Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
ASD(Atrial Septal Defect) merupakan kelainan jantung bawaan tersering setelah VSD
(ventrikular septal defect). Dalam keadaan normal, pada peredaran darah janin terdapat suatu lubang
diantara atrium kiri dan kanan sehingga darah tidak perlu melewati paru-paru. Pada saat bayi lahir, lubang
ini biasanya menutup. Jika lubang ini tetap terbuka, darah terus mengalir dari atrium kiri ke atrium kanan
(shunt). Maka darah bersih dan darah kotor bercampur.
Kelainan ini disebabkan adanya defek (lubang) pada dinding atrium jantung. Akibatnya darah
dari atrium kiri yang seharusnya pergi ke ventrikel kiri, akan masuk ke dalam ke dalam ventrikel kanan,
kemudian ke ventrikel kanan. Jika lubangnya cukup besar, ASD akan mengakibatkan beban volume di
jantung kanan, di samping itu juga menyebabkan beban volume di jantung kiri. ASD merupakan salah
satu penyakit jantung bawaan non sianotik (kelainan kongenital). Insidensnya sekitar 6,7% dari seluruh
penyakit jantung bawaan pada bayi yang lahir hidup.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
a. Bagaimanakah konsep dasar penyakit Atrial Septal Defect ?
b. Bagaimanakah konsep dasar asuhan keperawatan Atrial Septal Defect?
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui
a. Konsep dasar penyakit Atrial Septal Defect.
b. Konsep dasar asuhan keperawatan Atrial Septal Defect
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar Penyakit


A. Definisi
 Atrial Septal Defect (ASD) adalah terdapatnya hubungan antara atrium kanan dengan atrium kiri
yang tidak ditutup oleh katup ( Markum, 1991).
 ASD adalah defek pada sekat yang memisahkan atrium kiri dan kanan. (Sudigdo Sastroasmoro,
1994).
 Atrial Septal Defect (ASD) adalah penyakit jantung bawaan berupa lubang (defek) pada septum
interatrial yang terjadi karena kegagalan fusi septum interatrial semasa janin. ( id. Wikipedia.org).
 Atrial Septal Defect adalah adanya hubungan (lubang) abnormal pada sekat yang memisahkan
atrium kanan dan atrium kiri. Kelainan jantung bawaan yang memerlukan pembedahan jantung
terbuka adalah defek sekat atrium. Defek sekat atrium adalah hubungan langsung antara serambi
jantung kanan dan kiri melalui sekatnya karena kegagalan pembentukan sekat.
(http://askep.blogspot.com/2008/04/asuhan-keperawatan-pada-anak-dengan.html )

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat dirumuskan bahwa Atrial Septal Defect (
ASD ) penyakit jantung bawaan dimana terdapat lubang ( defek ) pada sekat atau septum interatrial
yang memisahkan atrium kiri dan kanan yang terjadi karena kegagalan fusi septum interatial semasa
janin.

B. Epidemiologi
Di antara berbagai kelainan bawaan (congenital anomaly) yang ada, penyakit jantung
bawaan (PJB) merupakan kelainan yang paling sering ditemukan. Di Amerika Serikat, insidens
penyakit jantung bawaan sekitar 8-10 dari 1000 kelahiran hidup, dengan sepertiga di antaranya
bermanifestasi sebagai kondisi kritis pada tahun pertama kehidupan dan 50% dari kegawatan
pada bulan pertama kehidupan berakhir dengan kematian penderita. Di Indonesia, dengan
populasi 200 juta penduduk dan angka kelahiran hidup 2%, diperkirakan terdapat sekitar 30.000
penderita PJB.

C. Etiologi
Penyebabnya belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor yang diduga
mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian ASD.
Faktor-faktor tersebut diantaranya :
1. Faktor Prenatal
a. Ibu menderita infeksi Rubella
b. Ibu alkoholisme
c. Umur ibu lebih dari 40 tahun.
d. Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu
2. Faktor genetic
a. Anak yang lahir sebelumnya menderita PJB
b. Ayah atau ibu menderita PJB
c. Kelainan kromosom misalnya Sindroma Down
d. Lahir dengan kelainan bawaan lain

D. Patofisiologi
Penyakit dari penyakit jantung kongentinal ASD ini belum dapat dipastikan banyak kasus
mungkin terjadi akibat aksi trotogen yang tidak diketahui dalam trisemester pertama kehamilan
saat terjadi perkembangan jantung janin. Pertama kehidupan status, saat struktur kardiovaskuler
terbentuk kecuali duktus arteriosis paten yaitu saluran normal untuk status yang harus menututp
dalam beberapa hari pertama.
Darah artenal dari atrium kiri dapat masuk ke atrium kanan melalui defek sekat ini.
Aliran ini tidak deras karena perbedaan tekanan pada atrium kiri dan kanan tidak begitu besar
(tekanan pada atrium kiri 6 mmHg sedang pada atrium kanan 5 mmHg) . Adanya aliran darah
menyebabkan penambahan beban pada ventrikel kanan, arteri pulmonalis, kapiler paru-paru dan
atrium kiri. Bila shunt besar, maka volume darah yang melalui arteri pulmonalis dapat 3-5 kali
dari darah yang melalui aorta.
Dengan bertambahnya volume aliran darah pada ventrikel kanan dan arteri pulmonalis.
Maka tekanan pada alat–alat tersebut naik., dengan adanya kenaikan tekanan, maka tahanan
katup arteri pulmonalis naik, sehingga adanya perbedaan tekanan sekitar 15 -25 mmHg. Akibat
adanya perbedaan tekanan ini, timbul suatu bising sistolik ( jadi bising sistolik pada ASD
merupakan bising dari stenosis relatif katup pulmonal ). Pada valvula trikuspidalis juga ada
perbedaan tekanan, sehingga disini juga terjadi stenosis relatif katup trikuspidalis sehingga
terdengar bising diastolik.
Karena adanya penambahan beban yang terus menerus pada arteri pulmonalis, maka lama
kelamaan akan terjadi kenaikan tahanan pada arteri pulmunalis dan akibatnya akan terjadi
kenaikan tekanan ventrikel kanan yang permanen. Tapi kejadian ini pada ASD terjadinya sangat
lambat ASD I sebagian sama dengan ASD II. Hanya bila ada defek pada katup mitral atau katup
trikuspidal, sehingga darah dari ventrikel kiri atau ventrikel kanan mengalir kembali ke atrium
kiri dan atrium kanan pada waktu systole. Keadaan ini tidak pernah terjadi pada ASD II. Arah
shunt pun bisa berubah menjadi dari kanan kekiri sehingga sirkulasi darah sistemik banyak
mengandung darah yang rendah oksigen akibatnya terjadi hipoksemi dan sianosis.
( Pathway terlampir )

E. Klasifikasi
Berdasarkan bentuk anatomisnya Atrial Septal Defect dapat dibedakan menjadi 3 , yaitu:
 Defek Sinus Venosus, yaitu defek yang terletak di bagian superior dan posterior sekat,
sangat dekat dengan vena kava superior dan juga dekat dengan salah satu muara vena
pulmonalis.
 Defek Sekat Sekundum, yaitu defek ini terletak di tengah sekat atrium. Defek ini juga
terletak pada foramen ovale.
 Defek Sekat Primum, yaitu defek ini terletak dibagian bawah sekat primum, dibagian
bawah hanya di batasi oleh sekat ventrikel, dan terjadi karena gagal pertumbuhan sekat
primum. Defek sekat primum dikenal dengan ASD I, Defek sinus Venosus dan defek
sekat sekundum dikenal dengan ASD II

F. Manifestasi Klinis
a) Bayi
 Sianosis umum, khususnya membran mukosa, bibir dan lidah, kunjungtiva, area
vaskularisasi tinggi, dispnea, khususnya setelah kerja fisik seperti makan, menangis
dan mengejan.
 Keletihan.
 Pertumbuhan dan perkembangan buruk
 Kadang-kadang mengalami infeksi saluran pernafasan.
 Kesulitan makan.
 Diastolik meningkat.
 Sistolik Rendah.
 Bising jantung tak normal.
 Palpitasi
b) Anak – anak
 Kerusakan pertumbuhan dan perkembangan.
 Tubuh lemah, keletihan.
 Nafas tersengal – tersengal dan dipsnea saat aktivitas.
 Kardiomegali.
 Diastolik meningkat.
 Sistolik Rendah
 Bising jantung tak normal
 Palpitasi.

G. Komplikasi
a. Gagal jantung.
b. Penyakit pembuluh darah paru.
c. Endokardititis.
d. Aritmia
H. Pemeriksaan Penunjang
a) Foto torak :Terlihat kardiomegali akibat pembesaran atrium dan ventrikel kanan. Segmen
pulmonal menonjol dan vaskularisasi paru meningkat (pletora). Pada kasus lanjut dengan
hipertensi pulmonal, gambaran vaskularisasi paru mengurang di daerah tepi (pruned
tree). Dan menunjukan adanya komplikasi atau tidak.
b) Ekokardiogram:Ekokardiogram M-mode memperlihatkan dilatasi ventrikel kanan dan
septum interventrikular yang bergerak paradoks. Ekokardiogram 2 dimensi dapat
memperlihatkan lokasi dan besarnya defek interatrial (pandangan subsifoid yang paling
terpercaya). Prolaps katup mitral dan regurgitasi sering tampak pada defek septum
atrium yang besar. Posisi katup mitral dan trikuspid sama tinggi pada defek septum
atrium primum dan bila ada celah pada katup mitral juga dapat terlihat. Ekokardiogram
menentukan lokasi defek, ukuran defek, arah dan gradien aliran, perkiraan tekanan
ventrikel kanan dan pulmonal, gambaran beban volume pada jantung kiri, keterlibatan
katup aorta atau trikuspid serta kelainan lain. Ekokardiografi Doppler memperlihatkan
aliran interatrial yang terekam sampai di dinding atrium kanan. Rasio aliran pulmonal
terhadap aliran sistemik juga dapat dihitung. Ekokardiografi kontras dikerjakan bila
Doppler tak mampu memperlihatkan adanya aliran interatrial.
c) Angiogram ventrikel kiri pada defek septum atrium sekundum tampak normal, tapi
mungkin terlihat prolaps katup mitral yang disertai regurgitasi. Pada defek septum atrium
primum, terlihat gambaran leher angsa (goose-neck appearance) akibat posisi katup
mitral yang abnormal. Regurgitasi melalui celah pada katup mitral juga dapat terlihat.
Angiogram pada vena pulmonalis kanan atas dapat memperlihatkan besarnya defek
septum atrium.
d) EKG : deviasi aksis ke kiri pada ASD primum dan deviasi aksis ke kanan pada ASD
secundum, RBBB, RVH.
e) Kateterisasi jantung : prosedur diagnostic dimana kateter radiopaque dimasukan kedalam
atrium jantung melalui pembuluh darah perifer, diobservasi dengan fluoroskopi atau
intensifikasi pencitraan; pengukuran tekanan darah dan sampel darah memberikan
sumber-sumber informasi tambahan. Kateterisasi jantung dilakukan bila defek interatrial
pada ekokardiogram tak jelas terlihat atau bila terdapat hipertensi pulmonal. Pada
kateterisasi jantung terdapat peningkatan saluran oksigen di atrium kanan dengan
peningkatan ringan tekanan ventrikel kanan dan arteri pulmonalis. Bila telah terjadi
penyakit vaskuler paru, tekanan arteri pulmonalis sangat meningkat sehingga perlu
dilakukan tes dengan pemberian oksigen 100% untuk menilai reversibilitas vaskuler
paru.

I. Penatalaksanaan
Kebanyakan pasien ASD tidak menunjukkan keluhan. Pada bayi sebelum usia 3 bulan,
defek berukuran < 3 mm umumnya akan menutup spontan. Bagaimanapun juga apabila lubang
tersebut besar maka operasi untuk menutup lubang tersebut dianjurkan guna mencegah terjadinya
gagal jantung atau kelainan pembuluh darah pulmonal. Pengobatan pencegahan dengan
antibiotik sebaiknya diberikan setiap kali sebelum penderita menjalani tindakan pencabutan gigi
untuk mengurangi resiko terjadinya endokarditis infektif.

J. Prognosis
Sampai 5 tahun yang lalu, semua ASD hanya dapat ditangani dengan operasi bedah
jantung terbuka. Operasi penutupan ASD baik dengan jahitan langsung ataupun menggunakan
patch sudah dilakukan lebih dari 40 tahun. Tindakan operasi ini sendiri, bila dilakukan pada saat
yang tepat (tidak terlambat) memberikan hasil yang memuaskan, dengan risiko minimal (angka
kematian operasi 0-1%, angka kesakitan rendah). Pada penderita yang menjalani operasi di usia
kurang dari 11 tahun menunjukkan ketahanan hidup pasca operasi mencapai 98%. Semakin tua
usia saat dioperasi maka ketahanan hidup akan semakin menurun, berkaitan dengan sudah
terjadinya komplikasi seperti peningkatan tekanan pada pembuluh darah paru. Namun demikian,
tindakan operasi tetap memerlukan masa pemulihan dan perawatan di rumah sakit yang cukup
lama, dengan trauma bedah (luka operasi) dan trauma psikis serta relatif kurang nyaman bagi
penderita maupun keluarganya. Hal ini memacu para ilmuwan untuk menemukan alternatif baru
penutupan ASD dengan tindakan intervensi non bedah (tanpa bedah jantung terbuka), yaitu
dengan pemasangan alat Amplatzer Septal Occluder (ASO).

2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Pengkajian dilakukan untuk menemukan data yang dapat mendukung data yang diperoleh dari
riwayat kesehatan. Informasi dasar diperoleh pada saat pasien baru datang. Bagi pasien jantug akut,
pemeriksaan dapat dimulai dengan pengukuran tanda – tanda vital secara rutin. Selain hal tersebut,
pengkajian jantung juga harus pula berisi evaluasi sebagai berikut :
a. Efektivitas jantung sebagai pompa
b. Volume dan tekanan pengisian
c. Curah jantung
d. Mekanisme kompensasi
Faktor yang menunjukan bahwa jantung tidak mampu berkontraksi secara memadai atau
berfungsi secara efektif sebagai pompa adalah penurunan serta tekanan darah, nadi, pembesaran jantung,
adanya murmur dan adanya irama galop ( bunyi jantung abnormal ). Jumlah darah yang mengisi atrium
dan ventrikel serta tekanan yang terjadi dapat diperkirakan dengan derajat distensi vena jugularis dan ada
atau tidaknya kongesti paru, edema perifer dan perubahan tekanan darah postural yang terjadi saat bangun
atau berdiri. Curah jantung dicerminkan oleh frekuensi jantung, dan lain – lain. Hal yang harus diperiksa
atau diperhatikan saat pengkajian pada pasien dengan gangguan pada kardiovaskulernya adalah :
a. Keadaan umum : Observasi tingkat distress pasien. Tingkat kesadaran harus dicatat dan
dijelaskan. Evaluasi terhadap kemampuan pasien untuk berpikir secara logis sangat penting
dilakukan karena merupakan cara untuk menentukan apakah oksigen mampu mencapai otak.
b. Pemeriksaan tekanan darah : Sebagai indikator adanya penurunan curah jantung, ketegangan
arteri, volume, laju serta kekentalan.
c. Pemeriksaan nadi : mencerminkan volume sekuncup dan tahanan vaskuler sistemik. Tekanan nadi
dapat dijadikan sebagai indikator non invansif kemampuan pasien mempertahankan curah
jantung. Bila tekanan nadi pada pasie jantung turun sampai dibawah 30 mmHg maka perlu
dilakukan pnegkajian kardiovaskuler lebih lanjut.
d. Tangan : Pada pasien jantung, yang berikut merupakan temuan yang paling penting untuk
diperhatikan saat memeriksa ekstremitas atas :
1) Sianosis perifer : dimana kulit tampak kebiruan, menunjukan penurunan kecepatan aliran
darah ke perifer, sehingga perlu waktu yang lama bagi hemoglobin untuk desaturasi.
2) Pucat : dapat menandakan anemia atau peningkatan tahanan vaskuler sistemik.
3) Waktu pengisian kapiler : dilakukan dengan menekan ujung jari dengan kuat dan
lepaskan dengan cepat. Repurfusi yang melambat dapat menunjukan kecepatan aliran
darah perifer yang melambat.
4) Temperatur dan kelembaban tangan : Pada keadaan stress, akan terasa dingin dan lembab.
Pada syok jantung, tangan sangat dingin dan basah akibat stimulus sistem saraf simpatis
dan mengakibatkan vasokontriksi
5) Edema : meregangkan kulit dan membuatnya susah dilipat.
6) Penurunan turgor kulit : terjadi pada dehidrasi dan penuaan.
7) Penggadaan ( clubbing ) jari tangan : menunjukan desaturasi hemoglobin kronis pada
penyakit jantung kongeniital.
e. Kepala dan leher : difokuskan pada pengkajian bibir dan cuping telinga untuk mengetahui adanya
sianosis perifer atau kebiruan. Selain itu juga dlakukan pengkajian pada vena jugularis apakah
ada distensi atau tidak.
f. Jantung : jantung diperiksa langsung dengan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi dinding
dada. Pendekatan sistemik merupakan dasar pengkajian yang seksama. Pemeriksaan dinding dada
dilakukan pada pada enam daerah di bawah ini :
Daerah aorta – ruang interkostal kedua pada sternum kanan
Daerah pulmonal – ruang interkostal kedua pada sternum kiri
• Titik Erb – ruang interkostak ketiga pada sternum kiri
• Daerha trikuspid atau ventrikel kanan – ruang interkostal empat dan lima pada sternum kiri.
• Daerah apeks atau ventrikel kiri – ruang interkostal kelima pada sternum.
• Daerah epigastrik – di bawah prosesus xifoideus.
Pemeriksaan pada jantung meliputi :
1) Inspeksi dan palpasi
Dengan cara sistemis, setiap daerah perikardium diinspeksi dan dipalpasi. Pada saat diinspeksi
akan ditemukan deformitas dinding dada. Pencahayaan dari samping dapat membantu pemeriksa
memeriksa pulsasi yang kecil. Terdapat impuls normal yang jelas dan terletak tepat di atas apeks
jantung. Murmur, bila sangat keras dapat dipalpasi dan teraba oleh tangan pemeriksa sebagai
sensasi “ mendengkur “. Fenomena ini dinamakan thrill dan pasti menunjukan adanya patologi
yang bermakna pada jantung. Thrill juga dapat dipalpasi di atas pembuluh darah bila ada
obstruksi aliran darah yang bermakna, dan akan terjadi di atas arteri karotis bila ada penyempitan
katup aorta.
2) Perkusi
Secara normal hanya batas jantung kiri yang dapat dideteksi pada perkusi. Batas kanan terletak di
bawah batas batas kanan sternum dan tidak dapat dideteksi.Perkusi boleh tidak dilakukan kecuali
bila pemeriksa menemukan pergeseran impuls apikal dan mencurigai pembesaran jantung.
3) Auskultasi
Untuk menentukan bunyi jantung abnormal atau tidak. Daerah yang harus di auskultasi antar lain
daerah aorta, daerah pulmonal, titik Erb, daerah trikuspidalis, dan daerah apeks.
g. Kaki dan tungkai : kebanyakan pada pasien yang mengalami gangguan pada jatungnya akan
mengalami penyakit vaskuler perifer atau edema perifer akibat gagl ventrikel kanan. Maka harus
dikaji dikaji sirkulasi arteri perifer dan aliran balik vena.

2. Analisa Data
No Analisa Data Problem Etiologi

2. Diagnosa Keperawatan
1) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi, deformitas dada yang
ditandai dengan dispnea ( sesak nafas ), penyimpangan dada.
2) Intoleransi Aktifitas berhubungan dengan kelemahan, ketidakseimbangan antara
kebutuhan dan suplai oksigen.
3) Nyeri berhubungan dengan agen cedera biologis : penimbunan asam laktat, kardiomegali.
A. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


No keperawatan

1. DX 1 Setelah diberikan asuhan - Kaji frekuensi, - Kecepatan biasanya


keperawatan diharapkan pola kedalaman pernafasan meningkat. Dispnea dan
nafas kembali efektif dengan dan ekspansi dada terjadi peningkatan kerja
kriteria hasil : - Tinggikan kepala dan nafas.
- Pasien tidak bantu mengubah posisi - Duduk tinggi
mengalami sesak (posisi semi fowler). memungkinkan ekspansi
- Tanda-tanda vital - Tindakan kolaborasi paru dan memudahkan
dalam batas normal, dengan memberikan pernafasan.
suhu : 36-37,5 °C, oksigen tambahan - Meningkatkan sediaan
nadi : 60-100 x/menit, sesuai indikasi oksigen untuk
RR: 16-20 x/menit, - Pertahankan perilaku kebutuhan/mencegah
TD: 100/60-140/90 tenang, bantu pasien iskemia.
mmHg. untuk kontrol diri - Membantu klien
dnegan menggunakan mengalami efek fisiologi
pernapasan lebih lambat hipoksia, yang dapat
dan dalam. dimanifestasikan sebagai
- Jelaskan pada klien ketakutan/ansietas.
tentang etiologi/faktor - Pengetahuan apa yang
pencetus adanya sesak. diharapkan dapat
mengembangkan
kepatuhan klien terhadap
rencana teraupetik

2. DX 2 Setelah diberikan asuhan - Kaji toleransi klien - Parameter menunjukkan


keperawatan diharapkan terhadap aktivitas respon fisiologis klien
pasien dapat beraktivitas menggunakan terhadap stress aktivitas
dalam batas kemampuannya parameter berikut : dan indikator derajat
dengan kriteria hasil frekuensi nadi 20 x/mnt pengaruh kelebihan
- Pasien tidak merasa diatas frekuensi kerja/jantung.
kelelahan, kelemahan istirahat, catat - Stabilitas fisiologis pada
- Tanda-tanda vital peningkatan TD, istirahat penting untuk
dalam batas normal, dispnea,nyeri dada, menunjukkan tingkat
suhu : 36-37,5 °C, kelelahan berat dan aktivitas individual.
nadi : 60-100 x/menit, kelemahan, berkeringat, - Seperti jadwal
RR: 16-20 x/menit, pusing, atau pingsan. meningkatkan toleransi
TD: 100/60-140/90 - Kaji kesiapan untuk terhadap kemajuan
mmHg. meningkatkan aktivitas aktivitas dan mencegah
- Dorong klien dalam kelemahan.
berpartisipasi dalam - Melatih klien agar dapat
memilih periode bertoleransi terhadap
aktivitas. aktivitas
- Bantu klien untuk - Melatih klien agar dapat
memilih aktivitas sesuai bertoleransi terhadap
usia, kondisi dan aktivitas
kemampuan.
- Berikan periode
istirahat setelah
melakukan aktivitas

3. DX 3 Setelah diberikan asuhan - Kaji ulang nyeri klien - Memantau dan


keperawatan diharapkan rasa (PQRST) memberikan gambaran
nyeri berkurang dengan - Usahakan menciptakan umum mengenai
kriteria hasil : lingkungan yang aman karakteristik nyeri klien
- Melaporkan nyeri dan tenang. dan indikator dalam
berkurang, skala nyeri - Lakukan metode melakukn intervensi
1-3 dari 10 skala penatalaksanaan nyeri : selanjutnya.
nyeri. relaksasi progresif, - Menurunkan reaksi
- Tanda-tanda vital distraksi, dan nafas terhadap rangsangan
dalam batas normal, dalam. eksternal atau kesensitifan
suhu : 36-37,5 °C, Rasional : Membantu terhadap cahaya dan
nadi : 60-100 x/menit, menurunkan stimulasi menganjurkan klien untuk
RR: 16-20 x/menit, sensasi nyeri. beristirahat.
TD: 100/60-140/90 - Lakukan latihan gerak - Membantu relaksasi otot-
mmHg. aktif dan pasif sesuai otot yang tegang dan
• Wajah klien tampak kondisi dengan lembut dapat menurunkan nyeri/
rileks. dan hati-hati. rasa tidak nyaman.
- berikan analgetik sesuai - Kolaborasi dengan dokter
indikasi. untuk pemberian obat.
- Mungkin diperlukan
untuk menurunkan rasa
sakit. Catatan: narkotika
merupakan kontraindikasi
karena berdampak pada
status neurologis sehingga
menyulitkan pengkajian

B. Evaluasi

DX1 : - Pasien tidak mengalami sesak


- Tanda-tanda vital dalam batas normal, suhu : 36-37,5 °C, nadi : 60-100 x/menit, RR: 16-20 x/menit, TD:
100-120 mmHg.

DX 2: - Pasien tidak merasa kelelahan, kelemahan.


- Tanda-tanda vital dalam batas normal, suhu : 36-37,5 °C, nadi : 60-100 x/menit, RR: 16-20 x/menit, TD:
100-120 mmHg
.
DX 3: - Melaporkan nyeri berkurang, skala nyeri 1-3 dari 10 skala nyeri.
- Tanda-tanda vital dalam batas normal, suhu : 36-37,5 °C, nadi : 60-100 x/menit, RR: 16-20 x/menit, TD:
100-120 mmHg.
- Wajah klien tampak rileks.
BABIII
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Atrial Septal Defect ( ASD ) penyakit jantung bawaan dimana terdapat lubang ( defek ) pada
sekat atau septum interatrial yang memisahkan atrium kiri dan kanan yang terjadi karena kegagalan fusi
septum interatial semasa janin. Penyebabnya belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa
faktor yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian ASD.Adapun faktor yang
menyebabkan ASD adalah faktor prenatal dan faktor genetik. Secara umum ASD dapat dklasifikasikan
menjadi 3 yaitu Defek Sinus Venosus, Defek Sekat Sekundum, Defek Sekat Prinum.

3.2 Saran
Dalam menangani penyakit pada sistem kardiovaskular dharapkan perawat dan tenaga medis
lainnya mampu memberikan asuhan sesui prosedur yang ditetapkan agar diperoleh hasil yang maksimal.
Dan bagi calon tenaga kesehatan diharapkan mampu menambah pengetahuannya tentang sistem
kardiovaskular.
DAFTAR PUSTAKA

Anonymous . (2008 ). Asuhan Keperawatan pada Anak, Retreived Selasa, 6 April 2010 from:
Http://askep.blogspot.com/2008/04/asuhan-keperawatan-pada-anak-dengan.html

Anonymous. (2010 ). Atrial Septal Defect, Retreived Selasa 6 April 2010 from: http://Id.Wikipedia.Org

Carpenito, Lynda Juall.1998.Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis. Jakarta: EGC

Doengoes, E.M,dkk.2002.Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan


Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC.

Mutaqin, Arief. 2009. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler.Jakarta: Salemba Medika

Smeltzer, Suzanne C dan Bare , Brenda. G.2001. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Vol.3. Jakarta
:EGC

Anda mungkin juga menyukai