Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di dalam tubuh manusia, terdapat alat transportasi yang berguna sebagai pengedar oksigen dan
zat makanan ke seluruh sel-sel tubuh serta mengangkut karbon dioksida dan zat sisa ke organ
pengeluaran. Alat transportasi yang dimaksud ialah darah. Darah merupakan cairan yang berada
dalam tubuh manusia dan memiliki fungsi yang penting. Adapun fungsi darah yaitu
mengirimkan zat-zat dan oksigen yang dibutuhkan oleh jaringan tubuh, kemudian juga
mengangkut bahan-bahan kimia hasil metabolisme tubuh serta sebagai pertahanan tubuh dari
agen infeksi. Di dalam darah, tersusun atas sel penyusun yaitu sel darah merah /eritrosit, sel
darah putih/leukosit serta keping darah/trombosit. Sel darah merah memiliki fungsi
mengangkut oksigen karena mengandung hemoglobin di dalamnya. Sel darah putih dapat
dibagi lagi menjadi bagian-bagiannya yang lebih spesifik dan memiliki fungsi sebagai
antibodi melawan infeksi. Sedangkan keping darah atau trombosit berperan dalam
pembekuan darah. Perlu diketahui pada sel darah juga dapat ditemukan kelainan-kelainan,
baik kuantitaif maupun kualitatif. Kuantitatif menyangkut jumlah sedangkan kualitatif
menyangkut perubahan fungsi dari sel darah tersebut. Berbagai kelainan itu dapat membawa
kepada suatu penyakit yang bisa membahayakan tubuh manusia karena terganggunya sistem
kerja tubuh.
Obat merupakan salah satu penunjang sarana kesehatan. Segala macam penyakit tidak dapat
lepas dari keberadaan obat. Dalam penggunaan obat kita harus mengikuti aturan-aturan tertentu,
karena obat dalam penggunaan yang berlebihan dapat menimbulkan efek toksin (meracuni tubuh),
sedangkan penggunaan racun dalam jumlah sedikit justru akan menjadi obat bagi tubuh kita. Salah
atau efek toksin dari obat ialah dapat menyebabkan kelainan/penyakit pada darah ( Drug Induce
Hemat ologi Disorder). Oleh karena itu penting halnya untuk mengetahui efek dari obat yang
menyebabkan kelainan pada fungsi hematologi.

1.2 Tujuan
1. Mengetahui klasifikasi darah
2. Mengetahui bentuk, struktur, dan sifat dari darah
3. Mengetahui macam-macam kelainan Hematologi
4. Mengetahui obat-obat yang bersifat Drug Induce Hematologi Disorder
5. Mengetahui penatalaksanaan pada hematologi disorder

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sel Darah Beserta Komposisi
Darah membentuk sekitar 8% dari berat tubuh total manusia. Darah terdiri dari tiga jenis
elemen selular khusus, eritrosit (sel darah merah), leukosit (sel darah putih), dan trombosit (keping
darah) yang membentuk suspensi dalam cairan kompleks plasma darah.
2.1.1 Plasma Darah
Berikut adalah komponen Plasma darah beserta fungsinya terdiri dari:
a. Air : Medium transpor ; membawa panas
b. Elektrolit : Eksitabilitas membran ; distribusi osmotik cairan antara CES dan CIS ;
menyangga perubahan PH
c. Nutrien, Zat sisa, gas, hormon : diangkut dalam darah; gas CO2 darah berperan dalam
keseimbangan asam-basa
d. Protein Plasma : secara umum, menghasilkan efek osmotik yang penting dalam distribusi
CES antara kompartemen vaskular dan interstisium; menyangga perubahan PH
a) Albumin : mengangkut banyak bahan ; berperan paling besar dalam menentukan
tekanan osmotik koloid
b) Globulin Alfa dan beta : mengangkut banyak bahan tak larut air; molekul prekursor
inaktif Gama : Antibodi
e. Fibrinogen : Prekursor inaktif untuk jalinan fibrin pada pembekuan darah

2.1.2 Elemen Seluler


Berikut adalah komponen elemen seluler darah beserta fungsinya terdiri dari:
a. Eritrosit : mengangkut O2 dan CO2 (terutama O2)
b. Leukosit
a) Neutrofil : fagosit yang menelan bakteri dan debris
b) Eosinofil : menyerang cacing parasitik; penting dalam reaksi alergik
c) Basofil : Mengeluarkan Histamin, yang penting dalam reaksi alergik, dan
heparin, yang membantu membersihkan lemak dari darah
d) Monosit : dalam transit menjadi makrofag
e) Limfosit :
Limfosit B : menghasilkan antibodi
Limfosit T : respon imun selular
f) Trombosit : Pembekuan darah, dan homeostatis

2.2 Hematopoieses
Hematopoiesis adalah proses pembentukan dan pematangan sel-sel darah. Berikut ini adalah
fase-fase hematopoiesis yang terjadi secara umum pada manusia :
1. Mesoblastik
Terjadi pada masa prenatal, yaitu saat embrio berumur 2 10 minggu. Terjadi di dalam
yolksac yang berada dekat dengan mesenkim batang tubuh. Mesenkim ini menyusutkan
cabang-cabangnya lalu berkembang menjadi eritoblas primitif, sel basophil bulat yang
mengumpul membentuk agregat yang disebut dengan pulau darah. Mereka berpoliferasi
membentuk hemoglobin dan eritrosit polikromatofilik. Lalu basophil-basofil mulai
menghilang dan jadilah eritrosit primitif, yaitu eritrosit yang memiliki inti sel.
2. Hepatik
Fase ini terjadi pada masa prenatal juga yaitu ketika janin sudah berusia 6 minggu. Pada usia
6 minggu ini sel basophil muncul di premodium hati lalu berpoliferasi menjadi eritroblas
definit yang berkembang menjadi eritrosit definit yang sudah tidak berinti lagi. Pada minggu
ke-8 ditemukan juga leukosit granuler dan megakariosit pada hati. Lalu pada usia 12 minggu
limfa juga menjadi tempat terjadinya hematopoiesis.
3. Mieloid
Fase ini dimulai saat rangka janin sudah terbentuk yaitu sekitar minggu ke-20. Rangka yang
terbentuk pada janin masih berbentuk tulang rawan hialin. Lalu sel darah dan mesenkim
menerobos masuk ke dalam rongga tulang rawan tersebut kemudian berdiferensiasi menjadi
osteoblast dan sel retikulum yang membentuk stroma sumsum tulang. Setelah terbentuknya
pusat penulangan, dimulailah proses produksi sel darah dalam sum-sum tulang dan terjadi
pula penurunan produksi sel darah pada hati dan limfa.

Setelah hematopoiesis diambil alih oleh sumsum tulang semenjak trimester terakhir hingga
postnatal, organ-organ tempat terjadinya hematopoiesis yang sebelumnya seperti hati dan limfa tidak
berfungsi lagi untuk memproduksi sel darah namun masih memiliki kemampuan untuk melakukan
proses tersebut dalam keadaan yang sangat dibutuhkan. Sel darah yang sudah matang akan keluar dari
sumsum dengan mekanisme transeluler. Sel darah tersebut akan masuk ke lumen melalui pori migrasi
yang terbentuk akibat desakan sel-sel darah terhadap endotel sehingga abluminal dan adluminal
endotel menempel dan membentuk pori sementara. Pori tersebut akan merapat lagi seperti semula
setelah proses migrasi sel darah matang selesai.
Yang memiliki peran utama dalam hematopoiesis adalah sel induk. Sel tersebut ditemukan
dalam sumsum dalam keadaan tidak aktif. Sel induk hemopoietik pluripotent ini memiliki
kemampuanuntuk membelah diri dalam interval tertentu untuk memperbanyak dirinya dan
berdiferensiasi menjadi sel progenitor. Perbedaan sel induk hemopoietik pluripotent dengan sel
progenitor adalah, sel induk hemopoietik pluripotent memiliki kemampuan untuk berkembang
menjadi bermacam-macam jenis sel darah, sementara sel progenitor memiliki kemampuan yang lebih
terbatas yaitu hanya bisa berkembang menjadi satu jenis sel spesifik. Terdapat beberapa jenis sel
progenitor, yaitu :
a. CFU-GM (unit pembentuk granulosit dan monosit)
b. CFU-G (unit pembentuk granulosit)
c. CFU-M (unit pembentuk monosit)
d. CFU-E (unit pembentuk eritrosit)
e. CFU-Eo (unit pembentuk eosinophil)
f. CFU-Meg (unit pembentuk megakariosit), dll
Faktor yang mempengaruhi hematopoiesis :
1. Faktor lingkungan mikro
Pembentukan sel darah memerlukan lingkungan yang kondusif. Lingkungan tersebut
dipengaruhi oleh sifat sel serta unsur ekstraseluler stroma sumsum tulang. Perbedaan lokasi
pembentukan di dalam organ yang sama menentukan turunan dari sel darah yang dibentuk.
Selain itu lingkungan juga menyediakan faktor perangsang pertumbuhan seperti GM-CSF dan
faktor perangsang koloni yang merupakan glikoprotein.
2. Faktor pengaturan humoral
Pengaturan humoral mengontrol dan memantau jumlah dari setiap jenis sel darah yang
diproduksi sehingga tidak terjadi kekurangan atau kelebihan. Selain itu, faktor humoral
mengontrol kecepatan dalam pembentukan dan pelepasan sel darah. Faktor humoral juga akan
memberikan sinyal jika terdapat kondisi yang membutuhkan produksi sel darah lebih banyak
atau lebih sedikit dari produksi normal. Faktor humoral yang mengontrol produksi eritrosit
bergantung pada rangsangan eritropoietin terhadap sumsum tulang, kesanggupan sumsum
tulang dalam merespon, serta ketersediaan zat besi sebagai bahan baku utama.

2.2.1 Eritropoiesis

diferensiasi membelah
membelah Eritroblas Eritroblas
CFU- Proeritoblas Polikromatof
basofilik
E
Berinti dua Sitoplasma Ukuran lebih kecil,
sangat basofilik kromatin
memadat,
Sitoplasma
Ribosom dan
berwarna
organel lainnya
kelabubiru
dihancurkan
Eritrosit Retikulosit Eritroblas
Ortokromati
Sudah menjadi eritrosit dewasa
yang dialirkan ke peredaran, Inti mengecil lalu
tetapi masih memiliki dikeluarkan
organelseperti ribosom sehingga (di fagosit oleh
warna masih kehijauan. makrofag),
2.2.2 Granulopoiesis

Membelah
membelah sekali/lebih
Mieoblas azuroflik, Promiesit dini Promiesit
Bulat, inti besar, kromatin Granul azuroflik,
lanjut
sel yang lebih kecil
menyebar, sitoplasma basofilik metakromatik
sedang dan tanpa granul.

Basofl Metamielo Mielosit

Eosinofl Metamielo Mielosit Mielosit

Neutrofl Metamielo Mielosit basofl


2.2.3 Monopoiesis
Monopoesis membutuhkan waktu 55 jam dan menghasilkan 6x108/kg berat badan. Proses ini
membutuhkan CFU-GM yang bipotensi. CFU-GM kemudian menjadi monoblas dan membelah
menjadi promonosit. Promonosit tersebut berpoliferasi menjadi monosit dan masuk ke peredaran.
Monosit ini dikenal sebagai makrofag jaringan. Ia memiliki kemampuan untuk membelah namun hal
itu tidak mencukupi pembaruan populasinya di jaringan. Jangka hidup monosit bervariasi, namun
mencapai beberapa bulan.
2.2.4 Megakariopoiesis
Megakariopoiesis menghasilkan 4000-8000 keping darah. Sel induk yang diperlukan adalah
CFU-Meg yang kemudian berubah menjadi megakarioblas. Megakarioblas adalah sel besar dengan
inti bulat berlekuk dan berkromatin longgar. Megakarioblas mengalami endomitosis menjadi
promegakariosit yang memiliki beberapa pasang sentriol sesuai dengan derajat poliploidinya.
Promegakariosit ini kemudian berubah menjadi megakariosit cadangan dan megakariosit pembentuk
keping darah yang matang. Megakariosit cadangan memiliki granula azurofilik yang tersebar di
sitoplasma sementara megakariosit pembentuk keping darah matang memiliki granula azurofilik yang
berkumpul dama kelompok-kelompok kecil. Setelah terbentuk megakariosit, terjadi proses
fragmentasi sitoplasma untuk membentuk keping darah. Membran pembatas unsur-unsur membran
bersatu menjadi kisi-kisi tiga dimensi yang disebut membran demarkasi keping darah. Pelepasan
keping darah dilakukan melalui cabangcabang megakariosit yang menembus endotel menuju lumen.
Namun ditemukan juga megakariosit yang memasuki peredaran darah dan kebanyakan berlabuh di
limfatik atau paru-paru.
2.3 Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan darah rutin mencakup pemeriksaan hemoglobin, leukosit, eritrosit, laju
endap darah, dan sediaan apus darah tepi. Penentuan kadar hemoglobin dilakukan dengan
mengukur absorpsi larutan hemoglobin yang berwarna pada panjang gelombang 540 nm atau
menggunakan cara automatik yang lebih cepat dan teliti.
a. Hemoglobin
Hemoglobin merupakan molekul yang besar sehingga berperan besar menentukan
berat jenis darah Kadar normal: berkisar antara 13,5-18 g/dl (pria) dan 12-16 g/dl
(wanita).
Kadar hemoglobin dalam eritrosit dinyatakan sebagai berikut :
Normokrom : kadar hemoglobin normal
Hipokrom : kadar hemoglobin kurang dari normal
Hiperkrom : kadar hemoglobin lebih tinggi dari normal
b. Eritrosit
Penghitungan eritrosit dengan cara manual menggunakan cara pengenceran dan
diamati dibawah mikroskop (sediaan apus). Namun cara manual ini sudah jarang
dipakai dan digunakan cara automatik yang lebih teliti. Nilai normal : 4,6-6,2
juta/mm3 (pria) dan 4,2- 5,4 juta/ mm3 (wanita).
c. Leukosit
Pemeriksaan leukosit sama halnya dengan eritrosit yaitu mengunakan sediaan apus
atau automatik. Bedanya adalah pengenceran lebih sedikit dan volume yang
digunakan lebih banyak. Nilai normal : 4,5-11 ribu/ mm3 pada pria maupun wanita.
2.4 Anemia
Anemia berarti kekurangan eritrosit, yang dapat disebabkan oleh hilangnya darah yang
terlalu cepat atau karena terlalu lambatnya produksi eritrosit. Jika seseorang menderita
anemia maka kemungkinan orang tersebut dapat menderita hipoksia (kekurangan oksigen).
Hal ini dikarenakan darah membawa oksigen ke seluruh tubuh. Bila jumlah oksigen yang
dipasok berkurang maka kinerja organ yang bersangkutan akan menurun,sedangkan
kelancaran proses tertentu akan terganggu. Bahkan dapat menimbulkan kematian.
Ada beberapa penyebab yang dapat menimbulkan anemia, diantaranya :
a. Karena cacat eritrosit
b. Karena kekurangan zat gizi
c. Karena perdarahan
d. Karena autoimun
Oleh karena bahayanya anemia. Maka kita perlu mengetahui pengklasifikasian anemia itu
sendiri. Terdapat berbagai macam pengklasifikasian anemia. Namun secara garis besar,
terbagi menjadi klasifikasi morfologi dan etiologi.

2.4.1 Anemian Berdasarkan Morfologi


a. Anemia normositik normokrom
terjadi karena pengeluaran darah atau destruksi darah yang berlebih sehingga
menyebabkan sumsum tulang harus bekerja lebih keras lagi dalam eritropoiesis.
Sehingga banyak eritrosit muda (retikulosit) yang terlihat pada gambaran darah tepi.
Pada kelas ini, ukuran dan bentuk sel-sel eritrosit normal serta mengandung
hemoglobin dalam jumlah yang normal tetapi individu menderita anemia. Anemia ini
dapat terjadi karena hemolitik, pasca pendarahan akut, anemia aplastik,
sindrommielodisplasia, alkoholism, dan anemia pada penyakit hati kronik.
b. Anemia makrositik normokrom
Terjadi ketika eritrosit berukuran lebih besar dari eritrosit normal dan jumlah
hemoglobinnya normal. diakibatkan oleh gangguan atau terhentinya sintesis asam
nukleat DNA seperti yang ditemukan pada defisiensi B12 dan atau asam folat. Ini
dapat juga terjadi pada kemoterapi kanker, sebab terjadi gangguan pada metabolisme
sel.
c. Anemia mikrositik hipokrom
Terjadi ketika ukuran sel darah lebih kecil dari ukuran eritrosit normal dan
hemoglobinnya kurang sari normal. Umumnya menggambarkan insufisiensi sintesis
heme (besi), seperti pada anemia defisiensi besi, keadaan sideroblastik dan kehilangan
darah kronik,atau gangguan sintesis globin, seperti pada talasemia (penyakit
hemoglobin abnormal kongenital).
2.4.2 Anemia Berdasarkan Etiologi
a. Anemia pasca pendarahan, yaitu anemia yang disebabkan oleh pendarahan massif
seperti kecelakaan, luka persalinan, dsb
b. Anemia hemolitik, yaitu anemia yang disebabkan oleh penghancuran sel darah merah
yang berlebihan, yang dapat disebabkan oleh :
i. Hemoglobinopati, yaitu hemoglobin abnormal yang diturunkan,misalnya anemia
sel sabit.
ii. Gangguan sintetis globin misalnya talasemia.
iii. Gangguan membran eritrosit misalnya sferositosis herediter yang menyebabkan
aktivitas pemompaan ion melalui membrane juga terganggu. Terganggunya
transpotasi Ca+. Kerja eritrosit lebih berat sehingga proses penghancuran eritrosit
lebih cepat. Menyebabkan anemia ringan.
iv. Defisiensi enzim misalnya defisiensi G6PD (glukosa 6-fosfatdehidrogenase).
Enzim G6PD merupakan satu-satunya enzim dalam sel eritrosit yang berfungsi
memproduksi NADPH untuk mereduksi GSSG (glutation teroksidasi) menjadi
GSH (glutation tereduksi) yang meredam H2O2, sehingga GSH berfungsi
mencegah pecahnya eritrosit dari kerusakan akibat oksidasi. Jika eritrosit
kekurangan enzim ini, maka eritrosit akan mudah hancur dan mengakibatkan
anemia.
v. Gangguan pada antibody.
Gangguan pada antibody ini terbagi menjadi allo-antibodi dan autoantibodi.
Alloantibodi terjadi ketika tubuh menghasilkan antibody terhadap bahan yang
berasal dari anggota lain dalam spesies yang sama.contohnya adalah pembentukan
antibody setelah transfuse darah atau setelah transplantasi organ. Sedangkan
autoantibodi adalah suatu kelainan yang ditandai oleh pemendekan umur eritrosit
akibat adanya antibody di dalam darah yang diarahkan kepada eritrositnya sendiri.
vi. Factor-faktor ekstrasel lain, seperti : trauma fisik, infeksi, obat-obatan dan bahan
kimia, serta splenomegaly (kelainan pada limpa).
c. Anemia defisiensi, yaitu anemia yang disebabkan oleh kekurangan faktor pematangan
eritrosit (besi,asam folat, vitamin B12, protein, piridoksin, eritropoetin, dan
sebagainya) misalnya anemia pernisiosa (Addison) yang menyebabkan atrofi mukosa
lambung sehingga vitamin B12 tidak dapat diikat oleh glikoprotein yang dihasilkan
oleh sel parietal lambung, mengakibatkan defisiensi B12.
d. Anemia aplastic, disebabkan terhentinya pembuatan sel darah oleh sumsum tulang.
Hal ini terjadi karena adanya gangguan pada sel-sel induk sumsum tulang belakang
akibat adanya sel ganas yang infiltrasi ke dalam sumusm tulang belakang.
2.4.3 Anemia Berdasarkan Jumlah Leukosit
a. Neutropenia
Neutropenia adalah berkurangnya jumlah neutrophil absolut di bawah 2000 per
microliter. Neutrofil biasanya merupakan 70% dari sel darah putih, jadi jika terjadi
kekurangan sel darah putih maka itu juga berarti kekurangan neutrophil. Neutrofil
bisa diklasifikasikan menjadi 3 jenis, yaitu neutrophil ringan, sedang dan berat.
Neutrofil ringan mempunya jumlah neutrophil antara 1000-2000 per microliter.
Neutrofil sedang memiliki jumlah neutrophil 500-1000 per microliter. Sedangkan
neutrophil berat biasa disebut dengan agranulositosis mempunyai jumlah neutrophil
yang kurang dari 500 per microliter. Netrophenia bisa disebabkan karena
berkurangnya jumlah penbentukkan neutrophil di sumsum tulang atau juga karena
penghancuran jumlah sel darah putih di sirkulasi darah. Anemia aplastic juga
menyebabkan neutropenia dan kekurangan sel darah lainnya, karena anemia aplastic
disebabkan kurangnya sel induk pluripotent sehingga sumsum tulang gagal
membentuk sel darah. Kegagalan sumsum tulang ini bisa disebabkan karena induksi
obat, virus, atau paparan bahan kimia lain. Neutropenia juga disebabkan oleh factor
genetic, seperti neutropenia siklik yang sifatnya turun temurun. Pada neutrophil siklik,
jumlah neutrophil bisa turun atau naik setiap 21-28 hari. Pada saat jumlah neutrophil
sedikit, maka penderitan cenderung rentan terhadap infeksi. Pada neutropenia akut
bisa terjadi demam ataupun luka terbuka (ulkus, borok) yang terasa nyeri di sekitar
mulut dan anus.
Neutropenia disebabkan oleh obat-obatan yang mempengaruhi kemampuan sumsum
tulang belakang dalam membentuk sel darah. Contoh obat-obatan yang dapat
menyebabkan neutropenia ialah antibiotic
1. Kloramfenikol
2. Sulfonamide
3. Fenotiazin
4. fenilbutazon
5. fenitoin
6. obat anti-kejang
7. obat anti-tiroid
8. kemoterapi untuk kanker
b. Agranulositosis
Agranulositosis merupakan neutropenia akut yang parah yang ditandai dengan
menghilangnya precursor neutrophil dalam sumsum tulang dan penurunan granulosit
di darah perifer. Agranulositosis juga bisa diartikan sebagai kegagalan sumsum tulang
untuk membentuk sel darah putih (neutrophil) yang cukup. Sesorang dikatakan
menderita agranulositosis jika ia memiliki jumlah neutrophil atau sel granulosit
kurang dari 500 per microliter. Agranulositosis biasanya disebabkan karena reaksi
obat idiosinkratik (efek abnormal obat terhadap pasien), penyakit autoimun atau
infeksi-infeksi tertentu.
Beberapa obat menyebabkan penekanan sel darah putih tergantung dengan dosis obat
itu sendiri. Contoh obat seperti
1. karbamazepin bisa menyebabkan penurunan bertahap jumlah neutrophil. Hal ini
dapat menjadi tanda timbulnya agranulositosis. Jika dosis obat dikurangi, maka sel
darah putih akan membaik.
2. fenotiazin
3. fenitonin
4. sulfonamide
5. obat anti-tiroid juga menekan produksi leukosit.
Pembentukkan granulopoiesis akan pulih jika pemakaian obat-obat tersebut
dihentikan. Namun penekanan sumsum tulang yang disebabkan oleh pemakaian
kloramfenikol dapat menetap selama beberapa bulan atau bahkan bertahun-tahun.
Agranulositosis secara klinis ditandai dengan adanya demam dan infeksi tenggorokan
yang parah, yang sering disertai dengan adanya membrane putih mirip plak di faring.
c. Leukositosis
Leukositosis merupakan keadaan dimana jumlah sel darah putih dalam darah
meningkat melebihi batas normal . Pada keadaan normal, jumlah leukosit orang
dewasa biasanya berkisar antara 500010.000 per microliter. Biasanya aktifitas fisik
dapat mengakibatkan meningkatnya jumlah sel darah putih, namun tidak melebihi
11.000 permikroliter. Jika seseorang menderita leukositosis, ia akan memiliki jumlah
leukosit lebih dari 11.000 permikroliter. Penyebab leukositosis bisa disebabkan karena
respon normal sumsum tulang diantaranya: infeksi, Kematian jaringan, luka bakar,
kanker, Trauma: splenektomi, Inflamasi (peradangan), rheumatoid arthritis, kelainan
sumsum tulang, leukemia, Stress, Obat-obatan, Anemia hemolitik, Abnormalitas
sumsum tulang, leukmia akut, leukimia kronik, kerusakan mieloproliferatif.
2.5 Leukimia
Leukimia merupakan kondisi kanker akibat proliferasi sel darah putih yang tidak
terkontrol. Jumlah sel darah putih dalam kondisi leukimia dapat mencapai 500.000/m 3,
sedangkan dalam kondisi normal hanya 7.000/mm3. Namun, karena sebagian besar sel
darah putih yang terbentuk bersifat abnormal dan imatur, sel-sel tersebut tidak dapat
melakukan fungsinya dalam melindungi tubuh. Konsekuensi lainnya adalah penurunan
jumlah sel darah merah maupun keping darah yang terbentuk dari sumsum tulang
sehingga terjadi anemia dan pendarahan dalam. Hal tersebut terjadi akibat terdesaknya
sel-sel progenitor yang akan membentuk sel darah merah dan keping darah.

2.5.1 Leukimia berdasarkan kecepatan proliferasi


1. Leukemiia Akut: proliferasi agresif sehingga dapat menyebabkan kematian
dalam hitungan bulan
2. Leukimia kronis: proliferasi tidak begitu agresif sehingga perjalanan penyakit
cukup lambat. Apabila tidak diobata dapat menyebabkan kematian dalam
hitungan tahun
2.5.2 Leukimia berdasarkan jenis sel yang terlibat
1. Leukimia limfositik : jumalah limfosit berlebih
2. Leukimia mielositik : jumlah neutrofil, monosit, basofil, atau eosinofil berlebih
2.6 Kelainan Eritrosit
Penyakit yang menyerang eritrosit secara kualitatif umumnya dikategorikan kedalam
kelompok anemia hemolitik. Anemia hemolitik adalah gangguan yang berkaitan dengan
memendeknya usia sel darah merah. Pada umumnya usianya yaitu 120 hari, pada anemia
hemolitik ini hanya 20 hari. Biasanya terdapat kelainan intrakospuskular (dari dalam) atau
ekstrakorpuskular (dari luar). Tingkat keparahan anemia ini bergantung pada kecepatan
hancurnya sel darah merah ini. Kerusakan ini kemudian diseimbangkan dengan pembentukan
kembali eritrosit pada sumsum tulang belakang. Anemia hemolitik ini diklasifikasikan
menjadi defek intrinsik yaitu yang menyerang dalam badan sel itu, dan yang kedua defek
ekstrinsik yaitu yang menyerang bagian luar tubuh sel.
Gambar 1 : Struktur Hemoglobin normal
Molekul hemoglobin normal memiliki dua bagian, yaitu bagian globin, sebuah protein
yang terbentuk dari 4 lipatan rantai polipeptida; 2 alfa dan 2 beta. Yang kedua adalah empat
molekul besi, yaitu kelompok nonprotein yang disebut heme, setiap hem ini berikatan dengan
polipeptida. Kadar Hb normal yaitu 8-12 g/dL.
Hemoglobinopati adalah penyakit keturunan yang disebabkan gangguan pembentukan
hemoglobin. Hemoglobin jenis S merupakan hemoglobin abnormal yang sering dijumpai
pada populasi kulit hitam di seluruh dunia dengan morbiditas yang cukup tinggi.
2.5.1 Sickle Cell Disease
Abnormalitas hemoglobin S disebut juga anemia sel sabit. Posisi keenam pada ranti beta
hemoglobin ini tidak ditempati oleh glutamate tetapi oleh valine. Sickle Cell Disease (SCD)
terjadi karena adanya mutasi gen yang mengkode hemoglobin. Terdapat tiga macam
hemoglobin terkait dengan SCD:
a. Hemoglobin A (HbA), yaitu ditemukan dalam sel darah merah yang normal
b. Hemoglobin S (HbS), (S-Sickle), adalah hasil mutasi dari HbA yang menyebabkan
terjadinya SCD. Terdapat 287 asam amino yang dapat menyebabkn rantai beta
berikatan membentuk fibrous. Fibrous precipitates kemudian mengubah HbS ini
menjadi lebih kecil dan tajam seperti bentuk bulan sabit.
c. Hemoglobin F (F-Fetal), Hb ini diproduksi saat perkembangan fetal dan beberapa saat
setelah dilahirkan atau lebih lama lagi. HbF ini mampu untuk memblok reaksi sel
darah merah yang menyebabkan penyakit, bayi dengan SCD tidak akan menunjukan
gejalanya kareana mereka masih memiliki HbF. HbF pada orang dewasa dapat
membuat orang itu resisten terhadap penyakit ekstrim. HbF ini digunakan sebagai
dasar dalam treatment SCD.
Gambar 2 : Penyakit anemia sel sabit
Sickle cell desease ini memiliki bentuk yang rapuh dan kecil memanjang. Sel darah
merah pada anemia sel sabit ini kehilangan kemampuan untuk bergerak dengan mudah
melewati pembuluh yang sempit. Hal ini menyebabkan mereka dapat pecah dengan mudah,
dan dapat menempel pada dinding pembuluh darah dan menghambat pembuluh kapiler. Hal
ini berpengaruh kepada penurunan pengangkutan oksigen ke jaringan dan organ yang
nantinya akan menyebabkan timbulnya beberapa penyakit, atau disebut Sickle Cell Crisis.
Dalam jangka panjang, tersumbatnya aliran darah ini akan menyebabkan kerusakan kronik
jaringan dan organ tubuh.
Usia sickle cell rendah, yaitu berkisar 10-20 hari, oleh karenanya tubuh akan
memproduksi sel darah merah ini untuk menggantikan sel yang telah rusak. Anemia sel sabit
adalah gangguan resesif autosomal yang disebabkan pewarisan dua salinan gen hemoglobin
defektif, masing-masing satu dari orang tua. Hemoglobin yang cacat tersebut, yang disebut
hemoglobin S (HbS), menjadi tidak elastis dan berbentuk seperti bulan sabit. Anemia sel sabit
kemungkinan banyak ditemukan di daerah endemik malaria dan selain itu 10% keturunan
Afro- Amerika membawa sifat ini.
2.5.2 Penyakit Hemoglobin C
Rantai keenam globin yang semula asam glutamate digantikan oleh lisin. Gen penyakit
hemoglobin C ini dibawa oleh 2-3% orang kulit hitam di Amerika. Keadaan heterozigot
penyakit ini tidak menyebabkan anemia. Hanya orang yang dengan homozigot untuk
hemoglobin C ini akan menderita penyakit anemia hemolitik.
2.5.3 Penyakit Hemoglobin SC
Penyakit ini terjadi karena adanya pewarisan satu gen abnormal yang membawa sifat C
dan genlainnya membawa sifat S. Gambaran klinisnya mirip dengan penyakit hemoglobin SS
(sickle sel) namun cenderung lebih ringan, atau disebut anemia ringan. Pada apusan darah
primer terdapat sel target dan beberapa sel sabit.
2.5.4 Methehemoglobin/ Hemoglobin M
Penyebabnya yaitu terdapat besi hemoglobin yang teroksidasi menjadi bentuk feri Fe . 3+

Hal ini menyebabkan pengangkutan oksigen menjadi tidak maksimal dan mengalami
hipoksemia. Penyakit ini dapat dideteksi dengan elektroforesis hemoglobin
2.5.5 Hemoglobin Tidak Stabil
Penyakit ini terjadi karena adanya pewarisan gen yang menimbulkan kelainan pada
rantai hemoglobin yang tidak stabil dapat menyebabkan terbentuknya badan Heinz yang
dibentuk oleh limpa, yang kemudian menimbulkan anemia hemolitik. Pada apusan darah
perifer tidak dijumpai sferositosis. Penyakit ini dapat diuji lab dengan uji stabilitas panas atau
dengan obat isopropanol.
Thalasemia adalah penyakit keturunan yang merupakan akibat dari kekurangan salah
satu dari keempat rantai asam amino yang pembentuk hemoglobin. Hal ini menyebabkan
pasokan energi yang dibutuhkan tubuh tidak dapat terpenuhi, sehingga fungsi tubuh pun
terganggu dan tidak mampu lagi menjalankan aktivitasnya secara normal. Thalasemia
merupakan kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel darah merah yang mudah rusak.
Oleh karena itu umurnya pun relatif lebih pendek dibanding sel darah normal yaitu 23 hari.
Sel darah merah yang rusak diuraikan menjadi zat besi didalam limpa. Karena kerusakan
darah terjadi dengan cepat dan masif, maka kandungan zat besi dalam tubuh menumpuk dan
bisa mengganggu fungsi organ lain seperti jantung, hati hingga berujung pada kematian.
Gejala Thalasemia sebagai berikut :
a. Wajah pucat
b. Insomnia atau susah tidur
c. Tubuh mudah merasa lemas
d. Berkurangnya nafsu makan
e. Tubuh mudah mengalami infeksi
f. Jantung bekerja lebih keras untuk memenuhi pembentukan hemoglobin
g. Mengalami kerapuhan dan penipisan tulang. Hal ini disebabkan oleh sumsum tulang
yang berperan penting dalam menghasilkan hemoglobin tersebut
h. Terjadi pembesaran limpa karena sel darah merah yang rusak sangat berlebihan
sehingga kerja limpa sangat berat.

Klasifikasi Thalasemia
1. Thalasemia Alfa
Terjadi karena kurangnya rantai globin alfa karena mutasi dan kelainan genetik.
Gejalanya klinis yang timbul umumnya yaitu anemia dan hipoksia. Rantai alfa
globin disandikan oleh suatu gen pada kromosom 16.
a. Thalasemia alfa minor. Termasuk jenis thalasemia ringan yang tidak
menyebabkan gejala pada fungsi tubuh, tetapi bersifat sebagai pembawa
sifat yang membawa gen thalasemia
b. Thalasemia alfa mayor. Jenis thalasemia satu ini umumnya terjadi pada
bayi sejak masih dalam kandungan. Thalasemia jenis ini terjadi apabila
seseorang tidak memiliki gen perintah produksi protein globin alfa.
Keadaan ini akan membuat janin atau bayi menderita anemia yang cukup
parah, penyakit jantung, dan penimbunan cairan tubuh. Oleh karenanya,
apabila bayi sudah diketahui menderita penyakit kelainan darah seperti
thalasemia ini, bayi harus mendapatkan tranfusi darah sejak dalam
kandungan dan setelah lahir agar tetap sehat.

Gambar 3 : faktor resiko keturunan penderita thalasemia alfa


2. Thalasemia Beta
Berkurangnya produksi rantai globin beta tidak ada atau berkurang, sehingga
hemoglobin yang dibentuk juga berkurang. Rantai beta globin disandikan oleh
suatu gen pada kromosom ke 11.
a. Thalasemia beta mayor. Terdapatnya dua gen beta yang abnormal. Hal ini
menyebabkan pasien menderita anemia berat seumur hidup (anemia Cooley
atau anemia Mediaterranea). Gejalanya yaitu terdapat sel darah merah kecil,
pucat, berubah bentuk dan terjadi hemolisis ekstensif dan produksi sel darah
merah yang tidak efektif. Anemia berat ini menyebabkan pertumbuhan
sumsum tulang dan kelainan tulang. Hiperplasia sumsum tulang yang
berlebihan ini dipicu oleh peningkatan kadar eritropoietin. Hb F dan A2 ini
kurang menyalurkan oksigen ke jaringan sehingga menyebabkan hipoksia
yang cukup parah. Dan terjadi penimbunan besi pada sel parenkim di hati dan
jantung. Penderita thalasemia jenis ini harus melakukan tranfusi darah
terusmenerus sejak diketahui melalui diagnosa, meskipun sejak bayi.
Umumnya bayi yang lahir akan sering mengalami sakit selama 1-2 tahun
pertama kehidupannya. Sehingga mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangannya yang mengakibatkan keterlambatan sirkulasi zat gizi yang
kurang lancar.
b. Talasemia beta minor. Terdapat rantai beta normal dan satu abnormal, dan
tidak banyak memperlihatkan gejala klinis. Keadaan heterozigot ini ditandai
dengan adanya sel darah merah yang hipokromik, dan kecil serta terjadi
anemia ringan yaitu dengan kadar Hb 9-11 g/dL

Gambar 4 : faktor resiko keturunan penderita thalasemia beta


2.6 Kelainan Trombosit
Trombositosis adalah istilah yang digunakan pada keadaan dimana jumlah trombosit lebih
dari 1.000.000/ml. Hal ini terjadi dalam keadaan malignan, inflamasi akut, serta setelah
terjadinya spelenktomi. Faktor yang menjadi penyebab trombositosis:
a. Kekurangan zat besi
b. Inflamasi, kanker, atau infeksi
c. Proses myeloproliferatif
Trombositopenia merupakan istilah yang merujuk pada keadaan dimana trombosit
kurang dari 100.000/ml. Hal ini dapat disebabkan berkurangnya produksi trombosit,
peningkatan tampungan trombosit pada limpa (splenomegali akibat sirosis), atau
berkurangnya waktu paruh trombosit akibat autoimun. Penyebab lain:
a. Kehilangan fungsi sumsum tulang pada anemia aplastik menyebabkan
berkurangnya jumlah trombosit.
b. Infeksi virus seperti HIV (menyebabkan berkurangnya prekursor trombosit,
megakariosit), rubella, dan mononukleosis infeksioner. Virus mengganggu proses
pembentukan dan juga merusak trombosit dalam sirkulasi.
c. Radiasi dan kemoterapi pada kanker
d. Destruksi imunologis: trombosit dirusak autoantibodi, alloantibodi, dan
mekanisme obat.
Alloantibodi: pada orang yang mengalami transfusi trombosit berulang sehingga
menyebabkan pembentukan antigen terhadap HLA sehingga dibutuhkan donor
dengan HLA yang sesuai dengan resipien. Antibodi terhadap antigen trombosit
spesifik: biasanya merupakan anti-trombosit-A1 yang ditimbulkan oleh infeksi
kehamilan. Purpura pascatranskripsi: trombosit penderita dihancurkan
pascatransfusi, terapi terbaik bagi kelainan ini adalah dengan penggantian plasma
penderita.
e. Autoimun Ig G melapisi trombosit sehingga trombosit dihancurkan limpa

Gambar 5 : Algoritma Evluasi Trombositopenia

Klasifikasi Trombositopenia
1. Trombositopenia akibat obat-obatan
Pemakaian obat kemoterapi menyebabkan trombositokopenia sehingga pada terapi ini
dibutuhkan transfusi trombosit. Obat lain yaitu kuinin dan kuinidin. Beberapa obat
yang dapat menjadi penyebabdengan frekuensi lebih jarang adalah digitalis, heparin,
tiozide, dan aspirin. Efek obat ini bekerja dengan membentuk kompleks
antigenantibodi yang menyebabkan kerusakan trombosit akibat lisis yang diperantarai
komplemen. Bahan kimia lain yang dapat menjadi penyebab tombositokopenia:
a. Klorotiazide
Menimbulkan trombositopenia pada 25% orang yang mengonsumsi tetapi jarang
menimbulkan perdarahan
b. Alkohol
Menimbulkan trombositopenia baik sesaat setelah konsumsi maupun pada
pengonsumsi tetap
Tabel 1: Daftar obat yang berpotensi menyebabkan trombositopenia
Obat yang berpotensi menyebabkan trombositopenia
Abciximab Digoxin
Acetaminophen Eptifibatide
Acyclovir Hydroclortiazid
Aminosalysilad acid Ibuprofen
Amiodarone Levamisole
Amphotericin B Octreotide
Ampicillin Phenytoin
Karbamazepin Quinine
Chlorpropamid Rifampicin
Danazol Tamoxifen
Diatrizoate meglumine Tirofiban
diclofenac Trimetrophim dan vankomisin

Anda mungkin juga menyukai