Anda di halaman 1dari 20

1

Referat

DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA LIMFANGITIS

Oleh:
Nurul Hayatun Nupus, S.Ked 04111001008

Pembimbing:
Dr. dr. Taufik Indrajaya, SpPD, KKV

BAGIAN DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT UMUM PUSAT
DR MOHAMMAD HOESIN
PALEMBANG 2018
2

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Referat
DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA LIMFANGITIS
Oleh:
Nurul Hayatun Nupus, S.Ked 04111001008

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti ujian kepanitraan
klinik senior di Bagian/Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Univrsitas
Sriwijaya Palembang.

Palembang, April 2018

Dr.dr. Taufik Indrajaya, SpPD, KKV


3

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala kemudahan
serta rahmat yang begitu besar sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan referat yang
berjudul Limfangitis. Laporan ini merupakan salah satu syarat Kepanitraan Klinik Senior
(KKS) di Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSMH Palembang.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr.dr. Taufik Indrajaya, SpPD, KKV,


selaku pembimbing yang telah membimbing dalam perbaikan baik penulisan maupun
pembahasan dalam laporan referat ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua
pihak yang telah membantu hingga selesainya penulisan laporan referat ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan referat ini yang
disebabkan keterbatasan kemampuan penulis oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun dari berbagai pihak sangat diharapkan oleh penulis guna perbaikan dimasa yang
akan datang. Semoga laporan referat ini dapat memberikan manfaat bagi yang membacanya.

Palembang, April 2018

Penulis
4

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i


HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. ii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iv
DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 5
1.1. Latar Belakang ...................................................................................
5
1.2. Tujuan Penulisan ............................................................................... 6

BAB II LIMFANGITIS ...................................................................................... 7


2.1. Anatomi sistem limfatik ..................................................................... 7
2.2. Fisiologi sistem limfatik ..................................................................... 10
2.3. Epidemiologi ...................................................................................... 12
2.4. Etiologi ............................................................................................... 13
2.5. Klasifikasi limfangitis ........................................................................ 13
2.6. Faktor Resiko ..................................................................................... 15
2.7. Patogenesis ......................................................................................... 15
2.8. Manifestasi Klinis Limfangitis ........................................................... 15
2.9. Pemeriksaan Penunjang ..................................................................... 16
BAB III DIAGNOSIS LIMFANGITIS ............................................................. 17
3.1. Diagnosis Limfangitis ......................................................................... 17
3.2. Diagnosis Banding ............................................................................. 17
3.3 Tatalaksana ......................................................................................... 17
3.4. Prognosis ............................................................................................ 18
BAB IV KESIMPULAN ...................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 20
5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sistem limfa merupakan sebuah suplemen penting pada sistem jantung dan pembuluh
darah yang berfungsi untuk membantu menghilangkan racun dalam tubuh, sistem ini juga
merupakan suatu pendukung penting bagi sistem imun(kekebalan). Berbeda dengan darah,
limfa hanya bergerak satu arah di tubuh, digerakkan oleh aksi otot-otot rangka di sekitarnya.
Limfa di dorong ke aliran darah untuk menjalankan eliminasi(proses pembuangan).
Memahami pentingnya sistem limfa dalam menyaring, mendaur ulang dan menghasilkan
darah seperti menyaring limfa, mengumpulkan cairan berlebih, dan menyerap material yang
larut lemak sangat penting dalam memahami fisiologi manusia. Cairan limfa tidak
mengandung eritrosit dan trombosit, namun banyak mengandung sel darah putih yaitu
limfosit.1
Komponen sintem limfa terdiri atas, pembuluh limfa, cairan yang disebut limfa, buku
limfa, timus, dan limpa. Pembuluh limfa terdapat di seluruh tubuh di sepanjang arteri (pada
visera) atau vena (pada jaringan subkutan di bawah kulit). Pembuluh limfa tidak terdapat di
sistem saraf pusat, sumsum tulang, gigi, dan jaringan avaskular Pembuluh limfa mempunyai
ciri-ciri sebagai berikut; terdapat katup untuk mencegah aliran balik limfa (seperti pada vena),
dinding pembuluh pengumpul terdiri atas tiga tunika (lapisan) yang sama seperti pada vena,
tetapi lapisan-lapisan ini lebih tipis dan lebih tidak berbentuk, batang limfa terbentuk dari
bersatunya pembuluh pengumpul. Sembilan batang utama, menyalurkan limfa dari daerah-
daerah asalnya, yaitu batang lumbar, jugulum, subklavia, dan bronkomediastinum yang
masing-masing berpasangan (kiri dan kanan, dari setiap sisi tubuh), dan batang usus tunggal,
duktus limfa adalah pembuluh limfa yang terbesar.1
Dua duktus ini menyalurkan limfa ke dalam vena pada leher ( di kanan dan di kiri vena
subklavia pada titik pertemuannya dengan vena jugulum internal). Katup pada duktus limfa
terdapat pada titik pertemuan dengan vena, mencegah masuknya darah ke dalam pembuluh
limfa, duktus toraks (duktus toraks kiri) mengumpulkan limfa dari bagian kiri tubuh dan
daerah-daerah di bagian kanan tubuh di bawah toraks. Dimulai dari sisterna chili, sebuah
daerah pada pembuluh limfa yang membesar yang terbentuk mengkuti bersatunya batang usus
dan batang lumbar kiri dan kanan. Duktus toraks kanan mengumpulkan limfa dari bagian
kanan atas tubuh (lengan kanan dan daerah kanan toraks, leher, dan kepala), daerah yang jauh
lebih kecil daripada yang dilayani duktus toraks kiri.1
6

Limfangitis adalah peradangan pada saluran limfatik, biasanya dalam jaringan


subkutan. Hal ini terjadi baik sebagai proses akut yang berasal dari bakteri atau sebagai proses
kronis dari mikotik, mikobakteri, atau filaria. 3,4 Limfangitis akut sering disebabkan oleh
Streptococcus beta haemoliticus atau Staphylococcus aureus.3,4 Di Amerika Serikat,
limfangitis akut paling sering disebabkan oleh Streptococcus grup A, dan limfangitis kronis
biasanya disebabkan oleh Sporothrix schenckii.3,4 Pada kasus limfangitis yang berulang dapat
kita curigai sebagai gejala awal dari kondisi limfedema.3,4

Pembuluh limfe yang melebar terisi oleh neutrofil dan histiosit. Inflamasi ini meluas ke
dalam jaringan perilimfatik dan dapat berkembang menjadi selulitis atau abses yang nyata.
Keterlibatan limfonodus (limfedenitis akut) pada infeksi ini dapat menimbulkan septikemia.2
1.2. Tujuan Penulisan
Penulisan referat ini bertujuan untuk mengetahui anatomi dan fisiologi sistem limfe,
etiologi, epidemiologi, klasifikasi limfangitis, faktor resiko, patofisiologi, diagnosis, dan tata
laksana limfangitis.
7

BAB II

LIMFAMGITIS

2.1. Anatomi pembuluh limfe

Di perifer, aliran limf dimulai dari kapiler limf yang hanya terdiri dari satu lapis
endotel yang berbentuk silindris. Kapiler limf saling bergabung membentuk saluran limf halus
yang disebut saluran limf awal. Saluran ini saling berhubungan membentuk jala yang semua
mengalir ke arah proksimal menuju saluran limfe yang lebih besar. Sesuai dengan perjalanan
pembuluh vena, maka limf juga akan terbagi dalam jalur dangkal dan jalur dalam yang ke
arah proksimal makin besar diameternya. Saluran inni kemudian akan bermuara ke kelenjar
limf sebagai pembuluh aferen (L.: afferens = yang membawa kepada, yang masuk).
Pembuluh darah tungkai dan permukaan tubuh di kaudal umbilikus bermuara ke kelenjar di
inguinal sedangkan pembuluh daerah lengan dan permukaan tubuh di kranial umbillikus
bermuara ke kelenjar di aksila. Dari kelenjar, aliran limf melanjutkan kedalam pembuluh
eferen (L.: efferens = yang membawa daripada, yang keluar). Pada daerah abdomen dan
toraks, aliran limf yang berasal dari trunkus intestinalis, trunkus seliakus, dan trunkus
mediastinalis masuk ke duktus toraksikus, sementara dari trunkus lumbalis akan masuk ke
sisterna kilus (Y.: cisterna = tempat air hujan, chylos = cairan; tempat cairan limf).1

Right (lymphatic) duct

Left (thoracic) duct


Heart
Axillary lymph nodes
Spleen

Thoracic duct
Pelvic lymph nodes

Inguinal lymph nodes

Lymph vessels and

Gambar 1. Anatomi Limfatik1


8

Sistem limfatik trdiri atas cairan limfe, pembuluh darah tempat transport cairan limfe
dan organ yang mengandung jaringan limfoid seperti kelenjar getah bening, limpa dan timus.

Cairan limfe merupakan cairan yang tidak berwarna dan memiliki komposisi yang
mirip dengan plasma darah. Cairan ini mengandung banyak limfosit dan sering kali
ditemukan korpuskel sel darah merah. Granul dan bakteri juga diambil oleh limfe dari rongga
jaringan ikat, sebagian oleh aksi limfosit yang masuk ke limfe lewat endotel dan sebagian dari
pasase langsung lewat endotel.

Pembuluh darah limfatik merupakan komponen integral sirkulasi yang terdiri atas
jaringan pembuluh darah yang penting, baik untuk homeostasis cairan maupun respon sistem
imun. Pembuluh darah ini dibentuk dari serangkaian saluran yang menghubungkan rongga
interstistial dengan organ limfoid (timus, limpa dan nodus limfatikus) dan sirkulasi sentral.
Pembuluh darah ini secara struktural dan fungsional berperan dalam regulasi homeostatik dan
mediasi cairan yang kaya protein dari ujung akhir venadi pembuluh kapiler.

Pada embrio manusia, terdapat enam sakus limfatikus yang merupakan asal pembuluh
darah limfatik. Dua diantaranya berpasangan, sakus limfatikus jugular dan sakus limfatikus
posterior. Sedangkan dua sisanya tidak berpasangan, sakus limfatikus retroperitoneal dan
csterna chyli. Posisi sakus limfatikus adalah sebagai berikut:

1. Sakus jugular, pada sudut antara vena subklavia,


2. Sakus posterior, pada sudut antara vena iliaka,
3. Sakus retroperitoneal, pada atap msenteri dekat kelenjar suprarenal,
4. Cisterna chyli, di daerah vertebrae lumbal ketiga dan keempat.

Kompleks pleksus kapiler limfatik, yang terdiri dari selapis endotel, terletak di ruang
interstistial dibanyak regio tubuh. Sel endotel pada pembuluh limfe memiliki hubungan yang
longar untuk memfasilitasi masuknya cairan, makromolekul dan sel. Pleksus kapiler limfatik
memiliki bentuk yang bervariasi, terdapat banyak anastomosis. Pada beberapa tepat seperti
papilla dermal, vili intestinal, dan papila filiformis di lidah, kapiler ini tidak memiliki ujung
akhir (cul-de-sacs). Pleksus sring kali memiliki dua lapisan: superfisial dan lapisan dalam,
yang superfisial memiliki kaliber yang lebih kecil. Kapiler limfatik tidak memiliki katup.

Pembuluh limfatik yang besar memiliki tiga lapisan. Lapisan internalnya tipis,
transparan, sedikit elastik dan terdiri atas slapis sel endotel; sel ini didukung oleh membrane
elastis. Lapisan tengah dibentuk oleh otot polos dan serat elastik dengan arah transversum.
9

Lapisan terluar terdiri atas jaringan ikat yang bercampur dengan otot polos yang berjalan
longitudinal atau oblik. Lapisan terluar membentuk lapisan pelindung dan tempat
menghubungkan pembuluh limfe dengan struktur sekitar. Pada pembuluh yang lebih kecil,
tidak terdapat serat muskular atau elastin, dinding terdiri hanya oleh selubung jaringan ikat
yang dilapisi endotel.

Pembuluh limfatik bersifat sangat halus. Selubungnya yang bersifat transparan


membuat cairan ang di dalamnya dapat terlihat. Pembuluh ini terinterupsi saat interval
konstriksi sehingga terlihat seperti gambaran manik-manik. Konstriksi ini sesuai dengan
kondisi katup yang dimiliki pembuluh darah ini. Katup satu arah menjamin arah aliran
menuju ke kolektor subkutan yang memiliki katu-katup dan dikelilingi otot polos. Cairan
getah bening tersebut kemudian akan dialihkan ke nodus limfatik regional baik melalui
kolektor-kolektor subkutan maupun melalui pembuluh limfatik yang lebih dalam lagi (yang
merupakan bagia dari kompleks neurovaskular). Pembuluh limfatik ditemukan dihampir
seluruh jaringan dan organ yang mengandung pembuluh darah.

Nodus limfatik berkumpul dalam grup-grup sesuai dengan daerah yang dilalui oleh
pembuluh limfatik. Nodus limfatik terdiri atas kapsul fibrosa, jaringan limfoid, suplai
pembuluh darah dan pembuluh eferen-eferen yang berkomunikasi lewat pembuluh getah
bening dalam nodul atau kelenjar tersebut.

Dari nodus limfatik ini, cairan akan dialirkan melalui pembuluh limfatik besar menuju duktus
thorasikus yang kemudian bermuara di pembuluh darah vena. Muara tersebut terletak di sudut
antara vena subklavia kiri dan vena jugularis kiri (gambar 2).1
10

Gambar 2. Gambaran skematik nodus limfatikus

2.2. Fisiologi pembuluh limfe

Cairan intertisium dalam jaringan tubuh yang mengandung protein plasma masuk ke
dalam saluran limf dengan mekanisme permeabilitas akan kembali ke sirkulasi. Setelah
melalui katup pertama saluran kapiler dan kelenjar limf, cairan limf digerakkan dengan arah
sentripetal oleh mekanisme pompa kulit-otot dan dorongan arteri. Dengan bantuan kontraksi
spontan tabung dan saluran pengumpul limf, dan karena perubahan tekanan intratorakal di
daerah duktus toraksikus, maka cairan ini bergerak terus dalam suatu sirkulasi. Produksi
cairan limf rata-rata sehari adalah sekitar 0,5-3 liter.1,5

- Fungsi Sistem Limfe:1,5


 Mengembalikan kelebihan cairan yang terfiltrasi. Dalam keadaan normal, filtrasi
kapiler melebihi reabsorpsi sekitar 3 liter per hari (20 liter yang difiltrasi, 17 liter
direabsorpsi). Namun volume darah keseluruhannya hanyalah 5 liter, dan hanya 2,75
liter-nya yang plasma. (Sel-sel darah membentuk sisa volume darah). Dengan curah
jantung rerata, setiap hari 7200 liter darah melewati kapiler pada keadaan istirahat
(lebih banyak jika curah jantung meningkat). Meskipun hanya sebagian kecil dari
cairan yang difiltrasi yang tidak direabsorpsi oleh kapiler namun efek kumulatif proses
yang terus berulang dengan setiap denyut jantung menyebabkan cairan yang tertinggal
11

di kompartemen interstisium setiap hari melebihi volume plasma total. Jelaslah, cairan
ini harus dikembalikan ke dalam plasma, dan tugas ini dilaksanakan oleh pembuluh
limfe.3
 Pertahanan terhadap penyakit. Cairan limfe mengalir melewati kelenjar limfe
(limfonodus) yang terletak di dalam sistem limfe. Lewatnya cairan ini melalui
limfonodus adalah suatu aspek penting mekanisme perthanan tubuh terhadap penyakit.
Sebagai contoh, bakteri yang diserap dari cairan interstisium dihancurkan oleh fagosit
khusus di dalam kelenjar limfe.1.5
 Transport lemak yang diserap. Sistem limfe penting dalam penyerapan lemak dari
saluran cerna. Produk-produk akhir dari pencernaan lemak makanan dikemas oleh
sel-sel yang melapisi saluran cerna menjadi partikel lemak yang terlalu besar untuk
masuk ke dalam kapiler darah tetapi mudah memperoleh akses ke pembulluh limfe
awal.1,5
 Pengembalian protein yang tersaring. Disebagian besar kapiler terjadi keocoran
sebagian protein plasma sewaktu proses filtrasi. Protein-protein ini tidak mudah
direabsorpsi ke dalam kapiler tetapi mudah mendapatkan akses ke pembuluh limfe
awal. Jika protein tersebut dibiarkan menumpuk di cairan interstisium dan tidak
dikembalikan ke sirkulasi melalui pembuluh limfe maka tekanan osmotik koloid
cairan interstisium (tekanan keluar) akan teru meningkat sementara tekanan osmotik
koloid plasma (tekanan masuk) akan turun progresif. Akibatnya, gaya-gaya filtrasi
akan meningkat sementara gaya-gaya reabsorpsi berkurang sehingga terjadi akumulasi
progresif cairan di ruang interstisium disertai penurunan volume plasma.1
Fungsi utama sistem limfatik ialah mengembalikan cairan dan protein yang
telah disaring dari kapiler ke dalam interstisial, kembali ke sirkulasi. Tanpa adanya
pengembalian protein yang tersaring dan cairan secara terus menerus , volume plasma
akan dengan cepat menurun dan edema interstisial akan terjadi.1
Sistem limfatik bekerja sebagai faktor pengaman terhadap edema karena aliran
limfe dapat meningkat 10 sampai 50 kali lipat ketika cairan mulai terakumulasi dalam
jaringan. Hal ini memungkinkann sistem limfatik mengangkut cairan dan protein
dalam jumlah besar sebagai respons terhadap peningkatan filtrasi kapiler, sehingga
mencegah peningkatan tekanan interstisial ke kisaran tekanan positif. Faktor
pengaman yang ditimbulkan oleh peningkatan aliran limfe telah dihitung, yaitu sekitar
7 mmHg.1
12

Gambar 3. Fisiologi Limfatik1

2.3. Epidemiologi Limfangitis

Limfangitis merupakan suatu peradangan pada pembuluh darah limfe. Limfangitis merupakan
salah satu komplikasi dari kasus selulitis yaitu luka pada kulit. Hal ini sesuai dengan beberapa penulis
dan peneliti kasus erisipelas dan selulitis. Episode infeksi selulitis berulang mengakibatkan inflamasi
saluran limfe dan menyebabkan limfangitis. Studi retrospektif yang dilakukan di salah satu rumah
sakit di Singapura didaatkan prosentase episode berulang pada selulitis sebesar 8% hingga 20%. 22
Berdasar beberapa penelitian prospektif dan retrospektif menunjukkan lebih besar kemungkinan kasus
selulitis mengalami episode berulang . Data hasil penelitian ini sesuai dengan Concheiro dan kawan-
kawan, bahwa onset selulitis berulang yang yang dapat menyebabkan limfangitis adalah rata-rata
adalah pada usia 40-60 tahun, dengan kecenderungan terjadi pada usia lebih dari 60 tahun. Didapatkan
rata-rata pada usia 58,93 tahun, dengan usia termuda 15 tahun dan tertua 96 tahun. Hal itu juga sesuai
dengan Baddour dan kawan-kawan, bahwa selulitis sering terjadi pada usia pertengahan dan usia tua. 6

Hasil pemeriksaan kultur mikrobiologi pada penelitian retrospektif ini sebagian besar kuman
patogen yang teridentifikasi adalah Streptococcus pyogenes (Streptococcus β hemolyticus group A)
dan S.aureus.4 Penelitian ini juga sesuai dengan PDT Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK UNAIR
RSUD Dr. Soetomo Surabaya tahun 2005, disebutkan bahwa kuman penyebab limfangitis terbanyak
adalah S.aureus. Streptococcus β hemolyticus group A.3,
13

2.4. Etiologi Limfangitis

Limfangitis akut sering disebabkan oleh Streptococcus beta haemoliticus atau


Staphylococcus aureus.4 Di Amerika Serikat, limfangitis akut paling sering disebabkan oleh
Streptococcus grup A, dan limfangitis kronis biasanya disebabkan oleh Sporothrix schenckii.5
Pada individu dengan pertahanan host yang normal, spesies Streptococci beta hemolytic grup
A (GABHS) adalah penyebab paling umum dari limfangitis, berkembang cepat dan terkait
dengan komplikasi serius.2

Gambar 4. Tabel etiologi limfangitis4

2.5. Klasifikasi limfangitis

2.5.1. Limfangitis Akut


Limfangitis akut terjadi pada infeksi yang biasanya ditemukan di daerah
ekstremitas, dimana infeksi menyebar disepanjang saluran limfatik. Infeksi tersebut
sering disebabkan oleh Streptococcus grup A (Kadang disebabkan oleh streptokokus
kelompok lain, dan sangat jarang oleh Staphylococcus aureus atau oleh Pasteurella
multocida). Manifestasi sistemik mungkin berkembang dengan cepat sebelum bukti
infeksi di lokasi inokulasi organism tampak jelas. Pada inspeksi terlihat garis linear
berwarna merah, dengan ukuran beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter,
14

memanjang dari lokasi awal infeksi menuju daerah kelenjar getah bening, yang
membesar dan lembut. Edema perifer dari ekstremitas yang terinfeksi sering terjadi.
Perjalanan infeksi dari lesi awal limfangitis ke komplikasi bakteremia dapat terjadi
dengan cepat dalam waktu 24 sampai 48 jam.2,7

Limfangitis dengan episode berulang kadang dapat terjadi pada episode awal dari
limfedema kronis. Meskipun jarang, elefantiasis nostras berupa obstruksi saluran limfatik
yang progresif dari ekstremitas bawah, dapat terjadi pada limfangitis dengan episode
berulang yang disebabkan oleh streptokokus. Pada edema lokal yang berkelanjutan,
adanya edema permanen yang solid menimbulkan jaringan fibrosis dari dermis dan
jaringan subkutan, dan pachyderma verukosa.2

2.5.2. Limfangitis Granulomatous Kronik


Tidak seperti lymphangitis akut, lymphangitis granulomatosa kronis adalah proses
yang terjadi secara lambat, berhubungan dengan sedikit rasa sakit atau bukti infeksi
sistemik. Umumnya, hal ini di dasari oleh penyakit Sporotrichosis. Infeksi ini sering
berkaitan oleh adanya trauma ringan (misalnya, dari duri barberry atau semak). Sebuah
nodul eritematous subkutan (sering berfluktuasi) atau ulkus chancriform yang
berkembang di lokasi inokulasi Sporothrix schenckii (hadir di beberapa tanaman dan di
sphagnum moss digunakan dalam berkebun) pada tangan atau jari. Lesi tidak berespon
terhadap pengobatan lokal atau dengan pemberian agen antibakteri umum. Perlahan-
lahan, beberapa nodul subkutan muncul dan memanjang ke proksimal sepanjang
perjalanan limfatik regional.

Sebuah proses yang sangat jarang namun paling merepotkan yaitu limfangitis
granulomatosa yang terlokalisir pada penis dan kulit skrotum dengan edema kronis pada
area genital. Ini mungkin berhubungan dengan limfogranuloma venereum, granuloma
inguinale, penyakit Milroy, trauma yang ditimbulkan sendiri, sindrom Melkersson-
Rosenthal, atau penyakit Crohn, atau mungkin idiopatik.2

2.5.3. Pseudolimfangitis
Bahan kimia eksogen yang terkena kulit dapat menghasilkan reaksi inflamasi lokal
secara linear dan menyerupai limfangitis superfisial. Beberapa produk tanaman tertentu
dapat berfungsi sebagai agen fotosensitasi, dan riwayat kontak awal tidak diketahui oleh
pasien. Secara khusus, kulit jeruk dan air jeruk nipis mengandung beberapa gugus
coumarin yang dapat memprovokasi phytophotodermatitis2
15

2.6. Faktor Resiko

Faktor resiko terjadinya limfangitis adalah patogen yang sebagian besar dapat diisolasi
dari lesi, dan berhubungan dengan trauma atau luka setelah pembedahan dan ulkus pada
ekstremitas, usia lanjut, didiagnosis dengan diabetes mellitus, telah terinfeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV).

2.7. Patofisiologi
Sistem limfatik berperan pada reaksi peradangan sejajar dengan sistem vaskular darah.
Biasanya ada penembusan lambat cairan interstisial kedalam saluran limfe jaringan, dan limfe
yang terbentuk dibawa kesentral dalam badan dan akhirnya bergabung kembali kedarah vena.
Bila daerah terkena radang, biasanya terjadi kenaikan yang menyolok pada aliran limfe dari
daerah itu. Telah diketahui bahwa dalam perjalanan peradangan akut, lapisan pembatas
pembuluh limfe yang terkecil agak meregang, sama seperti yang terjadi pada venula, dengan
demikian memungkinkan lebih banyak bahan interstisial yang masuk kedalam pembuluh
limfe. Bagaimanapun juga, selama peradangan akut tidak hanya aliran limfe yang bertambah ,
tetapi kandungan protein dan sel dari cairan limfe juga bertambah dengan cara yang sama.8
Sebaliknya, bertambahnya aliran bahan-bahan melalui pembuluh limfe
menguntungkan karena cenderung mengurangi pembengkakan jaringan yang meradang
dengan mengosongkan sebagian dari eksudat. Sebaliknya, agen-agen yang dapat
menimbulkan cedera dapat dibawa oleh pembuluh limfe dari tempat peradangan primer
ketempat yang jauh dalam tubuh. Dengan cara ini, misalnya, agen-agen yang menular dapat
menyebar.
Penyebaran sering dibatasi oleh penyaringan yang dilakukan oleh kelenjar limfe regional
yang dilalui oleh cairan limfe yang bergerak menuju kedalam tubuh, tetapi agen atau bahan
yang terbawa oleh cairan limfe mungkin masih dapat melewati kelenjar dan akhirnya
mencapai aliran darah13. Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisis dapat menghasilkan
petunjuk tentang kemungkinan diagnosis ini dan evaluasi lebih lanjut secara langsung
( misalnya hitung darah lengap, biakan darah, foto rontgen, serologi, uji kulit). Jika adenopati
sistemik tetap terjadi tanpa penyebab yang jelas tanpa diketahui, biopsi kelenjar limfe
dianjurkan. 8

2.8. Manifestasi Klinis Limfangitis


16

Gejala umum dapat berupa febris dengan gejala sepsis, lemah, dan tanda leukositosis.
Secara klinik limfangitis dapat tampak berupa jalur yang dangkal atau berupa jaringan rata.
Kelainan ini sering terjadi serempak pada berbagai tempat, kadang membentuk fistel,
terutama pada limfedenitis atau limfangitis tuberkulosa. Kadang limfangitis cenderung
berulang.

Gambar 4. Pria 23 tahun dibawa ke UGD dengan


keluhan nyeri pada lengan kiri dan eritema yang
menjalar linear ke siku. Pada pemeriksaan
didapatkan suhu 36,7 °C, denyut jantung 64
denyut per menit, dan tekanan darah 139/85
mmHg. Pemeriksaan fisik tampak blister
kecil/abses di jari kiri dengan daerah sekitar yang
teraba hangat dan lembut. Pasien menjalani insisi
dan drainase lesi serta mendapatkan terapi
antibiotik empiris (cefazolin, vankomisin). Hasil
kultur drainase lesi menunjukkan Streptococcus
pyogenes, terapi antibiotik diganti dengan penisilin
G secara intravena. Hari ke-2, eritema telah
membaik, pasien dipulangkan saat menerima
penisilin V kalium oral selama 12 hari.

2.9. Pemeriksaan Penunjang


Pasien yang datang dengan limfangitis, hitung sel darah lengkap (CBC) dan kultur
darah harus diperoleh. Selain itu, kultur atau aspirasi nanah harus dipertimbangkan.Jumlah sel
darah putih perifer umumnya meningkat. Agen etiologi dapat diidentifikasi dengan pewarnaan
Gram dan kultur yang diperoleh dari lesi awal. Kultur darah juga dapat mengungkapkan
organisme penyebab.9

- Kultur dan Pewarnaan Gram

Kultur darah dapat mengungkapkan infeksi yang telah menyebar ke aliran darah;
Kultur dan pewarnaan Gram dari aspirasi fokus primer infeksi dapat membantu dalam
mengidentifikasi organisme serta memilih antimikroba spesifik.9

- Studi pencitraan

Multidetector computed tomography (MDCT) sangat berguna dalam menentukan


morfologi (selulitis dengan beberapa nodul kecil subkutan) dan melihat perluasan lesi dalam
kasus limfangitis nodular yang disebabkan oleh Mycobacterium marinum.9
17

BAB III
DIAGNOSIS LIMFANGITIS

3.1. Diagnosis Limfangitis

Diagnosis limfangitis dapat ditegakkan berdasarkan:

1. Gejala dan hasil pemeriksaan fisik,

2. Pemeriksaan penunjang menunjukan peningkatan jumlah sel darah putih,

3. Organisme pnyebab infeksi hanya dapat dibiakkan di laboratorium bila infeksi sudah
menyebar ke aliran darah atas bila berbentuk nananh pada luka terbuka.

3.2. Diagnosis Banding

Kombinasi dari infeksi perifer atau lesi traumatik dan onset akut demam dengan garis-
garis linear merah daerah proksimal pada kelenjar getah bening regional diarahkan pada
diagnostik limfangitis akut. Tromboflebitis dapat menghasilkan gambaran linear dari daerah
eritema, tapi tidak ditemukan adanya lesi awal dan adenopati pada daerah sekitar yang
lembut, hal ini membantu dalam membedakannya dengan limfangitis. Penting untuk dicatat
bahwa, lymphangitis menjadi rumit oleh adanya tromboflebitis sekunder.9

Filariasis dapat dijadikan pertimbangan diagnosis apabila didapatkan riwayat kondisi


geografis yang sesuai. Sporotrichosis dianggap ulseratif ketika limfangitis kronis berkembang
dalam diri seseorang dimana riwayat pekerjaan berhubungan dengan tanaman, tanah, atau
kayu. Sedangkan, M. marinum dicurigai sebagai agen etiologi ketika lesi sporotrichoid
berkembang pada orang yang memiliki riwayat kontaminasi sekitar kolam renang dan tangki
ikan.

3.3. Tatalaksana

Karena sifat serius infeksi ini, pengobatan akan dimulai segera, bahkan sebelum hasil
kultur bakteri yang tersedia. Satu-satunya pengobatan untuk limfangitis adalah memberikan
dosis sangat besar antibiotik, biasanya penisilin, melalui pembuluh darah. Tumbuh bakteri
streptokokus biasanya dihilangkan dengan cepat dan mudah dengan penisilin. Antibiotik
18

klindamisin dapat dimasukkan dalam pengobatan untuk membunuh streptokokus yang tidak
tumbuh dan berada dalam keadaan istirahat. Atau sebuah “spektrum luas” dapat digunakan
antibiotik yang akan membunuh banyak jenis bakteri. 10 Limfangitis dapat menyebar dalam
hitungan jam. Perawatan harus dimulai segera. Pengobatan termasuk :

1. Antibiotik untuk mengobati infeksi yang mendasari


2. Analgesik untuk mengontrol nyeri
3. Obat-obat anti-inflamasi untuk mengurangi inflamasi dan pembengkakan
4. Kompres panas lembab untuk mengurangi peradangan dan rasa sakit
5. Pembedahan mungkin diperlukan untuk menguras abses apapun.10,11

Terapi penisilin adalah pengobatan awal yang direkomendasikan untuk lymphangitis


akut.5,9 Terapi empiris sesegera mungkin sangat penting karena progres penyakit yang cukup
cepat. Penyakit ringan sampai sedang dapat dikelola dalam pengaturan rawat jalan. Dalam
kasus moderat, dosis awal ceftriaxone intramuskular (1g/IM) dapat diberikan, diikuti oleh
terapi oral dosis tinggi dengan penisilin V atau amoxicillin (500 mg/ 6 jam) dengan
pengawasan yang ketat. Dicloxacillin oral atau cephalexin (500 mg/ 6 jam) dapat diberikan
jika ada kekhawatiran mengenai kemungkinan etiologi staphylococcal.10

Pasien dengan kondisi yang lebih akut, harus dirawat di rumah sakit dan diberikan
parenteral penisilin G (2 juta U/ 4 - 6 jam). Jika etiologi staphylococcal dicurigai, vankomisin
(1 g/ 12 jam) harus diberikan.MD,JH Jika ada kecurigaan sporotrichoid oleh infeksi M. marinum,
diagnosis harus dikonfirmasi oleh demonstrasi basil tahan asam dan isolasi organisme.
Trimethoprim-sulfamethoxazole telah dilaporkan efektif dalam beberapa penelitian.10

3.4. Prognosis

kultur dapat diketahui bakteri penyebab dan sensitivitas terhadap jenis antibiotik tertentu.
Pemeriksaan kultur dapat dilakukan terkait dengan tujuan mempercepat kesembuhan, meningkatkan
angka kuratif, menurunkan komplikasi sehingga memberikan prognosis baik pada kasus limfangitis.
19

BAB IV

KESIMPULAN

Limfangitis adalah suatu peradangan dari saluran limfatik yang terjadi sebagai akibat
dari infeksi pada situs distal ke saluran tersebut. Yang menyebabkan sebagian besar
limfangitis terjadi  pada manusia adalah Streptococcus pyogenes (Grup streptokokus A).
Limfangitis juga kadang-kadang disebut "keracunan darah". Hal ini ditandai oleh kondisi
peradangan tertentu dari kulit yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Garis merah tipis dapat
diamati di sepanjang perjalanan pembuluh limfatik di daerah bencana, disertai dengan
pembesaran menyakitkan di dekat kelenjar getah bening, pasien juga menggigil dan demam
tinggi bersama dengan nyeri sedang dan bengkak. Limfangitis sering terjadi pada usia 40-60
tahun, dengan kecenderungan terjadi pada usia lebih dari 60 tahun. Didapatkan rata-rata pada usia
58,93 tahun, dengan usia termuda 15 tahun dan tertua 96 tahun.
Diagnosa limfangitis dapat ditegakkan dengan uji laboratorian untuk melihat jumlah
leukosit dalam darah yang berfungsi menunjukkan adanya infeksi pada pembuluh darah limfe.
Diagnosis juga dapat ditenggakan dari kultur luka yang terdapat pada daerah yang terdapat di
kulit. Terapi yang dapat diberikan pada limfangitis adalah antibiotik untuk mengobati infeksi
yang mendasari Analgesik untuk mengontrol nyeri, obat-obat anti-inflamasi untuk
mengurangi inflamasi dan pembengkakan, kompres panas lembab untuk mengurangi
peradangan dan rasa sakit, pembedahan mungkin diperlukan untuk menguras abses apapun.
20

DAFTAR PUSTAKA

1. Aru, W. Setioadi, B. Simadibrata, M. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 2
edisi IV.
2. Vindenes, T., et al. 2015. The New England Journal of Medicine. Acute Lymphangitis.
Massachusetts Medical Society.
3. Xavier, T., et al. 2014. Rare diagnosis of nodular lymphangitis caused by
Mycobacterium marinum: MDCT imaging findings. Acta Radiologica Short Reports
3(2) 1-3
4. Coben, B., et al. 2016. Nonbacterial Causes of Lymphangitis with Streaking. JABFM.
Vol. 29 No. 6.
5. Guyton, A.C. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC.
6. Inghammar M, Rasmussen M, Linder A. microbiological spectrum in an Italian tertiary
Recurrent erysipelas – risk factors and clinical care hospital. J Infect Dis 2005;
51(5):383-9.
7. Chahine, E., et al. 2015. Skin and Soft Tissue Infections. Infectious Disease. PSAP.
8. Price, Sylvia.A,Lorraine, M. Wilson. (1995). Buku 1 Patofisiologi “Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit”, edisi : 4. Jakarta : EGC.
9. Stevens DL, Bisno AL, Chambers HF, Everett ED, Dellinger P, Goldstein EJC, et al.
Practice guidelines for the diagnosis and management of skin and soft-tissue infections
2005; 41:1373406.
10. Cosgrove, S., et al. 2015. Antibiotic Guidelines 2015-2016. Johns Hopkins Hospital
Antimicrobial Stewardship Program.
11. Mandell, G. L., et al. 2010. Principles and Practice of Infectious Diseases. 7th ed. New
York: Churchill Livingstone Elsevier.
12. Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia;dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta: EGC.
13. Understanding Lymphedema for Cancer Other Than Breast Cancer. 2013:ACS.
14. http://emedicine.medscape.com/article/966003-overview#a5
15. Isselbacher. dkk. 2012. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam, Alih Bahasa
Asdie Ahmad H Edisi, 13. Jakarta: EGC.p 223

Anda mungkin juga menyukai