Anda di halaman 1dari 16

INTUSSUSSEPSI

Pediatric Surgery, edited by Robert M. Arensman, Daniel A. Bambini, and P.


Stephen Almond.
©2000 Landes Bioscience.

1. PATOFISIOLOGI
Intussussepsi adalah invaginasi dari satu bagian dari
intestinum ke bowel. Di tandai dengan masuknya segmen
usus bagian proksimal (intussusceptum) ke segmen usus
bagian distal (intussuscipiens). 80-95% dari intussusepsi
pada pediatrik adalah ileocolica.

2. KLASIFIKASI
1. Idiopathic (Primer)
- Tidak ada leading point patologi
- Disebabkan oleh hipertrofi Peyer’s patches pada dinding
ileum
- Diawal oleh penyakit ISPA, GE (adanya pembesaran
jaringan limfoid), 50% kasus disebabkan adenovirus dan
rotavirus
- Pada anak usia 6 – 36 bulan

2. Intussususepsi sekunder
- Ada leading point
- Terjadi pada usia > 2 tahun
- Leading point utama adalah divertikulum meckel, polip
dan duplikasi. Jarang karena appendiks, hemangioma,
carcinoid tumor, foreign bodies, ectopic pancreas atau
gastric mucosa, hamartomas dari Peutz-Jeghers syndrome
- Keganasan (jarang) disebabkan oleh lymphomas,
lymphosarcomas, small bowel tumors dan melanoma

3. GEJALA KLINIK
Terjadi pada usia 5-10 bulan. 2/3 dari kasus intususepsi
terjadi pada anak usia < 1 tahun
Sign dan simptom :
1. Muntah (85%),
2. Nyeri perut (83%),
3. BAB darah lendir “red current jelly stool” (53%),
4. Massa intraabdomen yang bisa di palpasi
5. lethargy (lesu)

Trias klasik : Nyeri perut, muntah, “red current jelly stool”


(muncul pada 1/3 kasus). Gejala tambahan diare bisa
muncul pada 10-20% pasien.
Nyeri perut bersifat akut, severe, intermitent ( hilang
timbul). Bayi sampai mengangkat kedua kaki, menjerit,
pucat. Diantara episode nyeri, bayi tampak tenang.

Pemeriksaan fisik didapatkan :


1.“sausage-shaped” mass pada abdomen kanan atas atau
tengah abdomen.
Kuadran kanan bawah kadang terasa kosong dan caacum
tidak dapat diraba pada fossa iliaka kanan (sign of Dance).
2. RT : bisa teraba massa
3. Demam dan leukositosis (lab)  jarang
4. Takikardia  hipovolemia

4. DIFFERENTIAL DIAGNOSTIK
Kolik intestinum, gastroenteritis, acute appendicitis,
incarcerated hernia, internal hernia, and volvulus.
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Foto polos abdomen didapatkan obstruksi usus halus
tanpa adanya gambaran udara kolon.
2. USG abdomen, didapatkan:
a. “doughnut” atau “target” sign pada potongan
transversal
b. “pseudokidney” sign pada potongan longitudinal
3. Goal standar yaitu Barium atau air contrast enema. Bisa
bermakna diagnostik ataupun teraupetik
6. PENATALAKSANAAN
Setelah diagnosa susp intussusepsi ditegakkan, dilakukan:
1. Intravenous line untuk rehidrasi
2. NGT  dekompresi
3. Antibiotik intravena
4. Pemeriksaan darah rutin dan darah kimia

Hydrostatic barium enema atau pneumatic enema adalah


untuk penegakan diagnostik dan tatalaksana intusussepsi
Hydrostatic reduction adalah kontraindikasi dilakukan
apabila anak dengan peritonitis atau usus yang ganggren.
Syarat hidrostatik reduction with barium : tidak lebih dari 3
kaki, dalam waktu 3-5 menit, percobaan tindakan maksimal
3 kali.
Keberhasilan intususepsi dinilai apabila kontras bisa masuk
lancar ke ileum distal. can
Pada pneumatic reduction, udara dimasukkan ke kolon via
transanal menggunakan foley kateter. initial pressure
adalah 80 mmHg dinaikkan bertahap maksimumm120
mmHg. Udara yang refluks ke ileum terminan di lihat secara
fluoroskopi menandakan keberhasilan reduksi intususepsi.
Apabila reduksi intussusepsi berhasil, pasien dirawat untuk
semalam, puasa semalam dan boleh makan keesokan
paginya.

Indikasi operasi :
1. Ada usus yang nekrotik
2. Peritonitis
3. Septicemia
4. Adanya pathologic lead point,
5. Gagal enema reduction.

Indikasi local atau segmental resection:


1. Intussusepsi tidak dapat direduksi (gagal milking
prosedur)
2. segmen usus mengalami nekrosis atau non viabel
3. Ada leading point
Hirschsprung’s disease
Pediatric Surgery, edited by Robert M. Arensman, Daniel A. Bambini, and P.
Stephen Almond.
©2000 Landes Bioscience.

1. Insiden
Insiden 1:5000 kelahiran hidup, Frekuensi laki-laki :
perempuan adalah 4 : 1

2. Etiologi
Hirschsprung’s disease atau megacolon kongenital adalah
kelainan development yang disebabkan karena kegagalan
migrasi dari neural crest cells. Karena primitive neurogenic
cells gagal mengambil posisi di pleksus submucosal dan
intermyenteric dari bibir ke anus, terjadi gangguan motilitas
yang menyebabkan konstipasi kronik pada anak baru lahir.

3. Presentasi klinik
98 % dari bayi mengeluarkan mekoneum dalam 24-48 hari
kelahiran. Pada bayi dengan Hirschsprung’s disease, 90%
gagal mengeluarkan mekoneum, penyakit ini menjadi
abdominal distensi, muntah bilious dan kemungkinan
obstructive enterocolitis.
Presentasi klinik yang paling sering adalah distensi
abdomen, visible bowel loops dengan peristaltik, kronic
constipation dan poor muscle development secondary
karena poor nutrition.
RT : no stool / sedikit sekali stool
Pemeriksaan harus meliputi juga pemeriksaan terhadap
penyakit lain yang terkait yaitu : Down’s syndrome, trisomy
18, Waardenburg syndrome, von Recklinghausen’s
syndrome, type D brachy-dactyly, dan Smith-Lemli-Opitz
syndrome.

4. Diagnosis / pemeriksaaan penunjang


1. Pada barium enema terdapat zona transisional

Transition zone at splenic flexure demonstrating the change from bowel


with ganglionic cells to the aganglionic distal segment.

2. Anorectal manometry
Pada colon normal yang mempunyai inervasi, distensi dari
rectum menghasilkan refleks relaksasi dari sphincter
internal. Padan pasien dengan hirscprung, refleks ini tidak
ada.
3. Rectal biopsy
Pada biopsi menunjukkan tidak adanya sel ganglion dan
adanya nerve hypertrophy pada pasien hirschsprung’s
disease.

5. Patofisiologi
Long-term obstruction menyebabkan terjadinya dilatasi
colon, poor nutritional absorp-
tion dan utilization, dilatasi small bowel dan muntah-
muntah. Hasilnya adalah “sickly” child yang gagal secara
sosial dan educasional. Pada 20-40% anak dengan
Hirschsprung’s disease, mengalami obstruktif enterocolitis
dengan gejala : demam, muntah, diare parah, shock dan
sepsis.

6. Tatalaksana
Suction rectal biopsy adalah modalitas utama penegakkan
diagnosa.
Jika colon mengalami dilatasi masif colostomi dulu,
setelah itu operasi rekonstruktif jika ukuran colon sudah
regresi
Jika colon tidak dilatasi masif  rectal irrigation dan
primary pull-through

Kontraindikasi dari neonatal primary pull-through adalah:


• Severe enterocolitis
• Massive proximal dilatation
• Inability to determine the transition zone
• Life-threatening comorbidities
Tehnik operasi hirscprung ada 3 :

Common operations for Hirschsprung's disease: (A) the


Soave procedure, (B) the Swenson procedure, and (C) the
Duhamel procedure.

1. Soave endorectal procedure


(A) Endorectal dissection initiated. (B) Endorectal dissection
complete. (C) Eversion of the aganglionic segment and
rectal mucosal tube. (D) Incision of everted rectal tube. (E)
Endorectal pull-through. (F) Colorectal anastomosis. (G)
Completed procedure.
2. Swenson procedure.

(A) Extramural rectal dissection. (B, C) Eversion of


aganglionic segment and full-thickness rectum. (D) Pull-
through of normal, ganglionic bowel. (E) Colorectal
anastomosis. (F) Completed procedure.
3. Duhamel procedure (Martin modification).

(A) Blunt retrorectal dissection. (B) Incision in the posterior


wall of the aganglionic rectum. (C) Rectorectal pull-through
after resection of the proximal aganglionic segment. (D)
End-to-side colorectal anastomosis preserving aganglionic
rectum (as originally described). (E) Stapled conversion of
anastomosis into an extended side-to-side colorectal
anastomosis (Martin modification). (F) Completed procedur
Necrotizing Enterocolitis
Fawn C. Lewis and Daniel A. Bambini

1. Insiden
Insiden adalah 1-3 dari 1000 kelahiran hidup atau 25.000
kasus per tahun

2. Etiologi
3 faktor utama yang mempengaruhi perkembangan dan
progresi NEC pada infant :
1. intestinal ischemia (thrombotic, embolic, or selective as
in the diving reflex),
2. bacterial colonization of the intestine
3. substrates in the gut lumen.

NEC associated factors or conditions:


Umbilical catheters
Hypotension
Enteral feeds
Pneumonia
Maternal cocaine use
Hyperosmolar formula feedings
Vasoconstrictive medical therapy (indomethacin)
Patent ductus arteriosus

3. Klasifikasi

Clinical classification of NEC and survival

Stage Clinical Findings Radiographic Treatment Surv


Finding ival
I: Emesis, mild Ileus pattern Medical 100
Suspected distention, evaluation, %
NEC intolerance to Treat for NEC,
feed Sepsis
evaluation.
II: Bilious emesis or Ileus, Aggressive 96%
Definite gastric drain pneuma- medical
NEC output, marked tosis resuscitation
abdominal disten- intestinalis, and therapy
tion, occult or portal for NEC
gross GI vein gas
hemorrhage
III: Bilious gastric Ileus, Surgical 50%
Advanced output, pneuma-
NEC abdominal tosis
distention, occult intestinalis,
or gross GI portal vein
hemor- gas,
rhage, abdominal pneumo-
wall erythema, peritoneum,
deterioration of ascites
vital
signs, septic shock

4. Patofisiologi
NEC paling banyak pada area ileocecal (45%) yang disuplai
oleh cabang arteri mesentrica superior cabang distal.
NEC pada colon terjadi pada 25% kasus dan terjadi paling
banyak pada fleksura lienalis. Pan-necrosis (terjadi pada
70% dari bowel) terjadi pada 14-30% kasus .

5. Presentasi Klinis
Gambaran early NEC yaitu
 Ischemic intestinum dan ileus dengan adanya
distensi abdomen, takipneu, lethargy, feeding
intolerance, gastric distention, muntah bilious dan
nonbilious.
 Gross atau occult blood pada stool (25-55% dari
pasien)
 Shock dan sepsis (instabilitas temperatur, lethargy
meningkat, apneu, bradikardi, oligouria)
 Pemeriksaan fisik : distensi abdomen, bising usus
menurun, tenderness. Awalnya abdomen lemas,
kemudian menjadi tegang dan tender dengan
adanya eritem, discoloration, abdominal wall
edema dan krepitansi.
 Timpani pada perkusi abdomen (ada perforasi dan
udara bebas di abdomen).
 Laboratorium : leukositosis/leukopenia,
trombositopenia
 Asidosis metabolik
 DIC

6. Pemeriksaan penunjang
Plain foto : bowel distension, Intramural bowel gas
(pneumatosis intestinalis) portal venous gas,
pneumoperitoneum, ascites, fixed and persistently
dilated bowel loops.

Extensive pneumatosis intestinalis consistent with severe


necrotizing enterocolitis.
7. Tatalaksana
Medical management of NEC
 Kultur darah (penting), kultur urine/sputum/CSF
sesuai indikasi
 Dekompresi orogastric atau nasogastric (NGT)
 Resusitasi cairan intravena
 Antibiotik (penicilin dan aminoglikosid atau
klindamisin dan metronidazole)
 Koreksi anemia, koagulopati (transfusi PR, FFP)
 Foto serial cross-table atau left lateral decubitus
 Pemeriksaan abdomen berkala oleh dokter yang
sama tiap 6 jam sampai bayi stabil
 Operasi diindikasikan apabila : KU memburuk, gagal
konservatif, NEC dengan perforasi dan gangren

Indikasi adanya gangren dan perforasi intestinal


 Tidak berhasil dalam resusitasi bayi (intensif
treatment dalam 4-6 jam)
 Penurunan vital signs dan indikasi hematologi (i.e.,
thrombocytopenia, leukopenia),
 Shock sepsis
 Intestinal hemorrhage
 Ascites meningkat
 Pada pemeriksaan radiologi didapatkan persistent,
fixed, dilated loop of intestine dan
pneumoperitoneum.

The main surgical options for an infant with NEC include:


1. peritoneal drainage,
2. laparotomy with resection and stoma(s),
3. laparotomy with resection and primary anastamosis,
4. laparotomy with proximal diversion
5. a combination of 1-4.

Anda mungkin juga menyukai