-kawan tingkat II B serta pihak lain
yang telah terlibat selama proses penulisan makalah ini. Terimakasih atas semua
bantuan dan masukan yang telah kalian berikan kepada kami.

Makalah ini membahas tentang analisis kebutuhan dasar oksigenasi pada


kasus asma Bronkial. Dengan adanya makalah ini, kami berharap makalah ini
dapat memberikan pengetahuan dan wawasan serta dapat membantu dalam proses
pembelajaran untuk kita semua. Kami sadar bahwa makalah yang kami susun ini
masih sangat jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kami meminta dan
memohon kritik ataupun saran yang membangun kepada semua pihak yang
membaca makalah ini. Mungkin ini yang dapat kami sampaikan semoga
bermanfaat untuk semua, terimakasih.

Samarinda, September 2017

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................... i

DAFTAR ISI .............................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................... 1


B. Tujuan ........................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Anatomi Fisiologi Paru .................................................................. 3


1. Anatomi Paru ............................................................................ 3
2. Fisiologi Paru ........................................................................... 18
B. Konsep Dasar Kebutuhan Oksigenasi ............................................ 25
1. Pengertian Oksigenasi .............................................................. 25
2. Proses Oksigenasi ..................................................................... 25
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Oksigenasi ..... 29
4. Gangguan / Masalah Kebutuhan Oksigenasi ........................... 30
5. Tindakan untuk mengatasi masalah kebutuhan oksigenasi ...... 32
C. Konsep Dasar Penyakit Asma Bronkial ......................................... 38
1. Definisi ..................................................................................... 38
2. Etiologi ..................................................................................... 40
3. Klasifikasi ................................................................................. 43
4. Patofisiologi ............................................................................. 47
5. Pathway .................................................................................... 49
6. Penatalaksanaan ....................................................................... 50
7. Asuhan Keperawatan pada Kasus Asma Bronkial ................... 52
D. Konsep Asuhan Keperawatan Oksigenasi ...................................... 70
1. Pengkajian ................................................................................ 70
2. Diagnosa ................................................................................... 75

ii
3. Intervensi .................................................................................. 78
4. Implementasi ............................................................................ 81
5. Evaluasi .................................................................................... 81

BAB III TINJAUAN KASUS

A. Analisis Asuhan Keperawatan pada Kasus Asma Bronkial ........... 82


I. Pengkajian ............................................................................... 82
II. Analisa Data ............................................................................ 91
III. Diagnosa .................................................................................. 92
IV. Intervensi ................................................................................. 98
V. Implementasi ........................................................................... 103
VI. Evaluasi ................................................................................... 116

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan .................................................................................... 124


B. Saran ............................................................................................... 125

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 126

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang di butuhkan oleh
manusia dalam mempertahanankan keseimbangan fisiologi maupun
psikologi.Salah satunya adalah kebutuhan oksigen. Oksigen adalah salah
satu komponen gas dan unsur vital dalam proses metabolisme
untukmempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel-sel tubuh. Secara
normal elemen ini diperoleh dengan cara menghirup O2 ruangan setiap
kali bernapas. (Wartonah Tarwanto, 2006)
Oksigen merupakan kebutuhan dasar paling vital dalam kehidupan
manusia, dalam tubuh, oksigen berperan penting dalam proses
metabolisme sel tubuh. Kekurangan oksigan bisa menyebabkan hal yangat
berarti bagi tubuh, salah satunya adalah kematian.Karenanya, berbagai
upaya perlu dilakukan untuk mejamin pemenuhan kebutuhan oksigen
tersebut, agar terpenuhi dengan baik.
Dalam pelaksanannya pemenuhan kebutuhan oksigen merupakan tugas
perawat tersendiri, oleh karena itu setiap perawat harus paham dengan
manisfestasi tingkat pemenuhan oksigen pada klienya serta mampu
mengatasi berbagai masalah yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan
tesebut.Oleh karena itu, kebutuhan oksigen merupakan kebutuhan yang
paling utama dan sangat vital bagi tubuh.
Pemenuhan kebutuhan oksigen ini tidak terlepas dari kondisi sistem
pernapasan secara fungsional. Bila ada gangguan pada salah satu organ
sistem respirasi, maka kebutuhan oksigen akan mengalami gangguan.
Sering kali individu tidak menyadari terhadap pentingnya oksigen. Proses
pernapasan dianggap sebagai sesuatu yang biasa-biasa saja. Banyak
kondisi yang menyebabkan seseorang mengalami gangguan dalam
pemenuhan kebutuhan oksigen, seperti adanya sumbatan pada saluran

1
pernapasan. Pada kondisi ini, individu merasakan pentingnya
oksigen.(Muttaqin, Arif. 2007)
Sistem respirasi pada manusia terdiri dari jaringan dan organ tubuh yang
merupakan parameter kesehatan manusia. Jika salah satu sistem respirasi
terganggu maka sistem lain yang bekerja dalam tubuh akan terganggu. Hal
ini dapat menimbulkan terganggunya proses homeostasis tubuh dan dalam
jangka panjang dapat menimbulkan berbagai macam penyakit bahkan
kematian.
Proses Pernapasan terdiri dari beberapa proses penting yaitu pada sistem
pernapasan, sistem saraf pusat, serta sistem kardiovaskular. Sistem
respirasi berperan untuk menukar udara kepermukaan dalam paru-paru.
Udara masuk dan menetap dalam system pernafasan dan masuk dalam
pernafasan.Sistem saraf pusat memberikan dorongan ritmik dari dalam
untuk bernafas, dan secara refleks merangsang toraks dan otot-otot
diafragma, yang akan memberikan tenaga pendorong gerakan udara.

B. Tujuan
1. Mampu berpikir secara kritis dalam menganalisis masalah pemenuhan
kebutuhan dasar oksigenasi
2. Mampu berpikir secara kritis dalam menganalisis asuhan keperawatan
pada gangguan kebutuhan oksigenasi berdasarkan :
a. Anatomi fisiologi
b. Kebutuhan dasar manusia
c. Teori asuhan keperawatan oksigenasi
3. Mampu berpikir secara kritis dalam menganalisis masalah pemenuhan
kebutuhan dasar oksigenisani pada kasus asma Bronkial

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Anatomi Fisiologi Paru


1. Anatomi Paru
Paru-Paru ada dua, merupakan alat pernapasan utama. Paru-paru mengisi
rongga dada. Terletak disebelah kanan dan kiri dan tengah dipisahkan oleh
jantung beserta pembuluh darah besarnya dan struktur lainnya yang
terletak didalam mediastinum . Paru-paru adalah organ yang berbentuk
kerucut dengan apeks (puncak) diatas dan muncul sedikit lebih tinggi
daripada klavikula di dalam dasar leher. Pangkal paru-paru duduk di atas
landai rongga toraks, diatas diafragma. Paru-paru mempunyai permukaan
luar yang menyentuh iga-iga, permukaan dalam yang memuat tampak
paru-paru, sisi belakang yang menyentuh tulang belakang, dan sisi depan
yang menutupi sebagian sisi depan jantung (Sherwood, 2001).
a. Lobus Paru-Paru (Belahan Paru-Paru)
Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus sedangkan paru-paru kiri
mempunyai dua lobus.Kelima lobus tersebut dapat terlihat dengan
jelas.Setiap lobus tersusun atas lobula.Sebuah pipa bronkial kecil
masuk ke dalam setiap lobula dan semakin bercabang. Semakin mejadi
tipis dan akhirnya berakhir menjadi kantong kecil-kecil,elastis,berpori
dan seperti spons.Setiap paru-paru terbagi lagi menjadi beberapa
subbagian menjadi sekitar sepuluh unit terkecil yang disebut
bronchopulmonary segments.Paru-paru kanan dan kiri dipisahkan oleh
ruang yang disebut mediastinum (Sherwood, 2001).

3
b. Bronkus Pulmonalis
Trakea terbelah mejadi dua bronkus utama. Bronkus ini bercabang lagi
sebelum masuk paru-paru.Dalam perjalanannya menjelajahi paru-paru,
bronkus-bronkus pulmonaris bercabang dan beranting banyak. Saluran
besar yang mempertahankan struktur serupa dengan yang dari trakea
mempunyai dinding fibrosa berotot yang mengandung bahan tulang
rawan dan dilapisi epitelium bersilia. Makin kecil salurannya, makin
berkurang tulang rawannya dan akhirnya tinggal dinding fibrosa
berotot dan lapisan bersilia.
Bronkus Terminalis masuk ke dalam saluran yang disebut vestibula.
Dan disini membran pelapisnya mulai berubah sifatnya; lapisan
epitelium bersilia diganti dengan sel epitelium yang pipih. Dari
vestibula berjalan beberapa infundibula dan didalam dindingnya
dijumpai kantong-kantong udara itu. Kantong udara atau alveoli itu
terdiri atas satu lapis tunggal sel epitelium pipih ,dan disinilah darah
hampir langsung bersentuhan dengan udara – suatu jaringan pembuluh

4
darah kepiler mengitari alveoli dan pertukaran gas pun terjadi (Evelyn,
2009).
c. Pembuluh Darah dalam Paru-Paru
Arteri Pulmonalis membawa darah yang sudah tidak mengandung
oksigen dari ventrikel kanan jantung ke paru-paru cabang-cabangnya
menyentuh saluran-saluran bronkial, bercabang dan bercabang lagi
sampai menjadi arteriol halus,arteriol itu membelah-belah dan
membentuk jaringan kapiler dan kapiler itu menyentuh dinding alveoli
atau gelembung udara.

Kapiler halus itu hanya dapat memuat sedikit, maka praktis dapat
dikatakan sel-sel darah merah membuat baris tunggal. Alirannya
bergerak lambat dan dipisahkan dari udara dalam alveoli hanya oleh

5
dua membran yang sangat tipis, maka pertukaran gas berlangsung
dengan difusi, yang merupakan fungsi pernapasan.

Kapiler paru-paru bersatu lagi sampai menjadi pembuluh darah lebih


besar dan akhirnya dua vena pulmonaris meninggalkan setiap paru-
paru membawa darah berisi oksigen ke atrium kiri jantung untuk
didistribusikan ke seluruh tubuh melalui aorta.

6
Pembuluh darah yang dilukiskan sebagai artertia bronkialis membawa
darah berisi oksigen langsung dari aorta toraksika ke paru-paru guna
memberi makanan dan menghantarkan oksigen ke dalam jaringan
paru-paru sendiri. Cabang akhir arteri-arteri ini membentuk pleksus
kapiler yang tampak jelas dan terpisah dari yang terbentuk oleh
cabang akhir arteri pulmonaris, tetapi beberapa dari kapiler ini
akhirnya bersatu dalam vena pulmonaris dan darahnya kemudian
dibawa masuk ke dalam vena pulmonaris. Sisa darah itudiantarkan
dari setiap paru-paru oleh vena bronkialis dan ada yang dapat
mencapai vena kava superior. Maka dengan demikian paru-paru
mempunyai persediaan darah ganda. (Evelyn, 2009).

d. Hilus (Tampuk) Paru –paru


Dibentuk oleh struktur berikut:
1) Arteri Pulmonalis
Yang mengembalikan darah tanpa oksigen kedalam paru-paru
untuk diisi oksigen.

7
2) Vena Pulmonalis
Yang mengembalikan darah berisi oksigen dari paru-paru
kejantung.
3) Bronkus yang bercabang dan beranting membentuk pohon
Bronkial, merupakan jalan udara utama.
a) Arteri Bronkialis keluar dari Aorta dan mengantarkan darah
arteri ke jaringan paru-paru.
b) Vena Bronkialis mengembalikan sebagian darah dari paru-paru
ke vena kava superior.(Evelyn, 2009).
e. Pleura (Selaput Tipis)
Setiap paru-paru dilapisi membrane serosa rangkap dua,yaitu pleura.
Pleura terbagi menjadi 2 yairu pleura viseralis dan pleura parientalis.
Pleura viseralis erat melapisi paru-paru,masuk kedalam visura dan
dengan demikian memisahkan lobus satu dari lainnya. Membrane ini
kemudian dilipat kembali disebelah tampuk (hilus) paru-paru dan
membentuk pleura parietalis,dan melapisi bagian dalam dinding dada.
Pleura yang melapisi iga-iga ialah pleura postalis,bagian yang
menutupi diafragma ialah pleura diafragmatika,dan bagian yang
terletak dileher ialah pleura servikalis. Pleura ini diperkuat oleh
membrane yang kuat bernama membrane suprapleuralis (vasiasibson)
dan diatas membrane ini terletak arteri subklavia.
Diantara kedua lapisan pleura itu terdapat sedikit eksudat untuk
meminyaki permukaannya dan menghindari gesekan antara paru-paru
dan dinding dada yang sewaktu bernapas bergerak. Dalam keadaan
sehat kedua lapisan itu satu dengan yang lain erat bersentuhan. Ruang
atau rongga pleura itu hanyalah ruang yang tidak nyata, tetapi dalam
keadaan tidak normal udara atau cairan memisahkan kedua pleura itu
dan ruang diantaranya menjadi jelas (Evelyn, 2009).

8
Sitem pernafasan dapat dibagi ke dalam sitem pernafasan bagian atas
dan pernafasan bagian bawah.

1) Pernafasan bagian atas meliputi, hidung, rongga hidung, sinus


paranasal, dan faring.
2) Pernafasan bagian bawah meliputi, laring, trakea, bronkus,
bronkiolus dan alveolus paru (Guyton, 2007).

9
Pergerakan dari dalam ke luar paru terdiri dari dua proses, yaitu
inspirasi dan ekspirasi. Inspirasi adalah pergerakan dari atmosfer ke
dalam paru, sedangkan ekspirasi adalah pergerakan dari dalam paru ke
atmosfer. Agar proses ventilasi dapat berjalan lancar dibutuhkan
fungsi yang baik pada otot pernafasan dan elastisitas jaringan paru.
Otot-otot pernafasan dibagi menjadi dua yaitu:

1) Otot inspirasi terdiri atas interkostalis eksterna,


sternokleidomastoideus, skalenus dan diafragma.
2) Otot ekspirasi antara lain rektus abdominalis dan interkostalis
internus (Alsagaff dkk.2005).
f. Sistem Pernapasan
1) Definisi
Respirasi adalah suatu peristiwa ketika tubuh kekurangan oksigen
(O2) dan O2 yang ada diluar tubuh dihirup (inspirasi) melalui
organ pernapasan. Pada keadaan tertentu tubuh kelebihan
karbondioksida (CO2), maka tubuh berusaha untuk mengeluarkan
kelebihan tersebut dengan menghembuskan napas (ekspirasi)
sehingga terjadi suatu keseimbangan anatara O2 dan CO2 didalam
tubuh.(Syaifuddin,2011 : 382).
Sistem respirasi berperan untuk menukar udara kepermukaan
dalam paru.Udara masuk dan menetap dalam system pernapasan
dan masuk dalam pernapasan otot. Trakea dapat melakukan
penyaringan,penghatan,dan melembabkan udara yang
masuk,melindungi permukaan organ yang lembut.
Hantaran tekanan menghasilkan udara ke paru-paru melaui saluran
pernapasan atas. Tekanan ini berguna untuk menyaring,mengatur
udara, dan mengubah permukaan saluran napas bawah
(Syaifuddin,2011 : 382).
Pernapasan merupakan proses pertukaran gas yang berasal dari
makhluk hidup dengan gas yang ada di lingkungannya. Sedangkan

10
proses perombakan bahan makanan menggunakan oksigen
sehingga diperoleh energi dan gas sisa pembakaran karbon
dioksida (CO2) disebut respirasi. Proses respirasi yang
menggunakan oksigen disebut juga respirasi aerob sedangkan
respirasi yang tidak membutuhkan oksigen disebut respirasi
anaerob (Rahmat, 2007: 189).
Respirasi merupakan proses penguraian senyawa organik kompleks
menjadi senyawa-senyawa yang sederhana. Sebagian besar proses
respirasi berlangsung didalam mitokondria. Adapun sebagian
proses yang lain berlangsung dalam sitosol (Dartius,1999:29).
Menurut tempat terjadinya pertukaran gas maka pernapasan
dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu pernapasan luar dan pernapasan
dalam.Pernapasan luar adalah pertukaran udara yang terjadi antara
udara dalam alveolus dengan darah dalam kapiler, sedangkan
pernapasan dalam adalah pernapasan yang terjadi antara darah
dalam kapiler dengan sel-sel tubuh (Yatim, 1990: 170).
2) Fungsi Sistem Respirasi
a) Mengambil oksigen dari luar masuk kedalam tubuh, beredar
dalam darah. Selanjutnya terjadi proses pembakaran dalam sel
atau jaringan
b) Mengeluarkan CO2 yang terjadi dari sisa-isa hasil pembakaran
dibawa oleh darah yang berasal dari sel atau jaringan.
Selanjutnya dikeluarkan melalui organ pernapasan.
c) Untuk melindungi system permukaan dari kekurangan cairan
dan mengubah suhu tubuh.
d) Melindungi system pernapasan dari jaringan lain terhadap
serangan patogenik.
e) Untuk pembentukan komunikasi seperti berbicara, bernyanyi,
berteriak dan menghasilkan suara (Syaifuddin,2011).

11
3) Saluran Pernapasan
a) Rongga Hidung
Yaitu saluran-saluran dalam lubang hidung.Saluran ini
bermuara kedalam bagian yang dikenal sebagai vestibulum
hidung. Rongga hidung dilapisi selaput lendir yang sangat kaya
akan pembuluh darah, dan bersambung dengan lapisan farink
dan selaput lendir semua sinus yang mempunyai lubang masuk
kedalam rongga hidung. (Evelyn,2009)
Selaput lendir berfungsi menangkap benda asing yang masuk
lewat saluran pernapasan.Selain itu, terdapat juga rambut
pendek dan tebal yang berfungsi menyaring partikel kotoran
yang masuk bersama udara.Juga terdapat konka yang
mempunyai banyak kapiler darah yang berfungsi
menghangatkan udara yang masuk.

Sewaktu udara melalui hidung, udara disaring oleh bulu-bulu


yang terdapat didalam vestibulum.Karena kontak dengan
permukaan lender yang dilaluinya udara menjadi hangat dank
arena penguapan air dari permukaan selaput lender, udara
menjadi lembab.Hidung menghubungkan lubang-lubang sinus
udara paranasal yang masuk ke dalam rongga-rongga hidung,

12
dan juga menghubungkan lubang-lubang nasolakrimal yang
menyalurkan air mata dari mata ke dalam bagian bawah rongga
nasalis kedalam hidung.(Evelyn,2009)
b) Faring
Adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai
persambungannya dengan esophagus pada ketinggian tulang
rawan krikoid. Maka letaknya dibelakang hidung
(nasofaring),dibelakang mulut (orofaring) dan dibelakang
laring (Laringofaring).(Evelyn,2009)
(1) Nasofaring
Bagian faring terdapat didorsal kavum nasi berhubungan
dengan kavum nasi melalui konka dinding lateral dibentuk
oleh otot.
(2) Orofaring
Mempunyai dua hubungan:
(1) Ventral dengan kovum oris
(2) Kaudal terhadap radiks lingua
(3) Laringofaring
Mempunyai hubungan dengan laring melalui mulut laring
epiglotika.Lekuk ini mempunyai dinding medial dan
lateral.Kedua dinding ini bersatu didaerah ventral dapat
dilihat penonjolan yang disebut ventral spatum sublingualis
dan submaksilaris. (Syaifuddin,2011)

13
Lipatan-lipatan vocal suara mempunyai elastisistas yang tinggi
dan dapat memproduksi suara yang dihasilkan oleh pita suara.
Lipatan-lipatan vocal memproduksi suara melalui jalan
udara,serta lipatan produksi gelombang suara. Faktor yang
menentukan frekuensi regangan yang membangkitakan
frekuensi dan getaran yang diproduksi. Ketegangan dari pita
suara dikontrol oleh otot kerangka dibawah control
korteks.(Syaifuddin,2011).
c) Laring
Laring atau pangkal tenggorok merupakan jalilan tulang rawan
yangdilengkapi dengan otot,membrane,jaringan ikat,dan
ligamentum. (Syaifuddin,2011)
Laring berperan untuk pembentukkan suara dan untuk
melindungi jalan nafas terhadap masuknya makanan dan
cairan.Laring dapat tersumbat antara lainoleh benda asing
(gumpalan makanan), infeksi (misalnya dipteri) dan tumor
(Kus Irianto, 2008).
Kerangka laring terdiri dari:
(1) Kartilago tiroidea
(2) Kartilago krikoidea
(3) Kartilago aritenoidea
(4) Kartilago epiglotika
(5) Os hyoid dan Kartilaines (Syaifuddin,2011)

14
d) Trakea
Trakea (batang tenggorong) adalah tabung berbentuk pipa
seperti huruf C yang dibentuk oleh tulang-tulang rawan yang
disempurnakan oleh selaput, terletak diantara vertebrae
servikalis VI sampai ketepi bawah kartilago krikoidea vertebra
torakalis V. Panjangnya sekitar 13 cm dan diameter 2,5 cm
dilapisi oleh otot polos mempunyai fibroelastis yang tertanam
dalam balok-nalok hialin yang mempertahankan trakea tetap
terbuka.
Dinding tenggorokan terdiri dari tiga lapisan yaitu:
(1) Lapisan paling luar terdiri atas jaringan ikat.
(2) Lapisan tengah terdiri atas otot polos dan cincin tulang
rawan. Trakea tersusun atas 16–20 cincin tulang rawan
yang berbentuk huruf C. Bagian belakang cincin tulang
rawan ini tidak tersambung dan menempel pada esofagus.
Hal ini berguna untuk mempertahankan trakea tetap
terbuka.
(3) Lapisan terdalam terdiri atas jaringan epitelium bersilia
yang menghasilkan banyak lendir. Lendir ini berfungsi

15
menangkap debu dan mikroorganisme yang masuk saat
menghirup udara.
Selanjutnya, debu dan mikroorganisme tersebut didorong
oleh gerakan silia menuju bagian belakang mulut.Akhirnya,
debu dan mikroorganisme tersebut dikeluarkan dengan cara
batuk. Silia-silia ini berfungsi menyaring benda-benda
asing yang masuk bersama udara pernapasan.(Kus Irianto,
2008).

e) Cabang Tenggorokan (Bronkus)


Bronkus merupakan cabang batang tenggorokan.Jumlahnya
sepasang, yang satu menuju paru-paru kanan dan yang satu
menuju paru-paru kiri.Bronkus yang ke arah kiri lebih panjang,
sempit, dan mendatar daripada yang ke arah kanan.Hal inilah
yang mengakibatkan paru-paru kanan lebih mudah terserang
penyakit. Struktur dinding bronkus hampir sama dengan trakea.
Perbedaannya dinding trakea lebih tebal daripada dinding
bronkus. Bronkus akan bercabang menjadi bronkiolus. Bronkus

16
kanan bercabang menjadi tiga bronkiolus sedangkan bronkus
kiri bercabang menjadi dua bronkiolus (Kus Irianto, 2008).
f) Bronkiolus
Bronkiolus adalah anak cabang dari batang tenggorok yang
terdapat dalam rongga tenggorokan dan akan memanjang
sampai ke paru-paru.Bronkiolus adalah cabang dari bronkus
dan memiliki dinding yang lebih tipis, pada ujung bronkiolus
terdapat banyak sekali gelembung-gelembung kecil yang
dinamakan alveolus. Ciri khas bronkiolus adalah tidak adanya
tulang rawan dan kelenjar pada mukosanya, pada bagian awal
dari cabang bronkiolus hanya memiliki sebaran sel globet dan
epitel.Fungsi dari bronkiolus adalah sebagai media yang
menghubungkan oksigen yang dihirup agar mencapai paru-
paru. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari pada
yang kanan, dan berjalan dibawah arteri pulmonalis sebelum
dibelah menjadi beberapa cabang yang berjalan ke lobus atas
dan bawah.(Kus Irianto, 2008).

g) Alveolus
Cabang bronkiolus yang paling kecil masuk ke dalam
gelembung paru-paru yang disebut alveolus.Dinding alveolus

17
mengandung banyak kapiler darah.melalui kapiler darah
oksigen yang berada dalam alveolus berdifusi masuk ke dalam
darah (Kurnia. 2008).
Alveolus berbentuk seperti bola-bola kecil yang diliputi oleh
pembuluh-pembuluh darah.Alveolus dilapisi oleh epitel pipih
yang memudahkan darah di dalam pembuluh darah mengikat
oksigen yang terdapat di dalam alveolus.(Kus Irianto, 2008).

2. Fisiologi Pernafasan
a. Proses Pernapasan Manusia
Proses pernapasan pada manusia dapat terjadi secara sadar maupun
secara tidak sadar. Pernapasan terjadi secara sadar contohnya ketika kita
melakukan latihan pernapasan Pernapasan terjadi secara tidak sadar
contohnya terjadi ketika kita tidur.
Proses pernapasan meliputi dua proses, yaitu menarik napas atau
inspirasi serta mengeluarkan napas atau ekspirasi. Sewaktu menarik
napas, otot diafragma berkontraksi, dari posisi melengkung ke atas
menjadi lurus.Bersamaan dengan itu, otot-otot tulang rusuk pun
berkontraksi.Akibat dari berkontraksinya kedua jenis otot tersebut
adalah mengembangnya rongga dada sehingga tekanan dalam rongga
dada berkurang dan udara masuk.

18
Jadi, dalam paru-paru terjadi pertukaran zat antara oksigen yang ditarik
dan udara masuk kedalam darah dan CO2 dikeluarkan dari darah
secara osmosis. Kemudian CO2 dikeluarkan melalui traktus
respiratorius (jalan pernapasan) dan masuk kedalam tubuh melalui
kapiler-kapiler vena pulmonalis kemudian masuk ke serambi kiri
jantung (atrium sinistra) menuju ke aorta kemudian ke seluruh tubuh
(jaringan-jaringan dan sel- sel), di sini terjadi oksidasi (pembakaran).
Sebagai sisa dari pembakaran adalah CO2 dan dikeluarkan melalui
peredaran darah vena masuk ke jantung (serambi kanan atau atrium
dekstra) menuju ke ventrikel dekstra dan dari sini keluar melalui arteri
pulmonalis ke jaringan paru-paru.Akhirnya dikeluarkan menembus
lapisan epitel dari alveoli. Proses pengeluaran CO2 ini adalah sebagian
dari sisa metabolism, sedangkan sisa dari metabolism lainnya akan
dikeluarkan melalui traktus urogenitalis dan kulit.

19
b. Mekanisme Pernapasan
Dalam pernapasan selalu terjadi dua siklus, yaitu inspirasi (menghirup
udara) dan ekpirasi (menghembuskan udara). Berdasarkan cara
melakukan inspirasi dan ekspirasi serta tempat terjadinya, manusia
dapat melakukan dua mekanisme pernapasan, yaitu pernapasan dada
dan pernapasan perut.
1) Pernapasan Dada
Proses inpirasi ini diawali dengan berkontraksinya muskulus
interkotalis (otot antartulang rusuk), sehingga menyebabkan
terangkatnya tulang rusuk. Keadaan ini mengakibatkan rongga dada
membesar dan paru-paru mengembang.Paru-paru yang
mengembang menyebabkan tekanan udara rongga paru-paru
menjadi lebih rendah dari tekanan udara luar.Dengan demikian,
udara luar masuk ke dalam paru-paru.

Sebaliknya, proses ekspirasi berlangsung pada saat muskulus


interkostalis berelaksasi sehingga tulang rusuk turun
kembali.Keadaan ini mengakibatkan rongga dada menyempit dan
paru-paru mengecil.Paru-paru yang mengecil menyebabkan tekanan
udara dalam rongga paru-paru menjadi lebih tinggi dari tekanan
udara luar, sehingga udara keluar dari paru-paru.

20
Pernapasan Dada

2) Pernapasan Perut
Mekanisme proses inspirasi pernapasan perut diawali dengan
berkontraksinya otot diafragma, sehingga diafragma yang semula
melengkung berubah menjadi datar. Keadaan diafragma yang datar
mengakibatkan rongga dada dan paru-paru mengembang.Tekanan
udara yang rendah dalam paru-paru menyebabkan udara dari luar
masuk ke dalam paru-paru.

Proses ekspirasi terjadi pada saat otot diafragma berelaksasi,


sehingga diafragma kembali melengkung. Keadaan

21
melengkungnya diafragma mengakibatkan rongga dada dan paru-
paru mengecil, tekanan udara dalam paru-paru naik, sehingga
udara keluar dari paru-paru.

Pernapasan Perut

c. Kapasitas dan Volume Udara Pernapasan


Volume paru adalah jumlah dari volume udara pada paru yang
mengembang.Kapasitas paru-paru adalah gabungan dari beberapa
volume paru dan kemampuan paru-paru menampung udara pernapasan.
Volume udara pernapasan pada setiap orang berbeda-beda, tergantung
pada ukuran paru-paru, kekuatan bernapas, dan cara bernapas. Alat yang
digunakan untuk mengetes kapasitas paru-paru disebut

22
spirometer.Metode yang digunakan untuk mengukur kapasitas paru-paru
disebut spirometri.Metodenya adalah dengan mencatat volume udara
yang masuk dan keluar dari paru-paru.Umumnya pada orang dewasa,
volume paru-paru berkisar antara 5-6 liter.

Menurut Guyton (2007) volume paru dan kapasitas paru terbagi menjadi :
1) Volume Tidal
Volume Tidal adalah volume udara yang diinspirasi atau diekspirasi
pada setiap kali pernafasan normal. Besarnya ± 500 ml pada rata-rata
orang dewasa.
2) Volume Cadangan Inspirasi
Volume cadangan inspirasi adalah udara yang masih dapat dihirup
setelah inspirasi biasa sampai mencapai inspirasi maksimal.Volume
cadangan inspirasi juga disebut udara komplementer.Umumnya pada
laki-laki sebesar 3.300 ml dan pada wanita sebesar 1.900 ml.
3) Volume Cadangan Ekspirasi
Volume cadangan ekspirasi adalah udara yang masih dapat
dikeluarkan setelah melakukan ekspirasi biasa sampai mencapai
ekspirasi maksimal. Volume cadangan ekspirasi juga disebut udara
suplementer.Pada keadaan normal besarnya ± 1100 ml.Pada laki-laki
1.000 ml, sedangkan perempuan 700 ml.

23
4) Volume Residu
Volume Residu yaitu volume udara yang masih tetap berada dalam
paru-paru setelah ekspirasi kuat. Besarnya ± 1200 ml.
5) Kapasitas Inspirasi
Kapasitas inspirasi adalah banyaknya udara yang dapat dihirup setelah
taraf ekspirasi biasa hingga pengembangan paru-paru secara maksimal
(sekitar 3.500 ml). Kapasitas inspirasi sama dengan volume tidal
ditambah dengan volume cadangan inspirasi
6) Kapasitas Residu Fungsional
Kapasitas residu fungsional adalah jumlah udara di dalam paru-paru
pada akhir respirasi biasa.Kapasitasnya berkisar 2.300 mililiter.
Kapasitas residu fungsional sama dengan volume cadangan ekspirasi
ditambah dengan volume residu.
7) Kapasitas Vital
Kapasitas Vital adalah jumlah udara maksimal yang dapat dikeluarkan
dari paru, setelah terlebih dahulu mengisi paru secara maksimal dan
kemudian mengeluarkannya sebanyak-banyaknya.Kapasitasnya
berkisar ± 4600 ml. Kapasitas Vital sama dengan volume cadangan
inspirasi + volume tidal + volume cadangan ekspirasi
8) Kapasitas Vital paksa (KVP) atau Forced Vital Capacity (FVC)
KVP atau FVC adalah volume total dari udara yg dihembuskan dari
paru-paru setelah inspirasi maksimum yang diikuti oleh ekspirasi
paksa minimum. Hasil ini didapat setelah seseorang menginspirasi
dengan usaha maksimal dan mengekspirasi secara kuat dan cepat.
9) Volume ekspirasi paksa satu detik (VEP1) atau Forced Expiratory
Volume in One Second (FEV1)
VEP1 atau FEV1 adalah volume udara yang dapat dikeluarkan dengan
ekspirasi maksimum per satuan detik. Hasil ini didapat setelah
seseorang terlebih dahulu melakukan pernafasan dalam dan inspirasi
maksimal yang kemudian diekspirasikan secara paksa sekuat-kuatnya

24
dan semaksimal mungkin, dengan cara ini kapasitas vital seseorang
tersebut dapat dihembuskan dalam satu detik.
10) Kapasitas Paru Total
Kapasitas Paru Total adalah sama dengan kapasitas vital + volume
residu. Besarnya ± 5800ml, adalah volume maksimal dimana paru
dikembangkan sebesar mungkin dengan inspirasi paksa.
Volume dan kapasitas seluruh paru pada wanita ± 20 – 25% lebih
kecil daripada pria, dan lebih besar pada atlet dan orang yang
bertubuh besar daripada orang yang bertubuh kecil dan astenis.

B. Konsep Dasar Kebutuhan Oksigenasi


1. Pengertian Oksigenasi
Oksigenasi adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang
mengandung oksigen kedalam tubuh serta menghembuskan
karbondioksida (CO2) sebagai hasil sisa oksidasi. Penyampaian
oksigen ke jaringan tubuh ditentukan oleh system respirasi
(pernapasan),kardiovasluler, dan hematology.
Oksigenasi adalah proses penambahan oksigen O2 ke dalam sistem
(kimia atau fisika).Oksigen (O2) adalah satu komponen gas dan
unsur vital dalam proses metabolisme untuk
mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel -sel
tubuh.Sebagai hasilnya, terbentuklah karbon dioksida, energi, dan air.
Akan tetapi penambahan CO2 yang melebihi batas normal pada tubuh
akan memberikan dampak yang cukup bermakna terhadap akrivitas
sel. (Wahit Iqbal Mubarak, 2007).
2. Proses Oksigenasi
Udara masuk secara berurutan, yaitu :
Rongga hidung – faring – laring –trakea – bronkus – bronkiolus-
alveolus.
Proses pemenuhan oksigenisasi dalam tubuh terdiri atas tiga tahapan,
yaitu :

25
a. Ventilasi

Merupakan proses keluar masuknya oksigen dari atmosfer ke


dalam alveoli atau dari alveoli ke atmosfer. Proses ventilasi di
pengaruhi oleh beberapa hal, yaitu adanya perbedaan tekanan
antara atmosfer dengan paru, semakin tinggi tempat maka tekanan
udara semakin rendah, demikian sebaliknya, semakin rendah
tempat tekanan udara semakin tinggi.
Udara dapat keluar masuk dari atmosfer ke paru-paru karena
adanya perbedaan tekanan di dalam rongga dada dan di luar
dada.Perbedaan tekanan tersebut terjadi apabila ada perubahan
volume dalam dada.Menurut hukum Boyle, tekanan berbanding
terbalik dengan volume. Pada saat menarik napas (inspirasi),
volume rongga dada akan bertambah besar sehingga tekanan
menurun. Sebaliknya, pada saat mengeluarkan napas (ekspirasi),
volume rongga dada akan mengecil sehingga tekanan dalam dada
meningkat.
Pengaruh proses ventilasi selanjutnya adalah complienci dan
recoil. Complience merupakan kemampuan paru untuk
mengembang.sedangkan recoil adalah kemampuan CO2 atau
kontraksi menyempitnya paru.Pusat pernapasan, yaitu medulla

26
oblongata dan pons, dapat dipengaruhi oleh ventilasi. Proses
ventilasi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain :
1) Adanya konsentrasi oksigen di atmosfer.
2) Adanya kondisi jalan napas yang baik.
3) Adanya kemampuan toraks dan alveoli pada paru-paru dalam
melaksanakan ekspansi atau kembang kempis.
b. Difusi

Merupakan pertukaran antara O2 dari alveoli ke kapiler paru-paru


dan CO2 dari kapiler ke alveoli.Oksigen berdifusi melalui
membran alveolus-kapiler dari tekanan tinggi di alveolus (100
mmHg) ke tekanan rendah di kapiler paru-paru (40 mmHg). Agar
bisa bertukar, O2 di alveolus (berasal dari udara yang dihirup) dan
CO2 dari kapiler darah (yang merupakan hasil sisa dari
pemakaian O2 di seluruh tubuh) harus secara cepat menembus
membran alveolus-kapiler.
Oksigen yang telah berdifusi ke dalam kapiler darah akan diikat
oleh hemoglobin (protein di dalam sel darah merah/eritrosit) di
pembuluh darah arteri. Hemoglobin ini yang kemudian menjadi
kendaraan untuk menyebarkan oksigen ke seluruh tubuh. Pada
saat yang sama, darah yang sudah dipakai di seluruh tubuh dalam
pembuluh darah kapiler vena akan mengeluarkan CO2 ke

27
alveolus. CO2 ini selanjutnya akan melewati jalur yang sama
seperti saat proses ventilasi udara, untuk dikeluarkan dari saluran
napas saat ekspirasi.
Proses difusi gas ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :
1) Luasnya permukaan paru-paru
2) Tebal membran respirasi/permeabilitas (epitel alveoli dan
interstisial).
3) Perbedaan tekanan dan konsentrasi O2.
4) Afinitas gas
c. Transportasi
Transportasi gas merupakan proses pendistribusian antara
O2 kapiler ke jaringan tubuh dan CO2 jaringan tubuh ke kapiler.
Pada proses transportasi, O2 akan berikatan dengan Hb
membentuk oksihemoglobin (97%) dan larut dalam plasma
(3%).Sedangkan CO2 akan berikatan dengan Hb membentuk

karbonminohemoglobin (30%), larut dalam plasma (5%) dan


sebagian menjadi HCO3 berada dalam darah (65%).
Transportasi gas dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya :
1) Kardiak output

28
2) Kondisi pembuluh darah
3) Latihan (exercise )
4) Hematokrit
5) Eritrosit dan kadar Hb
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Oksigenasi
a. Saraf Otonom
Pada rangsangan simpatis dan parasimpatis dari saraf otonom
dapat mempengaruhi kemampuan untuk dilatasi dan kontriksi.Hal
ini dapat terlihat ketika terjadi rangsangan baik oleh simpatis
maupun parasimpatis ketika terjadi rangsangan.Ujung saraf dapat
mengeluarkan neurotransmitter (simpatis mengeluarkan
noradrenalin yang berpengaruh pada bronkodilatasi, Parasimpatis
mengeluarkan esetilkolin yang berpengaruh pada
bronkokonstirksi) karena pada saluran pernapasan terdapat
reseptor adrenergic dan reseptor kolinergik.
Menenangkan diri setelah bahaya berlalu adalah domain dari
cabang parasimpatis dari sistem saraf otonom.Meskipun sistem
saraf otonom terutama refleksif, secara praktis mampu terampil
merekrut untuk meningkatkan relaksasi dan
konsentrasi.Pernapasan adalah fungsi otonom yang paling mudah
dikontrol, dan banyak orang dapat menggunakan kontrol nafas
untuk bersantai, mengurangi stres, dan meminimalkan rasa sakit.
b. Hormonal dan Obat
Semua hormon dapat melebarkan saluran pernapasan.Obat yang
tergolong parasimpatis dapat melebarkan saluran napas, seperti
sulfas atropine, ekstrak Belladona dan obat yang menghambat
adrenergic tipe beta (khususnya beta-2) dapat mempersempit
saluran napas (bronkokontriksi) seperti obat yang tergolong beta
bloker nonselektif.

29
c. Alergi pada saluran napas
Banyak faktor yang menimbulkan keadaan alergi antara lain
debu, bulu binatang, serbuk benang sari bunga, kapuk, makanan
dan lain-lain.
d. Faktor perkembangan
Tahap perkembangan anak dapat memengaruhi jumlah kebutuhan
oksigenasi karena usia organ di dalam tubuh seiring dengan usia
perkembangan anak.
e. Faktor lingkungan
Kondisi lingkungan yang dapat memengaruhi kebutuhan
oksigenasi, seperti faktor alergi, ketinggian dan suhu.Kondisi-
kondisi tersebut memengaruhi kemampuan adaptasi.
f. Faktor perilaku
Perilaku yang di maksud diantaranya adalah perilaku dalam
mengkonsumsi makanan (status nutrisi), seperti orang obesitas
dapat mempengaruhi dalam proses pengembangan paru,
kemudian perilaku aktivitas, seperti perilaku merokok dapat
menyebabkan proses penyempitan pada pembuluh darah dan lain-
lain.
4. Gangguan / Masalah Kebutuhan Oksigenasi
a. Hipoksia
Tidak kuatnya pemenuhuan O2 seluler akibat dari defisiensi
O2 yang didinspirasi atau meningkatnya penggunaan O2 pada
tingkat seluler.Hipoksia dapat disebabkan oleh menurunnya
hemoglobin, kerusakan gangguan ventilasi, menurunnya perfusi
jaringan seperti pada syok, berkurannya konsentrasi O2 jika
berada dipuncak gunung.Tanda tanda Hipoksia adalah kelelahan,
kecemasan menurunnya kemampuan konsentrasi, nadi meningkat,
pernafasan cepat dan dalam sianosis, sesak nafas.

30
b. Takipnea
Takipnea adalah frekuensi pernapasan teratur namun cepat secara
tidak merata (> 24x/ menit)
c. Bradipnea
Adalah frekuensi pernapasan teratur namun lambat secara tidak
normal( kurang dari 12x /menit)
d. Hiperventilasi
Merupakan upaya tubuh dalam meningkatkan jumlah O2 dalam
paru-paru agar pernafasan lebih cepat dan dalam.Hiperventilasi
dapat disebabkan karena kecemasan, infeksi, keracunan obat-
obatan, keseimbangan asam basa seperti asidosis metabolik
Tanda-tanda hiperventilasi adalah takikardi, nafas pendek, nyeri
dada, menurunnya konsentrasi, disorientasi, tinnitus.
e. Kusmaul
Adalah pernapasan cepat secara tidak normal dan frekuensi
meningkat, misal dalam keadaan asidosis metabolik
f. Hipoventilasi
Terjadi ketika ventilasi alveolar tidak adekuat untuk memenuhi
penggunaan O2 tubuh atau untuk mengeluarkan CO2 dengan
cukup.Biasanya terjadi pada keadaaan atelektasis (Kolaps
Paru).Tanda-tanda dan gejalanya pada keadaan hipoventilasi
adalah nyeri kepala, penurunan kesadaran, disorientasi, ketidak
seimbangan elektrolit.
g. Dispnea
Merupakan perasaan sesak dan berat saat bernafas.
h. Ortopnea
Merupakan kesulitan bernafas kecuali dalam posisi duduk atau
berdiri dan pola ini sering di temukan pada seseorang yang
mengalami kongestik paru.

31
i. Cheyne stokes
Merupakan frekuensi dan kedalaman pernapasan tidak teratur, di
tandai dengan periode apnea dan hiperventilasi yang berubah-ubah.
j. Pernapasan paradoksial
Merupakan pernapasan dimana dinding paru-paru bergerak
berlawanan arah dari keadaan normal.
k. Biot
Merupakan pernapasan dangkal secara tidak normal untuk dua atau
tiga napas di ikuti periode apnea yang tidak teratur.
l. Stridor
Merupakan pernapasan bising yang terjadi karena penyempitan
pada saluran pertanyaan.
m. Obstruksi jalan napas
Merupakan gangguan yang menimbulkan penyumbatan pada
saluran pernapasan.
n. Pertukaran gas
Merupakan proses pengambilan gas oksigen dari lingkungan dan
pengeluaran karbon dioksida dari dalam tubuh makhluk hidup.
Bernafas merupakan salah satu ciri utama makhluk hidup. Proses
pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida berlangsung secara
difusi. Oksigen akan menuju semua sel dalam semua jaringan
melalui alat-alat pernafasan.
5. Tindakan untuk mengatasi masalah kebutuhan oksigenasi
a. Latihan napas
Latihan napas merupakan cara bernapas untuk memperbaiki
ventilasi alveoli atau memelihara pertukaran gas, mencegah
atelektaksis, meningkatkan efisiensi batuk, dan dapat mengurangi
stress.
Prosedur Kerja :
1) Cuci tangan
2) Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan

32
3) Atur posisi pasien untuk duduk atau telentang
4) Anjurkan pasien untuk mulai latihan dengan cara menarik
napas terlebih dahulu melalui hidung dengan mulut tertutup.
5) Kemudian anjurkan pasien untuk menahan napas sekitar 1-1,5
detik dan disusul dengan menghembuskan napas melalui bibir
dengan bentuk mulut seperti orang meniup
6) Catat respon pada pasien yang terjadi
7) Cuci tangan anda
b. Latihan batuk efektif
Latihan batuk efektif merupakan cara melatih pasien yang tidak
memiliki kemampuan batuk secara efektif untuk membersihkan
jalan napas (laring, trachea, dan bronkhiolus) dari secret atau
benda asing.
Prosedur Kerja :
1) Cuci tangan
2) Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan
3) Atur posisi pasien dengan duduk di tepi tempat tidur dan
membungkuk ke depan
4) Anjurkan pasien untuk menarik napas, secara pelan dan dalam,
dengan menggunakan pernapasan diafragma
5) Setelah itu minta pasien menaahan napas selama ± 2 detik
6) Batukkan pasien 2 kali dengan mulut terbuka
7) Minta pasien melakukan Tarik napas dengan ringan
8) Istirahat
9) Catat respons yang terjadi pada pasien
10) Cuci tangan anda
c. Pemberian oksigen
Pemberian oksigen merupakan tindakan memberikan oksigen
kedalam paru-paru melalui saluran pernapasan dengan alat bantu
oksigen. Pemberian oksigen pada pasien dapat melalui tiga cara
yaitu, : melalui kanula, nasal, dan masker.

33
Tujuan pemberian oksigen adalah :
1) Memenuhi kebutuhan oksigen
2) Mencegah terjadinya hipoksia
3) Membantu kelancaran metabolism
4) Sebagai tindakan pengobatan
5) Mengurangi beban kerja alat nafas dan jantung

Persiapan Alat dan Bahan :


1) Tabung oksigen lengkap dengan flowmeter dan humidifier
2) Nasal kateter, kanula, atau masker
3) Vaselin,/lubrikan atau pelumas (jelly)

Prosedur Kerja :
1) Cuci tangan
2) Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan
3) Cek flowmeter dan humidifier
4) Hidupkan tabung oksigen
5) Atur posisi semifowler atau posisi yang telah disesuaikan
dengan kondisi pasien
6) Berikan oksigen melalui kanula atau masker
7) Apabila menggunakan kateter, ukur dulu jarak hidung dengan
telinga, setelah itu berikan lubrikan dan masukkan
8) Catat pemberian dan lakukan observasi pada pasien
9) Cuci tangan anda
d. Fisioterapi dada
Fisioterapi dada merupakan tindakan melakukan postural
drainage, clapping, dan vibrating pada pasien dengan gangguan
system pernapasan untuk meningkatkan efisiensi pola pernapasan
dan membersihkan jalan napas.

34
Tujuan fisioterapi dada adalah :
1) Mefisiensi pola pernafasan
2) Membersihkan jalan nafas
Persiapan Alat dan Bahan:
1) Pot sputum berisi desinfektan
2) Kertas tisu
3) Dua balok tempat tidur (untuk postural drainage)
4) Satu bantal (untuk postural drainage)

Prosedur Kerja fisioterapi dada antara lain sebagai berikut :


a. Postural drainage
Merupakan tindakan dengan menempatkan pasien dalam
berbagai posisi untuk mengalirkan sekret di saluran
pernafasan.
Tindakan postural drainase diikuti dengan
tindakan clapping (penepukan) dan vibrating (vibrasi/getaran).
1) Cuci tangan
2) Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan
dilaksanakan
3) Miringkan pasien kekiri (untuk membersihkan bagian
paru-paru kanan)
4) Miringkan pasien kekanan (untuk membersihkan badian
paru-paru kiri)
5) Miringkan pasien ke kiri dengan tubuh bagian belakang
kanan disokong satu bantal (untuk membersihkan bagian
lobus tengah)
6) Lakukan postural drainage ± 10-15 menit
7) Observasi tanda vital selama prosedur
8) Setelah pelaksanaan postural drainage, dilakukan
clapping, vibrating, dan suction
9) Lakukan hingga lender bersih

35
10) Catat respon yang terjadi pada pasien
11) Cuci tangan
12) Untuk posisi ini, pasien berbaring tengkurap di tempat
tidur datar atau meja. Dua bantal harus ditempatkan di
bawah pinggul.Pengasuh Perkusi dan bergetar atas bagian
bawah tulang belikat, di kedua sisi kanan dan kiri tulang
belakang, menghindari perkusi langsung atau getaran
selama tulang belakang itu sendiri.
b. Clapping (penepukan)
Clapping dilakukan dengan menepuk dada posterior dan
memberikan getaran (vibrasi) tangan pada daerah tersebut
yang dilakukan pada saat pasien ekspirasi. Prosedur tindakan :
1) Cuci tangan
2) Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan
dilaksanakan
3) Atur posisi pasien sesuai dengan kodisinya
4) Lakukan clapping dengan cara kedua tangan perawat
menepuk punggung pasien secara bergantian hingga ada
rangsangan batuk
5) Bila pasien sudah batuk, berhenti sebentar dan anjurkan
untuk menampung sputum pada pot sputum
6) Lakukan hingga lendir bersih
7) Catat respon yang terjadi pada pasien
8) Cuci tangan
c. Vibrating (menggetarkan)
Suatu tindakan yang diberikan kepada penderita dengan jalan
latihan bernapas, menggetarkan daerah dinding dada.
Prosedur tindakan :
1) Cuci tangan
2) Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan
dilaksanakan

36
3) Atur posisi pasien sesuai dengan kondisinya
4) Lakukan vibrating dengan menganjurkan pasien untuk
menarik napas dalam dan meminta pasien untuk
mengularkan napas perlahan-lahan. Untuk itu, letakkan
kedua tangan diatas bagian samping depan dari cekungan
iga dan getarkan secara perlahan-lahan.hal tersebut
dilakukan secara berkali-kali hingga pasien ingin batuk dan
mengeluarkan sputum
5) Bila pasien sudah batuk, berhenti sebentar dan anjurkan
untuk menampung sputum di pot sputum
6) Lakukan hingga lendir bersih
7) Catat respon yang terjadi pada pasien
8) Cuci tangan
d. Pengisapan lender
Pengisapan lender (suction) merupakan tindakan perawatan
yang dilakukan pada yang tidak mampu mengeluarkan secret
dan lendir secara mandiri dengan mnggunakan alat penghisap.
Tujuan pengisapan lendir :
1) Membersihkan jalan nafas
2) Memenuhi kebutuhan oksigen

Persiapan Alat dan Bahan:


1) Alat pengisap lendir dengan botol yang berisi larutan
desinfektan
2) Kateter pengisap lender
3) Pinset steril
4) Dua kom berisi laturan akuades/NaC1 0,9% dan larutan
desinfektan
5) Kasa steril
6) Kertas tisu

37
Prosedur Kerja :
1) Cuci tangan
2) Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan
diaksanakan
3) Atur pasien dalam posisi telentang dan kepala miring
kearah perawat
4) Gunakan sarung tanganHubungakan kateter penghisap
dengan selang penghisap
5) Hidupkan mesin penghisap
6) Lakukan penghisapan lendir dengan memasukkna kateter
pengisap ke dalam kom berisi akuades atau NaC1 0,9%
untuk mencegah trauma mukosaMasukkan kateter pengisap
dalam keadaan tidak mengisap
7) Tarik lendir dengan memutar kateter pengisap sekitar 3-5
detik
8) Bilas kateter dengan akuades atau NaC1 0,9%
9) Lakukan hingga lendir bersih
10) Catat respon yang terjadi
11) Cuci tangan

C. Konsep Dasar Penyakit Asma Bronkial


1. Definisi
Asma merupakan gangguan radang kronik saluran napas. Saluran
napas yang mengalami radang kronik bersifat hiperresponsif sehingga
apabila terangsang oleh factor risiko tertentu, jalan napas menjadi
tersumbat dan aliran udara terhambat karena konstriksi bronkus,
sumbatan mukus, dan meningkatnya proses radang (Almazini, 2012)
Asma adalah suatu keadaan di mana saluran nafas mengalami
penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang
menyebabkan peradangan, penyempitan ini bersifat sementara. Asma
dapat terjadi pada siapa saja dan dapat timbul disegala usia, tetapi

38
umumnya asma lebih sering terjadi pada anak-anak usia di bawah 5
tahun dan orang dewasa pada usia sekitar 30 tahunan (Saheb, 2011)
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang
melibatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan
peningkatan hiperresponsivitas saluran napas yang menimbulkan
gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat,
batuk terutama malam hari dan atau dini hari. Episodik tersebut
berhubungan dengan obstruksi saluran napas yang luas, bervariasi dan
seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan (Boushey,
2005; Bousquet, 2008)
Istilah asma berasal dari kata Yunani yang artinya “terengah-engah”
dan berarti serangan nafas pendek (Price, 1995 cit Purnomo 2008).
Nelson (1996) dalam Purnomo (2008) mendefinisikan asma sebagai
kumpulan tanda dan gejala wheezing(mengi) dan atau batuk dengan
karakteristik sebagai berikut; timbul secara episodik dan atau kronik,
cenderung pada malam hari/dini hari (nocturnal), musiman, adanya
faktor pencetus diantaranya aktivitas fisik dan bersifat reversibel baik
secara spontan maupun dengan penyumbatan, serta adanya riwayat
asma atau atopi lain pada pasien/keluarga, sedangkan sebab-sebab lain
sudah disingkirkan
Batasan asma yang lengkap yang dikeluarkan oleh Global Initiative
for Asthma (GINA) (2006) didefinisikan sebagai gangguan inflamasi
kronik saluran nafas dengan banyak sel yang berperan, khususnya sel
mast, eosinofil, dan limfosit T. Pada orang yang rentan inflamasi ini
menyebabkan mengi berulang, sesak nafas, rasa dada tertekan dan
batuk, khususnya pada malam atau dini hari. Gejala ini biasanya
berhubungan dengan penyempitan jalan nafas yang luas namun
bervariasi, yang sebagian bersifat reversibel baik secara spontan
maupun dengan pengobatan, inflamasi ini juga berhubungan dengan
hiperreaktivitas jalan nafas terhadap berbagai rangsangan.

39
Asma adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh keadaan saluran
nafas yang sangat peka terhadap berbagai rangsangan, baik dari dalam
maupun luar tubuh. Akibat dari kepekaan yang berlebihan ini
terjadilah penyempitan saluran nafas secara menyeluruh (Abidin,
2002).
2. Klasifikasi
Berdasarkan kegawatan asma, maka asma dapat dibagi menjadi :
a. Asma bronkhiale
Asthma Bronkiale merupakan suatu penyakit yang ditandai
dengan adanya respon yang berlebihan dari trakea dan bronkus
terhadap bebagai macam rangsangan, yang mengakibatkan
penyempitan saluran nafas yang tersebar luas diseluruh paru dan
derajatnya dapat berubah secara sepontan atau setelah mendapat
pengobatan
b. Status asmatikus
Yakni suatu asma yang refraktor terhadap obat-obatan yang
konvensional (Smeltzer, 2001). status asmatikus merupakan
keadaan emergensi dan tidak langsung memberikan respon
terhadap dosis umum bronkodilator (Depkes RI, 2007).
Status Asmatikus yang dialami penderita asma dapat berupa
pernapasan wheezing, ronchi ketika bernapas (adanya suara
bising ketika bernapas), kemudian bisa berlanjut menjadi
pernapasan labored (perpanjangan ekshalasi), pembesaran vena
leher, hipoksemia, respirasi alkalosis, respirasi sianosis, dyspnea
dan kemudian berakhir dengan tachypnea. Namun makin
besarnya obstruksi di bronkus maka suara wheezing dapat hilang
dan biasanya menjadi pertanda bahaya gagal pernapasan (Brunner
& Suddarth, 2001).

40
c. Asthmatic Emergency
Yakni asma yang dapat menyebabkan kematian

Klasifikasi asma menurut (Hartantyo, 1997, cit Purnomo 2008)


a. Asma ekstrinsik
Asma ekstrinsik adalah bentuk asma paling umum yang
disebabkan karena reaksi alergi penderita terhadap allergen dan
tidak membawa pengaruh apa-apa terhadap orang yang sehat.
b. Asma intrinsik
Asma intrinsik adalah asma yang tidak responsif terhadap
pemicu yang berasal dari allergen. Asma ini disebabkan oleh
stres, infeksi dan kodisi lingkungan yang buruk seperti
klembaban, suhu, polusi udara dan aktivitas olahraga yang
berlebihan.
Menurut Global Initiative for Asthma (GINA) (2006)
penggolongan asma berdasarkan beratnya penyakit dibagi 4
(empat) yaitu:
c. Asma Intermiten (asma jarang)
1) gejala kurang dari seminggu
2) serangan singkat
3) gejala pada malam hari < 2 kali dalam sebulan
4) FEV 1 atau PEV > 80%
5) PEF atau FEV 1 variabilitas 20% – 30%
d. Asma mild persistent (asma persisten ringan)
1) gejala lebih dari sekali seminggu
2) serangan mengganggu aktivitas dan tidur
3) gejala pada malam hari > 2 kali sebulan
4) FEV 1 atau PEV > 80%
5) PEF atau FEV 1 variabilitas < 20% – 30%

41
e. Asma moderate persistent (asma persisten sedang)
1) gejala setiap hari
2) serangan mengganggu aktivitas dan tidur
3) gejala pada malam hari > 1 dalam seminggu
4) FEV 1 tau PEV 60% – 80%
5) PEF atau FEV 1 variabilitas > 30%
f. Asma severe persistent (asma persisten berat)
1) gejala setiap hari
2) serangan terus menerus
3) gejala pada malam hari setiap hari
4) terjadi pembatasan aktivitas fisik
5) FEV 1 atau PEF = 60%
6) PEF atau FEV variabilitas > 30%

Selain berdasarkan gejala klinis di atas, asma dapat diklasifikasikan


berdasarkan derajat serangan asma yaitu: (GINA, 2006)

a. Serangan asma ringan dengan aktivitas masih dapat berjalan,


bicara satu kalimat, bisa berbaring, tidak ada sianosis dan mengi
kadang hanya pada akhir ekspirasi,
b. Serangan asma sedang dengan pengurangan aktivitas, bicara
memenggal kalimat, lebih suka duduk, tidak ada sianosis, mengi
nyaring sepanjang ekspirasi dan kadang -kadang terdengar pada
saat inspirasi,
c. Serangan asma berat dengan aktivitas hanya istirahat dengan
posisi duduk bertopang lengan, bicara kata demi kata, mulai ada
sianosis dan mengi sangat nyaring terdengar tanpa stetoskop,
d. Serangan asma dengan ancaman henti nafas, tampak kebingunan,
sudah tidak terdengar mengi dan timbul bradikardi.

Perlu dibedakan derajat klinis asma harian dan derajat serangan


asma. Seorang penderita asma persisten (asma berat) dapat
mengalami serangan asma ringan. Sedangkan asma ringan dapat

42
mengalami serangan asma berat, bahkan serangan asma berat yang
mengancam terjadi henti nafas yang dapat menyebabkan kematian

3. Etiologi Asma
Sampai saat ini etiologi dari Asma Bronkhial belum diketahui. Suatu
hal yang yang menonjol pada penderita Asma adalah fenomena
hiperaktivitas bronkus. Bronkus penderita asma sangat peka terhadap
rangsangan imunologi maupun non imunologi.
Adapun rangsangan atau faktor pencetus yang sering menimbulkan
Asma adalah: (Smeltzer & Bare, 2002).
a. Faktor ekstrinsik (alergik) : reaksi alergik yang disebabkan oleh
alergen atau alergen yang dikenal seperti debu, serbuk-serbuk,
bulu-bulu binatang.
b. Faktor intrinsik(non-alergik) : tidak berhubungan dengan alergen,
seperti common cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi,
dan polutan lingkungan dapat mencetuskan serangan.
c. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai
karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik

Menurut The Lung Association of Canada, ada dua faktor


yang menjadi pencetus asma :

a. Pemicu Asma (Trigger)


Pemicu asma mengakibatkan mengencang atau menyempitnya
saluran pernapasan (bronkokonstriksi). Pemicu tidak
menyebabkan peradangan. Trigger dianggap menyebabkan
gangguan pernapasan akut, yang belum berarti asma, tetapi bisa
menjurus menjadi asma jenis intrinsik.
Gejala-gejala dan bronkokonstriksi yang diakibatkan oleh pemicu
cenderung timbul seketika, berlangsung dalam waktu pendek dan
relatif mudah diatasi dalam waktu singkat. Namun, saluran
pernapasan akan bereaksi lebih cepat terhadap pemicu, apabila

43
sudah ada, atau sudah terjadi peradangan. Umumnya pemicu yang
mengakibatkan bronkokonstriksi adalah perubahan cuaca, suhu
udara, polusi udara, asap rokok, infeksi saluran pernapasan,
gangguan emosi, dan olahraga yang berlebihan.
b. Penyebab Asma (Inducer)
Penyebab asma dapat menyebabkan peradangan (inflamasi) dan
sekaligus hiperresponsivitas (respon yang berlebihan) dari saluran
pernapasan. Inducerdianggap sebagai penyebab asma yang
sesungguhnya atau asma jenis ekstrinsik. Penyebab asma dapat
menimbulkan gejala-gejala yang umumnya berlangsung lebih
lama (kronis), dan lebih sulit diatasi. Umumnya penyebab asma
adalah alergen, yang tampil dalam bentuk ingestan (alergen yang
masuk ke tubuh melalui mulut), inhalan (alergen yang dihirup
masuk tubuh melalui hidung atau mulut), dan alergen yang didapat
melalui kontak dengan kulit ( VitaHealth, 2006).

Sedangkan Lewis et al. (2000) tidak membagi pencetus asma secara


spesifik. Menurut mereka, secara umum pemicu asma adalah:

a. Faktor predisposisi
1) Genetik
Faktor yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun
belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas.
Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai
keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya
bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena
penyakit Asma Bronkhial jika terpapar dengan faktor
pencetus. Selain itu hipersensitivitas saluran pernapasannya
juga bisa diturunkan.

44
b. Faktor presipitasi
1) Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
a) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan seperti
debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri
dan polusi.
b) Ingestan, yang masuk melalui mulut yaitu makanan
(seperti buah-buahan dan anggur yang mengandung
sodium metabisulfide) dan obat-obatan (seperti aspirin,
epinefrin, ACE- inhibitor, kromolin).
c) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan
kulit. Contoh : perhiasan, logam dan jam tangan

Pada beberapa orang yang menderita asma respon terhadap Ig


E jelas merupakan alergen utama yang berasal dari debu,
serbuk tanaman atau bulu binatang. Alergen ini menstimulasi
reseptor Ig E pada sel mast sehingga pemaparan terhadap
faktor pencetus alergen ini dapat mengakibatkan degranulasi
sel mast. Degranulasi sel mast seperti histamin dan protease
sehingga berakibat respon alergen berupa asma.

2) Olahraga
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika
melakukan aktivitas jasmani atau olahraga yang berat.
Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah
selesai beraktifitas. Asma dapat diinduksi oleh adanya
kegiatan fisik atau latihan yang disebut sebagai Exercise
Induced Asthma (EIA) yang biasanya terjadi beberapa saat
setelah latihan.misalnya: jogging, aerobik, berjalan cepat,
ataupun naik tangga dan dikarakteristikkan oleh adanya
bronkospasme, nafas pendek, batuk dan wheezing. Penderita

45
asma seharusnya melakukan pemanasan selama 2-3 menit
sebelum latihan.
3) Infeksi bakteri pada saluran napas
Infeksi bakteri pada saluran napas kecuali sinusitis
mengakibatkan eksaserbasi pada asma. Infeksi ini
menyebabkan perubahan inflamasi pada sistem trakeo
bronkial dan mengubah mekanisme mukosilia. Oleh karena
itu terjadi peningkatan hiperresponsif pada sistem bronkial.
4) Stres
Stres / gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan
asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang
sudah ada. Penderita diberikan motivasi untuk mengatasi
masalah pribadinya, karena jika stresnya belum diatasi maka
gejala asmanya belum bisa diobati.
5) Gangguan pada sinus
Hampir 30% kasus asma disebabkan oleh gangguan pada
sinus, misalnya rhinitis alergik dan polip pada hidung. Kedua
gangguan ini menyebabkan inflamasi membran mukus.
6) Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin
sering mempengaruhi Asma. Atmosfir yang mendadak
dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan Asma.
Kadangkadang serangan berhubungan dengan musim, seperti
musim hujan, musim kemarau.

46
4. Patofisiologi Asma
Tiga unsur yang ikut serta pada obstruksi jalan udara penderita asma
adalah spasme otot polos, edema dan inflamasi membran mukosa
jalan udara, dan eksudasi mucus intraliminal, sel-sel radang dan debris
selular. Obstruksi menyebabkan pertambahan resistensi jalan udara
yang merendahkan volume ekspresi paksa dan kecepatan aliran,
penutupan prematur jalan udara, hiperinflasi paru, bertambahnya kerja
pernafasan, perubahan sifat elastik dan frekuensi pernafasan.
Walaupun jalan udara bersifat difus, obstruksi menyebabkan
perbedaaan satu bagian dengan bagian lain, ini berakibat perfusi
bagian paru tidak cukup mendapat ventilasi dan menyebabkan
kelainan gas-gas darah terutama penurunan pCO2 akibat
hiperventilasi.
Pada respon alergi di saluran nafas, antibodi IgE berikatan dengan
alergen menyebabkan degranulasi sel mast. Akibat degranulasi
tersebut, histamin dilepaskan. Histamin menyebabkan konstriksi otot
polos bronkiolus. Apabila respon histamin berlebihan, maka dapat
timbul spasme asmatik. Karena histamin juga merangsang
pembentukan mukkus dan meningkatkan permiabilitas kapiler, maka
juga akan terjadi kongesti dan pembengkakan ruang iterstisium paru.
Individu yang mengalami asma mungkin memiliki respon IgE yang
sensitif berlebihan terhadap sesuatu alergen atau sel-sel mast-nya
terlalu mudah mengalami degranulasi. Di manapun letak
hipersensitivitas respon peradangan tersebut, hasil akhirnya adalah
bronkospasme, pembentukan mukus, edema dan obstruksi aliran
udara.

47
Gambar 4. Patofisiologi asma

48
5. Pathway Asma

Predisposisi (Gen) Prepitasi (Alergen,


Aktivitas, Infeksi Saluran
Nafas,Infeksi)

Kelainan
SaluranNapaas

Antibodi IgE + Sel Mast

Histamin

Otot Polos Bronkus Kontraksi

Edema Spasme Mukus

Diameter Bronkus Kecil

Hiperventilasi

Sesak Whezzing

PathwayAsma

49
Pathway Asma

6. Manifestasi Klinis Asma


Gambaran klasik penderita asma berupa sesak nafas, batuk-batuk dan
mengi (whezzing) telah dikenal oleh umum dan tidak sulit untuk
diketahui. Batuk-batuk kronis dapat merupakan satu-satunya gejala
asma dan demikian pula rasa sesak dan berat didada.
Tetapi untuk melihat tanda dan gejala asma sendiri dapat digolongkan
menjadi :
a. Asma tingkat I
Yaitu penderita asma yang secara klinis normal tanpa tanda dan
gejala asma atau keluhan khusus baik dalam pemeriksaan fisik

50
maupun fungsi paru. Asma akan muncul bila penderita terpapar
faktor pencetus atau saat dilakukan tes provokasi bronchial di
laboratorium.
b. Asma tingkat II
Yaitu penderita asma yang secara klinis maupun pemeriksaan
fisik tidak ada kelainan, tetapi dengan tes fungsi paru nampak
adanya obstruksi saluran pernafasan. Biasanya terjadi setelah
sembuh dari serangan asma.
c. Asma tingkat III
Yaitu penderita asma yang tidak memiliki keluhan tetapi pada
pemeriksaan fisik dan tes fungsi paru memiliki tanda-tanda
obstruksi. Biasanya penderita merasa tidak sakit tetapi bila
pengobatan dihentikan asma akan kambuh.
d. Asma tingkat IV
Yaitu penderita asma yang sering kita jumpai di klinik atau rumah
sakit yaitu dengan keluhan sesak nafas, batuk atau nafas berbunyi.
Pada serangan asma ini dapat dilihat yang berat dengan gejala-
gejala yang makin banyak antara lain :
1) Kontraksi otot-otot bantu pernafasan, terutama sternokliedo
mastoideus
2) Sianosis
3) Silent Chest
4) Gangguan kesadaran
5) Tampak lelah
6) Hiperinflasi thoraks dan takhikardi
e. Asma tingkat V
Yaitu status asmatikus yang merupakan suatu keadaan darurat
medis beberapaserangan asma yang berat bersifat refrakter
sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai. Karena pada
dasarnya asma bersifat reversible maka dalam kondisi apapun
diusahakan untuk mengembalikan nafas ke kondisi normal

51
7. Komplikasi Asma
a. Mengancam pada gangguan keseimbangan asam basa dan gagal
nafas
b. Chronic persisten bronhitis
c. Bronchitis
d. Pneumonia
e. Emphysema

Meskipun serangan asma jarang ada yang fatal, kadang terjadireaksi


kontinu yang lebih berat, yang disebut “status asmatikus”, kondisi ini
mengancam hidup (Smeltzer & Bare, 2002).

Asma

52
8. Pemeriksaan Penunjang Asma
a. Pemeriksaan sputum
Pada pemeriksaan sputum ditemukan :
1) Kristal –kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi
dari kristal eosinofil.
2) Terdapatnya Spiral Curschman, yakni spiral yang merupakan
silinder sel-sel cabang-cabang bronkus
3) Terdapatnya Creole yang merupakan fragmen dari epitel
bronkus
4) Terdapatnya neutrofil eosinofil
b. Pemeriksaan darah
Pada pemeriksaan darah yang rutin diharapkan eosinofil
meninggi, sedangkan leukosit dapat meninggi atau normal,
walaupun terdapat komplikasi asma
c. Gas analisa darah
Terdapat hasil aliran darah yang variabel, akan tetapi bila terdapat
peninggian PaCO2 maupun penurunan pH menunjukkan
prognosis yang buruk
Kadang –kadang pada darah terdapat SGOT dan LDH yang
meninggi
Hiponatremi 15.000/mm3 menandakan terdapat infeksi
Pada pemeriksaan faktor alergi terdapat IgE yang meninggi pada
waktu seranggan, dan menurun pada waktu penderita bebas dari
serangan.
Pemeriksaan tes kulit untuk mencari faktor alergi dengan berbagai
alergennya dapat menimbulkan reaksi yang positif pada tipe asma
atopik.
d. Foto rontgen
Pada umumnya, pemeriksaan foto rontgen pada asma normal.
Pada serangan asma, gambaran ini menunjukkan hiperinflasi
paru berupa rradiolusen yang bertambah, dan pelebaran rongga

53
interkostal serta diagfragma yang menurun. Akan tetapi bila
terdapat komplikasi, kelainan yang terjadi adalah:
1) Bila disertai dengan bronkhitis, bercakan hilus akan
bertambah
2) Bila terdapat komplikasi emfisema (COPD) menimbulkan
gambaran yang bertambah.
3) Bila terdapat komplikasi pneumonia maka terdapat gambaran
infiltrat pada paru.
e. Pemeriksaan faal paru
1) Bila FEV1 lebih kecil dari 40%, 2/3 penderita menujukkan
penurunan tekanan sistolenya dan bila lebih rendah dari 20%,
seluruh pasien menunjukkan penurunan tekanan sistolik.
2) Terjadi penambahan volume paru yang meliputi RV hampi
terjadi pada seluruh asma, FRC selalu menurun, sedangan
penurunan TRC sering terjadi pada asma yang berat.
f. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi selama terjadi serangan asma dapat
dibagi atas tiga bagian dan disesuaikan dengan gambaran
emfisema paru, yakni :
1) Perubahan aksis jantung pada umumnya terjadi deviasi aksis
ke kanan dan rotasi searah jarum jam
2) Terdapatnya tanda-tanda hipertrofi jantung, yakni tedapat
RBBB
3) Tanda-tanda hipoksemia yakni terdapat sinus takikardi,
SVES, dan VES atau terjadinya relatif ST depresi.

54
9. Penatalaksanaan
Pengobatan asthma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non
farmakologik dan pengobatan farmakologik.
a. Penobatan non farmakologik
1) Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien
tentang penyakit asthma sehinggan klien secara sadar
menghindari faktor-faktor pencetus, serta menggunakan obat
secara benar dan berkonsoltasi pada tim kesehatan.
2) Menghindari faktor pencetus
Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan
asthma yang ada pada lingkungannya, serta diajarkan cara
menghindari dan mengurangi faktor pencetus, termasuk
pemasukan cairan yang cukup bagi klien.
3) Fisioterapi
Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran
mukus. Ini dapat dilakukan dengan drainage postural, perkusi
dan fibrasi dada.
b. Pengobatan farmakologik
1) Agonis beta
Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot
dan jarak antara semprotan pertama dan kedua adalan 10
menit. Yang termasuk obat ini adalah metaproterenol (
Alupent, metrapel ).
2) Metil Xantin
Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat
ini diberikan bila golongan beta agonis tidak memberikan
hasil yang memuaskan. Pada orang dewasa diberikan 125-200
mg empatkali sehari.

55
3) Kortikosteroid
Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon
yang baik, harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam
bentuk aerosol ( beclometason dipropinate ) dengan disis 800
empat kali semprot tiap hari. Karena pemberian steroid yang
lama mempunyai efek samping maka yang mendapat steroid
jangka lama harus diawasi dengan ketat.
4) Kromolin
Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-
anak . Dosisnya berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari.
5) Ketotifen
Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg
perhari. Keuntunganya dapat diberikan secara oral.
6) Iprutropioum bromide (Atroven)
Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk
aerosol dan bersifat bronkodilator.
Pengobatan selama serangan status asthmatikus
1) Infus RL : D5 = 3 : 1 tiap 24 jam
2) Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul
3) Aminophilin bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-pelan
selama 20 menit dilanjutka drip Rlatau D5 mentenence (20
tetes/menit) dengan dosis 20 mg/kg bb/24 jam.
4) Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara sub kutan.
5) Dexamatason 10-20 mg/6jam secara intra vena.
6) Antibiotik spektrum luas

56
D. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Oksigenasi
1. Pengkajian Keperawatan
Secara umum pengkajian dimulai dengan mengumpulkan data tentang :
a. Biodata pasien (umur, sex, pekerjaan, pendidikan)
Umur pasien bisa menunjukkan tahap perkembangan pasien baik
secara fisik maupun psikologis, jenis kelamin dan pekerjaan perlu
dikaji untuk mengetahui hubungan dan pengaruhnya terhadap
terjadinya masalah/penyakit, dan tingkat pendidikan dapat
berpengaruh terhadap pengetahuan klien tentang
masalahnya/penyakitnya.
b. Keluhan utama dan riwayat keluhan utama (PQRST)
Keluhan utama adalah keluhan yang paling dirasakan mengganggu
oleh klien pada saat perawat mengkaji, dan pengkajian tentang
riwayat keluhan utama seharusnya mengandung unsur PQRST
(Paliatif/Provokatif, Quality, Regio, Skala, dan Time)
c. Riwayat perkembangan
1) Neonatus : 30 - 60 x/mnt
2) Bayi : 44 x/mnt
3) Anak : 20 - 25 x/mnt
4) Dewasa : 15 - 20 x/mnt
5) Dewasa tua : volume residu meningkat, kapasitas vital
menurun
d. Riwayat kesehatan keluarga
Dalam hal ini perlu dikaji apakah ada anggota keluarga yang
mengalami masalah / penyakit yang sama.
e. Riwayat social
Perlu dikaji kebiasaan-kebiasaan klien dan keluarganya, misalnya :
merokok, pekerjaan, rekreasi, keadaan lingkungan, faktor-faktor
alergen dll.
f. Riwayat psikologis
Disini perawat perlu mengetahui tentang :

70
1) Perilaku / tanggapan klien terhadap masalahnya/penyakitnya
2) Pengaruh sakit terhadap cara hidup
3) Perasaan klien terhadap sakit dan therapi
4) Perilaku / tanggapan keluarga terhadap masalah/penyakit dan
therapi
5) Riwayat spiritual
6) Pemeriksaan fisik
7) Hidung dan sinus
8) Inspeksi : cuping hidung, deviasi septum, perforasi, mukosa
(warna, bengkak, eksudat, darah), kesimetrisan hidung.
9) Palpasi : sinus frontalis, sinus maksilaris
10) Faring
11) Inspeksi : warna, simetris, eksudat ulserasi, bengkak
12) Trakhea
13) Palpasi : dengan cara berdiri disamping kanan pasien, letakkan
jari tengah pada bagian bawah trakhea dan raba trakhea ke atas,
ke bawah dan ke samping sehingga kedudukan trakhea dapat
diketahui.
14) Thoraks
Inspeksi :
15) Postur, bervariasi misalnya pasien dengan masalah pernapasan
kronis klavikulanya menjadi elevasi ke atas.
16) Bentuk dada, pada bayi berbeda dengan orang dewasa. Dada
bayi berbentuk bulat/melingkar dengan diameter antero-
posterior sama dengan diameter tranversal (1 : 1). Pada orang
dewasa perbandingan diameter antero-posterior dan tranversal
adalah 1 : 2

71
Beberapa kelainan bentuk dada diantaranya :

1) Pigeon chest yaitu bentuk dada yang ditandai dengan diameter


tranversal sempit, diameter antero-posterior membesar dan
sternum sangat menonjol ke depan.
2) Funnel chest merupakan kelainan bawaan dengan ciri-ciri
berlawanan dengan pigeon chest, yaitu sternum menyempit ke
dalam dan diameter antero-posterior mengecil. Barrel chest
ditandai dengan diameter antero-posterior dan tranversal sama
atau perbandingannya 1 : 1.

Kelainan tulang belakang diantaranya :


1) Kiposis atau bungkuk dimana punggung melengkung/cembung
ke belakang.
2) Lordosis yaitu dada membusung ke depan atau punggung
berbentuk cekung.
3) Skoliosis yaitu tergeliatnya tulang belakang ke salah satu sisi.

Pola napas

1) Eupnea yaitu pernapasan normal dimana kecepatan 16 - 24


x/mnt, klien tenang, diam dan tidak butuh tenaga untuk
melakukannya,
2) Tachipnea yaitu pernapasan yang cepat, frekuensinya lebih dari
24 x/mnt, atau bradipnea yaitu pernapasan yang lambat,
frekuensinya kurang dari 16 x/mnt
3) Apnea yaitu keadaan terhentinya pernapasan.

Kaji volume pernapasan

1) Hiperventilasi yaitu bertambahnya jumlah udara dalam paru-


paru yang ditandai dengan pernapasan yang dalam dan panjang
2) Hipoventilasi yaitu berkurangnya udara dalam paru-paru yang
ditandai dengan pernapasan yang lambat.

72
Kaji sifat pernapasan apakah klien menggunakan
pernapasan dada yaitu pernapasan yang ditandai dengan
pengembangan dada, ataukah pernapasan perut yaitu
pernapasan yang ditandai dengan pengembangan perut.

Kaji ritme/irama pernapasan yang secara normal adalah


reguler atau irregular. Cheyne stokes yaitu pernapasan yang
cepat kemudian menjadi lambat dan kadang diselingi
apnea.Kusmaul yaitu pernapasan yang cepat dan dalam, atau
pernapasan biot yaitu pernapasan yang ritme maupun
amplitodunya tidak teratur dan diselingi periode apnea.

Perlu juga dikaji kesulitan bernapas klien, apakah


dispnea yaitu sesak napas yang menetap dan kebutuhan
oksigen tidak terpenuhi, ataukah ortopnea yaitu kemampuan
bernapas hanya bila dalam posisi duduk atau berdiri

Perlu juga dikaji bunyi napas

1) Tertor/mendengkur yang terjadi karena adanya


obstruksi jalan napas bagian atas
2) Stidor yaitu bunyi yang kering dan nyaring dan
didengar saat inspirasi
3) Wheezing yaitu bunyi napas seperti orang bersiul,
4) Rales yaitu bunyi yang mendesak atau bergelembung
dan didengar saat inspirasi
5) Ronchi yaitu bunyi napas yang kasar dan kering serta di
dengar saat ekspirasi.

Perlu juga dikaji batuk dan sekresinya, apakah klien


mengalami

1) Batuk produktif yaitu batuk yang diikuti oleh sekresi,


2) Non produktif yaitu batuk kering dan keras tanpa
sekresi

73
3) Hemoptue yaitu batuk yang mengeluarkan darah

Status sirkulasi, dalam hal ini perlu dikaji heart rate/denyut


nadi. Juga perlu dikaji tekanan darah

1) Hipertensi yaitu tekanan darah arteri yang tinggi


2) Hipotensi yaitu tekanan darah arteri yang rendah.

Juga perlu dikaji tentang oksigenasi pasien apakah

1) Anoxia yaitu suatu keadaan dengan jumlah oksigen


dalam jaringan kurang
2) Hipoxemia yaitu suatu keadaan dengan jumlah oksigen
dalam darah kurang
3) Hipoxia yaitu berkurangnya persediaan oksigen dalam
jaringan akibat kelainan internal atau eksternal
4) Cianosis yaitu warna kebiru-biruan pada mukosa
membran, kuku atau kulit akibat deoksigenasi yang
berlebihan dari Hb
5) Clubbing finger yaitu membesarnya jari-jari tangan
akibat kekurangan oksigen dalam waktu yang lama.

Palpasi :

Untuk mengkaji keadaan kulit pada dinding dada, nyeri


tekan, massa, peradangan, kesimetrisan ekspansi dan taktil
vremitus.Taktil vremitus adalah vibrasi yang dapat dihantarkan
melalui sistem bronkhopulmonal selama seseorang berbicara.
Normalnya getaran lebih terasa pada apeks paru dan dinding
dada kanan karena bronkhus kanan lebih besar.Pada pria lebih
mudah terasa karena suara pria besar.

74
2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang lazim terjadi pada pasien dengan


gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi diantaranya adalah :

a. Bersihan jalan nafas tidak efektif


b. Pola napas tidak efektif
c. Gangguan pertukaran gas
d. Penurunan kardiak output
e. Rasa berduka
f. Koping tidak efektif
g. Perubahan rasa nyaman
h. Potensial/resiko infeksi
i. Interaksi sosial terganggu
j. Intoleransi aktifitas, dll sesuai respon klien

Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi

a. Bersihan jalan napas tidak efektif


Yaitu tertumpuknya sekresi atau adanya obstruksi pada saluran
napas.
Tanda-tandanya :
1) Bunyi napas yang abnormal
2) Batuk produktif atau non produktif
3) Cianosis
4) Dispnea
5) Perubahan kecepatan dan kedalaman pernapasan

Kemungkinan faktor penyebab :

1) Sekresi yang kental atau benda asing yang menyebabkan


obstruksi
2) Kecelakaan atau trauma (trakheostomi)

75
3) Nyeri abdomen atau nyeri dada yang mengurangi
pergerakan dada
4) Obat-obat yang menekan refleks batuk dan pusat
pernapasan
5) Hilangnya kesadaran akibat anasthesi
6) Hidrasi yang tidak adekuat, pembentukan sekresi yang
kental dan sulit untuk di expektoran
7) Immobilisasi
8) Penyakit paru menahun yang memudahkan penumpukan
sekresi

b. Pola napas tidak efektif


Yaitu respon pasien terhadap respirasi dengan jumlah suplay O2
kejaringan tidak adekuat.Tanda-tandanya :
1) Dispnea
2) Peningkatan kecepatan pernapasan
3) Napas dangkal atau lambat
4) Retraksi dada
5) Pembesaran jari (clubbing finger)
6) Pernapasan melalui mulut
7) Penambahan diameter antero-posterior
8) Cianosis, flail chest, ortopnea
9) Vomitus
10) Ekspansi paru tidak simetris

Kemungkinan faktor penyebab :

1) Tidak adekuatnya pengembangan paru akibat immobilisasi,


obesitas, nyeri
2) Gangguan neuromuskuler seperti : tetraplegia, trauma kepala,
keracunan obat anasthesi

76
3) Gangguan muskuloskeletal seperti : fraktur dada, trauma yang
menyebabkan kolaps paru
4) CPPO seperti : empisema, obstruksi bronchial, distensi alveoli
5) Hipoventilasi akibat kecemasan yang tinggi
6) Obstruksi jalan napas seperti : infeksi akut atau alergi yang
menyebabkan spasme bronchial atau oedema
7) Penimbunan CO2 akibat penyakit paru

c. Gangguan pertukaran gas


Yaitu perubahan asam basa darah sehingga terjadi asidosis
respiratori dan alkalosis respiratori.Tanda-tandanya :
1) Dispnea,
2) Abnormal gas darah arteri
3) Hipoksia
4) Gelisah
5) Takikardia
6) Sianosis
7) Hipoksemia
8) Tingkat kedalaman irama pernafasan abnormal

Kemungkinan penyebab :

1) Penumpukan cairan dalam paru


2) Gangguan pasokan oksigen
3) Obstruksi saluran pernapasan
4) Bronkhospasme
5) Edema paru
6) Pembedahan paru

77
d. Penurunan kardiak output
Tanda-tandanya :
1) Kardiak aritmia
2) Tekanan darah bervariasi
3) Takikhardia atau bradikhardia
4) Cianosis atau pucat
5) Kelemahan, vatigue
6) Distensi vena jugularis
7) Output urine berkurang
8) Oedema
9) Masalah pernapasan (ortopnea, dispnea, napas pendek, rales dan
batuk)

Kemungkinan penyebab :

1) Disfungsi kardiak output akibat penyakit arteri koroner,


penyakit jantung
2) Berkurangnya volume darah akibat perdarahan, dehidrasi, reaksi
alergi dan reaksi kegagalan jantung
3) Cardiak arrest akibat gangguan elektrolit
4) Ketidakseimbangan elektrolit seperti kelebihan potassiom dalam
darah

3. Rencana Keperawatan
a. Bersihan jalan napas tidak efektif
Intervensi:
1) Auskultasi dada bagian anterior dan posterior
Rasional : untuk mengetahui adanya penurunan atau tidaknya
ventilasi dan bunyi tambahan.
2) Lakukan pengisapan jalan napas bila diperlukan

78
Rasional : Merangsang terjadinya batuk atau pembersihan jalan
napas secara mekanik pada pasien yang tak mampu batuk secara
efektif dan penurunan kesadaran

3) Pertahankan kaedekuatan hidrasi untuk menurunkan viskositas


sekresi.
Rasional : memobilisasi keluarnya sputum
4) Instruksikan untuk batuk efektif & teknis napas
dalam untuk memudahkan keluarnya sekresi.
Rasional : memudahkan ekspansi maksimal paru atau jalan napas
lebih kecil dan membantu silia untuk mempermudah jalan napas
5) Kolaborasi dengan berikan obat sesuai indikasi: mukolitik,
ekspektoran, bronkodilator, analgesic
Rasional : Untuk menurunkan spasme bronkus dengan mobilisasi
sekret.
6) Kolaborasi dengan berikan obat sesuai indikasi :mukolitik,
ekspektoran, bronkodilator.

Rasional : untuk menurunkan spasme bronkus dengan


mobilisasi sekret

7) Kolaborasi dengan bantu mengawasi efek pengobatan nebulizer


dan fisioterapi lain mis : spiromerti iasentif, perkusi, drainase
postural.
Rasional : memudahkan pengenceran dan pembuangan secret.

b. Pola napas tidak efektif


1) Tinggikan kepala tempat tidur, letakkan pada posisi semi fowler
Rasional : Merangsang fungsi pernapasan atau ekspansi paru
2) Bantu klien untuk melakukan batuk efektif & napas dalam
Rasional : Meningkatkan gerakan sekret ke jalan napas,
sehingga mudah untuk dikeluarkan
3) Berikan tambahan oksigen masker/ oksigen nasal sesuai indikasi

79
Rasional : Meningkatkan pengiriman oksigen ke paru untuk
kebutuhan sirkulasi.
4) Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian ekspektoran
Rasional : Membantu mengencerkan secret, sehingga mudah
untuk dikeluarkan

c. Gangguan pertukaran gas

1) Berikan O2 sesuai indikasi


Rasional : Meningkatkan konsentrasi oksigen alveolar dan dapat
memperbaiki hipoksemia jaringan
2) Pantau GDA Pasien
Rasional : Nilai GDA yang normal menandakan pertukaran gas
semakin membaik
3) Pantau pernapasan
Rasional : Untuk evaluasi distress pernapasan
4) Penurunan kardiak output
Palpasi nadi perifer
Rasional : Penurunan curah jantung dapat menunjukan
menurunnya nadi radial,popliteal,dorsalis pedis & pastibial
5) Observasi kuliat terhadap pucat dan sianosis
Rasional : Pucat menunjukan menurunnya perfusi perifer
terhadap tidak adekuatnya curah jantung, vasokontriksi &
anemia.
6) Pantau TTV
Rasional : TTV dalam batas normal menunjukan kerja jantung
normal
7) Kolaborasi pemberian O2
Rasional : Meningkatkan asupan oksigen dan mencegah
hipoksia.

80
4. Implementasi
Dilaksanakan berdasarkan intervensi keperawatan yang telah
ditentukan sebelumnya.

5. Evaluasi
Evaluasi dilakukan berdasarkan tujian dan outcome

81
BAB III

TINJAUAN KASUS

I. PENGKAJIAN
A. BIODATA
Nama : Tn. S
Usia : 66 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Suku Bangsa : Bugis
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Alamat : Jl. Srikaya 9 Rt. 15
Masuk Rumah Sakit : 13 Juli 2017 (tidak dituliskan jam saat masuk RS)
No. Registrasi : 380875
Ruangan : Seruni
Diagnosa Media : Asma Bronkhiale

B. RIWAYAT KEPERAWATAN
1. Keluhan utama :
a. Saat masuk (13 Juli 2017) (tidak dituliskan jam)
- Pasien mengatakan sesak nafas.
b. Saat mengkaji (18 Juli 2017) (tidak dituliskan jam)
- Pasien mengatakan batuk berdahak, sesak nafas sudah
berkurang.
2. Riwayat kesehatan :
a. Sekarang
- Pasien mengatakan awalnya sesak nafas dan di bawa ke
Rumah Sakit pada tanggal 13 juli 2017. Setelah 5 hari di
rawat sesak nafas sedikit berkurang.

82
Pada riwayat kesehatan sekarang seharusnya dijelaskan
secara mendetail mengenai mengapa pasien mengalami
sakit hingga masuk rumah sakit, atau secara singkat
dijelaskan kronologis bagaimana pasien ini bisa masuk
rumah sakit
b. Masa lalu
- Pasien mengatakan memiliki riwayat penyakit Asma.
Pada tahap ini kurang dikaji kapan terakhir penyakitnya
kambuh dan kapan terakhir pasien masuk RS dan yang
terpenting adalah kapan pasien menderita penyakit asma
dan karena apa.
c. Keluarga
- Pasien mengatakan tidak ada riwayat penyakit keturunan
atau keluarga.
Pada bagian ini kurang dikaji mengenai apakah pasien
mengidap penyakit menular
3. Genogram

83
Keterangan :

: Laki-laki

: Perempuan

: Meninggal

: Pasien

.... : Tinggal satu rumah

4. Riwayat perkawinan
- Pasien mengatakan sudah lama menikah dan memiliki 10 anak
dan memiliki banyak cucu.
Kurang dikaji mengenai riwayat perkawinan pasien
perkawinan yang pertama atau kedua jika ada.

C. DATA PSIKOLOGIS
- Pasien mengatakan cemas karena tidak bisa apa-apa dan ingin cepat
pulang.
Kurang dikaji mengenai kenapa penyebab pasien merasa cemas
apakah karena penyakitnya, lingkungan, atau psikologisnya.

D. DATA SOSIAL
- Pasien mengatakan mengenal semua pasien satu kamarnya dan
berkomunikasi dengan yang lain.

E. DATA EKONOMI
- Pasien mengatakan biaya di tanggung BPJS.
Kurang dikaji mengenai penghasilan jika pasien bekerja, dan jika
tidak kaji siapakah yang membiayai hidup pasien.

84
F. DATA BUDAYA
- Pasien mengatakan sebelum di bawa ke Rumah Sakit tidak pernah
menggunakan obat tradisional.

G. DATA SPIRITUAL
- Pasien mengatakan jarang beribadah selama di Rumah Sakit karena
sulit berwudhu. Kalau dirumah beribadah sholat 5 waktu.

H. POLA KEBIASAAN SEHARI-HARI


1. Nutrisi (makan-minum)
a. Dirumah
- Pasien mengatakan makan teratur 3x sehari. Minum lumayan
banyak kira-kira 1500ml perhari.
b. Di Rumah Sakit
- Pasien mengatakan makan teratur makan selalu habis, minum
juga lumayan banyak.
Dalam tahap ini tidak dikaji mengenai menu apa yang
dimakan oleh pasien dan berapa besar porsi yang tersedia dan
yang mampu pasien habiskan
2. Eliminasi
Alvi dan Urine
a. Dirumah
- Pasien mengatakan BAB teratur setiap pagi atau sehari sekali,
BAK lancar dan warnanya kuning jernih.

b. Di Rumah Sakit
- Pasien mengatakan BAB lancer saja, tidak mengejan setiap
pagi, BAK lancer warna kuning jernih.
Perlu dikaji konsistensi dari feses, warna dan kuantitas dari
feses dan urine.

85
3. Istirahat dan tidur
a. Di rumah
- Pasien mengataka sebelum sakit tidurnya nyenyak.
Perlu dikaji kuantitas tidur pasien dan kualitas tidurnya.

b. Di Rumah Sakit
- Pasien mengatakan sulit tidur karena sesak nafas.
- Perlu dikaji kuantitas tidur pasien dan kualitas tidurnya dan
sudah berapa lama pasien mengalami susah tidur.
4. Aktivitas dan gerak
a. Di rumah
- Pasien mengatakan beraktivitas seperti biasa tetapi tidak
melakukan hal yang berat-berat.
Perlu dijelaskan lagi aktivitas apasaja yang dilakukan pasien
seperti bekerja, jalan-jalan dan lainnya.

b. Di Rumah Sakit
- Pasien mengatakan bisa berjalan kalau hanya ke toilet.
Perlu dikaji seberapa dekat jarak toilet dengan bed pasien
dan tanyakan apakah pasien bisa berjalan sampai ke luar
ruangan dan apakah dalam beraktivitas memerlukan
bantuan atau tidak.

5. Personal Hygiene
a. Di rumah
- Pasien mengatakan mandi 2x sehari, menggosok gigi pagi dan
malam tapi tidak terlalu rutin.

b. Di Rumah Sakit
- Pasien mengatakan mandi baru 2 kali, diseka baru 1 kali
selama dirawat, sikat gigi 2 kali.

86
Perlu dikaji mengapa pasien baru mandi 2 kali dan diseka 1
kali selama dirawat, tanyakan apa alasannya.

I. PEMERIKSAAN FISIK (INSPEKSI, PALPASI, PERKUSI,


AUSKULTASI)
1. Keadaan umum :
a. Kesadaran umum : 15/E:4 M:6 V:5
b. Tinggi badan : 165 cm
c. BB saat ini : 67 kg
d. BB sebelum sakit : 67 kg
2. Tanda-tanda vital
TD : 180/90
N : 85x/menit
RR : 23x/menit
T : 35,6°C
SN :
P : Abdomen (pada bagian ini seharusnya diisi masalah apa yang
menyebabkan nyeri bukan menunjukan area atau tempat nyeri)
Q : Tertusuk
R : Menetap (perlu ditambahkan area nyeri pada askep ini nyeri berada
di bagian abdomen)
S : 3 (perlu dijelaskan skala yang dipakai VAS/FACE)
T : Hilang-timbul (perlu ditambahkan interval waktu saat nyeri
berlangsung)
3. Kepala
a. Rambut
- Penyebaran rambut merata
Perlu dikaji mengenai tekstur rambut dan kekuatan.
b. Kulit kepala
- Tidak ada lesi pada bagian kulit kepala

87
Perlu dikaji mengenai tekstur kulit kepala, ada atau
tidaknya nyeri tekan atau lepas, adanya lesi atau nodul.
c. Wajah (ekspresi)
- Wajah tampak meringis kesakitan
Perlu ditambahkan data kesimetrisan wajah adanya nyeri
tekan/lepas, lesi dan nodul.
d. Mata
- Konjung tiva anemis sklera nonikterik tidak ada nyeri tekan
pada palpebra
Perlu ditambahkan data kesimetrisan mata, lapang pandang,
visus (ketajaman penglihatan) dan ada atau tidaknya
strabismus

e. Mulut
- Keadaan mulut tidak ada lesi bentuk simetris
- Terlihat karies pada gigi terdapat gigi berlubang
Perlu dijelaskan gigi bagian mana?
f. Bibir
- Bibir tidak sianosis
- Bibir lembab dan sudut bibir tidak ada lesi
Perlu dikaji mengenai kesimetrisan adanya nyeri atau tidak
g. Hidung
- Hidung simetris tidak ada lesi
- Tidak ada nyeri tekan tidak ada pembesaran polip
Perlu dijelaskan posisi septum pada hidung
h. Telinga
- Bentuk simetris tidak ada nyeri tekan gendang telinga
terlihat
Perlu ditambahkan data ada atau tidaknya nyeri tekan dan
lepas pada bagian tragus, aurikel dan cuping telinga.

88
Ketajaman pendengaran ada atau tidaknya serumen di
dalam saluran telinga.
4. Leher
- Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid dan pembesaran
vena jugolaris
5. Dada
- Bentuk dada simetris tidak ada lesi
- Suara nafas terdengar wezzing
Perlu dikaji apakah ada retraksi pada dinding dada, nyeri
tekan/lepas, lesi dan nodul.
6. Abdomen
- Terdapat nyeri tekan pada bagian epigastrium , abdomen
terlihat membesar dan kembung
Perlu diamati keadaan kulit abdomen adanya lesi atau nodul
7. Genetalia
- Keadaan penis baik tidak ada lesi, keadaan bersih, anus
tidak terdapat lesi
Seharusnya menjelaskan keadaan yang dilihat misal
keadaan penis kemerahaan adanya nodul lesi nyeri tekan
dan lepas perlu dikaji
8. Ekstremitas

5555 5555

5555 5555

- Ekstremitas atas :
Kekuatan otot tangan kanan dan kiri baik tangan masih bisa
dugerakan dan bisa menahan beban bila ditekan

89
Perlu dijelaskan pada ektremitas atas pasien apakah terpasang
infus, blood set, infus pump atau blood pump jika ada maka
jelaskan dimana letak dipasangnya alat tersebut.
- Ekstremitas bawah
Kekuatan otot kaki kanan dan kiri baik bisa berjalan dan
menopang tubuhnya sendiri
9. Punggung
- Terdapat nyeri tekan pada otot trapezeus dan terasa ngilu.
Perlu diamati keadaan punggung apakah ada lesi atau nodul
J. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. LABORATORIUM ( tgl 12 juli 2017 )
Perlu ditambahkan nilai normal
 L = 12,29 (13-60 U/L)
 Hb = 14,3 (14-18 gr/dL)
 Ht = 43,5 (40-48%)
 Pcr = 293,000
 Na = 134 (135-153 mEq/L)
 K = 3,1 (3.5-5.1 mEq/L)
 A = 96
 GDS = 139 (60 – 150)
 Ur = 28,6 (<50,0 mg/dL)
 Cr = 96
 Asam urat = 9,1 (P < 7,0 / w = 5,7)
K. PENATALAKSANAAN/THERAPI/DIET :
1. Penatalaksanaan medis
 Drip aminofilin 1,5 amp dalam RL 20 tpm
 Methylprednisolone 3x 125 mg
 Ambroxol 3x1 tab
 Nebulizer + combivent 3x1
 Ceftriaxone 2x1 gr

90
2. Diet
 BRP (dijelaskan berapa kali sehari dan porsinya)

II. DATA FOKUS


A. Data subyektif
 Pasien mengatakan batuk berdahak
 Pasien mengatakan nyeri pada abdomen
 Pasien mengatakan sulit tidur karena sesak nafas
 Pasien terlihat cemas karena ingin cepat pulang

B. Data obyektif
 Terdengar wezzing
 Tampak meringis
 Bernafas menggunakan otot bantu pernafasan
 Anemis pada konjungtiva
 TTV
- TD : 180/90
- N : 85
- RR : 30
- T : 35,6
- SN : p : Abdomen (agen pencedera fisiologis) Q : Tersusuk R :
Menetap (abdomen) S :3 (VAS/FACE) T : Hilang timbul
(waktunya berapa lama)
 Tampak gelisah

91
III. ANALISA DATA

Pengelompokan Data Masalah Penyebab

Ds : pasien mengatakan nyeri pada Nyeri akut Agen pencidera


bagian abdomen fisiologis

Do : terdapat nyeri tekan pada bagian


epigastrium

 Tampak meringis
 TTV
- TD : 180/90
- N : 85
- RR : 30
- T : 35,6
- SN : P : Abdomen
Q : Tertusuk
R : Menetap
S :3
T : Hilang timbul

Ds : pasien mengeluh batuk berdahak Bersihan jalan Penumpukan sekeret


nafas tidak pada jalan nafas
 Sesak nafas
evektif
Do : sputum berlebihan

 Suara nafas wezzing


Ds : Pasien mengatakan sesak nafas Pola nafas tdak Gangguan pada
efektif ventilasi perfusi
Do : menggunakan otot bantu
pernafasan

Ds : pasien megatakan susah tdur dan Gangguan pola Status kesehatan :


tdurnya kurang puas tidur pernafasan : sesak

92
nafas

Do : konjungtiva anemis

 TTV
- TD : 180/90
- N : 85
- RR : 23
- T : 35,6
Ds : pasien mengatakan cemas karna Ansietas Kurang terpapar
ingin cepat pulang kerumah informasi

Do : Tampak gelisah

ANALISA BAGIAN ANALISIS DATA

A. Berdasarkan Anatomi Dan Fisiologi


1. Asma diakibatkan oleh respon tubuh yang berlebih terhadap faktor tertentu
yang direspon sebagai benda asing atau allergen oleh system imun yang
ada pada saluran napas yaitu pada bronkus. Sel T (IgE) dan Sel Mast tubuh
berperan sebagai bentuk perlawanan terhadap benda asing yang masuk
dalam saluran napas, reaksi ini mengakibatkan kontraksi dan spasme otot
polos bronkus dan juga produksi mucus berlebih (Hipersekresi) sehingga
saluran bronkus menyempit. Keadaan ini menyebabkan respon fisiologis
tubuh berupa hiperventilasi dimana pada pasien asma fase inspirasi akan
lebih cepat sedangkan fase ekspirasi berlangsung lama karena udara pada
paru terhalang oleh mucus dan bronkus yang menyempit sehingga pasein
merasa sesak dan terdengar suara whezzing.
2. Nyeri yang dirasakan pasien diakibatkan oleh kelelahan otot bantu
pernapasan yaitu diagfragma dan otot interkosta ini ditandai dengan
hiperventilasi dan pengembangan dada pada pasien.

93
3. Nyeri yang dirasakan pasien juga terjadi di punggung ini disebabkan oleh
adanya infeksi saluran bronkus pada penderita asma, nyeri punggung
ditimbulkan oleh inflamasi pada bronkus dan ketika pasien batuk maka
akan terjadi kontraksi otot polos bronkus dan terjadi nyeri, respon batuk
sendiri diakibatkan oleh penumpukan mucus yang terjadi pada saluran
bronkus yang secara fisiologis berusaha untuk dikeluarkan dengan cara
batuk.
4. Data RR 30x/menit menunjukkan hiperventilasi, ini diakibatkan oleh
respon tubuh akibat dari paru berusaha memenuhi kebutuhan oksigen
sehingga terjadi pengembangan dada/retraksi dan merupakan tanda dari
sesak napas.
5. Skala nyeri 3 pada pasien menunjukkan nyeri ringan. Nyeri punggung
pada penderita asma akibat adanya infeksi/inflamasi pada saluran bronkus.
a. Skala nyeri 1-3 berarti Nyeri Ringan (masih bisa ditahan, aktifitas tak
terganggu)
b. Skala nyeri 4-6 berarti Nyeri Sedang (menganggu aktifitas fisik)
c. Skala nyeri 7-10 berarti Nyeri Berat (tidak dapat melakukan aktifitas
secara mandiri)

6. Jalan napas tidak efektif diakibatkan oleh hipersekresi mucus pada saluran
bronkus yang menyebabkan jalan napas menjadi sempit ini ditandai
dengan hiperventilasi dan fase ekspirasi yang lama pada pasien asma,
penyempitan saluran ini menyebabkan suara whezzing disertai respon
batuk untuk mengeluarkan mucus.
7. Pola nafas tidak efektif terjadi akibat penyempitan jalan nafas ditandai
dengan hiperventilasi dengan fase inspirasi cepat dan ekspirasi lama.

94
8. Gangguan pola tidur terjadi akibat pasien mengalami sesak nafas dan
batuk sehingga tidur terganggu karena pasien akan terbangun saat
sesak/batuk.
9. Ansietas dapat terjadi akibat pasien kurang terpapar informasi mengenai
penyakitnya atau ada faktor psikologis tertentu yang menyebabkan cemas.
B. Berdasarkan Teori Kebutuhan Dasar Manusia
RR 30x/menit seharusnya menggunakan alat alat bantu pernapasan untuk
membantu memenuhi kebutuhan oksigen, mencegah hipoksia, kelancaran
metabolik dan mengurangi beban kerja paru.
1. Pada kondisi pernapasan yang cepat perlu dilakukan pemberian O2 yaitu
merupakan tindakan memberikan oksigen kedalam paru-paru melalui
saluran pernapasan dengan alat bantu oksigen.
2. Pemberian oksigen pada pasien tersebut daapat melalui 2 sistem yaitu
melalui system aliran rendah dan system aliran tinggi.
3. Pada pasien Tn. S, mengeluh sesak nafas dengan RR : 27x /menit
sehingga klien seharusnya menggunakan alat bantu pernapasan berupa
simple mask. Berdasarkan metode pemberian oksigen :
a) Sistem aliran rendah
1) Kateter nasal: aliran 1 – 6 L/mnt, konsentrasi O2 24% – 44%.
2) Kanula nasal: aliran 1 – 6 L/mnt, konsentrasi O2 24% – 44%
3) Masker sederhana: aliran 5 – 8 L/mnt, konsentrasi O2 40 – 60%
4) Masker rebreathing: aliran 8 – 12 L/mnt, konsentrasi O2 60 –
80%
5) Masker non rebreathing: aliran 8 – 12 L/mnt, konsentrasi
O2 mencapai 99%
b) Sistem aliran tinggi, contoh: masker ventury, aliran udara 4–14
L/mnt dengan konsentrasi 30 – 55%.
Rumus Pemberian O2

MV = VTxRR
Keterangan:

95
MV= Minute Ventilation, udara yang masuk ke sistem pernapasan setiap
menit
VT= Volume Tidal, 6-8 ml/kg bb
RR= Respiration Rate
Tn. S : BB :67 kg , RR :30x/menit
MV= VTxRR
= (67 kg x (6-8 ml)) x 30
= 12.060-16080 ml/mnt
= 12-16 L/menit
Maka kesimpulannya , Tn. S harus menggunakan alat bantu pernapasan
mask ventury dengan konsentrasi O2 30-55 %.

4. Fungsi terapi oksigen adalah untuk memberikan transport oksigen yang


adekuat di dalam darah sehingga mengurangi kerja pernafasan dan
menurunkan stress pada otot jantung (Brunner and Suddarth, 2007).
5. Oksigen dengan konsentrasi tinggi harus diberikan pada pasien yang
mengalami cedera gawat , insufisiensi respirasi, syok atau trauma.Karena
pada pasien-pasien ini hantaran oksigen ke jaringan terhambat oleh
pertukaran gas paru yang tidak cukup, volume sirkulasi yang kurang dan
fungsi kardiovaskuler atau distribusi aliran darah yang terganggu (Fikri
dan Ganda, 2005).

96
C. Berdasarkan Teori Askep
1. Pengelompokkan data pada analisa sudah sesuai dengan masalah klien.
2. Masalah pertama. Nyeri akut yang disebabkan oleh agen pencedera fisik.
Menurut SDKI 2016 Nyeri akut adalah pengalaman sensorik atau
emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau
fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintsitentas ringan
hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan. Dari data yang
diperoleh yang diperoleh nyeri skala 3 hilang timbul namun kurang dikaji
mengenai waktu nyeri dan di dapat data subyektif dan objektif yang
dijadikan sebagai bukti dalam penentuan masalah. Masalah yang dialami
klien adalah nyeri akut yang disebabkan oleh diagnosa medis pasien
yaitu asma.
3. Masalah kedua. Bersihan jalan napas tidak efektif adalah
ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan napas untuk
mempertahankan jalan napas tetap paten (SDKI 2016 D.0001), dan
kondisi dimana terdapat spasme jalan napas, hipersekresi, adanya benda
asing atau faktor eksternal yang mengakibatkan jalan napas
terhambat/tidak efektif. Dari data subjektif dan objektif yang diperoleh
bahwa klien mengeluh batuk berdahak, sesak dan terdapat suara
whezzing ini diakibatkan oleh adanya penyempitan jalan napas (adanya
mukus). Berdasarkan teori asuhan keperawatan gangguan dan masalah
dari data yang dikelompokkan sudah sesuai dengan masalah yang
diangkat. Dan penyebab dari masalah sudah sesuai yaitu penumpukkan
sekret pada jalan napas (hipersekresi) yang terjadi akibat faktor/alergen
yang direspon sebagai benda asing oleh sistem imun (sel T (IgE) dan sel
Mast).
4. Masalah ketiga. Pola napas tidak efektif adalah inspirasi dan/atau
ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi yang adekuat (SDKI 2016
D.0005) atau keadaan dimana seorang individu mengalami kehilangan
ventilasi yang actual atau potensial yang berhubungan dengan perubahan
pola napas. Dari data subyektif dan obyektif didapatkan bahwa klien

97
sesak nafas dan batuk berdahak disertai dengan penggunaan otot bantu
pernafasan yang disebabkan oleh spasme saluran bronkus sehingga
inspirasi dan ekspirasi mengalami hambatan. Pengelompokkan data pada
analisa menurut kami sudah tepat yaitu pasien sesak nafas dan
menggunakan otot bantu pernapasan.
5. Masalah keempat. Gangguan pola tidur adalah kualitas dan kuantitas
waktu tidur akibat faktor ekternal (SDKI 2016 D.0055). dari data yang
diperoleh pasien tidak dapat tidur dengan nyeyak ini diakibatkan oleh
respon batuk dan sesak napas yang ditimbulkan oleh asma. Pasien
tertidur dan terbangun namun dalam pengkajian tidak dikaji mengenai
kualitas tidur dan berapa lama pasien tertidur dan terbangun. Berdasarkan
keluhan utama pasien dari hari pertama masuk rumah sakit yaitu sesak
maka gangguan pola tidur sudah terjadi sejak pasien dirawat pada hari
pertama di rumah sakit. Data subjektif dan objektif pasien menunjukan
pasien susah tidur dan tidak nyenyak serta anemis pada konjungtiva.
6. Masalah kelima. Ansietas adalah kondisi emosi dan pengalaman
subyektif terhadap objek yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi
bahaya yang memungkinkan individu melakukan tindakan untuk
menghadapi ancaman (SDKI 2016 D.0080). dari data yang diperoleh
cemas yang dirasakan pasien disebabkan oleh kurang terpapar informasi
mengenai penyakitnya yang ditandai dengan pasien gelisah.

IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN BERDASARKAN PRIORITAS


1. Nyeri akut b/d Agen pencedera fisiologis
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d Penumpukan sekret pada jallan
nafas
3. Pola nafas tidak efektif b/d Gangguan pada ventilasi perfusi
4. Gangguan pola tidur b/d Status kesehatan : pernafasan : sesak nafas
5. Ansietas b/d Kurang terpapar informasi

98
ANALISA TAHAP DIAGNOSA
Penetapan prioritas bertujuan untuk mengidentifikasi urutan intervensi
keperawatan yang sesuai dengan berbagai masalah klien (Carpenito, 1997).
Menurut kami diagnosa keperawatan pada askep ini perlu dikoreksi karena
tidak sesuai dengan prioritas dalam penyusunan diagnosa proritas seharusnya
diagnosa disusun berdasarkan keluhan utama atau masalah paling mendasar
yang dirasakan pasien dalam hal ini adalah sesak napas yang mana ini
berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan oksigen atau berhubungan KDM
Oksigenasi yang merupakan kebutuhan utama yang harus dipenuhi.
Berdasarkan data ini maka kami mengkoreksi dan merumuskan diagnosa
berdasarkan prioritas yaitu diagnosa yang berhubungan dengan KDM O2
sebagai berikut :
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d penumpukkan sekret pada jalan
napas
2. Pola napas tidak efektif b/d gangguan pada ventilasi perfusi
3. Nyeri akut b/d agen pencedera fisiologi
4. Gangguan pola tidur b/d status kesehatan perapasan sesak napas
5. Ansietas b/d kurang terpapar informasi
A. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d penumpukkan sekret pada jalan
napas
1. Berdasarkan anatomi fisiologi
Dari data yang diperoleh pasien mengeluh sesak, batuk berdahak,
sputum berlebih dan whezzing yang diakibatkan oleh hipersekresi
mukus pada jalan napas yang mengakibat penyempitan jalan napas
sehingga jalan napas tidak efektif data yang ada pada askep sudah
sesuai dengan SDKI 2016.
2. Berdasarkan teori kebutuhan dasar manusia
Dari data yang diperoleh pasien tidak dipasang oksigen yang
seharusnya dipasang oksigen atau alat bantu napas untuk memenuhi
kebutuhan oksigen pasien. Karena jalan napas pasien tidak efektif
akibat mukus maka dapat dilakukan tindakan mandiri yaitu latihan

99
batuk efektif atau fisioterapi dada untuk mengeluarkan sekret. Namun
perlu diketahui sesak napas pasien berkurang karena sudah beberapa
hari dirawat.
3. Berdasarkan teori asuhan keperawatan
Bersihan jalan napas tidak efektif dijadikan prioritas dalam askep ini
karena berdasarkan teori asuhan keperawatan penentuan prioritas
diurutkan sesuai dengan kebutuhan dan keluhan utama serta keadaan
pasien. Yang mana keluhan utama pasien adalah sesak dan hal ini
mengganggu pernapasan klien dan kebutuhan oksigen yang harus
segera ditangani jika tidak maka akan mengakibatkan maslah baru.
Berdasarkan SDKI 2016 penyebab dari diagnosa pada askep ini
kurang tepat yaitu penumpukkan sekret pada jalan napas, sedangkan
menurut SDKI 2016 penyebab yang tepat adalah hipersekresi jalan
napas.
B. Pola napas tidak efektif b/d gangguan pada ventilasi perfusi
Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat.
Analisa kami pada diagnosa ini adalah berdasarkan data yang diperoleh
pasien sesak dan menggunakan otot bantu napas berdasarkan SDKI 2016
penyebab yang tepat adalah Hambatan upaya napas.
1. Berdasarkan konsep anatomi fisiologi
Berdasarkan data yang diperoleh darididapat bahwa klien mengalami
sesak nafas dengan menggunakan otot bantu napas ini menandakan
peningkatan kerja pada paru dan otot bantu napas hal ini diakibatkan
spasme dari saluran napas.
2. Berdasarkan KDM Oksigenasi
Dari data yang diperoleh pasien tidak dipasang oksigen yang
seharusnya dipasang oksigen atau alat bantu napas untuk memenuhi
kebutuhan oksigen pasien. Karena jalan napas pasien tidak efektif
akibat mukus maka dapat dilakukan tindakan mandiri yaitu latihan
batuk efektif atau fisioterapi dada untuk mengeluarkan sekret kondisi
ini juga akan berdampak pada pola pernapasan pasien yang menjadi

100
tidak efektif. Namun perlu diketahui sesak napas pasien berkurang
karena sudah beberapa hari dirawat.

3. Berdasarkan Asuhan Keperawatan


Ketidakefektifan pola nafas b/d gangguan pada ventilasi perfusi
dijadikan sebagai diagnose prioritas karena berdasarkan teori asuhan
keperawatan dalam penentuan diagnose prioritas hendaknya di
urutkan sesuai keadaan dan kebutuhan utama klien. keluhan utamanya
adalah sesak napas dan menggunakan otot bantu napas yang mana hal
tersebut menggagu pernapasan klien dan pola napas tidak efektif hal
akan menimbulkan masalah baru apabila tidak segera ditangani.
Berdasarkan SDKI 2016 perlu dikoreksi bahwa penyebab yang tepat
untuk diagnosa ini adalah hambatan upaya napas karena data yang
diperoleh sesuai dengan penyebab ini.
C. Nyeri akut b/d agen pencedera fisiologis
Pengalaman sensorik atau emosional yang berakaitan dengan kerusakan
jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan
berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan.
1. Berdasarkan konsep anatomi dan fisiologi
Berdasarkan data yang diperoleh yaitu nyeri pada abdomen tepatnya
di epigastrium maka menurut kami nyeri disebabkan oleh kelelahan
otot diagfragma akibat dari hiperventilasi yang merupakan respon
fisiologis tubuh pasien yang sesak dalam keadaan ini pasien
menggunakan otot bantu pernapasan yaitu dinding dada dan
diagfragma, kontraksi yang berlebih pada diagfragma menyebabkan
kelelahan yang direspon sebagai nyeri, klien menderita asma yang
belum diketahui penyebabnya apakan karena alergi, psikologis atau
lingkungan. Karena data pada pengkajian kurang lengkap mengenai
askep dan nyeri klien dan hanya nyeri di abdomen.

101
2. Berdasarkan KDM Oksigenasi
Data yang diperoleh pasien mengalami gangguan pola napas yaitu
hiperventilasi dan menggunakan otot bantu napas dan sesak. Nyeri
pada epigastrium pasien disebabkan oleh kelelahan otot diagfragma
yang terus menerus kontraksi secara berlebih. Pada keadaan ini dapat
dilakukan tindakan mandiri yaitu relaksasi, namun untuk relaksasi
napas dalam tidak bisa dilakukan karena setiap bernapas pasien
merasa nyeri maka bisa dengan alternatif lain yaitu pengaturan posisi
nyaman untuk pasien.
3. Berdasarkan Konsep Asuhan Keperawatan
Data yang diperoleh adalah pasien mengeluh nyeri pada epigastrium
dengan skala nyeri 3 hilang timbul dan menetap. Menurut analisa
faktor yang berhubungan sudah sesuai dengan yaitu agen pencedera
fisiologis dan ini sesuai dengan faktor yang berhubungan di dalam
SDKI 2016.
D. Gangguan pola tidur b/d status kesehatan pernafasan : sesak napas.
Gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur akibat faktor eksternal (SDKI
2016 D.0055)
Dari data yang diperoleh pasien susah tidur akibat sesak napas dan
terdapat juga data konjungtiva anemis. Pasien tidur dan terbangun ketika
sesak dan tidak diketahui interval waktunya. Data konjungtiva anemis
merupakan tanda klinis klien yang tidak bugar maka dapat dikatakan
diagnosa ini sudah tepat.
E. Ansietas b/d kurang terpapar informasi
Kondisi emosi dan pengalaman subyektif individu terhadap objek yang
tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan
individu melakukan tindakan untuk menghadapi ancaman (SDKI 2016 D.
0080).
Ansietas dapat terjadi akibat faktor hormonal dan saraf. Secara hormonal
respon cemas berasal dari hipotalamus yang menstimulus sistem endokrin
untuk melepas Corticotropin Releasing Hormone (CRH) yang selanjutnya

102
merangsang hipofisis anterior untuk mengeluarkan Adrenocortiotropin
Hormone (ACTH) yang dilepas di dalam darah sehingga sekresi kortisol
yang mengakibatkan tekanan darah meningkat, nadi, dan napas sehingga
terjadi cemas. Secara sistem saraf yang bekerja adalah saraf parasimpatis
yang melepaskan asetilkolin yang berinteraksi pada reseptor muskanakilin
(M3) yang ada pada otot polos bronkus reaksi ini mengakibatkan frekuensi
cepat dan terjadi cemas.

V. INTERVENSI

Tanggal/ Diangnosa Keperawatan Rencana Tindakan

jam Tujuan Intervensi

18-07- Nyeri akut b/d agen Setalah dilakukan asuhan 1. manajemen nyeri
2017 pecendera fisiologis. keperawatan selama 1x24 10. lakukan
jam diharapkan nyeri pengkajian nyeri
08.00 Ds:
berkurang dengan kh: untuk mengetahui
II. klien mengatakan kualitas dan
c. nyeri berkurang dari 3
nyeri dibagian frekuensi nyeri
menjadi 2
abdomen 2. memonitor ttv
d. menggunakan tindakan
Do: 3. memberikan posisi
pengurangan nyeri
1. terdapat nyeri tekan yang nyaman agar
tanpa analgesik
pada bagian nyeri berkurang
e. wajah tidak meringis
epigastrium 4. berikan informasi
lagi
2. tampak meringgis mengenai nyeri,

3. td: 180/90 mmhg penyebab nyeri,

n: 85 x/menit berapa lama akan

rr: 30 x/menit dirasakan

s: 35,6 c
4. skala nyeri:
p: abdomen

103
q: tertusuk
r: menetap
s: 3
t: hilang timbul

18-07- Bersihan jalan napas tidak Setalah dilakukan asuhan 1. meningkatkan batuk
2017 efektif b/d penumpukan keperawatan selama 2x24 c. dukung pasien
secret dijalan napas jam diharapkan secret dapat untuk menarik
08.00
berkurang dengan kh: napas dalam,
Ds:
tahan selama 2
1. tidak batuk lagi
1. pasien mengeluh detik,
2. kemampuan
batuk berdahak bungkukkan
mengeluarkan secret
2. sesak napas kedepan, tahan 2
3. tidak ada suara napas
Do: detik dan batukan
tambahan
1. sputum berlebih 2-3 kali
4. tidak sesak lagi
2. suara napas wezzing d. damping psien
menggunakan
bantal atau
selimut yang
dilupat untuk
menahan perut
2. anjurkan pasien
menghirup napas
pelan dan dalam
dengan jeda inspirasi
singkat dan eksperasi
pasif saat
menggunakan
nebulizer
18-07- Pola napas tidak efektif b/d Setalah dilakukan asuhan - posisikan pasien
2017 gangguan pada ventilasi keperawatan selama 2x24 untuk

104
09.00 perfusi jam diharapkan pasien tidak memaksimalkan
sesak napas lagi dengan kh: ventilasi
Ds:
- aukultasi suara napas,
1. bernapas dengan lancer
5. pesien mengatakan catat area yang
2. tidak menggunakan
sesak napas ventilasinya menutup
alat bantu pernapasan
Do: dan adana suara
3. frekuensi pernapsan
1. pengguanan alat napas tambahan
kembali membaik
bantu pernapasan - monitor ttv
2. wezzing
18-07- Gangguan pola tidur b/d Setalah dilakukan asuhan c. anjurkan pasie untuk
2017 status kesehatan pernapasan: keperawatan selama 2x24 memposisikan tubuh
sesak napas jam diharapkan pasien agar tidak terjadi
10.00
dapat memperbaiki pola sesak
Ds:
tidur dengan kh: d. anjurkan tidur saing
c. pasien mengatakan hari
1. pasien dapat tidur
sulit tidur karna e. monitor ttv
dengan rutin
sesak napas dan f. mengkaji kualitas
2. pasien tidak
kurang cukup tidur pasien
mengalami tidur yang
tidurnya
terputus
Do:
3. mengurangi sesak
J. konjugtiva anemis
napas
K. td: 180/90 mmhg
n: 85 x/menit
rr: 30 x/menit
s: 35 c

18-07- Ansietas b/d kurang terpapar keperawatan selama 1x24 c. berikan informasi
2017 informasi jam diharapkan pasien tidak terkait diagnosis,
merasa cemas lagi dengan perawatan dan
10.00 Ds;
kh: prognosis
6. pasien engatakan d. instruksikan klien
1. tingkat kecemasannya
cemas karna tidak

105
bisa apa-apa dan berkurang untuk menggunakan
ingin cepat pulang 2. perasaan gelisah teknik relaksasi
Do: berkurang e. dukunh penggunaan
e. tampak gelisah 3. saling m,enggunakan mekanisme voting
sistem dukungan yang sesuai
personil

ANALISA INTERVENSI KEPERAWATAN


Setelah diagnosa keperawatan dirumuskan secara spesifik, perawat menggunakan
kemampuan berfikir kritis untuk segera menetapkan prioritas diagnosa
keperawatan dan intervensi yang penting sesuai dengan kebutuhan klien (Potter &
Perry, 1997).
A. Berdasarkan konsep anatomi fisiologi
1. Intervensi Dx. 1, Bersihan jalan napas tidak efektif
a. Batuk efektif
Batuk efektif dapat membantu bersihan jalan napas karena dalam
teknik batuk terdapat tahap menarik napas dalam yang bertujuan
mendilatasi atau membuka saluran napas selanjutnya ditahan untuk
mendapatkan tekanan yang maksimal dan batuk menyebabkan
kontraksi pada otot-otot pernapasan sehingga menggetarkan mucus
yang ada pada saluran napas dan mendorongnya keluar dengan udara
yang sudah ditahan tadi.
b. Pemberian nebulizer
Merupakan tindakan kolaborasi, nebulizer sendiri berfungsi untuk
mengencerkan secret yang ada pada saluran napas sehingga mudah
untuk dikeluarkan disini pasien mendapatkan terapi nebulizer dengan
combivent 3x1 hari.
2. Intervensi Dx. 2, pola napas tidak efektif
a. Mengatur posisi
Posisi semi fowler dengan derajat kemiringan 45°, yaitu dengan
menggunakan gaya gravitasi untuk membantu pengembangan paru

106
dan mengurangi tekanan dari abdomen pada diafragma, sehingga
otot diafragma dapat berelaksasi. Hasil penelitian pemberian posisi
semi fowler mengurangi sesak nafas Sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Kim (2004) bahwa pemberian posisi semifowler
dapat mengurangi sesak nafas pada pasien. (Kim, K. 2004. The
Effects of Semi- Fowler's Position on Post- Operative Recovery in
Recovery Room for Patients with Laparoscopic Abdominal Surgery.
Abstract.College of Nursing, Catholic Uiniversity of Pusan, Korea)
b. Auskultasi suara napas
Auskultasi suara napas pada pasien asma biasanya akan terdengan
whezzing yang diakibatkan oleh udara yang terkurung atau
terhambat oleh mucus . auskultasi bertujuan untuk mendengarkan
seberapa keras dan lama whezzing berlansung semakin nyaring
whezzing terdengan maka mukus yang terdapat di saluran napas
semakin banyak dan saluran semakin menyempit.
3. Intervensi Dx. 3 Nyeri akut
a. Manajement nyeri
Prinsip yang mendasari penurunan nyeri oleh teknik relaksasi
terletak pada fisiologi sistem syaraf otonom yang merupakan bagian
dari sistem syaraf perifer yang mempertahankan homeostatis
lingkungan internal individu. Pada saat terjadi pelepasan mediator
kimia seperti bradikinin, prostaglandin dan substansi, akan
merangsang syaraf simpatis sehingga menyebabkan vasokostriksi
yang akhirnya meningkatkan tonus otot yang menimbulkan berbagai
efek seperti spasme otot yang akhirnya menekan pembuluh darah,
mengurangi aliran darah dan meningkatkan kecepatan metabolisme
otot yang menimbulkan pengiriman impuls nyeri dari medulla
spinalis ke otak dan dipersepsikan sebagai nyeri

107
b. Monitor TTV
Selain untuk mengetahui keadaan umum klien ,mengukur TTV juga
dilakukan untuk menilai bagaimana peningkatan / perubahan tanda-
tanda vital.
Pemeriksaan tekanan darah dan pemeriksaan nadi merupakan
indikator penting dalam menilai fungsi pernapasan karena apabila
tekanan darah klien mengalami peningkatan maka kerja sistem
pernapasan mengalami peningkatan. Pemeriksaan suhu merupakan
salah satu pemeriksaan yang digunakan untuk menilai kondisi
metabolisme dalam tubuh.Setiap peningkatan suhu tubuh 1°C terjadi
peningkatan frekuensi nadi sekitar 20 kali denyut per menit.
Pemeriksaan denyut nadi adalah getaran/ denyut darah didalam
pembuluh darah arteri akibat kontraksi ventrikel kiri jantung.
Perlunya dilakukan pemeriksaan denyut nadi karena apabila terdapat
peningkatan pada denyut nadi maka akan mempengaruhi proses
oksigenasi dimana tekanan jantung meningkat ( takipnue ) dan
proses pernafasan pasien menjadi cepat dan menandakan pasien
mengalami sesak nafas.
c. Pengaturan posisi
Posisi fowler dapat memberikan kenyamanan pada pasien karena
Menurut Muttaqin (2005) dan Brunner & Suddarth (2005), atur
posisi semi-fowler dapat mengurangi nyeri dengan rasional posisi ini
mengurangi tegangan pada bagian dada yang membantu mengurangi
nyeri.
d. Beri informasi mengenai nyeri
Tindakan ini bertujuan untuk meningkatkan kognitif pasien
mengenai nyeri yang dirasakan dengan harapan pasien paham dan
mengerti karakteristik nyeri dan bagaimana mengatasinya.

108
4. Intervensi Dx. 4, gangguan pola tidur
a. Pengaturan posisi
Posisi fowler dapat memberikan kenyamanan pada pasien karena
Menurut Muttaqin (2005) dan Brunner & Suddarth (2005), atur
posisi semi-fowler dapat mengurangi nyeri dengan rasional posisi ini
mengurangi tegangan pada bagian dada yang membantu mengurangi
nyeri. Hal ini dapat membantu pasien menemukan posisi nyamannya
untuk tidur agar tidak sesak dan nyeri saat tidur.
b. Anjurkan tidur siang
Karena serangan asma datang tidak diketahui waktunya dan sering
datang pada malam hari maka dianjurkan kepada pasien untuk tidur
siang hari yang bertujuan mengistirahatkan pasien atau merelekskan
pasien yang tidak bisa tertidur di malam hari akibat sesak atau pun
nyeri pada asma
c. Ukur TTV
Sesak dan nyeri dapat memengaruhi kerja jantung, bisa menjadi
lebih cepat hal ini bisa mengakibatkan kecemasan atau
ketidaknyamanan pada pasien sehingga perlu diukur TTV.
d. Kaji kualitas tidur
Kaji terkait kualitas dan kuantitas tidur pasien untuk mengetahui
kebutuhan tidur pasien terpenuhi atau belum normalnya lama tidur
adalah 8 jam.
5. Intervensi Dx. 5, Ansietas
a. Berikan informasi
Memberikan informasi mengenai penyakit atau keluhan pasien
diharapkan pasien paham dan mengerti tentang penyakitnya dan
berbagai respon tubuh yang timbulkan
b. Anjurkan teknik relaksasi
Relaksasi dapat mendilatasi pembuluh darah dan otot-otot sehingga
sehingga proses metabolik tidak terjadi begitu cepat dan kelelahan
pun terhindarkan sehingga dapat mengurangi cemas.

109
B. Berdasarkan konsep KDM Oksigenasi
1. Dx. 1
a. Batuk efektif
Berdasarkan konsep kebutuhan dasar oksigenasi batuk efektif dapat
membantu membuka jalan napas dan membersihkan sekret dengan
cara membatukkannya maka akan terjadi getaran pada saluran napas
dan sekret terdorong keluar
b. Nebulizer combivent
Membantuk mengencerkan sekret yang ada pada jalan napas
sehingga mudah untuk dikeluarkan
Pada diagnosa ini seharusnya ditambahkan tindakan :
1) Ukur TTV khususnya RR
2) Kaji pola napas pasien
3) Pemberian oksigen dengan konsentrasi yang sesuai dengan
kebutuhan pasien yaitu sekitar 30-55% berdasarkan konsep
kebutuhan oksigen dan merupakan pemberian oksigen dengan
konsentrasi tinggi karena RR pasien 30x/menit dan merupakan
tanda dari sesak.
2. Dx. 2
a. Mengatur posisi
Penagturan posisi yang sesuai dengan kenyamanan pasien dapat
membantu pola napas pasien, posisi semi fowler pada pasien asma
baik diterapkan karena dapat membantu merelaksasi otot
diagfragma yang sering digunakan untuk pernapasan yang
hiverventilasi pada pasien asma
b. Auskultasi suara napas
Auskultasi suara napas dapat membantu kita mengetahui seberapa
nyaring suara whezing yang ditimbulkan dan seberapa
penyempitan yang terjadi pada jalan napas, pola napas yang tidak
efektif juga perlu didengarkan.

110
c. Monitor TTV
Frekuensi napas yang cepat dan fase inspirasi yang cepat dan
ekspirasi panjang biasanya terjadi pada pasien asma, sehingga
frekuensi napas perlu dikaji karena sebagai salah satu tanda sesak
napas.
Perlu ditambahkan :
1) Kaji pola napas
3. Dx. 3
a. Manajement nyeri
Nyeri yang dirasakan pasien merupakan salah satu yang
menggaggu rasa nyaman yang diakibatkan oleh kelelahan otot
diagfragma. Relaksasi napas dalam tidak mungkin digunakan pada
kondisi ini karena setiap kali pasien bernapas akan merasakan nyeri
dan sebagai alternatifnya adalah dengan pengaturan posisi yang
nyaman, relaksasi musik atau hipnoterapi.
b. Monitor TTV
Nyeri yang dirasakan pasien dapat memengaruhi frekuensi napas
dan jantung sehingga TTV dapat menjadi salah satu tanda untuk
tindakan yang akan dilakukan selanjutnya.
c. Posisi
Untuk memenuhi rasa nyaman pasien dan mengurangi nyeri
pengaturan posisi yang nyaman bagi pasien perlu dilakukan
d. Berikan informasi
Memberikan informasi terkait nyeri yang dirasakan pasien dengan
harapan pasien bisa paham dan mengerti mengenai nyerinya.

Dari intervensi di atas sebaiknya ditambahkan tindakan kaji skala


nyeri atau tingkat nyeri sebelum melakukan manajement nyeri,
mengkaji nyeri disini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

111
karekteristik nyeri sehingga manajement nyeri yang kita lakukan
sesuai dengan nyeri yang dirasakan pasien.

4. Dx. 4
a. Pengaturan posisi
Untuk memenuhi rasa nyaman pasien dan mengurangi nyeri pengaturan
posisi yang nyaman bagi pasien perlu dilakukan dan untuk kenyamanan
tidur.
b. Anjurkan tidur siang
Untuk memenuhi kebutuhan tidur pasien yang tidak nyenyak pada malam
hari dan mengurangi kelelahan.
c. Ukur TTV
RR yang tinggi menandakan pasien sesak dan akan memengaruhi tidur
pasien
d. Kaji kualitas tidur
Untuk mengetahui kualitas dan kuantitas tidur
Perlu ditambahkan tindakan :
1) Berikan lingkungan yang nyaman
5. Dx. 5
a. Berikan informasi
Untuk memenuhi kebutuhan kognitif pasien terkait penyakit atau
keluhan yang dirasakan
b. Relaksasi
Memberikan kenyamanan kepada pasien

C. Berdasarkan konsep asuhan keperawatan


1. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d hipersekresi jalan napas
Tujuan : Didapatkannya jalan nafas yang efektif (2x24 jam)
KH:Pasien dapat mengeluarkan secret dan batuk berangsur hilang
Intervensi: Ajarkan teknik batuk efektif
Rasional: Membantu memaksimalkan ekpansi paru tanpa secret yang
menghalangi

112
kriteria hasil berdasarkan SMART :
S = Spesifik : pasien dapat mengeluarkan secret dan batuk berangsur
hilang
M = Measurable : dapat diukur dengan menghitung jumlah secret yang
keluar,mengajukan pertanyaan seputar keadaan pasien,melihat bentuk
secret dan warnanya,serta ekspresi klien
A = Achievable : tujuan yang ingin dicapai adalah pasien dapat
bernafas tanpa adanya secret yang mengganggu
R = Reasonable : dapat dipertanggugjawabkan karena adanya teori dan
prosedur tindakan
T = Time : waktu yang ditentukan dalam diagnosa ini adalah 2x24 jam

2. Pola nafas tidak efektif b/d hambatan upaya napas


Tujuan: Menunjukkan pola nafas yang efektif tanpa gangguan (2x24
jam)
KH: Menunjukkan pernafasan optimal
Intervensi: Perhatikan pergerakan dinding dada,pola nafas,retraksi otot
dan penggunaan otot-otot bantu nafas.
Rasional: Mengatur pola nafas dan kepatenannya tanpa gangguan
kriteria hasil berdasarkan SMART
S = Spesifik : pola nafas yang optimal adalah pola nafas yang paling
memungkinkan bagi pasien
M = Measurable : dapat dianalisa berdasarkan perhitungan RR dalam
semenit dan pergerakan dinding dada
A= Achievable : tujuan yang ingin dicapai adalah terealisasinya pola
nafas yang efektif tanpa bantuan otot bantu nafas
R = Reasonable : dapat dipertanggungjawabkan lewat dokumentasi
keperawatan sesuai prosedur
T = Time : waktu yang diharapkan oleh perawat adalah 2x 24 jam

113
3. Nyeri akut b/d agen pencedera fisiologis
Tujuan: nyeri berkurang hingga hilang
KH: Menunjukkan ekspresi yang tenang
Intervensi: kaji nyeri, ukur ttv, manajemen nyeri, atur posisi dan beri
informasi
Rasional: membantu mengurangi respon nyeri
kriteria hasil berdasarkan SMART
S = Spesifik : nyeri dengan skala 3 memungkinkan untuk berkurang
dan hilang
M = Measurable : dapat diukur melalui skala nyeri dan ekspresi pasien
A= Achievable : tujuan yang ingin dicapai adalah nyeri dapat
berkurang dan hilang sesuai dengan waktu yang ditentukan
R = Reasonable : dapat dipertanggungjawabkan lewat dokumentasi
keperawatan sesuai prosedur
T = Time : waktu yang diharapkan oleh perawat adalah 2x 24 jam,
menurut kami untuk diagnosa nyeri waktu ini terlalu lama seharusnya
untuk diagnosa nyeri diambil batasan waktu per 4 atau 8 jam, karena
karakteristik nyeri yang hilang dan timbul maka observasi per 4 atau 8
jam

4. Gangguan pola tidur b/d sesak nafas


Tujuan: Pola tidur yang adekuat (2x24 jam)
KH: Pola tidur pasien sesuai dengan kebutuhan tidur
Intervensi: Kaji pola tidur klien dang kebiasaan tidur klien
Rasional: Tindakan yang menunjukkan adanyanya penyimpangan dari
kebutuhan tidur klien
kriteria hasil berdasarkan SMART
S = Spesifik : pola tidur yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien
M = Measurable : dapat dianalisa denga pengamatan yang dilakukan
perawat tergantung pada sihft jam kerja perawat

114
A = Achievable : hal yang ingin dicapai adalah pola tidur yang sesuai
dengan kebutuhan
R = Reasonable : dapat dipertanggungjawabkan dengan dokumentasi
keperawatan yang sesuai dengan prosedur
T = Time: waktu yang ingin dicapai adalah 2x24 jam

5. Ansietas b/d kebutuhan tidak terpenuhi


Tujuan: pasien tidak merasa cemas
KH: cemas berkurang, tidak gelisah
Intervensi: kaji cemas, beri informasi dan relaksasi
Rasional: mengurangi cemas pasien
kriteria hasil berdasarkan SMART :
S = Spesifik : tingkat cemas pasien bisa berkurang dengan waktu yang
telah ditentukan
M = Measurable : dapat dianalisa denga pengamatan yang dilakukan
perawat tergantung pada sihft jam kerja perawat dan mengkonfirmasi
kembali apakah pasien paham dengan informasi yang disampaikan.
A = Achievable : pengetahuan pasien meningkat dan cemas berkurang
R = Reasonable : dapat dipertanggungjawabkan dengan dokumentasi
keperawatan yang sesuai dengan prosedur
T = Time: waktu yang ingin dicapai adalah 1x24 jam

Kami menganalisa pada tahap intervensi di askep ini tidak dicantumkan


kapan tindakan kolaborasi pemberian obat dan hanya ada tindakan
pemberian nebulizer combivent sedangkan pada data penatalaksanaan
pasien mendapatkan banyak terapi obat baik oral mau pun injeksi IV,
jadi pada askep ini kurang mencantumkan tindakan kolaborasi dalam
hal pemberian obat.

115
VI. IMPLEMENTASI

No. Hari, Tgl, Jam Dx. Tindakan Evaluasi Proses dan


Struktur

1. Rabu, 19-07- 1.2 Memonitor TTV EP :


2017
3.3 - S : pasien
06:00 WITA mengatakan masih
4.3
batuk berdahak
- O:
TD : 130/70
N : 83
RR : 25
T : 35,7 C

ES : alat tersedia dalam


kedaan baik

09:00 WITA Tindakan Kolaborasi : EP :


menginjeksi ceftriaxone
- S: pasien
via IV/Venflon drip 1,5
mengatakan masih
Ampul (3ml) Aminofilin
nyeri di bagian
pada infuse RL 20 Tpm
perut
- O: terdapat nyeri
tekan
ES : alat tersedia dalam
keadaan baik

09:15 WITA 1.3 Memberikan posisi semi EP :


O
fowler 45
- S : pasien
mengatakan nyeri
berkurang

116
- O : wajah pasien
tampak rileks
ES : keadaan bed tempat
tidur dan laken dalam
keadaan bersih.

10:00 WITA 2.1 Mengajarkan pasien EP :


teknik batuk efektif
- S : pasien
mengatakan dahak
keluar sedikit
- O : dahak berwarna
putih
ES : com untuk
menampung dahak tersedia

2.2 Tindakan kolaborasi : EP :


memberikan nebulizer
- S : pasien
(combivent) 2,5 ml +
mengatakan nafas
Nacl 2cc
sedikit sesak karena
ada dahak
- O : terdengar serak
ES : alat nebulizer yang
tersedia dalam keadaan
baik

10:20 WITA 3.2 Mendengarkan suara EP :


nafas ada atau tidaknya
- S : pasien
suara nafas tambahan
mengatakan nyeri
sudah berkurang
dari skala 3
menjadi 1

117
- O : terdengar serak
ES : stetoskop dalam
keadaan baik

12:00 WITA 1.2 Memonitor TTV EP :

3.3 - S : pasien
mengatakan masih
4.3
sulit tidur
- O : konjungtiva
anemis
ES : alat tersedia dalam
keadaan baik

3.2 Menganjurkan pasien EP :


untuk tidur siang
- S : pasien
mengatakan akan
mencoba untuk
tidur
- O : pasien tampak
tenang
13:00 WITA 4.1 Mengkaji tingkat EP :
kecemasan pasien
- S : pasien
mengatakan sudah
tidak cemas lagi
karena keadaannya
mulai membaik
- O : pasien tampak
tenang
2. Kamis, 20-07- 1.1 Mengkaji skala nyeri EP :
2017
- S : pasien

118
08:00 WITA mengatakan nyeri
berkurang hingga
hilang skala nyeri 1
- O : pasien tampak
tenang dan tidak
meringis kesakitan
ES : -

09:00 2.2 Tindakan kolaborasi EP :


memberikan terapi
- S : pasein
nebulizer (combivent +
mengatakan sesak
Nacl) selama 15 menit
nafas berkurang
- O : tidak ada otot
bantu pernafasan
ES : alat nebulizer dalam
keadaan baik

3.4 Mengkaji pola tidur EP :


pasien
- S : pasien
mengatakan tidur
dengan nyenyak
- O : konjungtiva
tidak anemis wajah
tampak rileks
ES : -

09:20 WITA Tindakan kolaborasi EP :


pemberian injeksi obat
- S : pasien
Methylprednisolone
mengatakan dahak
125mg, ceftriaxone 1gr,
sedikit keluar
aminofilin 3ml drip RL
- O : pasien tampak

119
20 Tpm batuk
ES : alat injeksi dan obat
tersedia dalam keadaan
steril

10:00 WITA 2.1 Menganjurkan pasien EP :


untuk melakukan batuk
- S : pasien
efektif
mengatakan dahak
berkurang
- O : dahak keluar
12:00 WITA 1.2/3.3 Memonitor TTV EP:

/4.3 - S : pasien
mengatakan ingin
cepat pulang
- Pasien tampak
tersenyum
13:00 WITA 3.2 Dengarkan suara napas EP:
pasien ada atau tidaknya
- S : pasien
suara nafas tambahan
mengatakan tidak
sesak napas lagi
- O : tidak terdengar
lagi suara napas
tambahan

ANALISA TAHAP IMPLEMENTASI

Menurut analisa kami dibagian implementasi ini sudah ada tindakan kolaborasi
pemberian obat yang tidak di intervensikan namun di implementasikan, hal ini
memang bisa terjadi karena intervensi merupakan perencanaan dan tidak semua
yang direncanakan bisa diimplementasikan dan begitu sebaliknya. Namun dalam

120
askep ini terapi obat yang seharusnya diterima pasien telah diimplementasikan
tapi sayangnya tidak dituliskan pada tahap intervensi alangkah baiknya ditulis
agar sesuai dengan konsep askep yang sistematis.

VII. EVALUASI

Hari,tanggal,jam No.Diagnosa Keperawatan S.O.A.P

Kamis,19-07- 1) Nyeri akut b/d agen pencidera S : Pasien mengatakan


2017 fisiologis (seharusnya dx. Ini nyeri telah hilang
berada di no.3 dalam penyusunan
08:00 O : Wajah tidak
diagnosa dan seterusnya dan
meringis lagi
dievaluasi per 4 atau 8 jam)
A : Masalah nyeri telah
teratasi (seharusnya
lebih dijelaskan nyeri
hilang dikarenakan apa)

P : Intervensi dihentikan
(intervensi sebaiknya
tetap dilanjutkan karena
karakteristik nyeri pada
pasien adalah hilang
timbul dan bisa saja
sewaktu waktu kambuh,
jadi perlu dilanjutkan
intervensi seperti :

-manajement nyeri atur


posisi nyaman pasien

121
Jumat ,20-07- 2)Bersihan jalan nafas tidak efektif S : Pasien mengatakan
2017 b/d hipersekresi jalan napas dahak sudah tidak ada
(diagnosa ini seharusnya berada
08:00 O : Tidak ada suara
pada no. 1 karena merupakan dx
nafas tambahan , nafas
yang berhubungan dengan
lancer
kebutuhan oksigen yang harus
mendapatkan tindakan segera) A : Pasien tidak lagi
mengeluh mengenai
dahak yang mengganggu
. Masalah nyeri teratasi

P : Intervensi dihentikan

Jumat ,20-07- 3)Pola nafas tidak efektif b/d S : Pasien mengatakan


2017 hambatan upaya napas (diagnosa tidak sesak nafas lagi
ini seharusnya berada pada no. 2
09:00 O : Tidak lagi
karena merupakan dx yang
menggunakan otot bantu
berhubungan dengan kebutuhan
pernafasan
oksigen yang harus mendapatkan
tindakan segera) A : Sesak nafas tidak ada
lagi dan otot bantu nafas
tidak lagi
digunakan.Masalah
teratasi

P : Intervensi dihentikan

Jumat,20-07- 4)Gangguan pola tidur b/d status S : Pasien mengatakan


2017 kesehatan pernafasan : sesak nafas tidurnya nyenyak tidak
sesak nafas
10:00
O : Konjungtiva tidak
anemis , tampak
tersenyum

122
A : Gangguan sesak
nafas teratasi , kuliatas
dan imtensitas tidur
sesuai
kebutuhan,masalah
teratasi

P : Intervensi dihentikan

Jumat ,20-07- 5)Ansietas b/d kebutuhan tidak S : Pasien mengatakan


2017 terpenuhi tidak cemas karena akan
segera pulang
11:00
O : Tampak tersenyum ,
wajah gembira, tidak
gelisah

A : Rasa cemas teratasi


.Masalah teratasi

P : Intervensi dihentikan

123
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari analisa yang kami lakukan terhadap asuhan keperawatan pada Tn. S
dengan diagnosa medis Asma Bronkial yang kami analisa dengan pedekatan
secara anatomi fisiologi, konsep kebutuhan dasar oksigen dan konsep asuhan
keperawatan maka kami menyimpulkan :
1. Secara konsep anatomi dan fisiologi, sesak yang dialami pasien adalah
diakibatkan oleh spasme jalan napas yang disebabkan hipersekresi mukus
pada saluran bronkus yang diakibatkan respon hipersensivitas dari sistem
imun pada penderita asma
2. Nyeri yang ditimbulan pada pasien adalah akibat dari kelelahan otot
diagfragma yang berkontraksi secara berlebih disebabkan oleh
hiperventilasi yang merupakan respon tubuh untuk memenuhi kebutuhan
oksigen.
3. Keadaan sesak dan nyeri ini menimbulkan masalah keperawatan yaitu
bersihan jalan napas terkait adanya mukus di dalam saluran bronkus, pola
napas yang tidak efektif terkait hiperventilasi akibat spasme bronkus,
nyeri sebagai akibat dari kelelahan otot diagfragma yang berkontraksi
secara berlebih, hingga muncul masalah lain seperti terganggunya
kebutuhan tidur hingga cemas.
4. Kebutuhan dasar oksigenasi merupakan kebutuhan yang utama yang
apabila terjadi gangguan haruslah ditangani dengan cepat dan
diutamakan karena ini menyangkut kebutuhan zat yang paling
dibutuhkan manusia yaitu oksigen, apabila tidak segera mendapat
penanganan maka akan menyababkan masalah baru dan kematian.
5. Dalam membuat asuhan keperawatan haruslah menggunakan konsep
yang sistematis dan komprehensif serta dibutuhkan kemampuan berpikir
kiritis agar data yang didapatkan lebih kompleks sehingga masalah-
masalah kesehatan pasien dapat ditemukan dan dapat menentukan

124
penanganan yang tepat terkait masalah-masalah tersebut. Integritas
intelektual atau ilmu pengetahuan yang matang sangat dibutuhkan dalam
berpikir kritis selain mampu menemukan masalah yang saling berkaitan
tetapi juga mampu menemukan solusi terkait masalah tersebut.

B. Saran
1. Diharapkan Mahasiswa mampu mengasah kemampuannya dalam
menganalisa suatu maslah dalam hal ini kemampuan berpikir kritis,
yang mana tidak hanya sebatas berpikir dengan data yang ada namun
juga dengan kemampuan analisa yang didasari ilmu pengetahuan dan
sumber yang jelas sehingga bisa menemukan masalah yang tepat
atau spesifik yang nantinya akan pecahkan dan ditemukan solusinya.
2. Dengan adanya makalah ini semoga bisa menjadi sedikit penambah
wawasan dan ilmu pengetahuan bagi kita semua terkait analisa
dengan berpikir kritis pada asuhan keperawatan pasien dengan asma
bronkial. Namun jangan terpaku pada satu sumber saja masih banyak
sumber terupdate dan mungkin temuan-temuan baru terkait masalah
yang dibahas dalam makalah ini.
3. Makalah ini sangat jauh dari kata sempurna oleh karena itu penunlis
sangat mengharapkan kritik & saran yang membangun dari kawan-
kawan.

125
DAFTAR PUSTAKA

Aru W, Sudoyo et al. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2
Edisi4.Departemen Ilmu Penyakit dalam FKUI. Jakarta

Diakses pada 14 Oktober 2017, pukul 10:02 WITA


https://brainly.co.id/tugas/11787438

Diakses pada 14 Oktober 2017, pukul 10:12 WITA


https://www.vemale.com/topik/asma/29103-mengapa-udara-dingin-dan-
lingkungan-lembab-picu-penyakit-asma.html

Diakses pada 14 Oktober 2017, pukul 10:32 WITA


https://www.kompasiana.com/fatiaau29/proses-dalam
tidur_552adc886ea8345116552d0a

Diakses pada 14 Oktober 2017, pukul 10:42 WITA


http://library.usu.ac.id/download/fk/keperawatan-dudut2.pdf

Diakses pada 14 Oktober 2017, pukul 10:52 WITA


http://www.sembuhalami.com/artikel/asma.html

Diakses pada 14 Oktober 2017, pukul 11:02 WITA https://www.penyakit.com

Diakses pada 14 Oktober 2017, pukul 11:22 WITA


www.stikeskusumahusada.ac.id

Diakses pada 14 Oktober 2017, pukul 12:02 WITA


http://www.sridianti.com/bagaimana-cara-kerja-sistem-saraf.html

Dongoes. 2000. DiagnosaKeperawatan. Edisi 8.Jakarta :EGC.

126
Smucny J, Cough,Hueston W J, in 20 Common Problems Respiratory Disorders,
McGraw-Hill Companies, United States,2002,3-20.

Greber et al. 2006.Buku Saku Dokter Keluarga University of IOWA Edisi 3.


Jakarta. Buku Kedokteran EGC

Kozier. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep Proses dan Praktek.
Edisi 7 Vol. 1. Jakarta. Buku Kedokteran EGC.

Muttaqin, Arif. 2007. Buku Ajar AsuhanKeperawatan Klien dengan Gangguan


Pernafasan. Jakarta. Salemba Medika

Pearce Evrlyn, .(2002). Anatomi dan Phygology For nurse. Jakarta: PT.
Gramedia.

Roger Watson, (1995), Anatomy and Physiology For Nurse, ed. Ke 10, Balliere
Tindal : London

Sloana, Ethel, .(2004) Anatomi dan Fisiologi. Jakarta : EGC

Somantri, Irman. 2007. Keperawatan Medikal Bedah : Asuhan Keperawatan Pada


Pasien dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta. Salemba Medika.
Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan
Jakarta : Buku Kedokteran EGC.

127

Anda mungkin juga menyukai