Anda di halaman 1dari 14

Anemia Defisiensi Vitamin B12

Definisi

Anemia adalah sekelompok penyakit yang ditandai dengan penurunan baik dalam
hemoglobin (Hb) atau volume darah merah sel (sel darah merah), yang menghasilkan
penurunan oksigen pembawa kapasitas darah. Anemia merupakan gejala dan tanda penyakit
tertentu yang harus dicari penyebabnya agar dapat diberikan terapi dengan tepat. Anemia
dapat disebabkan oleh satu atau lebih dari 3 mekanisme independen yaitu berkurangnya
produksi sel darah merah, meningkatnya destruksi sel darah merah dan kehilangan darah.
Gejala anemia disebabkan karena berkurangnya pasokan oksigen ke jaringan atau adanya
hipovolemia . 1

Anemia pernisiosa merupakan salah satu jenis anemia karena berkurangnya produksi
sel darah merah yang disebabkan oleh defisiensi vitamin B12 di mana vitamin B12
diperlukan untuk pembentukan sel darah merah di dalam sum-sum tulang belakang. Anemia
pernisiosa termasuk ke dalam jenis anemia makrositik atau anemia megaloblastik.

Anemia pernisiosa pertama kali dijelaskan oleh Thomas Addison pada tahun 1849.
Anemia dihubungkan dengan lambung oleh Austin Flint pada tahun 1860 dan diberi nama
pernicious anemia. Anemia pernisiosa umumnya disebabkan oleh defisiensi vitamin B12,
merupakan kondisi yang berhubungan dengan atrofi lambung kronik. Menurut National
Heart, Lung, and Blood Institute (NHLBI), penyakit ini dinamakan “pernicious” karena dulu
dianggap sebagai penyakit yang mematikan karena tidak diketahui terapinya. Kini, penyakit
ini dapat diterapi dengan cukup mudah, yaitu dengan suntikan atau suplementasi vitamin
B12. Bila tak tertangani, defisiensi vitamin B12 dapat menyebabkan komplikasi yang lebih
berat seperti gangguan neurologi, anemia kronis, dan keganasan lambung.

Pada sebagian besar kasus, anemia pernisiosa tampaknya merupakan penyakit


autoimun, karena sering ditemukan adanya antibodi terhadap protein sel parietal dalam darah
penderita penyakit ini.

Etiologi

Tubuh membutuhkan vitamin B12 untuk memproduksi sel darah merah (eritrosit).
Vitamin ini dapat diperoleh dari sumber makanan seperti daging, unggas, kerang, telur, dan
susu. Suatu protein spesifik yang disebut faktor intrinsik berfungsi untuk membantu absorbsi
vitamin B12 di dalam usus. Protein tersebut dihasilkan oleh sel di dalam perut. Ketika faktor
intrinsik tidak cukup untuk dihasilkan maka usus tidak dapat mengabsorpsi vitamin B12
dengan baik. Penyebab utama dari anemia defisiensi vitamin B12 adalah kondisi autoimun di
mana sistem imun tubuh menghancurkan protein faktor intrinsik atau menghancurkan sel
yang membuat faktor intrinsik tersebut. Selain itu anemia defisiensi vitamin B12 juga dapat
disebabkan oleh gastritis atropik.2

Anemia defisiensi vitamin B12 atau anemia pernisiosa yang diturunkan secara genetik
disebut juga anemia pernisiosa congenital. Namun ini sangat jarang ditemukan. Bayi dengan
tipe anemia ini tidak dapat memproduksi faktor intrinsik yang cukup atau tidak dapat
mengabsorbsi vitamin B12 dengan baik di dalam usus kecilnya. Pada orang dewasa, gejala
dari anemia pernisiosa biasanya tidak terlihat hingga umur 30. Umur rata-rata saat
didiagnosis adalah umur 60.2

Di bawah ini adalah tabel yang menyajikan penyebab dan sumber dari defisiensi
vitamin B12 yang berakibat pada kondisi yang fatal dalam jangka waktu yang cukup lama
yaitu anemia megaloblastik.
Tabel 1. Penyebab dan sumber defisiensi vitamin B12

Faktor Predisposisi

Faktor predisposisi bagi seseorang yang memungkinkan terkena penyakit anemia


defisiensi vitamin B12 di antaranya adalah sebagai berikut.2

 Keturunan Skandinavia atau Eropa Utara.


 Riwayat penyakit anemia defisiensi vitamin B12 dari keluarga.
 Riwayat gastrektomi parsial atau lengkap (pengangkatan lambung atau bagian dari
itu) dalam kasus kanker atau dalam kasus gastritis kronis (radang dinding lambung).
 Riwayat gangguan endokrin autoimun, termasuk di antaranya penyakit Addison,
tiroiditis kronis, penyakit Graves, hipoparatiroidisme, hypopituitarism, myasthenia
gravis, dan amenore sekunder.

Patofisiologi

Vitamin B12 diperlukan dalam sintesis DNA, serta sangat penting peranannya dalam
reaksi metabolisme yang melibatkan asam folat dan juga menjaga keseimbangan sistem
neurologis. Vitamin larut air ini diperoleh dari luar tubuh dengan mengkonsumsi makanan
seperti daging, ikan, susu, unggas dan sereal. Utamanya vitamin B12 ditemukan di hati
sekitar 2-5 mg sedangkan 7 kebutuhan harian berkisar 2,4 μg pada orang dewasa sedangkan
pada wanita hamil dan menyusui >2,4 μg .3
Diet vitamin B12 rata-rata sekitar 5-30 μg namun yang dapat diserap tubuh hanya
sekitar 1-5 μg. Penyerapan Vitamin B12 dalam saluran cerna sangat dipengaruhi oleh faktor-
faktor intrinsik yang disintesis oleh sel parietal lambung dan pada distal ileum. Penyebab
paling umum terjadinya defisiensi vitamin B12 adalah karena hilangya faktor intrinsik yang
disebabkan oleh gastritis atropik autoimun, kondisi ini kemudian dikenal dengan anemia
pernisiosa. Gastritis atropik autoimun diakibatkan karena hancurnya sel-sel parietal lambung
sehingga sintesis faktor intrinsik yang berperang dalam mengikat vitamin B12 mejadi
berkurang .3

Gambar 1. Mekanisme normal dan malabsorpsi vitamin B12

Setelah lingkungan asam lambung menguraikan makanan yang mengandung vitamin


B12. Vitamin B12 berikatan dengan faktor intrinsik yang disintesis oleh sel parietal lambung.
Sekresi faktor intrinsik memicu pelepasan asam klorida dan berfungsi sebagai protein carrier
seperti pada proses transfer besi. Ikatan vitamin B12 dengan faktor intrinsik membentuk
kompleks di duodenum yang tahan terhadap degradasi dan memungkinkan untuk terjadi
penyerapan vitamin B12 di terminal ileum. Kompleks kobalamin-faktor intrinsik dilepas ke
dalam sel mukosa ileum kemudian faktor intrinsik dibuang dan kobalamin yang ditransfer ke
transkobalamin II, yang berfungsi sebagai protein transportasi. Kompleks ini disekresikan ke
dalam sirkulasi dan menuju ke hati, sumsum tulang, dan sel-sel lainnya.

Transkobalamin II memiliki waktu paruh yang pendek yaitu 1 jam sehingga dengan
cepat dieliminasi dari sirkulasi darah. Karena itu kebanyakan kobalamin terdistribusi dalam
bentuk terikat untuk serum haptocorrins (sebelumnya transkobalamin I dan transkobalamin
III) yang fungsinya diketahui. Namun perlu diketahui bahwa jalur penyerapan vitamin B12
ini hanya untuk sejumlah kecil vitamin B12 dan melibatkan difusi pasif. Kobalamin juga
merupakan kofaktor dalam konversi homosistein untuk metionin, ketika reaksi ini terganggu
maka metabolisme folat juga terganggu dan mengakibatkan eritropoiesis megaloblastik.3

Adapun beberapa obat yang sebaiknya dihindari penggunaannya dalam jangka


panjang karena dapat mengganggu atau mengurangi absorbsi dari vitamin B12 misalnya
seperti inhibitor pompa proton dan penghambat reseptor H2 yang dapat menekan sekresi
asam lambung dan menghambat pelepasan vitamin B12 dari makanan. Obat lain seperti
metformin mengganggu ketersediaan kalsium sehingga terjadi kegagalan absorbsi vitamin
B12 dan kolestiramin mengganggu absorbsi vitamin B12 di usus .
Gambar 2. Site absorbsi vitamin B12 dan penyebab defisiensinya

Tanda dan Gejala

Anemia defisiensi vitamin B12 ditandai dengan anemia megaloblastik (sel-sel darah
merah membesar), kelelahan/kelemahan (nyeri/lemah pada otot lengan dan kaki), konstipasi,
kehilangan nafsu makan, dan penurunan berat badan. Perubahan neurologis, seperti mati rasa
dan kesemutan di tangan dan kaki, juga bisa terjadi. Gejala tambahan dari anemia defisiensi
vitamin B12 termasuk kesulitan menjaga keseimbangan, depresi, kebingungan, demensia,
ingatan melemah, dan nyeri pada mulut atau lidah. Kekurangan vitamin B12 juga dapat
meningkatkan risiko infertilitas dan sedikit keterkaitan dengan peningkatan risiko kanker.
Pada masa kanak-kanak, tanda-tanda anemia defisiensi vitamin vitamin B12 diantaranya
pertumbuhan terhambat, gangguan gerak, keterlambatan perkembangan, dan anemia
megaloblastik.

Kekurangan atau defisiensi vitamin B12 dalam tingkatan yang ringan akan
menyebabkan gejala ringan atau mungkin tidak dirasakan. Namun jika diabaikan kekurangan
vitamin B12 dapat menyebabkan gejala seperti:

 Lemah dan lekas lelah


 Kulit pucat (kuning)
 Berat badan menurun
 Diare atau konstipasi
 Nyeri sendi
 Pusing
 Kesulitan berkonsentrasi atau sulit mengingat sesuatu
 Mudah memar atau berdarah, termasuk gusi dapat mengalami perdarahan
 Denyut jantung dan pernapasan cepat (dapat terjadi sesak terutama setelah
berolahraga)

Pada kasus kekurangan vitamin B12 yang berat, penderita dapat mengalami tanda dan
gejala seperti berikut ini:

 Kebingungan, halusinasi dan depresi


 Kesulitan berjalan (hilang keseimbangan)
 Mati rasa atau kesemutan pada kaki atau tangan
 Inkontinensia (tidak mampu mengontrol kemih)
 Hipotensi (tekanan darah rendah)
 Gangguan penglihatan
 Demensia
 Psikosis (kondisi pikiran abnormal).

Manifestasi Klinis
Anemia adalah tanda yang paling sering ditemui secara klinis, disertai manifestasi
fungsional tergantung beratnya penyakit. Kadang terdapat komponen hemolitik dengan
subikterus. Manifestasi hematologi lainnya juga telah sering dilaporkan seperti neutropenia,
trombositopenia, pansitopenia, komponen hemolitik intramedulla karena eritropoiesis tidak
efektif, dan pseudothrombotic microangiopathy. Tanda-tanda yang paling sering adalah
adanya macroovalocytes dan hypersegmented neutrofil pada apus darah tepi.

Kekurangan vitamin B12 dapat bertanggung jawab untuk kerusakan saraf (30% kasus
anemia pernisiosa). Tanda-tanda neurologis biasanya menghasilkan gambaran klinis
gabungan sklerosis dari sumsum tulang belakang. Gangguan biasanya dominan pada
ekstremitas bawah. Kerusakan serabut saraf besar bertanggung jawab untuk ataksia,
parestesia, areflexia tendinous, dan gangguan sensitivitas yang mendalam dengan tanda-tanda
Romberg. Namun, tanda-tanda neurologis tidak konsisten bersama dengan spektrum klinis
yang sangat bervariasi mulai dari neuritis optik untuk manifestasi dari depresi. Harus diingat
bahwa manifestasi neurologis hanya dapat menurun sebagian meskipun diberi terapi vitamin
B12 berkepanjangan dan dosis tinggi.

Tabel berikut ini merangkum manifestasi klinis anemia pernisiosa, misalnya kejadian
tromboemboli, atherothrombosis dengan gangguan jantung (infark miokard) dan otak (stroke
iskemik) via hyperhomocysteinemia, masalah kesuburan, dan aborsi berulang.

Tabel 2. Manifestasi kilnis anemia defisiensi vitamin B12


Pemeriksaan Diagnostik Penunjang

Diagnosis anemia pernisiosa secara klasik ditegakkan dengan menunjukkan tidak


adanya faktor intrinsik pada cairan lambung - tingkat sekresi faktor instrinsik < 200 U/jam
setelah stimulasi dengan pentagastrin (normal > 2000 U/jam) khusus untuk anemia
pernisiosa, atau tidak langsung dengan melakukan tes Schilling yang menyoroti penyerapan
abnormal kobalamin radioaktif, yang dikoreksi setelah pemberian faktor instrinsik.

Kriteria lain yang umum digunakan untuk mendiagnosis anemia pernisiosa bervariasi
dalam spesifisitas dan sensitivitas, ketersediaan rutin, atau invasiveness antara lain ini
meliputi:

 Adanya antibodi anti-IF serum yang sensitivitasnya hanya 50% (hanya satu dari dua
pasien dengan anemia pernisiosa yang memiliki antibodi ini.
 Adanya lesi histologis gastritis fundus autoimun, terutama dengan tidak adanya
Helicobacter pylori (dalam sampel yang dikumpulkan).
 Hypergastrinemia atau peningkatan serum chromogranin A dengan tidak adanya
penggunaan pompa proton inhibitor.

Diagnosis banding utama dari defisiensi vitamin B12 pada orang dewasa adalah
malabsorpsi makanan/kobalamin (sindrom nondisosiasi vitamin B12 dari protein carrier-nya),
suatu entitas yang merupakan etiologi utama dari kekurangan vitamin B12 pada subjek
lansia. Gangguan ini ditandai oleh ketidakmampuan untuk melepaskan vitamin B12 dari
makanan dicerna dan/atau dari protein transpor usus, terutama bila terdapat hypochlorhydria
di mana penyerapan vitamin B12 tak terikat adalah normal.

Kekurangan asupan vitamin B12 jarang di negara-negara industri, selain dari vegan
ketat dan bayi yang baru lahir wanita vegan. Sindrom malabsorpsi vitamin B12 lainnya terdiri
cacat genetik protein yang terlibat dalam metabolisme vitamin B12 seperti kekurangan/cacat
IF atau transcobalamin II.

Pada akhirnya, harus diingat bahwa anemia pernisiosa adalah great pretender karena
kemiripan presentasi dengan kondisi klinis lain yang dapat menyebabkan kekurangan vitamin
B12. Diagnosis harus dipertimbangkan ketika dihadapkan dengan manifestasi hematologi dan
neurologis.
Farmakoterapi

1. Prinsip dan Tujuan Terapi


Prinsip pengobatan anemia defisiensi vitamin B12 adalah untuk mencukupi
kebutuhan vitamin B12 yang kurang dalam tubuh. Sedangkan tujuan pengobatannya
adalah untuk menyembuhkan anemia yaitu melalui pemberian vitamin B12 agar
mencegah timbulnya komplikasi, seperti kerusakan jantung atau saraf dan mengobati
penyakit dasarnya jika anemia defisiensi vitamin B12 (anemia pernisiosa) disebabkan
oleh penyakit tertentu.
Jika anemia pernisiosa disebabkan oleh infeksi usus, biasanya penderita akan
diberikan antibiotik. Jika ada gangguan di usus halus, mungkin dibutuhkan
pembedahan. Tetapi jika anemianya terjadi akibat kurang makan makanan bervitamin
B12, maka pola makan harus diperbaiki dan penderita harus mengkonsumsi tambahan
vitamin B12 sepanjang hidupnya.
2. Upaya Pencegahan (Preventif)
Hingga saat ini tidak diketahui cara untuk menghindari anemia defisiensi
vitamin B12. Karena sebagian besar penyebabnya terkait dengan sistem imun
individu. Namun melalui diagnosis awal dan pengobatan yang tepat dapat mengurangi
dan menghindari komplikasi akibat defisiensi vitamin B12.2
3. Terapi Non-Farmakologi
Pasien anemia defisiensi vitamin B12 hendaknya melakukan terapi non
farmakologi untuk membantu penyembuhan, yaitu dengan melakukan cara sebagai
berikut:
 Mengkonsumsi makanan yang mengandung vitamin B12 seperti daging,
unggas, ikan, kerang, telur, sereal, keju, dan susu terutama untuk vegetarian.
 Menghindari minuman beralkoholol karena dapat mengganggu kemampuan
tubuh untuk menyerap vitamin B12.
 Mengkonsumsi makanan dengan gizi seimbang.
 Istirahat yang cukup (bed rest) hingga kadar hemoglobin meningkat.
4. Penatalaksanaan Terapi Farmakologi
Penatalaksanaan terapi anemia defisiensi vitamin B12 tergantung dari
penyebabnya dan biasanya berbeda untuk setiap negara atau wilayah. Terapi yang
diberikan juga biasanya dilihat dari efektivitas rute pemberian obat (parenteral/oral),
jumlah dan interval pemberian dosis, serta bentuk vitamin B12
(sianokobalamin/hidrokobalamin). Beberapa studi komprehensif masih dibutuhkan
untuk menentukan metode terapi yang tepat untuk anemia defisiensi vitamin B12.
Tujuan dari pengobatan adalah untuk meningkatkan kadar vitamin B12 dalam darah.
Standar terapi untuk anemia defisiensi vitamin B12 adalah injeksi vitamin B12
secara intramuskular (IM). Bentuk vitamin B12 yang diberikan yaitu Sianokobalamin
(CN-Cbl) dan Hidroksikobalamin (OHCbl). Metode umum yang direkomendasikan
dalam pemberian dosis injeksi IM Sianokobalamin (CN-Cbl) melalui 3 tahap: 1.000
μg/hari selama 1 minggu, kemudian dilanjutkan 1.000 μg/minggu selama 1 bulan,
diikuti 1.000 μg/bulan sepanjang hidup.4
Selain melalui rute injeksi, terdapat pula terapi vitamin B12 dalam bentuk
sediaan oral dan nasal. Berdasarkan hasil penelitian dari 3 studi prospektif acak,
sebuah sistematik review Cochrane, dan 5 studi prospektif cohort menemukan dan
membuktikan bahwa terapi Cobalamin oral dosis tinggi secara adekuat dapat
mengobati defisiensi vitamin B12. Efektivitas dari terapi Cobalamin oral dapat dinilai
dari peningkatan kadar vitamin B12 di dalam darah, parameter hematologi (kadar
hemoglobin, MCV, dan total retikulosit). Dengan terapi Cobalamin oral dapat
menghindari ketidaknyamanan pasien, kesulitan pemberian dan harga sediaan injeksi
yang mahal. 4
Cobalamin oral bisa digunakan dengan pemberian dosis tinggi yaitu 1000
μg/hari untuk kompensasi atas absorpsi yang jelek karena kurangnya faktor intrinsik
pada pasien dengan anemia pernisiosa.3
Beberapa dokter menyarankan bahwa pasien tua dengan atrofi lambung
sebaiknya mengkonsumsi suplemen vitamin B12 dengan dosis 25 µg – 1 mg vitamin
B12 setiap hari secara per oral di samping suntikan 15 bulanan. Rekomendasi
didasarkan pada pengamatan bahwa sekitar 1% vitamin B12 diserap oleh sejumlah
aksi tanpa faktor instrinsik. Ada juga sediaan vitamin B12 yang dapat diberikan
melalui hidung. Bagi sebagian orang, mengkonsumsi tablet vitamin B12 melalui
mulut dalam dosis sangat tinggi dapat menjadi pengobatan yang efektif.5
Untuk mencegah anemia pernisiosa yang disebabkan dari riwayat penyakit
keluarga, Machlin (1991) menyarankan kepada sebagian besar pasien untuk diberikan
suntikan yang mengandung sekitar 60-100 µg cyanocobalamin. Kejenuhan cadangan
vitamin ini dalam tubuh mampu mengatasi secara cepat anemia yang berkenaan
dengan riwayat penyakit orang tua. Oleh karena itu, telah terbukti bahwa koreksi
terhadap defisiensi cobalamin (vitamin B12) pada anemia pernisiosa tersebut dapat
diatasi dengan berbagai cara. Bila terdapat tanda gagal jantung yang mengancam
harus diberikan transfusi darah PRC 10-15 ml/kg/BB.
Bila terdapat infeksi harus segera diatasi karena selama ada infeksi, sum-sum
tulang sering tidak memberikan respon dengan pemberian hematinik. Beberapa obat
sebaiknya dihindari penggunaannya dalam jangka panjang karena dapat mengganggu
atau mengurangi absorbsi dari vitamin B12 misalnya seperti inhibitor pompa proton,
penghambat reseptor H2, metformin, dan kolestiramin.
DAFTAR PUSTAKA

1. Oehadian, A. Pendekatan Klinis dan Diagnosis Anemia. Vol. 39, No. 6. Continuing
Medical Educatio. 2012.
2. Antony, A.C. Megaloblastic Anemias. In: Goldman L, Schafer Al, eds Cecil
Medicine. 24th Edition Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier. 2011.
3. Dipiro, J.T. Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach. New York: Mc Graw
Hill Medical. 2008.
4. Andres, E., Loukili, N.H., and Noel, E. Vitamin B12 (Cobalamin) Deficiency in
Elderly Patients. CMAJ. Volume 171. 2004.
5. Febriani, D. Anemia Pernisiosa. Laboratorium Ilmu Farmasi RS DR. Moewardi
Surakarta. Malang: Universitas Islam Malang. 2014.

Anda mungkin juga menyukai