PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
ASD(Atrial Septal Defect) merupakan kelainan jantung bawaan tersering setelah VSD
(ventrikular septal defect). Dalam keadaan normal, pada peredaran darah janin terdapat suatu lubang
diantara atrium kiri dan kanan sehingga darah tidak perlu melewati paru-paru. Pada saat bayi lahir, lubang
ini biasanya menutup. Jika lubang ini tetap terbuka, darah terus mengalir dari atrium kiri ke atrium kanan
(shunt). Maka darah bersih dan darah kotor bercampur.
Kelainan ini disebabkan adanya defek (lubang) pada dinding atrium jantung. Akibatnya darah
dari atrium kiri yang seharusnya pergi ke ventrikel kiri, akan masuk ke dalam ke dalam ventrikel kanan,
kemudian ke ventrikel kanan. Jika lubangnya cukup besar, ASD akan mengakibatkan beban volume di
jantung kanan, di samping itu juga menyebabkan beban volume di jantung kiri. ASD merupakan salah
satu penyakit jantung bawaan non sianotik (kelainan kongenital). Insidensnya sekitar 6,7% dari seluruh
penyakit jantung bawaan pada bayi yang lahir hidup.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat dirumuskan bahwa Atrial Septal Defect (
ASD ) penyakit jantung bawaan dimana terdapat lubang ( defek ) pada sekat atau septum interatrial
yang memisahkan atrium kiri dan kanan yang terjadi karena kegagalan fusi septum interatial semasa
janin.
B. Epidemiologi
Di antara berbagai kelainan bawaan (congenital anomaly) yang ada, penyakit jantung
bawaan (PJB) merupakan kelainan yang paling sering ditemukan. Di Amerika Serikat, insidens
penyakit jantung bawaan sekitar 8-10 dari 1000 kelahiran hidup, dengan sepertiga di antaranya
bermanifestasi sebagai kondisi kritis pada tahun pertama kehidupan dan 50% dari kegawatan
pada bulan pertama kehidupan berakhir dengan kematian penderita. Di Indonesia, dengan
populasi 200 juta penduduk dan angka kelahiran hidup 2%, diperkirakan terdapat sekitar 30.000
penderita PJB.
C. Etiologi
Penyebabnya belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor yang diduga
mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian ASD.
Faktor-faktor tersebut diantaranya :
1. Faktor Prenatal
a. Ibu menderita infeksi Rubella
b. Ibu alkoholisme
c. Umur ibu lebih dari 40 tahun.
d. Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu
2. Faktor genetic
a. Anak yang lahir sebelumnya menderita PJB
b. Ayah atau ibu menderita PJB
c. Kelainan kromosom misalnya Sindroma Down
d. Lahir dengan kelainan bawaan lain
D. Patofisiologi
Penyakit dari penyakit jantung kongentinal ASD ini belum dapat dipastikan banyak kasus
mungkin terjadi akibat aksi trotogen yang tidak diketahui dalam trisemester pertama kehamilan
saat terjadi perkembangan jantung janin. Pertama kehidupan status, saat struktur kardiovaskuler
terbentuk kecuali duktus arteriosis paten yaitu saluran normal untuk status yang harus menututp
dalam beberapa hari pertama.
Darah artenal dari atrium kiri dapat masuk ke atrium kanan melalui defek sekat ini.
Aliran ini tidak deras karena perbedaan tekanan pada atrium kiri dan kanan tidak begitu besar
(tekanan pada atrium kiri 6 mmHg sedang pada atrium kanan 5 mmHg) . Adanya aliran darah
menyebabkan penambahan beban pada ventrikel kanan, arteri pulmonalis, kapiler paru-paru dan
atrium kiri. Bila shunt besar, maka volume darah yang melalui arteri pulmonalis dapat 3-5 kali
dari darah yang melalui aorta.
Dengan bertambahnya volume aliran darah pada ventrikel kanan dan arteri pulmonalis.
Maka tekanan pada alat–alat tersebut naik., dengan adanya kenaikan tekanan, maka tahanan
katup arteri pulmonalis naik, sehingga adanya perbedaan tekanan sekitar 15 -25 mmHg. Akibat
adanya perbedaan tekanan ini, timbul suatu bising sistolik ( jadi bising sistolik pada ASD
merupakan bising dari stenosis relatif katup pulmonal ). Pada valvula trikuspidalis juga ada
perbedaan tekanan, sehingga disini juga terjadi stenosis relatif katup trikuspidalis sehingga
terdengar bising diastolik.
Karena adanya penambahan beban yang terus menerus pada arteri pulmonalis, maka lama
kelamaan akan terjadi kenaikan tahanan pada arteri pulmunalis dan akibatnya akan terjadi
kenaikan tekanan ventrikel kanan yang permanen. Tapi kejadian ini pada ASD terjadinya sangat
lambat ASD I sebagian sama dengan ASD II. Hanya bila ada defek pada katup mitral atau katup
trikuspidal, sehingga darah dari ventrikel kiri atau ventrikel kanan mengalir kembali ke atrium
kiri dan atrium kanan pada waktu systole. Keadaan ini tidak pernah terjadi pada ASD II. Arah
shunt pun bisa berubah menjadi dari kanan kekiri sehingga sirkulasi darah sistemik banyak
mengandung darah yang rendah oksigen akibatnya terjadi hipoksemi dan sianosis.
( Pathway terlampir )
E. Klasifikasi
Berdasarkan bentuk anatomisnya Atrial Septal Defect dapat dibedakan menjadi 3 , yaitu:
Defek Sinus Venosus, yaitu defek yang terletak di bagian superior dan posterior sekat,
sangat dekat dengan vena kava superior dan juga dekat dengan salah satu muara vena
pulmonalis.
Defek Sekat Sekundum, yaitu defek ini terletak di tengah sekat atrium. Defek ini juga
terletak pada foramen ovale.
Defek Sekat Primum, yaitu defek ini terletak dibagian bawah sekat primum, dibagian
bawah hanya di batasi oleh sekat ventrikel, dan terjadi karena gagal pertumbuhan sekat
primum. Defek sekat primum dikenal dengan ASD I, Defek sinus Venosus dan defek
sekat sekundum dikenal dengan ASD II
F. Manifestasi Klinis
a) Bayi
Sianosis umum, khususnya membran mukosa, bibir dan lidah, kunjungtiva, area
vaskularisasi tinggi, dispnea, khususnya setelah kerja fisik seperti makan, menangis
dan mengejan.
Keletihan.
Pertumbuhan dan perkembangan buruk
Kadang-kadang mengalami infeksi saluran pernafasan.
Kesulitan makan.
Diastolik meningkat.
Sistolik Rendah.
Bising jantung tak normal.
Palpitasi
b) Anak – anak
Kerusakan pertumbuhan dan perkembangan.
Tubuh lemah, keletihan.
Nafas tersengal – tersengal dan dipsnea saat aktivitas.
Kardiomegali.
Diastolik meningkat.
Sistolik Rendah
Bising jantung tak normal
Palpitasi.
G. Komplikasi
a. Gagal jantung.
b. Penyakit pembuluh darah paru.
c. Endokardititis.
d. Aritmia
H. Pemeriksaan Penunjang
a) Foto torak :Terlihat kardiomegali akibat pembesaran atrium dan ventrikel kanan. Segmen
pulmonal menonjol dan vaskularisasi paru meningkat (pletora). Pada kasus lanjut dengan
hipertensi pulmonal, gambaran vaskularisasi paru mengurang di daerah tepi (pruned
tree). Dan menunjukan adanya komplikasi atau tidak.
b) Ekokardiogram:Ekokardiogram M-mode memperlihatkan dilatasi ventrikel kanan dan
septum interventrikular yang bergerak paradoks. Ekokardiogram 2 dimensi dapat
memperlihatkan lokasi dan besarnya defek interatrial (pandangan subsifoid yang paling
terpercaya). Prolaps katup mitral dan regurgitasi sering tampak pada defek septum
atrium yang besar. Posisi katup mitral dan trikuspid sama tinggi pada defek septum
atrium primum dan bila ada celah pada katup mitral juga dapat terlihat. Ekokardiogram
menentukan lokasi defek, ukuran defek, arah dan gradien aliran, perkiraan tekanan
ventrikel kanan dan pulmonal, gambaran beban volume pada jantung kiri, keterlibatan
katup aorta atau trikuspid serta kelainan lain. Ekokardiografi Doppler memperlihatkan
aliran interatrial yang terekam sampai di dinding atrium kanan. Rasio aliran pulmonal
terhadap aliran sistemik juga dapat dihitung. Ekokardiografi kontras dikerjakan bila
Doppler tak mampu memperlihatkan adanya aliran interatrial.
c) Angiogram ventrikel kiri pada defek septum atrium sekundum tampak normal, tapi
mungkin terlihat prolaps katup mitral yang disertai regurgitasi. Pada defek septum atrium
primum, terlihat gambaran leher angsa (goose-neck appearance) akibat posisi katup
mitral yang abnormal. Regurgitasi melalui celah pada katup mitral juga dapat terlihat.
Angiogram pada vena pulmonalis kanan atas dapat memperlihatkan besarnya defek
septum atrium.
d) EKG : deviasi aksis ke kiri pada ASD primum dan deviasi aksis ke kanan pada ASD
secundum, RBBB, RVH.
e) Kateterisasi jantung : prosedur diagnostic dimana kateter radiopaque dimasukan kedalam
atrium jantung melalui pembuluh darah perifer, diobservasi dengan fluoroskopi atau
intensifikasi pencitraan; pengukuran tekanan darah dan sampel darah memberikan
sumber-sumber informasi tambahan. Kateterisasi jantung dilakukan bila defek interatrial
pada ekokardiogram tak jelas terlihat atau bila terdapat hipertensi pulmonal. Pada
kateterisasi jantung terdapat peningkatan saluran oksigen di atrium kanan dengan
peningkatan ringan tekanan ventrikel kanan dan arteri pulmonalis. Bila telah terjadi
penyakit vaskuler paru, tekanan arteri pulmonalis sangat meningkat sehingga perlu
dilakukan tes dengan pemberian oksigen 100% untuk menilai reversibilitas vaskuler
paru.
I. Penatalaksanaan
Kebanyakan pasien ASD tidak menunjukkan keluhan. Pada bayi sebelum usia 3 bulan,
defek berukuran < 3 mm umumnya akan menutup spontan. Bagaimanapun juga apabila lubang
tersebut besar maka operasi untuk menutup lubang tersebut dianjurkan guna mencegah terjadinya
gagal jantung atau kelainan pembuluh darah pulmonal. Pengobatan pencegahan dengan
antibiotik sebaiknya diberikan setiap kali sebelum penderita menjalani tindakan pencabutan gigi
untuk mengurangi resiko terjadinya endokarditis infektif.
J. Prognosis
Sampai 5 tahun yang lalu, semua ASD hanya dapat ditangani dengan operasi bedah
jantung terbuka. Operasi penutupan ASD baik dengan jahitan langsung ataupun menggunakan
patch sudah dilakukan lebih dari 40 tahun. Tindakan operasi ini sendiri, bila dilakukan pada saat
yang tepat (tidak terlambat) memberikan hasil yang memuaskan, dengan risiko minimal (angka
kematian operasi 0-1%, angka kesakitan rendah). Pada penderita yang menjalani operasi di usia
kurang dari 11 tahun menunjukkan ketahanan hidup pasca operasi mencapai 98%. Semakin tua
usia saat dioperasi maka ketahanan hidup akan semakin menurun, berkaitan dengan sudah
terjadinya komplikasi seperti peningkatan tekanan pada pembuluh darah paru. Namun demikian,
tindakan operasi tetap memerlukan masa pemulihan dan perawatan di rumah sakit yang cukup
lama, dengan trauma bedah (luka operasi) dan trauma psikis serta relatif kurang nyaman bagi
penderita maupun keluarganya. Hal ini memacu para ilmuwan untuk menemukan alternatif baru
penutupan ASD dengan tindakan intervensi non bedah (tanpa bedah jantung terbuka), yaitu
dengan pemasangan alat Amplatzer Septal Occluder (ASO).
2. Analisa Data
No Analisa Data Problem Etiologi
2. Diagnosa Keperawatan
1) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi, deformitas dada yang
ditandai dengan dispnea ( sesak nafas ), penyimpangan dada.
2) Intoleransi Aktifitas berhubungan dengan kelemahan, ketidakseimbangan antara
kebutuhan dan suplai oksigen.
3) Nyeri berhubungan dengan agen cedera biologis : penimbunan asam laktat, kardiomegali.
A. Intervensi Keperawatan
B. Evaluasi
3.1 Kesimpulan
Atrial Septal Defect ( ASD ) penyakit jantung bawaan dimana terdapat lubang ( defek ) pada
sekat atau septum interatrial yang memisahkan atrium kiri dan kanan yang terjadi karena kegagalan fusi
septum interatial semasa janin. Penyebabnya belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa
faktor yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian ASD.Adapun faktor yang
menyebabkan ASD adalah faktor prenatal dan faktor genetik. Secara umum ASD dapat dklasifikasikan
menjadi 3 yaitu Defek Sinus Venosus, Defek Sekat Sekundum, Defek Sekat Prinum.
3.2 Saran
Dalam menangani penyakit pada sistem kardiovaskular dharapkan perawat dan tenaga medis
lainnya mampu memberikan asuhan sesui prosedur yang ditetapkan agar diperoleh hasil yang maksimal.
Dan bagi calon tenaga kesehatan diharapkan mampu menambah pengetahuannya tentang sistem
kardiovaskular.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous . (2008 ). Asuhan Keperawatan pada Anak, Retreived Selasa, 6 April 2010 from:
Http://askep.blogspot.com/2008/04/asuhan-keperawatan-pada-anak-dengan.html
Anonymous. (2010 ). Atrial Septal Defect, Retreived Selasa 6 April 2010 from: http://Id.Wikipedia.Org
Carpenito, Lynda Juall.1998.Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis. Jakarta: EGC
Mutaqin, Arief. 2009. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler.Jakarta: Salemba Medika
Smeltzer, Suzanne C dan Bare , Brenda. G.2001. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Vol.3. Jakarta
:EGC