Anda di halaman 1dari 36

Laporan Pendahuluan

Stroke

Pengertian

Stroke adalah suatu penyakit defisit neurologis akut yang disebabkan


oleh gangguan pembuluh darah otak yang terjadi secara mendadak dan
dapat menimbulkan cacat atau kematian (Munir, 2015). Definisi stroke
menurut World Health Organization adalah tanda-tanda klinis yang
berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak baik fokal maupun global,
dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih, dapat
menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain selain vaskuler (Munir,
2015).
Definisi lain dari Stroke adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan perubahan neurologis yang disebabkan oleh adanya
gangguan suplai darah kebagian otak. Dua jenis stroke yang utama adalah
ischemic dan hemorraghic. (Black & Hawks, 2014).Dari beberapa pengertian
stroke menurut ahli diatas dapat disimpulkan bahwa stroke adalah suatu
penyakit atau gangguan pada sistem neurologis yang terjadi akibat kurangnya
suplai oksigen ke otak secara mendadak dapat terjadi karena adanya
sumbatan atau pecahnya pembuluh darah ke otak yang dapat menimbulkan
gejala-gejala bahkan menyebabkan kematian.
Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan peredaran
darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak sehingga
mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian. Sedangkan
menurut Hudak (1996), stroke adalah defisit neurologi yang mempunyai
serangan mendadak dan berlangsung 24 jam sebagai akibat dari
cardiovascular disease (CVD). (Fransisca B Batticaca, 2008)

Menurut WHO, stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang


cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala
yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian
tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular. (Arif Muttaqin, 2008)
Anatomi fisiologi

Anatomi Stroke (sumber : rumahsakitumumonline.blogspot.com)

a Otak

Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih 100
triliun neuron. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak
besar), serebelum (otak kecil), brainstem (batang otak), dan diensefalon.

Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks
serebri. Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis yang
merupakan area motorik primer yang bertanggung jawab untuk gerakan-
gerakan voluntar, lobur parietalis yang berperanan pada kegiatan memproses
dan mengintegrasi informasi sensorik yang lebih tinggi tingkatnya, lobus
temporalis yang merupakan area sensorik untuk impuls pendengaran dan
lobus oksipitalis yang mengandung korteks penglihatan primer, menerima
informasi penglihatan dan menyadari sensasi warna.

Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh duramater
yang menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang memisahkannya dari
bagian posterior serebrum. Fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks
yang mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus
dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan sikap tubuh.

Bagian-bagian batang otak dari bawak ke atas adalah medula oblongata,


pons dan mesensefalon (otak tengah). Medula oblongata merupakan pusat
refleks yang penting untuk jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk,
menelan, pengeluaran air liur dan muntah. Pons merupakan mata rantai
penghubung yang penting pada jaras kortikosereberalis yang menyatukan
hemisfer serebri dan serebelum. Mesensefalon merupakan bagian pendek
dari batang otak yang berisi aquedikus sylvius, beberapa traktus serabut saraf
asenden dan desenden dan pusat stimulus saraf pendengaran dan
penglihatan.

Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus, epitalamus dan


hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerima dan pengintegrasi
subkortikal yang penting. Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti
sepenuhnya, tetapi lesi pada subtalamus akan menimbulkan hemibalismus
yang ditandai dengan gerakan kaki atau tangan yang terhempas kuat pada
satu sisi tubuh. Epitalamus berperanan pada beberapa dorongan emosi dasar
seseorang. Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan dari
sistem susunan saraf otonom perifer yang menyertai ekspresi tingkah dan
emosi. (Sylvia A. Price, 1995)

b Sirkulasi darah otak

Otak menerima 17 % curah jantung dan menggunakan 20 % konsumsi


oksigen total tubuh manusia untuk metabolisme aerobiknya. Otak diperdarahi
oleh dua pasang arteri yaitu arteri karotis interna dan arteri vertebralis. Da
dalam rongga kranium, keempat arteri ini saling berhubungan dan
membentuk sistem anastomosis, yaitu sirkulus Willisi.(Satyanegara, 1998)

Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis komunis kira-
kira setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk ke dalam tengkorak
dan bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi arteri serebri
anterior dan media. Arteri serebri anterior memberi suplai darah pada struktur-
struktur seperti nukleus kaudatus dan putamen basal ganglia, kapsula interna,
korpus kolosum dan bagian-bagian (terutama medial) lobus frontalis dan
parietalis serebri, termasuk korteks somestetik dan korteks motorik. Arteri
serebri media mensuplai darah untuk lobus temporalis, parietalis dan frontalis
korteks serebri.
Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang sama.
Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi
perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu membentuk
arteri basilaris, arteri basilaris terus berjalan sampai setinggi otak tengah, dan
di sini bercabang menjadi dua membentuk sepasang arteri serebri posterior.
Cabang-cabang sistem vertebrobasilaris ini jmemperdarahi medula oblongata,
pons, serebelum, otak tengah dan sebagian diensefalon. Arteri serebri
posterior dan cabang-cabangnya memperdarahi sebagian diensefalon,
sebagian lobus oksipitalis dan temporalis, aparatus koklearis dan organ-organ
vestibular. (Sylvia A. Price, 1995)

Darah di dalam jaringan kapiler otak akan dialirkan melalui venula-venula


(yang tidak mempunyai nama) ke vena serta di drainase ke sinus duramatris.
Dari sinus, melalui vena emisaria akan dialirkan ke vena-vena ekstrakranial.
(Satyanegara, 1998)

Faktor Risiko

Beberapa faktor resiko penyebab stroke antara lain Hipertensi,obesitas,


hiperkolesterol, peningkatan hematokrit, penyakit kardiovaskuler : AMI, CHF,
LVH, AF, diabetes mellitus, merokok, alkoholisme,penyalahgunaan obat :
kokain.

1. Faktor risiko yang tidak dapat dirubah


a. Usia
Merupakan faktor resiko paling penting terjadinya serangan strok.Penelitian populasi
menunjukan bilamana sesorangan hanya mempunyai satu faktor resiko pada dirinya,
faktor ini tidak akan banyak meningkat kemungkinan terjadinya permasalahan strok.
Permasalahan baru terjadi kalau penderita mempunyai dua,tiga,atau emapat faktor
resiko yang bergabung menjadi satu. Jadi, walaupun tidak dapat mengubah usia,faktor-
faktor lain yang disebutkan diatas dapat dihindari.(Thomas, 1995: 114).
Jenis kelamin pria
b. Ras
c. Riwayat keluarga
d. Riwayat TIA atau stroke
Penderita yang pernah mengalami serangan iskemik otak sepintas (TIA) akan
menghadapi resiko untuk terjadi suatu serangan strok. Serangan iskemik sepintas
memebrikan gejala seperti serangan strok yang ringan,karena ada gangguan
penglihatan serta bicara, dan perasaan lemas atau gangguan sensorik pada salah satu
sisi tubuh. Gejala-gejala akan hilang dalam waktu 24jam.Serangan ini dianggap
sebagai suatu ancaman strok. (Thomas, 1995: 117).
Penyakit jantung koroner
Penderita penyakit katub jantung, yang mungkin timbul setelah demam rematik,
mempunyai kecendrungan untuk terjadinya trombus dalam jantung yang kemudian
terbawa darah ke dalam otak. Keadaan ini terutama terjadi bila irama jantung
menunjukan kelainan. Setiap orang yang pernah merasakan gejala palpitasi (rasa
berdeba-debar), atau ketika diperiksa denyut nadinya teraba ketidakteraturan yang
lebih dari sekedar denyutan ekstra yang kadang – kadang timbul, harus menjalani
pemeriksaan lebih lanjut. (Thomas, 1995: 118).

2. Faktor yg dpapat dirubah


a. Hipertensi
Hipertensi merupakan satu-satunya faktor resiko yang terpenting tapi dapat diobati
karena pengobatan hipertensi dapat memperkecil kemungkinan terjadinya strok hingga
separuhnya. Namun, insidensi serangan stok sudah mulai terlihat berkurang sekalipun
belum ditemukan obat darah tinggi yang efektif. Ada beberapa alasan yang
menjelaskan penurunan insidensi ini, yaitu termasuk kemungkinan garam sebagai
penyebabnya dan tekanan darah penduduk menurun bersamaan dengan berkurangnya
kandungan garam dalam makanan setelah ditemukan lemari es untuk mengawetkan
makanan. Yang menarik untuk diperhatikan, penurunan tekanan darah ternyata hanya
memberikan pengaruh yang amat kecil terhadap upaya untuk mengurangi kemungkinan
terjadinya serangan jantung. (Thomas, 1995: 115).
b. Diabetes mellitus
Penderita diabetes mempunyai kecenderungan lebih besar untuk mendapatkan
serangan strok daripada lainnya sehingga penyakit ini harus dikendalikan secermat
mungkin. Penyakit diabetes yang kurang terkontrol dapat mengakibatkan penurunan
volume plasma dalam peredaran darah. Keadaan ini akan meningkatkan konsentrasi
sel darah merah. (Thomas, 1995: 121).

c. Merokok
Rokok merupakan faktor resiko yang bermakna terjadi strok karena dianggap
membahayakan pembuluh darah, pertama–tama merokok akan memeprcepat
pengerasan pembuluh nadi (arteriosklerosis) dan kedua akan meningkatkan
kecendrungan pembekuan darah. (Thomas, 1995: 125).
Penyalah gunaan alkohol dan obat
Alkohol dianggap memberikan pengaruh yang berbahaya bagi peredaran darah otak.
Bahan ini dapat meningkatkan tekanan darah, menggangu metabolisme hidratarang
dan  lemak  dalam  tubuh,  dan  juga  mengganggu  pembekuan  darah. (Thomas,
1995: 126).
d. Kontrasepsi oral
Pil kontrasepsi oral atau pil KB yang pertama kali digunakan mempunya kandungan
hormon ekstrogen hormon yang tinggi.Hal iniyang membuat sebagian wanita
mendapatkan serangan strok. (Thomas, 1995: 126).'

Etiologi

Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan stroke antara lain :

1. Thrombosis Cerebral.

Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapa menimbulkan oedema dan
kongesti di sekitarnya.Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang
sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan
aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan
iskemi serebral.Tanda dan gejala neurologis seringkali memburuk pada 48
jam sete;ah thrombosis.

Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak :

a. Atherosklerosis
Atherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya
kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah. Manifestasi klinis
atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi melalui
mekanisme berikut :

 Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran


darah.
 Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi thrombosis.
 Tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan kepingan
thrombus (embolus).
 Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan
terjadi perdarahan.

b. Hypercoagulasi pada polysitemia

Darah bertambah kental, peningkatan viskositas /hematokrit meningkat dapat


melambatkan aliran darah serebral.

c. Arteritis( radang pada arteri )

2. Emboli

Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan


darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di
jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut
berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa
keadaan dibawah ini dapat menimbulkan emboli :

a. Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease.(RHD)

b. Myokard infark

c. Fibrilasi

Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan ventrikel


sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kosong sama
sekali dengan mengeluarkan embolus-embolus kecil.
d. Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya
gumpalan-gumpalan pada endocardium.

3. Haemorhagi

Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang


subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi
karena atherosklerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak
menyebabkan perembesan darah kedalam parenkim otak yang dapat
mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang
berdekatan ,sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan,
sehingga terjadi infark otak, oedema, dan mungkin herniasi otak.

Penyebab perdarahan otak yang paling lazim terjadi :

 Aneurisma Berry,biasanya defek kongenital.


 Aneurisma fusiformis dari atherosklerosis.
 Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis.
 Malformasi arteriovenous, terjadi hubungan persambungan pembuluh
darah arteri, sehingga darah arteri langsung masuk vena.
 Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalan
dan degenerasi pembuluh darah.

4. Hypoksia Umum

a. Hipertensi yang parah.

b. Cardiac Pulmonary Arrest

c. Cardiac output turun akibat aritmia

5. Hipoksia setempat

a. Spasme arteri serebral , yang disertai perdarahan subarachnoid.

b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.

Tanda dan gejala


1. Kehilangan/menurunnya kemampuan motorik.
2. Kehilangan/menurunnya kemampuan komunikasi.
3. Gangguan persepsi.
4. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik.
5. Disfungsi : 12 syaraf kranial, kemampuan sensorik, refleks otot,
kandung kemih

Patofisiologi

Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola yang berdiameter 100-400


mcmeter mengalami perubahan patologik pada dinding pembuluh darah
tersebut berupa hipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma
tipe Bouchard. Arteriol-arteriol dari cabang-cabang lentikulostriata, cabang
tembus arteriotalamus dan cabang-cabang paramedian arteria vertebro-
basilar mengalami perubahan-perubahan degeneratif yang sama. Kenaikan
darah yang “abrupt” atau kenaikan dalam jumlah yang secara mencolok dapat
menginduksi pecahnya pembuluh darah terutama pada pagi hari dan sore
hari.

Jika pembuluh darah tersebut pecah, maka perdarahan dapat berlanjut


sampai dengan 6 jam dan jika volumenya besarakan merusak struktur
anatomi otak dan menimbulkan gejala klinik.

Jika perdarahan yang timbul kecil ukurannya, maka massa darah hanya dapat
merasuk dan menyela di antara selaput akson massa putih tanpa
merusaknya. Pada keadaan ini absorbsi darah akan diikutioleh pulihnya
fungsi-fungsi neurologi. Sedangkan pada perdarahan yang luas terjadi
destruksi massa otak, peninggian tekanan intrakranial dan yang lebih berat
dapat menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen
magnum.

Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan
perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak.
Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan
otak di nukleus kaudatus, talamus dan pons.

Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif


banyak akan mengakibatkan peningian tekanan intrakranial dan mentebabkan
menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak.
Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat
menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah yang
terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi. Jumlah darah yang keluar
menentukan prognosis. Apabila volume darah lebih dari 60 cc maka resiko
kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam dan 71 % pada perdarahan
lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara 30-
60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75 % tetapi volume darah
5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal. (Jusuf Misbach, 1999).
Pathway Stroke

Pathway Stroke
Klasifikasi

1. Patologi serangan stroke.

a. Stroke Hemoragik

Stroke Hemoragik adalah disfungsi neurologis fokal yang akut dan


disebabkan oleh perdarahan primer subtansi otak yang terjadi secara spontan
bukan oleh karena trauma kapitis, disebabkan oelh karena pecahnya
pembuluh arteri, vena, dan kapiler. Perdarahan otak dibagi dua, yaitu ;

1) Perdarahan Intra Cerebri

Pecahnya pembuluh darah terutama karena hipertensi mengakibatkan darah


masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang menekan jaringan
otak dan menimbulkan edema otak.

2) Perdarahan Sub Araknoid

Gejala PIS PSA


Timbulnya Dalam 1 jam 1-2 menit
Nyeri Kepala Hebat Sangat hebat
Kesadaran Menurun Menurun
sementara
Kejang Umum Sering fokal
Tanda rangsangan +/- +++
meningeal
Hemiparese ++ +/-
Gangguan saraf otak + +++

3) Stroke Non Hemoragik/Iskemik

Biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur, atau di pagi
hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadii iskemia yang menimbulkan
hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder serta kesadaran
umumnya baik.

1) Perjalanan penyakit/stadium.

a) TIA
Gangguan neurologis lokal yang terjadi selama beberapa menit sampai
dengan beberapa jam dan gejala yang timbul akan hilang dengan spontan
dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.

b) Stroke Involusi

Stroke yang masih terjadi terus sehingga gangguan neurologis semakin


berat/buruk dan berlangsung selama 24 jam/beberapa hari.

c) Stroke Komplet

Gangguan neurologis yang timbul sedah menetap, dapat diawali oleh


serangan TIA berulang.

Pemeriksaan Diagnostik

1. CT Scan

Memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya


jaringan otak yang infark atau iskemia, serta posisinya secara pasti. Hasil
pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ke
ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.

2. MRI

Dengan menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi sertaa


besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya
didapatkan area yang mengalami lesi dan infark dari hemoragik.

3. Angiografi Serebri

Membantu menemukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti


perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber
perdarahan seperti aneurimsa atau malformasi vaskuler.

4. USG Doppler

Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis)


5. EEG

Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak
dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan
otak.

6. Sinar X tengkorak

Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pienal daerah yang


berlawanan dari massa yang luas, kalsifikasi karotis interna terdapat pada
trombosis serebral; kalsifikasi parsial dinding aneurisma pada perdarahan
subarakhnoid.

7. Pungsi Lumbal

Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal
menunjukkan adanya hemoragik pada subarakhnoid atau perdarahan pada
intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukkan adanya proses
inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna
likuor masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.

8. Pemeriksaan Laboratorium

1. Darah rutin
2. Gula darah
3. Urine rutin
4. Cairan serebrospinal
5. Analisa gas darah (AGD)
6. Biokimia darah
7. Elektrollit

KOMPLIKASI
1.Bahu yang kaku
Sebagian penderita struk akan menderita perasaan nyeri dan kaku pada bahu di sisi
yang sakit. Ada tiga penyebab keadaan ini pertama, sendi bahu memerlukan kisaran
gerakan yang penuh di sepanjang hari. Jika hal ini terjadi, nyeri hebat dapat terasa
ketika bahu tersebut digerakkan. Kedua, lengan yang lumpuh merupakan beban yang
sangat berat sehingga bila tidak tersangga akan mengakibatkan pembengkakkan, rasa
nyeri serta kekakuan pada sendi tersebut. Penyebab ketiga yang paling sering
menimbulkan kekakuan bahu adalah kerusakan yang terjadi ketika penderita diangkat
secara ceroboh dengan memgang ketiaknya-bagian sendi dapat robek dan mengalami
inflamasi akibat pengangkatan ini.

2.Pneumonia

Akibat gangguan pada gerakan menelan, mobilitas dan pengembangan paru, serta
batuk yang parah setelah serangan stroke, maka dapat terjadi peradangan di dalam
rongga dada dan kadang-kadang pneumonia.
Trombosis vena provundus dan emboli pulmoner
Suatu trombus atau bekuan darah sangat sering terbentuk di dalam pembuluh darah
balik pada tungkai yang lumpuh, khususnya di daerah betis. Keadaan ini dapat
mengakibatkan pembengkakan pada pergelangan kaki di sisi tersebut, dengan nyeri
tekan pada otot betis. Kadang-kadang seluruh tungkai dapat membengkak dan terasa
nyeri atau pagal. Karena adanya tambahan cairan di dalam tungkai, gerakan kaki akan
terganggu. Kadang kala trombus dari pembuluh darah balik terlepas dan membentuk
suatu embolus yang terbawa darah ke dalam paru dan kemudian menyumbat satu atau
lebih arteri pulmonalis yang memperdarahi paru-paru. Keadaan ini mengakibatkan
kelainan emboli pulmoner yang kadang-kadanag dapat menimbulkan kematian setelah
serangan stroke. Gejalanya nyeri dada dan sesak napas.
3.Dekubitus
Karena penderita mengalami kelumpuhan dan kehilangan perasaanya, dekubitus selalu
menjadi ancaman khususnya di daerah bokong, panggul, pergelangan kaki, tumit, dan
bahkan telinga. Dekubitus dapat menimbulkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan suatu
infeksi sehingga kulit luka pada permukaannya dan kuman dapat masuk.

4.Kejang (konvulsi)
Beberapa penderita stroke dapat mengalami serangan kejang pada hari-hari pertama
setelah serangan. Serangan ini dapat berupa kedutan atau (twiching) atau kejang kaku
(spasme) pada otot, pernapasan yang berisik, lidah yang tergigit, mulut yang berbuih,
inkontinensia dan kehilangan kesadaran dalam waktu yang singkat. Serangan ini lebih
besar kemungkinannya terjadi bila korteks serebri sendiri telah terkena, daripada
serangan stroke yang mengenai struktur otak yang lebih dalam. Kemungkinan lain
disebabkan oleh emboli serebral.
5.Problem kejiwaan
Penderita sering mengalami depresi setelah serangan stroke. Disamping rasa rendah
diri yang bisa dipahami sebagai suatu reaksi emosional terhadap kemunduran kualitas
keberadaan mereka. Depresi merupakan penyebab utama yang menerangkan
mengapa penderita tidak mampu bereaksi dengan kecepatan yang normal terhadap
seyiap upaya remobilisasi. (Thomas, 1988: 46)

Penatalaksanaan

Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis sebagai


berikut:

1. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan :

a. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan


lendir yang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu
pernafasan.

b. Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk usaha


memperbaiki hipotensi dan hipertensi.

2. Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.

3. Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter.

4. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat


mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan
gerak pasif.

Pengobatan Konservatif

1. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral ( ADS ) secara


percobaan, tetapi maknanya :pada tubuh manusia belum dapat
dibuktikan.
2. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra
arterial.
3. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat
reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi
alteroma.

Pengobatan Pembedahan

Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral :

1. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan


membuka arteri karotis di leher.
2. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan
manfaatnya paling dirasakan oleh pasien TIA.
3. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
4. Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.

Pencegahan Stroke

1. Hindari merokok, kopi, dan alkohol.


2. Usahakan untuk dapat mempertahankan berat badan ideal (cegah
kegemukan).
3. Batasi intake garam bagi penderita hipertensi.
4. Batasi makanan berkolesterol dan lemak (daging, durian, alpukat, keju,
dan lainnya).
5. Pertahankan diet dengan gizi seimbang (banyak makan buah dan
sayuran)
6. Olahraga secara teratur.

Penanganan dan perawatan stroke di rumah

1. Berobat secara teratur ke dokter.


2. Jangan menghentikan atau mengubah dan menambah dosis obat tanpa
petunjuk dokter.
3. Minta bantuan petugas kesehatan atau fisioterapi untuk memulihkan
kondisi tubuh yang lemah atau lumpuh.
4. Perbaiki kondisi fisik dengan latihan teratur di rumah.
5. Bantu kebutuhan klien.
6. Motivasi klien agar tetap bersemangat dalam latihan fisik.
7. Periksa tekanan darah secara teratur.
8. Segera bawa klien/pasien ke dokter atau rumah sakit jika timbul tanda
dan gejala stroke.

Asuhan Keperawatan

Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan untuk


mengenal masalah klien, agar dapat memberi arah kepada tindakan
keperawatan. Tahap pengkajian terdiri dari tiga kegiatan, yaitu pengumpulan
data, pengelompokkan data dan perumusan diagnosis keperawatan.
(Lismidar, 1990)

a Pengumpulan data

Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang status kesehatan


klien yang menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial budaya, spiritual,
kognitif, tingkat perkembangan, status ekonomi, kemampuan fungsi dan gaya
hidup klien. (Marilynn E. Doenges et al, 1998)

1) Identitas klien

Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,
nomor register, diagnose medis.

2) Keluhan utama

Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo,


dan tidak dapat berkomunikasi. (Jusuf Misbach, 1999)

3) ÿ0ÿwidctlparÿÿÿÿaspnumRiwayat penyakit sekarang

Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada


saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual,
muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan
separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain. (Siti Rochani, 2000)

4) Riwayat penyakit dahulu


Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat
trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti
koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan. (Donna D.
Ignativicius, 1995)

5) Riwayat penyakit keluarga

Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes


militus. (Hendro Susilo, 2000)

6) Riwayat psikososial

Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan,
pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga
faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan
keluarga.

7) Pola-pola fungsi kesehatan

a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat

Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat


kontrasepsi oral.

b) Pola nutrisi dan metabolisme

Adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah


pada fase akut.

c) Pola eliminasi

Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola defekasi biasanya terjadi
konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.

d) Pola aktivitas dan latihan

Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori


atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah

e) Pola tidur dan istirahat


Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri
otot

f) Pola hubungan dan peran

Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran


untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.

g) Pola persepsi dan konsep diri

Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak
kooperatif.

h) Pola sensori dan kognitif

Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/kekaburan


pandangan, perabaan/sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas yang
sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan proses
berpikir.

i) Pola reproduksi seksual

Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa pengobatan


stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis histamin.

j) Pola penanggulangan stress

Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena


gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.

k) Pola tata nilai dan kepercayaan

Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak stabil,
kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.

8) Pemeriksaan fisik

a) Keadaan umum

1. Kesadaran : umumnya mengelami penurunan kesadaran


2. Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti,
kadang tidak bisa bicara
3. Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi

b) Pemeriksaan integumen

1. Kulit : jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga
dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol
karena klien CVA Bleeding harus bed rest 2-3 minggu
2. Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
3. Rambut : umumnya tidak ada kelainan

c) Pemeriksaan kepala dan leher

1. Kepala : bentuk normocephalik


2. Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi
3. Leher : kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998)

d) Pemeriksaan dada

Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing


ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan
refleks batuk dan menelan.

e) Pemeriksaan abdomen

Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan kadang
terdapat kembung.

f) Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus

Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine

g) Pemeriksaan ekstremitas

Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.

h) Pemeriksaan neurologi
1. Pemeriksaan nervus cranialis, Umumnya terdapat gangguan nervus
cranialis VII dan XII central.
2. Pemeriksaan motorik, Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan
pada salah satu sisi tubuh.
3. Pemeriksaan sensorik, Dapat terjadi hemihipestesi.
4. Pemeriksaan refleks, Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh
akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul
kembali didahuli dengan refleks patologis.(Jusuf Misbach, 1999)

9) Pemeriksaan penunjang

a) Pemeriksaan radiologi

1. CT scan : didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel,


atau menyebar ke permukaan otak. (Linardi Widjaja, 1993)
2. MRI : untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik. (Marilynn
E. Doenges, 2000)
3. Angiografi serebral : untuk mencari sumber perdarahan seperti
aneurisma atau malformasi vaskuler. (Satyanegara, 1998)
4. Pemeriksaan foto thorax : dapat memperlihatkan keadaan jantung,
apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu
tanda hipertensi kronis pada penderita stroke. (Jusuf Misbach, 1999)

b) Pemeriksaan laboratorium

1. Pungsi lumbal : pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada


perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya
warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
(Satyanegara, 1998)
2.
3. Pemeriksaan darah rutin
4.
5. Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia.
Gula darah dapat mencapai 250 mg dalajm serum dan kemudian
berangsur-angsur turun kembali. (Jusuf Misbach, 1999)
6.
7. Pemeriksaan darah lengkap : unutk mencari kelainan pada darah itu
sendiri. (Linardi Widjaja, 1993)
Konsep Asuhan Keperawatan Stroke

Analisa data

Analisa data merupakan kegiatan intelektual yang meliputi kegiatan


mentabulasi, mengklasifikasi, mengelompokkan, mengkaitkan data dan
akhirnya menarik kesimpulan.

Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan merupaka suatu pernyataan dari masalah pasien yang


nyata ataupun potensial dan membutuhkan tindakan keperawatan sehingga
masalah pasien dapat ditanggulangi atau dikurangi. (Lismidar, 1990)

1. Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan


intracerebral. (Marilynn E. Doenges, 2000)
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia
(Donna D. Ignativicius, 1995)
3. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan sensori,
penurunan penglihatan ( Donna D. Ignativicius, 1995)
4. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi
darah otak (Donna D. Ignativicius, 1995)
5. Gangguan eliminasi alvi(konstipasi) berhubungan dengan imobilisasi,
intake cairan yang tidak adekuat (Donna D. Ignativicius, 1995)
6. Resiko gangguan nutrisi berhubungan dengan kelemahan otot
mengunyah dan menelan ( Barbara Engram, 1998)
7. Kurangnya pemenuhan perawatan diri yang berhubungan dengan
hemiparese/hemiplegi (Donna D. Ignativicius, 1995)
8. Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan tirah baring lama
(Barbara Engram, 1998)
9. Resiko ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan
penurunan refleks batuk dan menelan.(Lynda Juall Carpenito, 1998)
10. Gangguan eliminasi uri (inkontinensia uri) yang berhubungan
dengan lesi pada upper motor neuron (Lynda Juall Carpenito, 1998)

Perencanaan atau intervensi

Setelah merumuskan diagnosa keperawatan maka perlu dibuat perencanaan


intervensi keperawatan dan aktivitas keperawatan. Tujuan perencanaan
adalah untuk mengurangi, menghilangkan dan mencegah masalah
keperawatan klien. Tahapan perencanaan keperawatan klien adalah
penentuan prioritas diagnosa keperawatan,penetuan tujuan, penetapan
kriteria hasil dan menntukan intervensi keperawatan.

Rencana keperawatan dari diagnosa keperawatan diatas adalah :

Diagnosa 1.

Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan intra


cerebral

1) Tujuan :

Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal

2) Kriteria hasil :

 Klien tidak gelisah


 Tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang.
 GCS 456
 Pupil isokor, reflek cahaya (+)
 Tanda-tanda vital normal(nadi : 60-100 kali permenit, suhu: 36-36,7 C,
pernafasan 16-20 kali permenit)

3) Rencana tindakan

1. Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab


peningkatan TIK dan akibatnya
2. Anjurkan kepada klien untuk bed rest totat
3. Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelain tekanan intrakranial
tiap dua jam
4. Berikan posisi kepala lebib tinggi 15-30 dengan letak jantung (beri
bantal tipis)
5. Anjurkan klien untuk menghindari batukdan mengejan berlebihan
6. Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung
7. Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat neuroprotektor

4) Rasional
 Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan
 Untuk mencegah perdarahan ulang
 Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien secara dini dan
untuk penetapan tindakan yang tepat
 Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan draimage vena dan
memperbaiki sirkulasi serebral
 Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra kranial dan
potensial terjadi perdarahan ulang
 Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan kenaikan
TIK. Istirahat total dan ketenagngan mingkin diperlukan untuk
pencegahan terhadap perdarahan dalam kasus stroke hemoragik /
perdarahan lainnya
 Memperbaiki sel yang masih viabel

Diagnosa 2.

Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplegia

1) Tujuan :

Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya

2) Kriteria hasil

 Tidak terjadi kontraktur sendi


 Bertabahnya kekuatan otot
 Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas

3) Rencana tindakan

 Ubah posisi klien tiap 2 jam


 Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstrimitas yang
tidak sakit
 Lakukan gerak pasif pada ekstrimitas yang sakit
 Berikan papan kaki pada ekstrimitas dalam posisi fungsionalnya
 Tinggikan kepala dan tangan
 Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuklatihan fisik klien
4) Rasional

 Menurunkan resiko terjadinnya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah


yang jelek pada daerah yang tertekan
 Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot serta
memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan
 Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih
untuk digerakkan

Diagnosa 3.

Gangguan persepsi sensori baerhubungan dengan penurunan sensori


penurunan penglihatan

1) Tujuan :

Meningkatnya persepsi sensorik secara optimal.

2) Kriteria hasil :

 Adanya perubahan kemampuan yang nyata


 Tidak terjadi disorientasi waktu, tempat, orang

3) Rencana tindakan

 Tentukan kondisi patologis klien


 Kaji gangguan penglihatan terhadap perubahan persepsi
 Latih klien untuk melihat suatu obyek dengan telaten dan seksama
 Observasi respon perilaku klien, seperti menangis, bahagia,
bermusuhan, halusinasi setiap saat
 Berbicaralah dengan klien secara tenang dan gunakan kalimat-kalimat
pendek

4) Rasional

 Untuk mengetahui tipe dan lokasi yang mengalami gangguan, sebagai


penetapan rencana tindakan
 Untuk mempelajari kendala yang berhubungan dengan disorientasi
klien
 Agar klien tidak kebingungan dan lebih konsentrasi
 Untuk mengetahui keadaan emosi klien
 Untuk memfokuskan perhatian klien, sehingga setiap masalah dapat
dimengerti.
 Gangguan komunikasi verbal yang berhubungan dengan penurunan
sirkulasi darah otak

1) Tujuan

Proses komunikasi klien dapat berfungsi secara optimal

2) Kriteria hasil

 Terciptanya suatu komunikasi dimana kebutuhan klien dapat dipenuhi


 Klien mampu merespon setiap berkomunikasi secara verbal maupun
isarat

3) Rencana tindakan

 Berikan metode alternatif komunikasi, misal dengan bahasa isarat


 Antisipasi setiap kebutuhan klien saat berkomunikasi
 Bicaralah dengan klien secara pelan dan gunakan pertanyaan yang
jawabannya “ya” atau “tidak”.
 Anjurkan kepada keluarga untuk tetap berkomunikasi dengan klien
 Hargai kemampuan klien dalam berkomunikasi
 Kolaborasi dengan fisioterapis untuk latihan wicara

4) Rasional

 Memenuhi kebutuhan komunikasi sesuai dengan kemampuan klien


 Mencegah rasa putus asa dan ketergantungan pada orang lain
 Mengurangi kecemasan dan kebingungan pada saat komunikasi
 Mengurangi isolasi sosial dan meningkatkan komunikasi yang efektif
 Memberi semangat pada klien agar lebih sering melakukan komunikasi
 Melatih klien belajar bicara secara mandiri dengan baik dan benar
Diagnosa 4.

Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan hemiparese/hemiplegi

1) Tujuan

Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi

2) Kriteria hasil

 Klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan


kemampuan klien 
 Klien dapat mengidentifikasi sumber pribadi/komunitas untuk
memberikan bantuan sesuai kebutuhan

3) Rencana tindakan

 Tentukan kemampuan dan tingkat kekurangan dalam melakukan


perawatan diri 
 Beri motivasi kepada klien untuk tetap melakukan aktivitas dan beri
bantuan dengan sikap sungguh 
 Hindari melakukan sesuatu untuk klien yang dapat dilakukan klien
sendiri, tetapi berikan bantuan sesuai kebutuhan 
 Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukannya
atau keberhasilannya 
 Kolaborasi dengan ahli fisioterapi/okupasi

4) Rasional

 Membantu dalam mengantisipasi/merencanakan pemenuhan


kebutuhan secara individual
 Meningkatkan harga diri dan semangat untuk berusaha terus-menerus
 Klien mungkin menjadi sangat ketakutan dan sangat tergantung dan
meskipun bantuan yang diberikan bermanfaat dalam mencegah
frustasi, adalah penting bagi klien untuk melakukan sebanyak mungkin
untuk diri-sendiri untuk emepertahankan harga diri dan meningkatkan
pemulihan
 Meningkatkan perasaan makna diri dan kemandirian serta mendorong
klien untuk berusaha secara kontinyu
 Memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan rencana
terapi dan mengidentifikasi kebutuhan alat penyokong khusus

Diagnosa 5.

Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


kelemahan otot mengunyah dan menelan

1) Tujuan

Tidak terjadi gangguan nutrisi

2) Kriteria hasil

 Berat badan dapat dipertahankan/ditingkatkan


 Hb dan albumin dalam batas normal

3) Rencana tindakan

 Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah, menelan dan reflek


batuk
 Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada waktu, seama dan sesudah
makan
 Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara manual
dengan menekan ringan diatas bibir/dibawah gagu jika dibutuhkan
 Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak terganggu
 Berikan makan dengan berlahan pada lingkungan yang tenang
 Mulailah untuk memberikan makan peroral setengah cair, makan lunak
ketika klien dapat menelan air
 Anjurkan klien menggunakan sedotan meminum cairan
 Anjurkan klien untuk berpartisipasidalam program latihan/kegiatan
 Kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan ciran melalui iv atau
makanan melalui selang

4) Rasional
 Untuk menetapkan jenis makanan yang akan diberikan pada klien
 Untuk klien lebih mudah untuk menelan karena gaya gravitasi
 Membantu dalam melatih kembali sensori dan meningkatkan kontrol
muskuler
 Memberikan stimulasi sensori (termasuk rasa kecap) yang dapat
mencetuskan usaha untuk menelan dan meningkatkan masukan
 Klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa adanya
distraksi/gangguan dari luar
 Makan lunak/cairan kental mudah untuk mengendalikannya didalam
mulut, menurunkan terjadinya aspirasi
 Menguatkan otot fasial dan dan otot menelan dan merunkan resiko
terjadinya tersedak
 Mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti dan juga
makanan jika klien tidak mampu untuk memasukkan segala sesuatu
melalui mulut

Diagnosa 6.

Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubngan dengan imobilisasi, intake


cairan yang tidak adekuat

1) Tujuan
Klien tidak mengalami kopnstipasi
2) Kriteria hasil

 Klien dapat defekasi secara spontan dan lancar tanpa menggunakan


obat

 Konsistensifses lunak

 Tidak teraba masa pada kolon ( scibala )

 Bising usus normal ( 15-30 kali permenit )

3) Rencana tindakan
 Berikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang penyebab
konstipasi
 Auskultasi bising usus
 Anjurkan pada klien untuk makan maknanan yang mengandung serat
 Berikan intake cairan yang cukup (2 liter perhari) jika tidak ada
kontraindikasi
 Lakukan mobilisasi sesuai dengan keadaan klien
 Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian pelunak feses (laxatif,
suppositoria, enema)

4) Rasional

 Klien dan keluarga akan mengerti tentang penyebab obstipasi


 Bising usu menandakan sifat aktivitas peristaltik
 Diit seimbang tinggi kandungan serat merangsang peristaltik dan
eliminasi reguler
 Masukan cairan adekuat membantu mempertahankan konsistensi feses
yang sesuai pada usus dan membantu eliminasi reguler
 Aktivitas fisik reguler membantu eliminasi dengan memperbaiki tonus
oto abdomen dan merangsang nafsu makan dan peristaltik
 Pelunak feses meningkatkan efisiensi pembasahan air usus, yang
melunakkan massa feses dan membantu eliminasi

Diagnosa 7.

Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama

1) Tujuan

Klien mampu mempertahankan keutuhan kulit

2) Kriteria hasil

 Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka


 Klien mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka
 Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka

3) Rencana tindakan
 Anjurkan untuk melakukan latihan ROM (range of motion) dan
mobilisasi jika mungkin
 Rubah posisi tiap 2 jam
 Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di bawah daerah-
daerah yang menonjol
 Lakukan massage pada daerah yang menonjol yang baru mengalami
tekanan pada waktu berubah posisi
 Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar
terhadap kehangatan dan pelunakan jaringan tiap merubah posisi
 Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin hindari trauma, panas
terhadap kulit

4) Rasional

 Meningkatkan aliran darah kesemua daerah


 Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah
 Menghindari tekanan yang berlebih pada daerah yang menonjol
 Menghindari kerusakan-kerusakan kapiler-kapiler
 Hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan
 Mempertahankan keutuhan kulit

Diagnosa 8.

Resiko terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan


dengan menurunnya refleks batuk dan menelan, imobilisasi
1) Tujuan :

Jalan nafas tetap efektif.

2) Kriteria hasil :

 Klien tidak sesak nafas


 Tidak terdapat ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan
 Tidak retraksi otot bantu pernafasan
 Pernafasan teratur, RR 16-20 x per menit

3) Rencana tindakan :
 Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang sebab dan akibat
ketidakefektifan jalan nafas
 Rubah posisi tiap 2 jam sekali
 Berikan intake yang adekuat (2000 cc per hari)
 Observasi pola dan frekuensi nafas
 Auskultasi suara nafas
 Lakukan fisioterapi nafas sesuai dengan keadaan umum klien

4) Rasional :

 Klien dan keluarga mau berpartisipasi dalam mencegah terjadinya


ketidakefektifan bersihan jalan nafas
 Perubahan posisi dapat melepaskan sekret darim saluran pernafasan
 Air yang cukup dapat mengencerkan sekret
 Untuk mengetahui ada tidaknya ketidakefektifan jalan nafas
 Untuk mengetahui adanya kelainan suara nafas
 Agar dapat melepaskan sekret dan mengembangkan paru-paru

Diagnosa 9

Gangguan eliminasi uri (incontinensia uri) yang berhubungan dengan


kehilangan tonus kandung kemih, kehilangan kontrol sfingter, hilangnya isarat
berkemih.

1) Tujuan :
Klien mampu mengontrol eliminasi urinya
2) Kriteria hasil :

 Klien akan melaporkan penurunan atau hilangnya inkontinensia


 Tidak ada distensi bladder

3) Rencana tindakan :

 Identifikasi pola berkemih dan kembangkan jadwal berkemih sering


 Ajarkan untuk membatasi masukan cairan selama malam hari
 Ajarkan teknik untuk mencetuskan refleks berkemih (rangsangan
kutaneus dengan penepukan suprapubik, manuver regangan anal)
 Bila masih terjadi inkontinensia, kurangi waktu antara berkemih pada
jadwal yang telah direncanakan
 Berikan penjelasan tentang pentingnya hidrasi optimal (sedikitnya 2000
cc per hari bila tidak ada kontraindikasi)

4) Rasional :

 Berkemih yang sering dapat mengurangi dorongan dari distensi


kandung kemih yang berlebih
 Pembatasan cairan pada malam hari dapat membantu mencegah
enuresis
 Untuk melatih dan membantu pengosongan kandung kemih
 Kapasitas kandung kemih mungkin tidak cukup untuk menampung
volume urine sehingga memerlukanuntuk lebih sering berkemih
 Hidrasi optimal diperlukan untuk mencegah infeksi saluran perkemihan
dan batu ginjal.

Implementasi atau Pelaksanaan

Pelaksanaan asuhan keperawatan ini merupakan realisasi dari rencana


tindakan keperawatan yang diberikan pada klien.

Evaluasi

Evaluasi merupakan langkah akhir dalam proses keperawatan. Evaluasi


adalah kegiatan yang di sengaja dan terus-menerus dengan melibatkan klien,
perawat, dan anggota tim kesehatan lainnya. Dalam hal ini diperlukan
pengetahuan tentang kesehatan, patofisiologi, dan strategi evaluasi. Tujuan
evaluasi adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan
tercapai atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang. (Lismidar, 1990).
Daftar Pustaka

Batticaca, Fransisca B. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan


Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika

Brunner and Suddarth, , 2001, Keperawatan Medikal Bedah,EGC, Jakarta.


Brunner, I, S dan Suddarnth, Drs (2002) Buku Ajaran Keperawatan Medical
Bedah Vol2 Jakarta: EGC
Carwin, J, E (2001) Buku Saku Patofisiologi, Jakarta: EGC

Carpenito Lynda Juall. 1999. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: EGC.
Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan

Pendokumentasian Perawatan Pasien, EGC, Jakarta.

Gleadle, Jonathan., 2005, Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik, EMS, Jakarta. Henderson Leila.
2002. Stroke Panduan Perawatan. Jakarta: Arcan.

Kowalak. 2003. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta EGC.

Listiono L. Djoko. 1998. Ilmu Bedah Saraf Satyanegara Edisi III. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.

Long Barbara. C. 1996. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Marilynn E, Doengoes, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3,


Jakarta, EGC, 2000

Masjoer Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga Jilid Kedua. Jakarata: Media
Aesculapius.
Mardjono Mahar, Sidharta Priguna., 2006, Neurologi Klinis Dasar , P.T Dian Rakyat,
Jakarta. Gleadle, Jonathan., 2005, Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik, EMS, Jakarta.

Misbach, Jusuf. 2011. STROKE ASPEK DIAGNOSTIK,


PATOFISIOLOGI, MANAJEMEN. Jakarta : Badan Penerbit FKUI

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan


Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika

Price Sylvia. 2003. Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Price, S.A., dan Wilson, L.M, 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit,
EGC, Jakarta

Smeltzer, Suzanne C dan Bare, Brenda G. 2002. BUKU AJAR


Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8. Jakarta :
EGC

Thomas D.J. 1995. Stroke dan Pencegahannya. Jakarta: Arcan.

Widjaja Winardi. 1992. Simposium Tatalaksana Stroke 1992. Surabaya: IDASI.

Anda mungkin juga menyukai