PENYAKIT MALARIA
Disusun Oleh:
Gendhis Putrizka Fahmi Andhini
G1B013
Fadhila Suryantini
G1B01386
Dewi Fitrianingrum
G1B0138
G1B013101
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Malaria
Di luar Jawa dan Bali, peningkatan terjadi dari 1.750 kasus per 100 ribu penduduk
(1998) menjadi 2.800 kasus per 100ribu penduduk (2000): tertinggi di NTT, yaitu
16.290 kasus per 100 ribu penduduk.
B. Tujuan
1) Mengetahui pengertian Malaria.
2) Mengetahui penyebab Malaria.
3) Mengetahui bagaimana Patofisiologi Malaria.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Riwayat Alamiah Penyakit
Transmisi Malaria
Malaria dapat ditularkan melalui 2 cara yaitu cara alamiah dan bukan alamiah.
1.
2.
b.
Penularan secara mekanik terjadi melalui transfusi darah atau jarum suntik. Penularan
melalui jarum suntik banyak terjadi pada para pecandu obat bius yang menggunakan
jarum suntik yang tidak steril. Infeksi malaria melalui transfusi hanya menghasilkan
siklus eritrositer karena tudak melalui sporozoit yang memerlukan siklus hati sehingga
diobati dengan mudah.
c.
Pada umumnya sumber infeksi malaria pada manusia adalah manusia lain yang sakit
malaria, baik dengan gejala maupun tanpa gejala klinis. Dikenal beberapa kaadaan klinik
dalam perjalan infeksi malaria yaitu :
a. Serangan primer (Periode Klinis)
Yaitu keadaan mulai dari akhir masa inkubasi dan mulai terjadi serangan paroksimal
yang terdiri dari dingin/menggigil; panas dan berkeringat. Serangan paroksimal ini
dapat pendek atau panjang tergantung dari perbanyakan parasit dan keadaan imunitas
penderita.
Gejala klasik yaitu terjadinya Trias Malaria (Malaria proxysm) secara berurutan :
1) Periode dingin
Mulai
menggigil,
kulit
dingin
dan
kering,
penderita
sering
membungkus diri dengan selimut atau sarung dan pada saat menggigil sering
seluruh badan bergetar dan gigi-gigi saling terantuk, pucat sampai sianosis
seperti orang kedinginan. Periode ini berlangsung 15 menit sampai 1 jam diikuti
dengan meningkatnya temperatur.
2) Periode panas
Penderita muka merah, kulit panas dan kering, nadi cepat, dan panas
badan tetap tinggi sampai 40C atau lebih, pada penderita. Periode ini lebih
lama dari fase dingin, dapat sampai 2 jam atau lebih, diikuti dengan keadaan
berkeringat.
3) Periode berkeringat
Penderita berkeringat mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh,
sampai basah, temperatur turun, penderita merasa cape dan sering tertidur. Bila
penderita bangun akan merada sehat dan dapat melakukan pekerjaan biasa.
b. Periode Laten
Yaitu periode tanpa gejala dan tanpa parasitemia selama terjadinya infeksi
malaria. Biasanya terjadi diantara dua keadaan paroksismal.
c. Recrudescense
Yaitu berulangnya gejala klinik dan parasitemia dalam masa 8 minggu sesudah
berakhirnya serangan primer.
d. Recurrence
Yaitu berulangnya gejala klinik atau parasitemia setelah 24 minggu
berakhirnya serangan primer.
e. Relapse atau Rechute
Ialah berlangsungnya gejala klinik atau parasitemia yang lebih lama dari wakti
diantara serangan periodik dari infeksi primer.
Sporozoit masuk ke dalam peredaran darah penderita saat nyamuk Anopheles betina
menghisap darah. Sebagian sporozoit tersebut akan difagositosis dan yang tidak difagositosis
akan mencapai sel hati hati dalam waktu setengah jam. Di dalam sel hati, sporozoit tumbuh
dan berkembang biak dengan cara skizogoni. Pada akhir fase skizogoni yang terjadi di hati ini
disebut skizogoni preeritositer atau fase eksoeritroser primer. Setiap spesies Plasmodium akan
membentuk merozoit dalam jumlah berbeda-beda. Sel hati yang penuh dengan merozoit
masuk ke dalam peredaran darah dan menyerang eritrosit.
Sporozoit dalam sel hati tidak semuanya langsung tumbuh dan berkembang biak, pada
Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale sebagian sporozoit ini tidak berkembang biak
dalam kurun waktu tertentu, sporozoit yang tidak berkembang ini disebut hipnozoit. Setelah
beberapa bulan atau beberapa tahun kemudian mengalami skizogoni. Proses ini disebut
skizogoni eksoeritrosit sekunder. Proses ini dianggap sebagai penyebab timbulnya rekurensi
atau relaps jangka panjang, sedangkan relaps yang disebabkan oleh bertambah banyaknya
parasit stadium eritrosit disebut rekrudesensi. Rekrudesensi ini dapat terjadi pada semua
spesies Plasmodium.
Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah, menyerang eritrosit dan
mengalami skizogoni. Proses ini disebut skizogoni eritrositer. Stadium awal skizogoni
eritrositer adalah bentuk ring yang mempunyai 1 inti dengan sitoplasma tipis seperti cincin
(ring muda), kemudian sitoplasma tumbuh menebal dan masih dalam bentuk ring (ring tua).
Selanjutnya sitoplasma bertambah kompak atau amuboid dan terdapat pigmen, ukuran
sitoplasma masih kurang dari setengah eritrosit. Stadium ini disebut trofozoid muda dan
apabila sitoplasmanya melebihi eritrosit disebut trofozoit tua. Apabila inti sudah membelah
disebut stadium skizon. Dari stadium skizon muda, kemudian tumbuh menjadi skizon tua dan
akhirnya menjadi skizon matang di mana masing-masing inti sudah dikelilingi sitoplasma dan
terbentuk merozoit. Eritrosit yang mengandung skizon matang ini kemudian pecah dan
merozoit keluar bersama toksin serta sisa-sisa metabolisme parasit. ,erozoit yang keluar
kemudian menyerang eritrosit yang ada di sekitarnya. Setelah melwati beberapa siklus
eritrositer, sebagian dari merozoit membentuk makrogametosit (gametosit betina) dan
mikrogametosit (gametosit jantan). Proses ini disebut gametogoni. Makrogametosit dan
mikrogametosit dalam tubuh manusia tidak berkembang tetapi apabila dihisap oleh nyamuk
maka akan berkembang biak secara seksual dan terbentuk sporozoit.
Di dalam lambung nyamuk, 1 makrogametosit tumbuh menjadi 1 mikrogamet yang
kemudian membentuk tonjolan kecil tempat masuk mikrogametosit. Mikrogametosit tumbuh
dan berkembang menjadi 4-8 mikrogamet yang bentuknya seperti benang yang menonjol dan
bergera-gerak dari sel induk. Mikrogamet melepaskan diridari sel induk (eksflagelasi) dan
masuk melalui tonjolan kecil membuahi makrogamet lalu terbentuk zigot yang berbentuk
bulat, kemudian berubah menjadi bentuk panjang yang disebut ookinet. Ookinet inik
menembus dinding lambung nyamuk dan pada dinding lambung bagian luar membentuk
ookista yang bentuknya bulat. Inti ookista membelah terus kemudian diikuti sitoplasma dan
terbentuk sporozoit, ookista bertambah besar bisa mencapai 500 . Sporozoit tersebut
bentuknya memanjang, dengan panjang 10-15 dan kedua ujungnya runcing. Jumlah
sporozoit dapat mencapai ribuan. Ookista matang akan pecah dan sporozoit keluar bergerak
ke cairan rongga badan nyamuk lalu mencapai kelenjar liur nyamuk dan siap ditularkan.
Tahap pra patogenesis: Manusia (host) masih dalam keadaan sehat namun pada saat ini
pula manusia telah terpajan dan berisiko terhadap penyakit yang ada di sekelilingnya.
Adapun penyebabnya karena telah terjadi interaksi dengan bibit penyakit (agent), bibit
penyakit belum masuk kemanusia (host), manusia masih dalam keadaan sehat atau belum
ada tanda penyakit, dan belum terdeteksi baik secara klinis maupun laboratorium.
b.
Tahap inkubasi: tahap ini bibit penyakit telah masuk kemanusia, namun gejala belum
tampak. Jika daya tahan pejamu tidak kuat, akan terjadi gangguan pada bentuk dan fungsi
tubuh.
c.
Tahap penyakit dini: tahap ini mulai timbul gejala penyakit, sifatnya masih ringan, dan
umumnya masih dapat beraktivitas.
d.
Tahap penyakit lanjut: tahap ini penyakit makin bertambah hebat, penderita tidak dapat
beraktivitas sehingga memerlukan perawatan.
e.
Tahap akut penyakit: tahap akhir perjalanan penyakit ini, manusia berada dalam lima
keadaan yaitu sembuh sempurna, sembuh dengan cacat, karrier, kronis, atau meninggal
dunia (Rajab, 2009: 17).
Usia, bagi anak laki-laki lebih rentan terhadap infeksi penyakit malaria.
Cara hidup, kebiasaan tidur tidak memakai kelambu dan sering berada di luar
rumah pada malam hari sangat rentan terhadap infeksi malaria.
Status gizi, keadaan gizi agaknya tidak menambah kerentanan terhadap malaria.
Ada beberapa studi yang menunjukkan bahwa anak yang bergizi baik justru lebih
sering mendapat kejang dan malaria selebral dibandingkan dengan anak yang
bergizi buruk. Tetapi anak yang bergizi baik dapat mengatasi malaria berat
dengan lebih cepat dibanding anak yang bergizi buruk.
2. Host Definitive
Nyamuk Anopheles spp disebut sebagai host definitif (penjamu tetap) karena di
dalam tubuh nyamuk terjadi siklus seksual parasit malaria (Depkes,1999). Lebih
dari 400 spesies anopheles di dunia, hanya sekitar 67 yang terbukti mengandung
sporozoit dan dapat menularkan malaria. Di setiap daerah dimana terjadi transmisi
malaria biasanya hanya ada satu atau paling banyak 3 spesies anopheles yang
menjadi vektor penting. Di Indonesia telah ditemukan 24 spesies anopheles yang
menjadi vektor malaria.
Nyamuk anopheles terutama hidup di daerah tropik dan subtropik, namun bisa
juga hidup di daerah beriklim sedang dan bahkan di daerah antartika. Anopheles
jarang ditemukan pada ketinggian lebih dari 2000-2500 m. Sebagian besar
nyamuk anopheles ditemukan didaerah dataran rendah.
Efektifitas vektor untuk menularkan malaria ditentukan hal-hal sebagai berikut :
menjadi infektif)
Nyamuk anopheles betina menggigit antara waktu senja dan subuh, dengan
jumlah yang berbeda-beda menurut spesiesnya.
Kebiasaan makan dan istirahat nyamuk anopheles dapat dikelompokkan sebagai :
Endofili : suka tinggal di dalam rumah / bangunan
Eksofili : suka tinggal di luar rumah
Endofagi : menggigit dalam rumah/bangunan
Eksofagi : menggigit di luar rumah/bangunan
Antroprofili : suka menggigit manusia
Zoofili : suka menggigit binatang
Jarak terbang nyamuk anopheles adalah terbatas, biasanya tidak lebih jauh dari 23 km dari tempat peridukannya. Bila ada angin yang kuat nyamuk anopheles bisa
terbawa sampai 30 km. Nyamuk anopheles dapat terbawa pesawat terbang atau
kapal laut dan menyebarkan malaria ke daerah yang non-endemis.
lingkungan biologik dan lingkungan sosial budaya. Faktor geografi dan meterologi di
Indonesia sangat menguntungkan transmisi malaria di Indonesia. Pengaruh suhu ini
berbeda bagi setiap spesies. Pada suhu 26,7c masa inkubasi ekstrinsik adalah 10-12
hari untuk P.falciparum dan 8-11 hari untuk P.vivax, 14-15 hari untuk P.malariae dan
P.ovale.
i. Lingkungan Fisik
meliputi suhu, kelembaban, hujan, ketinggian, angin, sinar matahari, arus air, kadar
garam.
a) Suhu
Suhu mempengaruhi parasit dalam nyamuk. Suhu yang optimum
berkisar antara 20C dan 30C. Makin tinggi suhu (sampai batas tertentu)
makin pendek masa inkubasi ekstrinsik (sporogoni) dan sebaliknya makin
rendah suhu makin panjang masa inkubasi ekstrinsik.
b) Kelembaban
Kelembaban yang rendah memperpendek umur nyamuk, meskipun
tidak berpengaruh pada parasit. Tingkat kelembaban 60 % merupakan batas
paling rendah untuk memungkinkan hidupnya nyamuk. Pada kelembaban yang
lebih tinggi nyamuk menjadi lebih aktif dan lebih sering menggigit, sehingga
meningkatkan penularan malaria.
c) Hujan
Pada umumnya hujan akan memudahkan perkembangan nyamuk dan
terjadinya epidemi malaria. Besar kecilnya pengaruh tergantung pada jenis dan
deras hujan, jenis vector dan jenis tempat perindukan. Hujan yang diselingi
panas akan memperbesar kemungkinan berkembang biaknya nyamuk
anopheles.
d) Ketinggian
Secara umum malaria berkurang pada ketinggian yang semakin
bertambah. Hal ini berkaitan dengan suhu rata-rata. Pada ketinggian di atas
2000 m jarang ada transmisi malaria. Hal ini bisa berubah bila terjadi
pemanasan bumi dan pengaruh dari El-Nino. Di pegunungan Irian Jaya yang
dulu jarang ditemukan malaria kini lebih sering ditemukan malaria. Ketinggian
paling tinggi masih masih memungkinkan transmisi malaria ialah 2500 m
diatas permukaan laut (di Bolivia).
e) Angin
h) Kadar garam
An.sundaicus tumbuh optimal pada air payau yang kadar garamnya 1218% dan tidak berkembang pada
Sumatera Utara ditemukan pula perindukan An. Sundaicus dalam air tawar.
ii.
Lingkungan Biologik
Tumbuhan bakau, lumut, ganggang dan berbagai tumbuhan lain dapat
mempengaruhi kehidupan larva karena ia dapat menghalangi sinar matahari atau
melindungi dari serangan makhluk hidup lainnya. Adanya berbagai jenis ikan
pemakan larva seperti ikan kepala timah (panchax spp), gambusia, nila, mujair,
dan lain-lain akan mempengaruhi populasi nyamuk di suatu daerah. Adanya
ternak seperti sapi, kerbau dan babi dapat mengurangi jumlah gigitan nyamuk
pada manusia, apabila ternak tersebut dikandangkan tidak jauh dari rumah.
iii.
iv.
Lingkungan Kimia
meliputi kadar garam yang cocok untuk berkembangbiaknya nyamuk Anopheles
sundaicus.
minggu sebelum tiba di daerah dengan intensitas malaria tinggi, yang kemudian dilanjutkan
dengan pemakaian selama 4 minggu setelah meninggalkan daerah tersebut.
1.
Atovaquone/Proguanil (Malarone)
Alasan yang membuat anda mungkin memilih obat ini :
Obat ini dapat digunakan 1-2 hari sebelum melakukan perjalanan ke daerah epidemi
malaria (dibanding dengan obat lain yang harus digunakan dalam jangka waktu yang
lebih panjang)
Pilihan terbaik untuk waktu perjalanan yang lebih singkat ke daerah epidemi malaria
karena obat ini hanya digunakan dalam waktu 7 hari setelah perjalanan ke daerah
epidemi, dibandingkan dengan obat lain yang harus digunakan 4 minggu sepulangnya
dari daerah epidemi malaria.
Efek samping yang sangat rendah (hampir tidak ada efek samping)
2. Klorokuin
Alasan yang membuat anda mungkin memilih obat ini :
Pilihan yang baik untuk perjalanan yang panjang ke daerah epidemi malaria karena
obat ini digunakan mingguan (satu minggu sekali)
Obat digunakan dalam jangka yang cukup panjang yaitu 4 minggu setelah pulang dari
daerah epidemi, dan harus digunakan 2 minggu sebelum berangkat ke daerah epidemi
malaria.
3. Doxycycline
Alasan yang membuat anda mungkin memilih obat ini :
Obat ini dapat diambil 1-2 hari sebelum tiba di tempat epidemi malaria.
Obat ini juga melindungi dari beberapa infeksi lain seperti Rickettsiae dan
leptospirosis.
Obat ini harus digunakan selama 4 minggu setiap hari setelah pulang dari tempat
epidemi malaria.
Beberapa orang dapat mengalami gangguan perut dalam penggunaan obat ini.
4. Mefloquine
Alasan yang membuat anda mungkin memilih obat ini :
Sangat cocok untuk perjalanan panjang dan lama ke tempat epidemi malaria karena
obat ini hanya digunakan seminggu sekali.
Obat ini haru terus digunakan selama 4 minggu setelah kembali dari daerah epidemi
malaria.
5. Primakuin
Alasan yang membuat anda mungkin memilih obat ini :
Obat ini sangat efektif menangkal plasmodium vivax sehingga sangat cocok
digunakan di daerah epidemi malaria vivax.
BAB III
PENUTUP
I.
Kesimpulan
Penyakit malaria adalah penyakit menular yang dapat ditularkan oleh nyamuk
bernama Anopheles. Nyamuk ini membawa parasit plasmodium dan menggigit orang
sekaligus menyebarkannya melalui peredaran darah. Malaria merupakan penyakit
berbahaya yang dapat menyebabkan kematian. Nyamuk yang menyebarkan parasit ini
adalah nyamuk betina yang sebelumnya sudah terinfeksi oleh plasmodium. Selain
melalui nyamuk, penyakit malaria juga dapat menyebar melalui beberapa hal seperti
transfusi darah, transplantasi organ, jarum suntuk yang sudah terkontaminasi. Ibu
hamil juga dapat menularkan penyakit ini kepada bayinya. Upaya pencegahan
penyakit malaria ada dua cara, yaitu dari dalam dan dari luar. Pencegahan dari dalam
dilakukan dengan mengonsumsi obat penangkal penyakit malaria, sedangkan
pencegahan dari luar dengan cara melindungi diri dan lingkungan dari gigitan nyamuk
Anopheles betina.
II.
Saran
Program pemberantasan malaria dapat didefinisikan sebagai usaha terorganisir
untuk melaksanakan berbagai upaya menurunkan penyakit dan kematian yang
diakibatkan malaria, sehingga tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat yang
utama dengan upaya-upaya : (1) menghindari atau mengurangi kontak gigitan
nyamuk Anopheles spp dengan memakai kelambu, penjaringan rumah, pemakaian
repellent dan obat nyamuk, (2) membunuh nyamuk dewasa dengan menggunakan
berbagai insektisida, (3) membunuh jentik (tindakan anti larva) baik secara kimiawi
(larvacida)maupun biologi (ikan, tumbuhan, jamur, bakteri), (4) mengurangi tempat
perindukan (source reduction), (5) mengobati penderita malaria(6) pemberian
pengobatan pencegahan (profilaksis) dan vaksinasi (masih dalam tahap riset dan
clinical trial)
DAFTAR PUSTAKA
Harijanto,
P,N.
1999.
Malaria-Epidemiologi,
Patogenesis,
Manifestasi
Klinis
&
Penanganan.Jakarta: EGC.
Mandal B.K, dkk. 2008. Penyakit Infeksi. Rlangga Jakarta: Erlangga.
Rahmad Ayda, Purnomo. 2010. Malaria. Jakarta: EGC.
Soedarto. 1990. Penyakit- Penyakit Infeksi di Indonesia. Jakarta: Widya Medika
Yatim Faisal. 2007. Macam- Macam Penyakit Menular dan Cara Pencegahannya Jilid 2.
Jakarta: Pustaka Obor Populer