Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

ATRIAL SEPTAL DEFEK (ASD)

A. Definisi

Atrium Septal Defek adalah penyakit jantung bawaan berupa lubang (defek)

pada septum internal (sekat antar serambi) yang terjadi karena kegagalan fungsi

septum internal semasa janin. (Budarma, 2013).

Atrial Septal Defect adalah adanya hubungan (lubang) abnormal pada sekat

yang memisahkan atrium kanan dan atrium kiri. Kelainan jantung bawaan yang

memerlukan pembedahan jantung terbuka adalah defek sekat atrium. Defek sekat

atrium adalah hubungan langsung antara serambi jantung kanan dan kiri melalui

sekatnya karena kegagalan pembentukan sekat. Defek ini dapat berupa defek sinus

venousus di dekat muara vena kava superior, foramen ovale terbuka pada

umumnya menutup spontan setelah kelahiran, defek septum sekundum yaitu

kegagalan pembentukan septum sekundum dan defek septum primum adalah

kegagalan penutupan septum primum yang letaknya dekat sekat antar bilik atau

pada bantalan endokard. (Edy, 2011).

ASD adalah kelainan anatomik jantung akibat terjadinya kesalahan pada

jumlah absorbsi dan proliferasi jaringan pada tahap perkembangan pemisahan

rongga atrium menjadi atrium kanan dan kiri. (Arif, 2007).


B. Etiologi

Penyebab ASD belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor

yang diduga berpengaruh pada peningkatan angka kejadian ASD yaitu antara lain:

1. Faktor Prenatal

a. Ibu dengan infeksi rubella

b. Ibu alkoholisme

c. Ibu yang mengkonsumsi obat-obatan penenang atau jamu

d. Ibu dengan usia lebih dari 45 tahun

2. Faktor Genetik

a. Anak yang lahir sebelumnya menderita PJB Ayah atau ibu menderita PJB

b. Kelainan kromosom seperti Down Syndrome

c. Lahir dengan kelainan bawaan lain.

C. Klasifikasi

Berdasarkan variasi kelainan anatominya, defek sekat atrium dapat

diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Defek sekat atriumtipe primum (tipe I)

Kondisi ini disebabkan oleh defek yang terjadi pada septum premium yang

gagal berkembang mencapai endocardium cushion (bantalan endokardium).

Kejadian defek sekat atrium tipe I ini adalah sekitar 30 % dari seluruh defek

sekat atrium. Beberapa variasi anatomis defek tipe ini adalah sebagai berikut :

a. Atrium tunggal (atrium komunis)


b. Adanya defek sekat septum primum yang disertai dengan defek pada daun

katup mitral anterior dan trikuspidal (defek kanal atrivontrikuler inkomplet).

c. Adanya defek sekat primum sekat atrium, defek katup mitral dan trikuspidal,

dan ditambah dengan defek pada sekat ventrikel bagian atas (defek kanal

atriventrikuler komplet).

2. Defek sekat atrium tipe sekundum (tipe II)

Tipe yang paling sering terjadi sekitar 70% dari kasus defek sekat atrium.

Berdasarkan lokasi defek tipe ini terbagi menjadi:

a. Defek pada fossa ovalis

Defek ini paling sering terjadi, dapat tunngal maupun multipel. Dapat pula

terjadi sebagai foramen ovale paten.

b. Defek tipe sinus venosus vena cava superior

Defek terjadi di superior sampai fossa ovalis. Tipe defek sinus venosus ini

berkisar 10% dari seluruh kelainan defek sekat atrium.

c. Defek tipe sinus venosus vena cava inferior

Defek terjadi di posterior dan inferior sampai fossa ovalis.

D. Manifestasi Klinis

1. Adanya Dispnea

2. Kecenderungan infeksi pada jalan nafas

3. Palpitasi

4. Kardiomegali

5. Atrium dan ventrikel kanan membesar


6. Diastolik meningkat

7. Sistolik Rendah

8. Pada bayi jika piro besar berat badan anak sedikit berkurang

E. Patofisiologi

Penyakit dari penyakit jantung kongentinal ASD ini belum dapat dipastikan

banyak kasus mungkin terjadi akibat aksi trotogen yang tidak diketahui dalam

trisemester pertama kehamilan saat terjadi perkembangan jantung janin.Pertama

kehidupan status, saat struktur kardiovaskuler terbentuk kecuali duktus arteriosis

paten yaitu saluran normal untuk status yang harus menututp dalam beberapa hari

pertama.

Darah artenal dari atrium kiri dapat masuk ke atrium kanan melalui defek

sekat ini. Aliran ini tidak deras karena perbedaan tekanan pada atrium kiri dan

kanan tidak begitu besar (tekanan pada atrium kiri 6 mmHg sedang pada atrium

kanan 5 mmHg) .Adanya aliran darah menyebabkan penambahan beban pada

ventrikel kanan, arteri pulmonalis, kapiler paru-paru dan atrium kiri. Bila shunt

besar, maka volume darah yang melalui arteri pulmonalis dapat 3-5 kali dari darah

yang melalui aorta.

Dengan bertambahnya volume aliran darah pada ventrikel kanan dan arteri

pulmonalis. Maka tekanan pada alat–alat tersebut naik., dengan adanya kenaikan

tekanan, maka tahanan katup arteri pulmonalis naik, sehingga adanya perbedaan

tekanan sekitar 15 -25 mmHg. Akibat adanya perbedaan tekanan ini, timbul suatu
bising sistolik ( jadi bising sistolik pada ASD merupakan bising dari stenosis

relatif katup pulmonal ). Pada valvula trikuspidalis juga ada perbedaan tekanan,

sehingga disini juga terjadi stenosis relatif katup trikuspidalis sehingga terdengar

bising diastolic.

Karena adanya penambahan beban yang terus menerus pada arteri pulmonalis,

maka lama kelamaan akan terjadi kenaikan tahanan pada arteri pulmunalis dan

akibatnya akan terjadi kenaikan tekanan ventrikel kanan yang permanen. Tapi

kejadian ini pada ASD terjadinya sangat lambat ASD I sebagian sama dengan

ASD II. Hanya bila ada defek pada katup mitral atau katup trikuspidal, sehingga

darah dari ventrikel kiri atau ventrikel kanan mengalir kembali ke atrium kiri dan

atrium kanan pada waktu systole.Keadaan ini tidak pernah terjadi pada ASD II.

Arah shunt pun bisa berubah menjadi dari kanan kekiri sehingga sirkulasi

darah sistemik banyak mengandung darah yang rendah oksigen akibatnya terjadi

hipoksemi dan sianosis.

ASD akibat terjadinya kesalahan pada jumlah absorbsi dan proliferasi jaringan

pada tahap perkembangan pemisahan organ atrium menjadi atrium kiri dan kanan.

Akibat adanya celahpatologis antara atrium kanan dan atrium kiri, klien dengan

defec septum atrium mempunyai beban  pada sisi jantung kanan , akibat pirau dari

atrium kiri ke atrium kanan. Beban tersebut merupakan beban volume (volume

overload). Aliran darah pintas kiri ke kanan pada tipe osteum sekundum dan tipe

sinus venosus akan menyebabkan keluhan kelemahan dan  sesak nafas, umumnya

timbul pada usia dewasa muda. Kegagalan jantung kanan serta aritma supra
ventrikulear dapat pula terjadi pada stadium lanjut. Namun apabila repurigtusi

mitral berat, gejala serta keluhan akan muncul lebih berat dan lebih awal. Gejala

ini umumnya ditemukan pada umur 20 – 40 tahun.

Pada kasus atrial septal defect yang tidak ada komplikasi, darah yang

mengandung oksigen dari atrium kiri mengalir ke atrium kanan tetapi tidak

sebaliknya. Aliran yang melalui defek tersebut merupakan suatu proses akibat

ukuran  dan complain dari atrium tersebut. Normalnya setelah bayi lahir complain

ventrikel kanan menjadi lebih besar dari pada ventrikel  kiri yang menyebabkan

ketebalan dinding ventrikel kanan berkurang. Hal ini juga  juga berakibat volume

serta ukuran atrium  kanan dan ventrikel kanan meningkat. Jika complain ventrikel

kanan terus menurun akibat beban yang terus meningkat shunt dari kiri ke kanan

bias berkurang. Pada suatu saat berkurang. Pada suatu saat sindroma Eisenmenger

bisa terjadi akibat penyakit  vaskuler paru yang terus bertambah berat. Arah shunt

pun bisa berubah menjadi dari kanan ke kiri sehinggasirkulasi darah sistemik

banyak mengandung darah yang rendah oksigen akibatnya terjadi hipoksemi dan

sianosis yang menyebabkan gangguan system transport oksigen karena pertukaran

gas dalam paru-paru yang tidak efektif menyebabkan sesak nafas sehingga

aktifitas menjadi terganggu (intoleransi aktifitas).

F. Pemeriksaan Diagnosis

1. Elektrokardiografi
Gambaran EKG penting dalam membantu diagnosis DSA sekundum. EKG

menunjukkan pola RBBB pada 95%, yang menunjukkan terdapatnya beban

volume ventrikel kanan. Deviasi sumbu QRS ke kanan (Rigth axis deviation)

pada DSA sekundum membedakannya dari defek primum yang

memperlihatkan defiasi sumbu ke kiri (left axis deviation). Blok AV derajat I

(pemanjangan interval PR) terdapat pada 10% kasus defect sekundum.

2. Ekokardiografi

Dengan alat diagnosis ini dapat dibuat diagnosis pasti. Defect ini paling baik

difisualisasikan dengan menggunakan pandangan subxifoid, karena tegak lurus

pada sekat atrium. Dengan menggunakan pemetaan aliran dopler bewarna dapat

dilihat aliran shunt yang melewati defect septum. Dengan ekokardiografi M-

mode, pada defect sekat atrium tipe sekundum seringtampak pembesaran

ventrikel kanan dan juga terlihat gerakan septum yang paradoks atau mendatar.

Sementara itu pada defect sekat atrium tipe primum kadang kita perlu

melihat gamabaran katub mitral. Gambaran ini dapat dilihat paling baik pada

pandangan sumbu pendek subsifoid dan parasternal.

3. Foto rontgen

Ukuran jantung membesar sebanding dengan besar shunt. Mungkin

terdapat pembesaran jantung kanan yang tampak sebagai penonjolan pada

bagian kanan atas jantung. Batang arteri pulmonalis juga dapat membesar dan

tampak sebagai tonjolan pulmonal yang prominen. Vaskularisasi corakan paru


bertambah. Gambaran ini (disertai dengan gejala klinik yang ada) sering

didiagnosis sebagai Klompleks Primer Tuberkulosis (KPTB).

4. Kateterisasi jantung

Kadang-kadang dilakukan untuk melihat tekanan pada masing-masing

ruangan jantung misalnya hipertensi pulmonal.

5. MRI (Magnetic Resonance Imaging)

Alat ini dapat mendeteksi anomali muara vena. Dapat digunakan pula

untukmengukur besar defek dan memperkirakan besar aliran shunt.

G. Penatalaksanaan

Penderita ASD biasanya tidak menunjukkan keluhan. Pada bayi sebelum usia

3 bulan, defek berukuran < 3mm akan menutup secara spontan. Namun apabila

lubang tersebut besar maka operasi untuk menutup lubang tersebut dianjurkan

guna mencegah terjadinya gagal jantung atau keleinan pembuluh darah pulmonal.

Setelah keberhasiklan pembedahan atau penutupan dengan alat, komplikasi jangka

panjang jarang terjadi dan terutama ditentukan oleh ukuran pirau kiri-ke kanan

sebelum pembedahan serta lam intervensi. Semakin besar pirau dan semakin lama

saat penutupan defek, maka semakin besar kemungkinan dilatasi jantung kanan

bermakna dan hipertensi paru.

Masalah jangka panjang yang paling sering terjadi adalah timbulnya aritmia

atrium terutama fibrilasi atrium, yang mungkin membutuhkan pengobatan anti


aritmia dan atau antikoagulasi jangka panjang. Resiko endokarditis infektif pada

ASD yang tidak dikoreksi sangat rendah sehingga profiklasis tidak diperlukan

kecuali terdapat defek terkait lainnya. Untuk pengobatan pencegahan dengan

antibiotik sebaiknya diberikan setiap kali sebelum penderita menjalani  pencabutan

gigi untuk mengurangi resiko endokarditis infektif.

H. Komplikasi

a. Hipertensi pulmonal

b. Gagal jantung

c. Endokarditis

d. Aritmia
DAFTAR PUSTAKA

Betz Lynn Ciciy dan Sawden A linda. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatrik.

Jakarta : EGC.

Corwin J Elizabeth. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.

Guyton. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi II. Jakarta : EGC.

Johnson, M dkk. 2016. Nanda NOC and NIC Linkoges Edisi 2 . USA : Mosby

Junadi dkk, 1982. Kapita SElekta kedokteranEd2.Media Aesculapius. FKUI

Kumar,Cotran,Robbins.2007. Buku Ajar Patologi. Jakarta : EGC.

Muscari E Mary. 2015. Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC.

Perhimpunan Dokter Penyakit Dalam Indonesia. 2006. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta.

FKUI

Rice A Syilvia dan Wilson M Lorrain. 2012. Patofisiologi. Jakarta : EGC.

Wahab, Samik. Kardilogi Anak : 2009. Penykit Jantung Kongenital yang Tidak

Sianotik. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai