Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA


PERICARDITIS

Oleh :
Rodhiatam Miftahul Jannah
1810306094

PROGRAM STUDI PROFESI FISIOTERAPI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
2019
HALAMAN PENGESAHAN

MAKALAH

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA PERICARDITIS

Disusun oleh :

Rodhiatam Miftahul Jannah


1810306094

Untuk memenuhi tugas profesi Fisioterapi pada Stase Kardiovaskuler


Program Studi Profesi Fisioterapi
Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta

Pembimbing : Deddy Herman Prasetijo, SST. Ft


Tanggal : September 2019

Tandatangan :

ii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah


SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan makalah pada Stase Kardiovaskuler yang berjudul
“Penatalaksanaan Fisioterapi pada Pericarditis”. Tujuan pembuatan makalah ini
adalah untuk memenuhi tugas profesi pada Stase Kardiovaskuler.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna,
untuk itu diperlukan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk perbaikan.

Surabaya, 20 September 2019

Penulis

Rodhiatam Miftahul Jannah

iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN......................................................................ii
KATA PENGANTAR ................................................................................ iii
DAFTAR ISI ............................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ............................................................................. 2
D. Manfaat Penulisan………………………………………………….3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi ............................................................................................ .4
B. Anatomi Pericardium…...………………………..……………..…..4
C. Etiologi ............................................................................................ .6
D. Tanda dan Gejala…………………………………………………...6
E. Epidemiologi……………………………………………………….7
F. Factor Resiko………………………………………………………7
G. Patofisiologi .................................................................................... 7
H. Pathogenesis………………………………………………………..8
I. Komplikasi ...................................................................................... 8
J. Prognosis ......................................................................................... 9
K. Intervensi Fisioterapi ....................................................................... 9
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................................................................... 12
B. Saran ................................................................................................ 12
DAFTAR PUSTAKA

iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Anatomi Pericardium………………………………………………..6

v
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit kardiovaskular yang terdiri dari penyakit jantung dan stroke
merupakan pembunuh nomor satu di seluruh dunia. Lebih dari 80% kematian
terjadi di negara berkembang akibat penyakit kardiovaskular dan semakin
banyak menimpa populasi umur produktif, di bawah 60 tahun. Kondisi ini
berdampak pada perekonomian suatu negara, termasuk Indonesia (Rilantono,
2012).
Menurut data World Health Organization (WHO), 17,5 juta orang
meninggal disebabkan oleh penyakit kardiovaskular dibandingkan dengan
penyakit lainnya pada tahun 2012, yaitu 46 % dari semua penyebab kematian
penyakit tidak menular. Sekitar 7,4 juta kematian disebabkan oleh Penyakit
Jantung Koroner (PJK), dan sekitar sepertiganya terjadi pada umur 30 sampai
70 tahun (WHO, 2015).
Menurut data Riskesdas tahun 2007, penyakit jantung menduduki
peringkat ke tiga dengan prevalensi 7,2% dari semua penyakit tidak menular
di Indonesia. Dengan proporsi kematian 9,3% oleh PJK dan 7,5% oleh
penyakit jantung lainnya dari semua penyakit tidak menular (Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan [BPPK], 2008).
Jantung merupakan salah satu rongga organ berotot yang memompa
darah ke pembuluh darah secara teratur dan berulang. Letak jantung berada di
sebelah kiri bagian dada diantara paru-paru kanan dan paru-paru kiri. Massa
jantung kurang lebih 300 gram atau kira-kira sebesar kepalan tangan. Jantung
berfungsi memompa darah ke seluruh tubuh dan kemudian kembali ke
jantung. Maka jika peredaran ini terganggu maka inilah yang disebut dengan
sakit jantung (Jatmiko dkk, 2013).
Pericardium merupakan lapisan jantung sebelah luar yang merupakan
selaput pembungkus terdiri dari dua lapisan parietal dan visceral yang
bertemu dipangkal jantung membentuk kantung jantung, diantara dua lapisan
jantung ini terdapat lender sebagai pelican untuk menjaga agar pergeseran
antara pericardium pleura tidak menimbulkan gangguan terhadap jantung.
Jantung bekerja selama kita masih hidup, karena itu membutuhkan makanan

1
2

yang dibawa oleh darah, pembuluh darah yang terpenting dan memberikan
darah untuk jantung dari aorta asendens dinamakan arteri koronaria (eWinter
& Tischler, 2007).
Pericardium dapat terlibat dalam berbagai kelainan hemodinamika,
radang, neoplasi, dan bawaan penyakit pericardium dinyatakan oleh
tumbunan cairan disebut efusi pericardium, radang yaitu pericarditis.
Pericarditis ialah penyakit sekunder dimanapun ditubuh contohnya
penyebaran infeksi kedalam kantung perikareritematasus sistemik, tetapi
kadang-kadang pericarditis terjadi sebagai kelainan primer. Pada pericarditis,
ditemukan banyak penyebab tetapi yang paling sering ialah akut, pericarditis
non spesifik (viral), infark miokard dan uremia (eWinter & Tischler, 2007).
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari pericarditis?
2. Bagaimana anatomi pericardium?
3. Bagaimana etiologi dari pericarditis?
4. Bagaimana tanda dan gejala dari pericarditis?
5. Bagaimana epidemiologi dari pericarditis?
6. Bagaimana factor resiko dari pericarditis?
7. Bagaimana patofisiologi dari pericarditis?
8. Bagaimana pathogenesis dari pericarditis?
9. Bagaimana komplikasi dari pericarditis?
10. Bagaimana prognosis dari pericarditis?
11. Bagaimana intervensi fisioterapi terhadap kasus pericarditis?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan yang akan dicapai dalam penulisan ini adalah :
1. Mahasiswa mampu mengetahui definisi dari pericarditis.
2. Mahasiswa mampu mengetahui anatomi pericardium.
3. Mahasiswa mampu mengetahui etiologi dari pericarditis.
4. Mahasiswa mampu mengetahui tanda dan gejala dari pericarditis.
5. Mahasiswa mampu mengetahui epidemiologi dari pericarditis.
6. Mahasiswa mampu mengetahui factor resiko dari pericarditis.
7. Mahasiswa mampu mengetahui patofisiologi dari pericarditis.
8. Mahasiswa mampu mengetahui pathogenesis dari pericarditis.
9. Mahasiswa mampu mengetahui komplikasi dari pericarditis.
3

10. Mahasiswa mampu mengetahui prognosis pada kasus pericarditis.


11. Mahasiswa mampu mengetahui intervensi fisioterapi terhadap kasus
pericarditis.
D. Manfaat Penulisan
1. Manfaat bagi Penulis
Diharapkan dengan adanya penyusunan karya tulis ilmiah ini dapat
menambah pengetahuan penulis terkait dengan kasus pericarditis serta
upaya dalam pencegahannya.
2. Manfaat bagi Intitusi Rumah Sakit
Diharapkan dapat bermanfaat bagi institusi-institusi kesehatan agar
dapat lebih mengenali dan menambah pengetahuan tentang kasus
pericarditis sehingga dalam penanganannya dapat ditangani secara
optimal dan tepat.
3. Manfaat bagi Pendidik
Dapat bermanfaat bagi dunia pendidik untuk lebih mengeambangkan
ilmu pengetahuan dan pengalaman serta diharapkan menyebar luaskan
mengenai kasus pericarditis.
4. Manfaat bagi Masyarakat
Diharapkan dengan adalanya karya tulis ini dapat memberikan
pengetahuan dan informasi bagi masyarakat tentang kondisi pericarditis
sehingga masyarakat dapat melakukan upaya dalam pencegahan serta
mengetahui peranan fisioterapi pada kondisi tersebut.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Kasus
1. Definisi
Pericarditis adalah peradangan pericardium parietal, pericardium
visceral, atau keduanya. Pericarditis dibagi atas pericarditis akut,
subakut, dan kronik. Pericarditis subakut dan kronik mempunyai etiologi,
manifestasi klinis, pendekatan diagnostic, dan penatalaksanaan yang sama
(Arif, M., 2009).
Pericarditis adalah peradangan pericardium viseralis, parietalis, dan
keduanya. Respons pericardium terhadap peradangan bervariasi dari
akumulasi cairan atau darah (efusi perikard), deposisi fibrin, proliferasi
jaringan fibrosa, pembentukan granuloma atau kalsifikasi. Itulah
sebabnya manifestasi klinis pericarditis sangat bervariasi dari yang tidak
khas sampai yang khas (Sudoyo dkk, 2009).
Klasifikasi klinis pericarditis sangat luas mulai dari pericarditis
akut, efusi perikard tanpa tanda tamponade, tamponade jantung, dan
pericarditis konstriktif (Sudoyo dkk, 2009).
Pericarditis adalah peradangan pericardium viseralis atau parietalis
dengan atau tanpa disertai timbulnya cairan dalam rongga pericardium
baik bersifat transudat atau eksudat atau purulen dan disebabkan oleh
berbagai macam penyebab (Ngastiyah, 2005).
2. Anatomi Pericardium
Pericardium adalah kantong fibroserosa berdinding ganda yang
meliputi jantung dan pangkal pembuluh besar jantung. Kantong
pericardium yang berbentuk kerucut, terletak dorsal dari corpus sterni dan
cartilage costalis II sampai cartilage costalis VI, setinggi vertebra T5-T8.
Kantong pericardium mengalami pengaruh gerak jantung dan pembuluh
darah, sternum, dan diafragma karena pericardium fibrosus itu:
a. Melebar dengan tunica adventitia pembuluh besar yang memasuki
atau meninggalkan jantung.

4
5

b. Melekat pada permukaan dorsal sternum melalui ligamentum


sternoperikardiakum.
c. Melebur dengan centrum tendineum diaphragm, dan keduanya di
sebelah kanan dorsal ditembus oleh vena cava inferior (Moore, 2002).
Pericardium fibrosum yang tidak elastis, melindungi jantung
terhadap pengisian berlebih. Di sebelah kranial kantong ini dilalui oleh
aorta, truncul pulmonalis, dan vena cava superior. Aorta ascendens
menarik pericardium ke cranial, melewati jantung sampai setinggi
angulus sterni (Moore, 2002).
Ruang potensial antara lamina parietalis pericardium serosum
disebut cavitas pericardialis. Pada keadaan normal rongga ini terisi
selapis cairan yang tipis, memungkinkan jantung bergerak dan berdenyut
tanpa gesekan. Lamina parietalis pericardium serosum bersatu dengan
permukaan dalam pericardium serosum membentuk epicardium yang
merupakan lapisan luar dinding jantung lamina visceralis pericardium
serosum beralih dari jantung dan pembuluh besar menjadi lamina
parietalis pericardium serosum, yakni pada tempat:
a. Aorta dan trunkus pulmonalis meninggalkan jantung (sebuah jari
tangan dapat masuk melalui sinus tranversus pericardii yang terletak
dorsal dari pembuluh besar tadi dan vetral dari vena cava superior).
b. Vena cava superior dan vena cava inferior, serta vena pulmonalis
memasuki jantung: pembuluh-pembuluh ini untuk sebagian tertutup
oleh pericardium serosum yang membentuk sinus obliquus pericardii
suatu relung berupa belahan lebar di sebelah dorsal jantung (sinus
obliquus pericardii dapat dimasuki beberapa jari tangan di sebelah
kaudal, namun jari-jari tidak dapat mengitari pembuluh maupun
karena sinus ini merupakan relung yang buntu (cul de sac)).
Pericardium memperoleh pasokan arterial dari:
a. Arteria pericardiacophrenica cabang arteria thoracica interna, yang
ramping dan mengiringi nervus phrenicus ke diaphragm.
b. Arteria musculophrenia, cabang akhir arteria thoraica interna.
c. Cabang dari pars thoracica aortae (rami bronchiales, rami
oesiphageales, arteriae phrenica superiors).
6

d. Arteria coronaria (hanya lamina visceralis).


Darah venosa pericardium disalurkan melalui:
a. Vena pericardiacophrenica, anak cabang vena thoracica interna.
b. Anak cabang vena azygos.
Persarafan pericardium berasal dari:
a. Nervus phrenicus dexter dan nervus phrenicus sinister (C3-C5).
b. Nervus vagus.
c. Truncus symphaticus kedua sisi (Moore, 2002).

Gambar 2.1 Anatomi Pericardium


Sumber: Moore, 2002
3. Etiologi
Penyebab pericarditis paling sering karena infeksi virus, penyebab
lainnya juga disebabkan oleh infeksi bakteri seperti tbc, pericarditis
uremik, serangan jantung, kanker, gangguan autoimun, dan trauma dada.
Penyebab lainnya pada banyak kasus tetap belum diketahui lengkapnya
(Tingle et al, 2007).
4. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala pericarditis akut yang biasa ditemui adalah nyeri
dada prekordial maupun substernal, biasanya bergantung kepada posisi
(diperberat dengan tidur), sering kali dengan nyeri pleuritik, terkadang
disertai sesak, demam, takikardia, dan suara jantung menjauh; pericardial
rub dapat terdengar meskipun jarang terjadi karena rub hanya dapat
terdengar dalam beberapa jam dan sering terlewat. Sering kali ditemukan
7

perubahan EKG berupa ST Elevasi dan gelombang T yang tinggi


(perubahan gelombang T maupun ST Elevasi adalah yang paling sering
terjadi) (Tincani et al, 2006).
5. Epidemiologi
Epidemiologi pada kejadian pericarditis sering terjadi tanpa adanya
gejala klinis. Lorell mencatat diagnosis pericarditis akut terjadi sekitar 1
per 1000 pasien yang masuk rumah sakit, terdiri dari 1% dari kunjungan
ruang gawat darurat pada pasien dengan segmen S-T elavasi. Bahkan
kejadian pericardial akut tamponade sekitar 2%, namun kondisi ini jarang
terjadi pada trauma dada tumpul (Sidney, 2012).
Banyak penyakit di masa lalu yang didominasi menular, dalam
beberapa tahun terakhir spectrum klinis pericarditis konstriktif telah
berubah. Di Amerika Serikat sekitar 9% dari pasien dengan pericarditis
akut terus berkembang secara konstriktif. Frekuensi itu bergantung pada
penyebab kejadian secara spesifik dari pericarditis, tapi pericarditis akut
hanya secara klinis didiagnosis pada 1 dari 1.000 pasien yang masuk
rumah sakit. Sedangkan frekuensi diagnosis pericarditis konstriktif
kurang dari 1 dalam 10.000 pasien yang masuk rumah sakit (Sidney,
2012).
6. Factor Resiko
Tidak ada predileksi ras pada gangguan ini. Kemungkinan besar
didominasi pria, dengan rasio pria-wanita 3:1 pada beberapa studi. Kasus
telah dilaporkan pada orang berusia 8-70 tahun. Kecenderungan
kemungkinan mencerminkan penyakit yang mendasarinya. Kajian sejarah
menunjukkan rata-rata berusia 45 tahun, sedangkan penelitian yang lebih
baru menunjukkan rata-rata berusia 61 tahun. Hal ini mungkin
mencerminkan perubahan demografi yang kemungkinan akan berlanjut
(Sidney, 2012).
7. Patofisiologi
Pada pericarditis, pemeriksaan mikroskopis atas specimen
pericardium yang diperoleh saat pembedahan otopsi memperlihatkan
tanda-tanda radang akut, dengan peningkatan jumlah leukosit
polimorfonukleus, peningkatan vaskularitas, dan pengendapan fibrin. Jika
8

peradangan berlangsung lama, pericardium dapat mengalami fibrosis dan


terbentuk jaringan parut dengan pengendapan kalsium (Kumar dkk,
2009).
Pericardium yang mengalami fibrosis berat dapat menghambat
pengisian ventrikel. Pada tahap ini, muncul tanda-tanda pericarditis
konstriktif (Kumar dkk, 2009).
8. Pathogenesis
Salah satu reaksi radang pada pericarditis akut adalah penumpukan
cairan (eksudasi) di dalam rongga perikard yang disebut sebagai efusi
perikard. Efek hemodinamik efusi perikard ditentukan oleh jumlah dan
kecepatan pembentukan cairan perikard. Efusi yang banyak atau timbul
cepat akan menghambat pengisian ventrikel, penurunan volume akhir
diastolic sehingga curah jantung sekuncup dan semenit berkurang.
Kompensasinya adalah takikardia, tetapi pada tahap berat atau kritis dapat
menyebabkan gangguan sirkulasi dengan penurunan tekanan darah serta
gangguan perfusi organ dengan segala akibatnya yang disebut sebagai
temponade jantung. Bila reaksi radang ini terus berlanjut, perikard
mengalami fibrosis, jaringan parut luas, penebalan, kalsifikasi dan juga
terisi eksudat, yang akan menghambat proses diastolic ventrikel,
mengurangi isi sekuncup dan semenit serta mengakibatkan kongesti
sistemik (pericarditis konstriktifa) (Sudoyo dkk, 2009).
9. Komplikasi
Kondisi berikut yang mungkin komplikasi dari pericarditis akut
sendiri atau pengobatan yang digunakan dalam manajemen:
a. Kekambuhan pada 15-32% pasien jantung tamponade.
b. Konstriktif pericarditis. Selain itu, penyakit hati telah dilaporkan pada
pericarditis konstriktif asimtomatik.
c. Kombinasi pericarditis efusif dan konstriktif.
d. Noncompressive efusi.
e. Jantung perforasi dengan perikardiosentesis Fistula
Bronchopericardial telah dilaporkan sebagai komplikasi multiresisten
terhadap obat TB pada pasien dengan human immunodeficiency virus
(HIV) (Spangler, 2010).
9

10. Prognosis
Prognosis pada individu dengan pericarditis tergantung pada etiologi
kondisi ini, serta adanya efusi pericardial dan/atau tamponade. Idiopatik
dan etiologi virus biasanya memiliki program sendiri yang terbatas, tanpa
resiko evolusi menuju pericarditis konstriktif. Namun, pericarditis
berhubungan dengan infark yang lebih besar, dank arena itu, jangka
kematian dapat meningkat. Pasien dengan scleroderma atau anak-anak
dengan demam rematik dan pericarditis memiliki prognosis buruk, dan
keterlibatan pericardial purulent, tuberculosis,dan neoplastic memiliki
kursus lebih rumit dengan hasil yang buruk. Pericarditis purulent
berhubungan dengan angka kematian mendekati 100% untuk orang yang
tidak diobati dan tingkat kematian 12-40% untuk pasien yang diobati.
Tingkat mortalitas pada pericarditis TB mendekati 50% (Spangler, 2010).
Pericarditis uremik terus dikaitkan dengan morbiditas dan mortalitas
yang signifikan sesekali. Pasien dengan pericarditis uremik, 3-5% dapat
menjadi pericarditis hemoragik.
Untuk luka tembus, prognosis sangat tergantung pada identifikasi
cepat tamponade. Kematian dapat terjadi pada 3-5% kasus dihasilkan dari
tamponade jantung atau aritmia. Factor yang menguntungkan meliputi
perforasi kecil, terisolasi luka ventrikel kanan, tekanan darah sistolik lebih
dari 50 mmHg dan adanya tamponade (Spangler, 2010).
11. Intervensi Fisioterapi
a. Breathing Exercise
1) Definisi
Breathing exercise adalah teknik penyembuhan yang alami
dan merupakan bagian dari strategi holistic self-care untuk
mengatasi berbagai keluhan seperti fatigue, nyeri, gangguan tidur,
stress dan kecemasan. Secara fisiologis, breathing exercise akan
menstimulasi system saraf parasimpatik sehingga meningkatkan
produksi endorpin, menurunkan heart rate, meningkatkan
ekspansi paru sehingga dapat berkembang maksimal, dan otot-otot
menjadi rileks. Breathing exercise membuat tubuh kita
mendapatkan input oksigen yang adekuat dimana oksigen
10

memegang peran penting dalam system respirasi dan sirkulasi


tubuh. Saat kita melakukan breathing exercise, oksigen mengalir
ke dalam pembuluh darah dan seluruh jaringan tubuh, membuang
racun dan sisa metabolism yang tidak terpakai, meningkatkan
metabolism dan memproduksi energi. Breathing exercise akan
memaksimalkan jumlah oksigen yang masuk dan disuplay ke
seluruh jaringan sehingga tubuh dapat memproduksi energy dan
menurunkan level fatigue. Breathing exercise merupakan teknik
yang mudah dilakukan, mudah dipelajari, tidak membahayakan,
dan tidak memerlukan biaya besar. Fisioterapi dapat mengajarkan
breathing exercise untuk menurunkan level fatigue dan keluhan
lain yang dialami oleh pasien hemodialisis. Latihan ini dilakukan
dalam waktu yang tidak lama dan dapat dilakukan sebelum,
selama, sesudah proses hemodialisis, dan selama pasien di rumah
(Tsay, 1995; Kim, 2005; Zakerimoghadam, 2006; Stanley, 2011).
b. Tujuan
Berdasarkan tujuan latihan pernapasan, terdapat 3 tipe latihan
pernapasan yakni:
1) Latihan pernapasan yang bertujuan untuk meningkatkan volume
paru, redistribusi ventilasi dan meningkatkan pertukaran gas.
2) Latihan pernapasan yang bertujuan untuk meningkatkan kekuatan,
daya tahan dan efisiensi pernapasan.
3) Latihan pernapasan yang bertujuan untuk menurunkan beban kerja
pernapasan, sesuai sesak napas dalam meningkatkan efisiensi
ventilasi.
Menurut Basuki (2008), ada berbagai macam teknik yang dapat
digunakan untuk menurunkan kerja pernapasan, diantaranya adalah
melalui pemberian latihan pernapasan dan control pernapasan.
Latihan pernapasan (Breathing Exercise) yang dapat digunakan untuk
menurunkan kerja pernapasan adalah Deep Breathing Exercise.
11

c. Teknik
Teknik deep breathing exercise diantaranya meliputi:
1) Mengatur posisi klien dengan semi fowler/fowler di tempat
tidur/kursi.
2) Meletakkan satu tangan klien di atas abdomen (tepat di bawah iga)
dan tangan lainnya pada tengah dada untuk merasakan gerakan
dada dan abdomen saat bernafas.
3) Menarik nafas dalam melalui hidung selama 4 detik sampai dada
dan abdomen terasa terangkat maksimal, jaga mulut tetap tertutup
selama inspirasi, tahan nafas selama 2 detik.
4) Menghembuskan nafas melalui bibir yang dirapatkan dan sedikit
terbuka sambil mengencangkan (kontraksi) otot-otot abdomen
dalam 4 detik.
5) Melakukan pengulangan selama 1 menit dengan jeda 2 detik
setiap pengulangan, mengikuti dengan periode istirahat 2 menit.
6) Melakukan latihan dalam lima siklus selama 15 menit (Smeltzer,
et al, 2008).
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pericarditis adalah peradangan pericardium viseralis, parietalis, dan
keduanya. Pericarditis dibagi atas pericarditis akut, subakut, dan kronik.
Pericarditis subakut dan kronik mempunyai etiologi, manifestasi klinis,
pendekatan diagnostic, dan penatalaksanaan yang sama. Pericardium adalah
kantong fibroserosa berdinding ganda yang meliputi jantung dan pangkal
pembuluh besar jantung. Kantong pericardium yang berbentuk kerucut,
terletak dorsal dari corpus sterni dan cartilage costalis II sampai cartilage
costalis VI, setinggi vertebra T5-T8. Penyebab pericarditis paling sering
karena infeksi virus. Tanda dan gejala pericarditis akut yang biasa ditemui
adalah nyeri dada prekordial maupun substernal, biasanya bergantung kepada
posisi (diperberat dengan tidur). Epidemiologi pada kejadian pericarditis
sering terjadi tanpa adanya gejala klinis. Lorell mencatat diagnosis
pericarditis akut terjadi sekitar 1 per 1000 pasien yang masuk rumah sakit,
terdiri dari 1% dari kunjungan ruang gawat darurat pada pasien dengan
segmen S-T elavasi. Factor resiko dengan kemungkinan besar didominasi
pria, dengan rasio pria-wanita 3:1 pada beberapa studi. Prognosis pada
individu dengan pericarditis tergantung pada etiologi kondisi ini, serta
adanya efusi pericardial dan/atau tamponade. Intervensi fisioterapi yang
diberikan berupa breathing exercise.
B. Saran
1. Bagi Pasien
Bagi penderita diharapkan kerja sama yang baik dengan terapis
selama proses terapi berlangsung. Pasien diharapkan tetap selalu rutin
menjalani program-program terapi yang telah diberikan dan ditentukan
serta tetap menjalani home program seperti yang telah diedukasikan oleh
fisioterapis.
2. Bagi Keluarga
Kepada keluarga hendaknya selalu memberikan motivasi kepada
pasien untuk latihan dan membantu dalam proses latihan dengan

12
13

kerjasama yang baik antara terapis, pasien dan keluarga pasien


diharapkan akan dapat tercapai keberhasilan terapi.
3. Bagi Fisioterapis
Fisioterapis hendaknya sebelum melakukan terapi kepada pasien
diawali dengan pemeriksaan dengan mencatat permasalahan pasien,
melakukan evaluasi dan memberikan edukasi pada pasien sehingga
memperoleh hasil yang optimal.
4. Bagi Masyarakat
Hendaknya masyarakat tetap memperhatikan kesehatannya demi
meningkatkan derajat kehidupan serta untuk segera melakukan
pengobatan penceghan jika terjadi gejala seperti yang penderita alami.
DAFTAR PUSTAKA

[BPPK] Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2008. Laporan Hasil Riset
Kesehatan Dasar Indonesia-Tahun 2007. Jakarta (ID): Depkes RI.
[RISKESDAS] Riset Kesehatan Dasar. 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan, Republik Indonesia.
Arif, Muttaqin. 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskular dan hematologi. Salemba Medika, Jakarta.
Basuki, Purnomo. 2008. Patofisiologi Konsep Penyakit Klinis. Jakarta: EGC
eWinter MM, Tischler MD. 2007. Pericardial diseases. In: Bonow RO, Mann DL,
Zipes DP, Libby P, eds. Braunwald’s Heart Disease: A Textbook of
Cardiovascular Medicine
Jatmiko. Dkk, 2013. Teknis Biomedis Teori Aplikasi. Penyakit jantung dan
Penanganannya. Depok: FIK UI. Hal 31.
Kumar, dkk. 2009. Dasar Patologi Penyakit. EGC: Jakarta
Moore, L., Keith. 2002. Anatomi Klinis Dasar. Hipokrates. Jakarta
Ngastiyah. 2005. Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Edisi I. Jakarta: EGC.
Rilantono, Lily l. 2012. 5 Rahasia Penyakit Kardiovaskular (PKV). Jakarta: Badan
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. p.279-287
Sidney, Darren. 2012. Constrictive pericarditis.
(http://emedicine.medscape.com/article/157096-overview). Diakses tanggal 12
November 2012 pukul 7:57 WIB.
Spangler, Sean. 2 April 2019. Acute pericarditis.
(http://emedicine.medscape.com/article/156951-overview). Diakses tanggal 20
September 2019.
Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hincle, J.I., Cheever, K.H. (2008). Textbook of medical
surgical nursing; brunner & suddart. Eleventh edition, Lipincott Williams &
Wilkins, a Wolter Kluwer Business.
Sudoyo, Aru W, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jil II Ed V. Interna
Publishing: Jakarta
Tincani A, Rebaioli CB, Taglietti M, et al. Heart involvement in systemic lupus
erythematosus, anti-phospholipid syndrome and neonatal lupus. Rheumatology
2006;45:iv8–iv13.
Tingle, LE; Molina, D; Calvert, CW (15 November 2007). "Acute
pericarditis". American family physician. 76 (10): 1509–14.
WHO. World Health Statistic Report 2015. Geneva: World Health Organization;
2015.

Anda mungkin juga menyukai