Stroke
Pengertian
a Otak
Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih 100
triliun neuron. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak
besar), serebelum (otak kecil), brainstem (batang otak), dan diensefalon.
Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks
serebri. Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis yang
merupakan area motorik primer yang bertanggung jawab untuk gerakan-
gerakan voluntar, lobur parietalis yang berperanan pada kegiatan memproses
dan mengintegrasi informasi sensorik yang lebih tinggi tingkatnya, lobus
temporalis yang merupakan area sensorik untuk impuls pendengaran dan
lobus oksipitalis yang mengandung korteks penglihatan primer, menerima
informasi penglihatan dan menyadari sensasi warna.
Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh duramater
yang menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang memisahkannya dari
bagian posterior serebrum. Fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks
yang mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus
dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan sikap tubuh.
Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis komunis kira-
kira setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk ke dalam tengkorak
dan bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi arteri serebri
anterior dan media. Arteri serebri anterior memberi suplai darah pada struktur-
struktur seperti nukleus kaudatus dan putamen basal ganglia, kapsula interna,
korpus kolosum dan bagian-bagian (terutama medial) lobus frontalis dan
parietalis serebri, termasuk korteks somestetik dan korteks motorik. Arteri
serebri media mensuplai darah untuk lobus temporalis, parietalis dan frontalis
korteks serebri.
Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang sama.
Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi
perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu membentuk
arteri basilaris, arteri basilaris terus berjalan sampai setinggi otak tengah, dan
di sini bercabang menjadi dua membentuk sepasang arteri serebri posterior.
Cabang-cabang sistem vertebrobasilaris ini jmemperdarahi medula oblongata,
pons, serebelum, otak tengah dan sebagian diensefalon. Arteri serebri
posterior dan cabang-cabangnya memperdarahi sebagian diensefalon,
sebagian lobus oksipitalis dan temporalis, aparatus koklearis dan organ-organ
vestibular. (Sylvia A. Price, 1995)
Faktor Risiko
c. Merokok
Rokok merupakan faktor resiko yang bermakna terjadi strok karena dianggap
membahayakan pembuluh darah, pertama–tama merokok akan memeprcepat
pengerasan pembuluh nadi (arteriosklerosis) dan kedua akan meningkatkan
kecendrungan pembekuan darah. (Thomas, 1995: 125).
Penyalah gunaan alkohol dan obat
Alkohol dianggap memberikan pengaruh yang berbahaya bagi peredaran darah otak.
Bahan ini dapat meningkatkan tekanan darah, menggangu metabolisme hidratarang
dan lemak dalam tubuh, dan juga mengganggu pembekuan darah. (Thomas,
1995: 126).
d. Kontrasepsi oral
Pil kontrasepsi oral atau pil KB yang pertama kali digunakan mempunya kandungan
hormon ekstrogen hormon yang tinggi.Hal iniyang membuat sebagian wanita
mendapatkan serangan strok. (Thomas, 1995: 126).'
Etiologi
1. Thrombosis Cerebral.
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapa menimbulkan oedema dan
kongesti di sekitarnya.Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang
sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan
aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan
iskemi serebral.Tanda dan gejala neurologis seringkali memburuk pada 48
jam sete;ah thrombosis.
a. Atherosklerosis
Atherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya
kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah. Manifestasi klinis
atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi melalui
mekanisme berikut :
2. Emboli
b. Myokard infark
c. Fibrilasi
3. Haemorhagi
4. Hypoksia Umum
5. Hipoksia setempat
Patofisiologi
Jika perdarahan yang timbul kecil ukurannya, maka massa darah hanya dapat
merasuk dan menyela di antara selaput akson massa putih tanpa
merusaknya. Pada keadaan ini absorbsi darah akan diikutioleh pulihnya
fungsi-fungsi neurologi. Sedangkan pada perdarahan yang luas terjadi
destruksi massa otak, peninggian tekanan intrakranial dan yang lebih berat
dapat menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen
magnum.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan
perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak.
Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan
otak di nukleus kaudatus, talamus dan pons.
Pathway Stroke
Klasifikasi
a. Stroke Hemoragik
Biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur, atau di pagi
hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadii iskemia yang menimbulkan
hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder serta kesadaran
umumnya baik.
1) Perjalanan penyakit/stadium.
a) TIA
Gangguan neurologis lokal yang terjadi selama beberapa menit sampai
dengan beberapa jam dan gejala yang timbul akan hilang dengan spontan
dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
b) Stroke Involusi
c) Stroke Komplet
Pemeriksaan Diagnostik
1. CT Scan
2. MRI
3. Angiografi Serebri
4. USG Doppler
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak
dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan
otak.
6. Sinar X tengkorak
7. Pungsi Lumbal
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal
menunjukkan adanya hemoragik pada subarakhnoid atau perdarahan pada
intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukkan adanya proses
inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna
likuor masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
8. Pemeriksaan Laboratorium
1. Darah rutin
2. Gula darah
3. Urine rutin
4. Cairan serebrospinal
5. Analisa gas darah (AGD)
6. Biokimia darah
7. Elektrollit
KOMPLIKASI
1.Bahu yang kaku
Sebagian penderita struk akan menderita perasaan nyeri dan kaku pada bahu di sisi
yang sakit. Ada tiga penyebab keadaan ini pertama, sendi bahu memerlukan kisaran
gerakan yang penuh di sepanjang hari. Jika hal ini terjadi, nyeri hebat dapat terasa
ketika bahu tersebut digerakkan. Kedua, lengan yang lumpuh merupakan beban yang
sangat berat sehingga bila tidak tersangga akan mengakibatkan pembengkakkan, rasa
nyeri serta kekakuan pada sendi tersebut. Penyebab ketiga yang paling sering
menimbulkan kekakuan bahu adalah kerusakan yang terjadi ketika penderita diangkat
secara ceroboh dengan memgang ketiaknya-bagian sendi dapat robek dan mengalami
inflamasi akibat pengangkatan ini.
2.Pneumonia
Akibat gangguan pada gerakan menelan, mobilitas dan pengembangan paru, serta
batuk yang parah setelah serangan stroke, maka dapat terjadi peradangan di dalam
rongga dada dan kadang-kadang pneumonia.
Trombosis vena provundus dan emboli pulmoner
Suatu trombus atau bekuan darah sangat sering terbentuk di dalam pembuluh darah
balik pada tungkai yang lumpuh, khususnya di daerah betis. Keadaan ini dapat
mengakibatkan pembengkakan pada pergelangan kaki di sisi tersebut, dengan nyeri
tekan pada otot betis. Kadang-kadang seluruh tungkai dapat membengkak dan terasa
nyeri atau pagal. Karena adanya tambahan cairan di dalam tungkai, gerakan kaki akan
terganggu. Kadang kala trombus dari pembuluh darah balik terlepas dan membentuk
suatu embolus yang terbawa darah ke dalam paru dan kemudian menyumbat satu atau
lebih arteri pulmonalis yang memperdarahi paru-paru. Keadaan ini mengakibatkan
kelainan emboli pulmoner yang kadang-kadanag dapat menimbulkan kematian setelah
serangan stroke. Gejalanya nyeri dada dan sesak napas.
3.Dekubitus
Karena penderita mengalami kelumpuhan dan kehilangan perasaanya, dekubitus selalu
menjadi ancaman khususnya di daerah bokong, panggul, pergelangan kaki, tumit, dan
bahkan telinga. Dekubitus dapat menimbulkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan suatu
infeksi sehingga kulit luka pada permukaannya dan kuman dapat masuk.
4.Kejang (konvulsi)
Beberapa penderita stroke dapat mengalami serangan kejang pada hari-hari pertama
setelah serangan. Serangan ini dapat berupa kedutan atau (twiching) atau kejang kaku
(spasme) pada otot, pernapasan yang berisik, lidah yang tergigit, mulut yang berbuih,
inkontinensia dan kehilangan kesadaran dalam waktu yang singkat. Serangan ini lebih
besar kemungkinannya terjadi bila korteks serebri sendiri telah terkena, daripada
serangan stroke yang mengenai struktur otak yang lebih dalam. Kemungkinan lain
disebabkan oleh emboli serebral.
5.Problem kejiwaan
Penderita sering mengalami depresi setelah serangan stroke. Disamping rasa rendah
diri yang bisa dipahami sebagai suatu reaksi emosional terhadap kemunduran kualitas
keberadaan mereka. Depresi merupakan penyebab utama yang menerangkan
mengapa penderita tidak mampu bereaksi dengan kecepatan yang normal terhadap
seyiap upaya remobilisasi. (Thomas, 1988: 46)
Penatalaksanaan
Pengobatan Konservatif
Pengobatan Pembedahan
Pencegahan Stroke
Asuhan Keperawatan
Pengkajian
a Pengumpulan data
1) Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,
nomor register, diagnose medis.
2) Keluhan utama
6) Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan,
pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga
faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan
keluarga.
c) Pola eliminasi
Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola defekasi biasanya terjadi
konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak
kooperatif.
Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak stabil,
kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
8) Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum
b) Pemeriksaan integumen
1. Kulit : jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga
dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol
karena klien CVA Bleeding harus bed rest 2-3 minggu
2. Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
3. Rambut : umumnya tidak ada kelainan
d) Pemeriksaan dada
e) Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan kadang
terdapat kembung.
g) Pemeriksaan ekstremitas
h) Pemeriksaan neurologi
1. Pemeriksaan nervus cranialis, Umumnya terdapat gangguan nervus
cranialis VII dan XII central.
2. Pemeriksaan motorik, Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan
pada salah satu sisi tubuh.
3. Pemeriksaan sensorik, Dapat terjadi hemihipestesi.
4. Pemeriksaan refleks, Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh
akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul
kembali didahuli dengan refleks patologis.(Jusuf Misbach, 1999)
9) Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan radiologi
b) Pemeriksaan laboratorium
Analisa data
Diagnosa keperawatan
Diagnosa 1.
1) Tujuan :
2) Kriteria hasil :
3) Rencana tindakan
4) Rasional
Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan
Untuk mencegah perdarahan ulang
Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien secara dini dan
untuk penetapan tindakan yang tepat
Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan draimage vena dan
memperbaiki sirkulasi serebral
Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra kranial dan
potensial terjadi perdarahan ulang
Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan kenaikan
TIK. Istirahat total dan ketenagngan mingkin diperlukan untuk
pencegahan terhadap perdarahan dalam kasus stroke hemoragik /
perdarahan lainnya
Memperbaiki sel yang masih viabel
Diagnosa 2.
1) Tujuan :
2) Kriteria hasil
3) Rencana tindakan
Diagnosa 3.
1) Tujuan :
2) Kriteria hasil :
3) Rencana tindakan
4) Rasional
1) Tujuan
2) Kriteria hasil
3) Rencana tindakan
4) Rasional
1) Tujuan
2) Kriteria hasil
3) Rencana tindakan
4) Rasional
Diagnosa 5.
1) Tujuan
2) Kriteria hasil
3) Rencana tindakan
4) Rasional
Untuk menetapkan jenis makanan yang akan diberikan pada klien
Untuk klien lebih mudah untuk menelan karena gaya gravitasi
Membantu dalam melatih kembali sensori dan meningkatkan kontrol
muskuler
Memberikan stimulasi sensori (termasuk rasa kecap) yang dapat
mencetuskan usaha untuk menelan dan meningkatkan masukan
Klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa adanya
distraksi/gangguan dari luar
Makan lunak/cairan kental mudah untuk mengendalikannya didalam
mulut, menurunkan terjadinya aspirasi
Menguatkan otot fasial dan dan otot menelan dan merunkan resiko
terjadinya tersedak
Mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti dan juga
makanan jika klien tidak mampu untuk memasukkan segala sesuatu
melalui mulut
Diagnosa 6.
1) Tujuan
Klien tidak mengalami kopnstipasi
2) Kriteria hasil
3) Rencana tindakan
Berikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang penyebab
konstipasi
Auskultasi bising usus
Anjurkan pada klien untuk makan maknanan yang mengandung serat
Berikan intake cairan yang cukup (2 liter perhari) jika tidak ada
kontraindikasi
Lakukan mobilisasi sesuai dengan keadaan klien
Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian pelunak feses (laxatif,
suppositoria, enema)
4) Rasional
Diagnosa 7.
1) Tujuan
2) Kriteria hasil
3) Rencana tindakan
Anjurkan untuk melakukan latihan ROM (range of motion) dan
mobilisasi jika mungkin
Rubah posisi tiap 2 jam
Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di bawah daerah-
daerah yang menonjol
Lakukan massage pada daerah yang menonjol yang baru mengalami
tekanan pada waktu berubah posisi
Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar
terhadap kehangatan dan pelunakan jaringan tiap merubah posisi
Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin hindari trauma, panas
terhadap kulit
4) Rasional
Diagnosa 8.
2) Kriteria hasil :
3) Rencana tindakan :
Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang sebab dan akibat
ketidakefektifan jalan nafas
Rubah posisi tiap 2 jam sekali
Berikan intake yang adekuat (2000 cc per hari)
Observasi pola dan frekuensi nafas
Auskultasi suara nafas
Lakukan fisioterapi nafas sesuai dengan keadaan umum klien
4) Rasional :
Diagnosa 9
1) Tujuan :
Klien mampu mengontrol eliminasi urinya
2) Kriteria hasil :
3) Rencana tindakan :
4) Rasional :
Evaluasi
Carpenito Lynda Juall. 1999. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: EGC.
Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Gleadle, Jonathan., 2005, Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik, EMS, Jakarta. Henderson Leila.
2002. Stroke Panduan Perawatan. Jakarta: Arcan.
Listiono L. Djoko. 1998. Ilmu Bedah Saraf Satyanegara Edisi III. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.
Masjoer Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga Jilid Kedua. Jakarata: Media
Aesculapius.
Mardjono Mahar, Sidharta Priguna., 2006, Neurologi Klinis Dasar , P.T Dian Rakyat,
Jakarta. Gleadle, Jonathan., 2005, Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik, EMS, Jakarta.
Price, S.A., dan Wilson, L.M, 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit,
EGC, Jakarta