Semua sel darah berasal dari satu sel punca pada sumsum tulang yang disebut sel punca
pluripoten karena sel tersebut dapat menghasilkan semua tipe sel darah. Sel punca
pluripoten berproliferasi dan membentuk dua garis keturunan sel utama sel progenitor
dengan potensi terbatas (berkomitmen untuk memproduksi sel darah tertentu): satu untuk sel-
sel limfoid (sel limfosit), dan satu lagi untuk sel-sel mieloid (Yun. myelos, sumsum) yang
berkembang dalam sumsum tulang. Sel-sel mieloid mencakup granulosit, monosit, eritrosit,
dan megakariosit Sel-sel mieloid mencakup granulosit, monosit, eritrosit, dan
megakariosit.Sel limfoid bermigrasi dari sumsum tulang ke timus, atau ke limfonodus, limpa,
dan struktur limfoid lain, tempat sel-sel ini berproliferasi dan berdiferensiasi.
Sel punca pluripoten membentuk sel anak dengan potensi yang sudah berkurang dan
disebut sel progenitor atau sel pembentuk-koloni (CFU, colony-forming unit), karena sel-sel
tersebut membentuk koloni dari satu jenis sel ketika dibiakkan atau disuntikkan ke dalam
limpa. Terdapat empat tipe progenitor atau CFU:
o Garis keturunan eritroid CFU-eritrosit (CFU-E)
o Garis keturunan trombositik CFU-megakariosit (CFUMeg)
o Garis keturunan granulosit-monosit dari CFU-granulositmonosit (CFU-GM), dan
o Garis keturunan limfoid CFU-limfosit pada semua tipe (CFU-L)
Setiap sel progenitor/CFU menghasilkan sel prekursor atau blas dengan karakteristik
morfologi sel yang mulai berdiferensiasi, yang mengindikasikan tipe sel matur yang akan
dicapai. Sebaliknya, sel punca dan sel progenitor tidak dapat dibedakan secara morfologis
dan
menyerupai limfosit besar. Sel punca membelah dengan laju yang cukup untuk
mempertahankan populasinya yang relatif kecil laju pembelahan sel meningkat pada sel
progenitor dan prekursor, dan sejumlah besar sel matang yang telah mengalami diferensiasi
terbentuk (3x109 eritrosit dan 0,85x109 granulosit/kg/hari dalam sumsum tulang manusia).
Hemopoiesis bergantung pada kondisi lingkungan mikro, atau relung, dengan endokrin
spesifik, parakrin, dan faktor juktakrin. Sebagian besar persyaratan ini disediakan oleh sel
lokal dan matriks ekstraselular (ECM) dari organ hemopoietik, yang bersama-sama
menciptakan relung di mana sel-sel induk dipelihara dan sel-sel progenitor berkembang.
Faktor pertumbuhan hemopoietik, sering disebut faktor koloni menstimulasi (CSF) atau
sitokin, glikoprotein adalah yang merangsang proliferasi progenitor dan sel prekursor serta
meningkatkan sel diferensiasi dan maturasi dalam garis keturunan tertentu. Dari kloning gen
untuk beberapa faktor pertumbuhan hematopoietik penting memiliki studi lanjutan
pembentukan darah secara signifikan dan diizinkan produksi faktor klinis berguna untuk
pasien dengan gangguan hemopoietik.
Sel matang adalah sel yang telah berdiferensiasi mencapai tahap saat sel tersebut telah
memiliki kemampuan untuk melaksanakan segala fungsi khususnya. Pematangan eritrosit
melibatkan sintesis hemoglobin dan pembentukan suatu badan kecil, berbentuk bikonkaf tanpa
inti. Beberapa perubahan besar terjadi selama eritropoiesis. Volume dan inti sel berkurang, dan
anak inti mengecil dan menghilang. Kromatinnya menjadi semakin padat sampai inti terlihat
piknotik dan akhirnya didorong keluar dari sel. Terjadi pengurangan jumlah poliribosom
(basofilia berkurang) yang diikuti secara bersama oleh peningkatan jumlah hemoglobin (protein
asidofilik) di dalam sitoplasma. Mitokondria dan organel lain secara berangsur menghilang.
Terdapat tiga sampai lima pembelahan sel di antara proeritroblas dan eritrosit yang matang.
Perkembangan sebuah eritrosit semenjak sel pertama yang dapat dikenali sampai terjadinya
pelepasan retikulosit ke dalam darah butuh sekitar satu minggu. Glikoprotein eritropoietin, suatu
faktor pertumbuhan yang dihasilkan dalam ginjal merangsang produksi mRNA untuk globin,
yakni komponen protein dari molekul hemoglobin dan esensial untuk produksi eritrosit.
Sel pertama yang dapat dikenali dalam seri eritroid adalah proeritroblas, suatu sel besar
dengan kromatin berupa anyaman longgar, anak inti, dan sitoplasma basofilik. Tahap selanjutnya
adalah eritroblas basofilik dengan sitoplasma basofilik kuat dan inti padat tanpa anak inti yang
terlihat. Sifat basofilia kedua jenis sel ini disebabkan oleh banyaknya poliribosom yang terlibat
dalam sintesis hemoglobin. Selama tahap berikutnya, poliribosom berkurang dan sitoplasma
mulai dipenuhi hemoglobin, yang membentuk regio asidofilia dan basofilia di sel, yang kini
disebut eritroblas polikromatofilik. Pada tahap berikutnya, volume sel dan inti terus memadat,
dan tidak terdapat basofilia, yang menghasilkan suatu sitoplasma asidofilik yang seragam—
eritroblas ortokromatofilik (disebut normoblas). Pada suatu saat, sel ini mendorong keluar
intinya yang difagositosis oleh makrofag. Sel masih mempunyai sedikit poliribosom yang, bila
dipulas dengan pewarna brilliant cresyl blue, membentuk jalinan terpulas dan sel ini disebut
retikulosit. Retikulosit menuju sirkulasi, dan di tempat ini, retikulosit dapat membentuk 1% dari
sel darah merah, kehilangan poliribosom dan cepat mengalami pematangan sebagai eritrosit
Hoffbrand, A.V., J.E. Pettit, dan P.A.H. Moss. Kapita Selekta Hematologi Edisi 4. EGC
Lang, Florian, Elisabeth Lang, dan Michael Foller. 2012. Physiology and Pathophysiology of
Eryptosis. Transfusion Medicine and Hemotherapy. 39(5). (dalam
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3678267/ diakses pada 20 Januari 2021)
Longo, Dan L.. 2013. Harrison’s Hematology and Oncology 2nd Edition. McGraw-Hill
Education,
LLC
Mescher, Anthony L. 2013. Junqueira’s Basic Histology Text & Atlas 13th Edition. McGraw-Hill
Education
Repsolf, Lisa dan Anna Margarettha Jouben. 2018. Eryptosis:An Erythrocyte’s Suicidal Type of
Cell Death. BioMed Research International. (dalam
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5817309/ diakses pada 20 Januari 2021)