Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN


RHABDOMYOSARCOMA

OLEH

I KADEK INDRAYANA

(189011997)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

STIKES WIRA MEDIKA BALI

DENPASAR

2018
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
RHABDOMYOSARCOMA

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Definisi
Rhabdomyosarcoma berasal dari bahasa Yunani, (rhabdo yang artinya
bentuk lurik, dan myo yang artinya otot). Rhabdomyosarcoma merupakan
suatu tumor ganas yang aslinya berasal dari jaringan lunak (soft tissue)
tubuh, termasuk jaringan otot, tendon dan connective tissue.
Rhabdomyosarcoma adalah tumor yang sangat agresif dan cenderung
berinfiltrasi di permukaan dan dalam jaringan di sekitarnya dan juga
menyebar secara limfogen dan hematogen. (Djajadiman Gatot dan Bulan
G.M. 2005).
Weber pertama kali mengemukakan rhabdomyosarcoma pada tahun
1854, namun gambaran histopatologis baru didapatkan pada tahun 1946,
ketika Stout menemukan kelainan morfologi dari rhabdomyoblast. Sesuai
dengan namanya, tumor ini diperkirakan berasal dari sel otot primitif.
Meskipun tumor ini diperkirakan berasal dari sel otot primitif, namun tumor
ini dapat timbul dimana saja kecuali tulang. Bagian yang tersering adalah
kepala dan leher (28%), ekstremitas (24%), saluran kemih (18%), rongga
dada (11%), mata (7%), dan retroperitonium (6%). Rhabdomyosarcoma
muncul di tempat lain kurang dari 3% penderita. Tipe botryoid sering
terdapat pada kandung empedu, vagina, dan saluran THT. Lesi pada
ekstremitas sering kali merupakan tipe alveolar. Proses metastase sering
terjadi pada paru, tulang, sumsum tulang, kelenjar getah bening, payudara,
dan otak.

2. Epidemiologi
Secara umum, tumor ini dapat dikatakan memiliki insidensi yang
relative jarang. Insidensi rhabdomyosarcoma yakni sekitar 4,3 kasus per satu
juta kasus yang lebih banyak terjadi pada anak-anak. Rhabdomyosarcoma
merupakan keganasan pada anak dengan presentase sekitar 5% dari
keseluruhan keganasan pada anak dan 20% dari bentuk keganasan di
jaringan lunak yang terjadi pada anak. Usia rata-rata anak yang mengalami
rhabdomyosarcoma yaitu anak usia dibawah 15 tahun, dengan perbandingan
laki-laki dan perempuan 5:3. Terdapat dua puncak angka kejadian, yang
pertama diantara 2-5 tahun dan yang kedua pada masa adolsen (15-19
tahun).

3. Etiologi
Penyebab dari rhabdomyosarcoma sendiri sampai saat ini belum jelas.
Beberapa sindroma genetik dan faktor lingkungan dikatakan berkaitan
dengan peningkatan prevalensi dari rhabdomyosarcoma.
a. Beberapa sindroma genetik yang berhubungan dengan angka kejadian
rhabdomyosarcoma :
1) Li-Fraumeni syndrome : Gangguan genetik bawaan yang jarang
terjadi yang umumnya disebabkan oleh mutasi gen pada gen
supresor tumor p53. Kelainan ini mengurangi kemampuan tubuh
untuk menghentikan pertumbuhan sel yang menghasilkan
pembentukan tumor kanker. Pasien dengan LFS memiliki
peningkatan risiko mengembangkan berbagai jenis kanker termasuk
RMS, leukemia, dan kanker payudara, antara lain.
2) Beckwith-Wiedemann syndrome : Gangguan regulasi pertumbuhan
yang meningkatkan risiko tumor pada masa kanak-kanak serta
hipoglikemia dan kelainan ginjal. Sindrom ini terkait dengan
perubahan gen kromosom 11 dan dapat diwariskan dari generasi ke
generasi dalam sebuah keluarga.
3) Costello’s syndrome : Tanda-tanda gangguan ini termasuk kelainan
skelet, tonus otot yang lemah, dan kelainan struktural otak. Dimulai
pada anak usia dini, pasien dengan gangguan ini berada pada
peningkatan risiko mengembangkan tumor kanker termasuk
rhabdomyosarcoma.
b. Beberapa faktor lingkungan yang diduga berperan dengan prevalensi
rhabdomyosarcoma :
1. Penggunaan orang tua terhadap ganja dan kokain
2. Penyinaran sinar X
3. Makanan dan pola makan
4. Penggunaan alkohol sebelumnya
5. Kontak dengan zat-zat karsinogen di daerah tempat bekerja
khususnya pada orang dewasa

4. Patofisiologi
Meskipun rhabdomyosarcoma berasal dari sel otot skeletal, tumor ini
bisa menyerang bagian manapun dari tubuh kecuali tulang. Botrioid adalah
bentuk dari embrional rhabdomyosarcoma yang berasal dari mukosa daerah
yang berongga, seperti kandung kencing, vagina, nasofaring dan telinga
tengah. Lesi pada ekstremitas lebih lebih banyak merupakan alveolar
rhabdomyosarcoma. Metastasis ditemukan terutama di paru, sumsum tulang,
tulang, kelenjar limfe, payudara dan otak.
Walaupun merupakan tumor yang paling sering dijumpai pada anak-
anak, etiologi dari rhabdomyosarcoma tidak diketahui. Rhabdomyosarcoma
diduga timbul dari mesemkim embrional yang sama dengan otot serat
lintang. Atas dasar gambaran mikroskopik cahaya, rhabdomyosarcoma
termasuk kelompok “tumor sel bulat kecil”, yang meliputi sarkoma Ewing,
neuroblastoma, tumor neuroektodermal primitif dan limfoma non hodgkin.
Diagnosis pasti adalah histopatologi atau perlu ditambah pemeriksaan
imunohistokimia dengan menggunakan antibodi terhdap otot skelet (desmin,
aktin khas otot) dan mikroskop elektron untuk membedakan gambaran khas.

5. Klasifikasi
a. Alveolar rhabdomyosarcoma cancer (ARMS) - ARMS agresif dan
tumbuh cukup cepat. Dengan demikian, pasien memerlukan perawatan
intensif segera. Ini lebih sering terjadi pada anak-anak yang lebih tua
atau remaja dan biasanya dimulai di kaki, lengan atau badan.
b. Embryonal rhabdomyosarcoma (ERMS) - Umumnya menyerang anak-
anak di bawah lima tahun dan biasanya dimulai di organ reproduksi,
kepala dan leher, dan kandung kemih.
c. Anaplastic rhabdomyosarcoma - Jenis paling umum yang lebih umum
pada orang dewasa daripada anak-anak.

6. Gejala Klinis
Gejala klinik sesuai dengan tempat di mana tumor tersebut tumbuh:
a. Kepala dan leher : jika mengenai mata atau alis mata, maka dapat
menyebabkan mata menonjol, bengkak pada palpebra, atau paralisis
otot-otot mata. Jika mengenai sinus, maka dapat menyebabkan hidung
tersumbat, terkadang sekret hidung berupa darah atau nanah. Bila
mengenai parameningeal, maka dapat terjadi kelumpuhan saraf kranial.
(William.W.H., Levin.M.J., Sondhimer.J.M., Deterding.R.R., 2005).
Pada lokasi lain kepala dan leher, gejala umum yang timbul adalah
benjolan yang tidak sakit atau bengkak yang cepat membesar.
Rhabdomyosarcoma yang terdapat dekat dengan tulang tengkorak
b. Tractus genitourinaria : sulit berkemih, hematuria, kontipasi, benjolan
pada vagina, sekret vagina yang mengandung darah, atau pembesaran
salah satu scrotum namun tidak sakit.
c. Ekstremitas dan batang tubuh : berupa benjolan dengan atau tanpa rasa
sakit, lunak, dan berwarna kemerahan. (Rudolph. A. M., 2002.)
Intergroup Rhabdomyosarcoma Study (IRS) membuat klasifikasi
laboratoris dan pembedahan untuk rhabdomyosarcoma yaitu :
a. Kelompok I : Penyakit hanya lokal, limfonodi regional tidak ikut
terlibat, dapat direseksi komplit
1) Terbatas pada otot atau organ asli
2) Infiltrasi keluar otot atau organ asli
b. Kelompok II :
1) Tumor dapat direseksi secara luas dengan sisa mikroskopis
(limfonodi negatif)
2) Penyakit regional, dapat direseksi komplit (limfonodi positif atau
negatif)
3) Penyakit reginal dengan melibatkan limfonodi dapat direseksi
secara luas tetapi
4) dengan sisa mikroskopis
c. Kelompok III : reseksi tidak komplit atau hanya dengan biopsi dengan
penyakit sisa cukup besar
d. Kelompok IV : telah ada metastasis saat ditegakkan diagnosis

Staging TNM (tumor, nodul dan metastasis)


a. Tumor :
T0 : tidak teraba tumor
T1 : tumor <5 cm
T2 : tumor >5cm
T3 : tumor telah melakukan invasi ke tulang, pembuluh darah dan saraf
b. Nodul :
No : tidak ditemukan keterlibatan kelenjar regional
N1 : ditemukan keterlibatan kelenjar regional
c. Metastasis :
Mo : tidak terdapat metastasis jauh
M1 : terdapat metastasis jauh
Rhabdomyosarcoma Staging System
a. Stage 1 : lokasi pada orbita, kepala dan atau leher (bukan parameningeal)
meluas ke traktus urinarius (bukan kandung kemih atau prostat)
b. Stage 2 : lokasi lain, No atau Nx
c. Satge 3 : lokasi lain, N1 jika tumor <5 cm atau No atau Nx jika tumor >5
cm
d. Stage 4 : lokasi apapun dan terdapat metastasis jauh

7. Pemeriksaan Penunjang
a. CT-Scan digunaan untuk mengetahui adanya kanker yang telah
bermetastasis (menyebar kebagian organ lain) pemeriksaan ini dilakukan
sesuai standart penyembuhan penyakit kanker. Cara pemeriksaan ini yaitu
dengan menganjurkan pasien masuk ke dalam alat yang berbentuk tube
(tabung) serta menganjurkan pasien untuk diam tanpa adanya gerakan
untuk memberikan hasil yang maksimal, biasanya pasien dalam keadaan
berbaring. Hasil dari gambar jaringan lunak dan pembuluh darah terlihat
lebih jelas dan lebih detail serta menyediakan informasi yang lebih rinci
mengenai cedera, bahawa adanya daerah yang terinfeksi (metatase) pada
organ lain
b. Bone-scans digunakan untuk mendeteksi adanya gangguan yang terjadi
di tulang yang diakibatkan kanker rhabdomyosarcoma (RMS). Cara
pemeriksaan ini yaitu dengan menganjurkan pasien untuk mengambil
posisi di depan alat dengan menganjurkan pasien diam dalam posisi tegak
dan tangan dalam keadaan terbuka (tidak boleh menggenggamkan
tangan). Hasil dari pemeriksaan ini adalah gambar yang akurat mengenai
tulang yang terinfeksi, lebih akurat pada bagian tulang. Dengan adanya
lesi tulang akibat kanker ini.
c. X-rays pemeriksaan ini menggunakan penyinaran dengan sinar x yang
berfungsi untuk melihat organ dalam dan mendeteksi adanya gangguan
pada organ tersebut serta melihat apakah organ itu berfungsi atau tidak.
Cara pemeriksaan ini yaitu dengan menganjurkan pasien dalam posisi
berdiri atau duduk dengan pandangan ke depan menghadap kearah sinar
x, dan berposisi yang tegak. Hasilnya yaitu mengetahui organ-organ yang
terserang pada daerah sekita kanker ini, dan mengetahui seberapa parah
akibat dari keganasan kanker tersebut.

8. Therapy
a. Farmakologi
1) Golongan Alkilator
a) Siklofosfamid
Sediaan : Siklofosfamid tersedia dalam bentuk kristal 100, 200,
500 mg dan 1,2 gram untuk suntikan, dan tablet 25 dan 50 gram
untuk pemberian per oral.
Indikasi : Leukemia limfositik Kronik, Penyakit Hodgkin,
 

Limfoma non Hodgkin, Mieloma multiple, Neuro Blastoma,


Tumor Payudara, ovarium, paru, Cerviks, Testis, Jaringan Lunak
atau tumor Rabdomiosarkoma.
Fungsinya yaitu menghentikan siklus hidup sel kanker yang
menyerang otot bagian tubuh manusia utamanya pada bagian
otot lurik.
b) Klorambusil
Sediaan : Klorambusil tersedia sebagai tablet 2 mg. Untuk
leukemia limfositik kronik, limfoma hodgkin dan non-hodgkin
diberikan 1-3 mg/m2/hari sebgai dosis tunggal (pada penyakit
hodgkin mungkin diperlukan dosis 0,2 mg/kg berat badan,
sedangkan pada limfoma lain cukup 0,1 mg/kg berat badan).
Indikasi : Leukimia limfositik Kronik, Penyakit Hodgkin, dan
limfoma non Hodgkin, Makroglonbulinemia primer dan kanker.
Mekanisme kerja : Klorambusil (Leukeran) merupakan mustar
nitrogen yang kerjanya paling lambat dan paling tidak toksik.
Obat ini berguna untuk pengobatan paliatif leukemia limfositik
kronik dn penyakin hodgkin (stadium III dan IV), limfoma non-
hodgkin, mieloma multipel makroglobulinemia primer
(Waldenstrom), dan dalam kombinasi dengan metotreksat atau
daktinomisin pada karsinoma testis dan ovarium.
Fungsi obat ini yaitu sebagai obat kanker yang sudah stadium
lanjut, bisa di kategorikan obat keras yaitu obat yang mematikan
perjalanan kanker ganas.
c) Prokarbazin
Sediaan : Prokarbazin kapsul berisi 50 mg zat aktif. Dosis oral
pada orang dewasa : 100 mg/m2 sehari sebagai dosis tunggal
atau terbagi selama minggu pertama, diikuti pemberian 150-200
mg/m2 sehari selama 3 minggu berikutnya, kemudian dikurangi
menjadi 100 mg/m2 sehari sampai hitung leukosit dibawah
4000/m2 atau respons maksimal dicapai. Dosis harus dikurangi
pada pasien dengan gangguan hati, ginjal dan sumsum tulang.
Indikasi : Limfoma Hodgkin.
Fungsinya yaitu sebagai peluruh penyakit limfa yang berakibat
merusak pertahanan tubuh
2) Golongan Antimetabolit
(Methotrexat)
Sediaan : Tablet 2,5 mg, vial 5 mg/2ml, vial 50 mg/2ml, ampul 5
mg/ml, vial 50 mg/5ml.
Indikasi : Leukimia limfositik akut, kariokarsinoma, kanker
payudara, leher dan kepala, paru, buli-buli, Sarkoma osteogenik.
Fungsi obat ini yaitu sebagai pembentuk imun agar membantu
pertahanan sehingga kanker tidak merambat pada organ yang lain dan
tidak berreplika.
b. Non Farmakologi
1) Radioterapi: digunakan untuk memperkecil ukuran tumor, terutama
pada kepala, leher, dan panggul.
2) Transplantasi stem cell : digunakan untuk memperbaiki sistem
pembuluh darah yang telah dirusak oleh sel kanker.
3) Terapi Operatif pada penderita RMS bervariasi, bergantung dari lokasi
dari tumor itu. Jika memungkinkan dilakukan operasi pengangkatan
tumor tanpa menyebabkan kegagalan fungsi dari tempat lokasi tumor.
Walaupun terdapat metastase dari RMS, pengangkatan tumor primer
haruslah dilakukan, jika hal itu memungkinkan.

9. Komplikasi
a. Impetigo
Infeksi kulit yang menyebabkan terbentuknya lelupuhan kecil berisi
nanah
b. Cellulitis
Peradangan dari syaraf dibawah kulit. Biasanya akan terjadi
pembemkakan dan kemerahan dibagian kulit itu.
c. Mastitis
Pada wanita-wanita yang menyusui, staph dapat berakibat mastitis
(peradangan payudara) atau bisul bernanah dari payudara. Bisul-bisul
bernanah staph dapat mengeluarkan bakteri-bakteri kedalam susu ibu.
d. Edocarditis
Infeksi dari katup-katup jantung. Dapat menyebabkan gagal jantung.
e. Osteomyelitis
Peradangan yang parah/berat dari tulang. Dapat menyebabkan demam
tinggi, kelelahan, dll.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pemeriksaan Fisik
a. Kepala dan leher
1) Kepala
Inspeksi: terdapat bengkak, penyebaran rambut tidak merata, mudah
rontok.
Palpasi: terdapat benjolan, adanya nyeri tekan pada bagian luka.
2) Muka
Inspeksi: Tidak simetris, warna kulit kemerahan karena adanya
inflamasi.
Palpasi: ada nodul, dan nyeri pada muka.
3) Mata
Inspeksi: tidak simetris, pada muka tampak mata menonjol, bengkak
pada palpebra, bulu mata rontok.
Palpasi: adanya nyeri tekan pada bola mata.
4) Hidung
Inspeksi: tidak simetris, hidung tersumbat, sekret hidung berupa
darah atau nanah.
Palpasi: ada nodul yang lebih dari 1 cm yang berisi pust.
5) Leher
Inspeksi: tidak simetris, ada bengkak pada daerah kanker,
pemebsaran pada daerah kelenjar tiroid.
Palpasi: Ada massa pada sekitar kelenjar tiroid. Tekstur kasar pada
kulit.
b. Dada dan Thorax
Inspeksi: Bengkak, adanya lesi kulit.
Palpasi: ada massa pada dada.
(pada dada dan thorax jarang di temukannya penyakit kanker
Rhabdomyosarcoma)
c. Ektremitas
Inspeksi:Lesi, dan berwarna kemerahan.
Palpasi: Berupa benjolan dengan tanpa rasa sakit, lunak
d. Genetalia
Inspeksi: Terdapat lesi pada vagina, sekret vagina yang mengandung
darah (pada wanita), pembesaran di salah satu scrotum (pada laki-laki).
Palpasi: ada benjolan pada sekitar kemaluan/pubis yang lunak.

Pengkajian menurut pola Gordon


a. Pola persepsi kesehatan manajemen kesehatan
Tanyakan pada klien bagaimana pandangannya tentang penyakit yang
dideritanya dan pentingnya kesehatan bagi klien. Kaji apakah klien merokok
atau minum alkohol. Pada klien dengan stroke biasanya menderita obesitas
dan hipertensi.
b. Pola nutrisi metabolik
Tanyakan kepada klien bagaimana pola makannya sebelum sakit dan pola
makan setelah sakit. Apakah ada perubahan pola makan klien. Kaji apakah
makanan kesukaan klien. Kaji riwayat alergi klien. Pada klien dengan stroke
non hemoragik biasanya terjadi penurunan nafsu makan, mual dan muntah
selama fase akut (peningkatan TIK), kehilangan sensori (rasa kecap) pada
lidah, pipi dan tenggorokan, peningkatan lemak dalam darah.
c. Pola eliminasi
Kaji bagaimana pola miksi dan defekasi klien. Apakah ada gangguan atau
tidak. Kaji apakah klien menggunakan alat bantu untuk eliminasinya. Pada
klien dengan stroke non hemoragik biasanya terjadi perubahan pola berkemih
seperti inkontinensia urine, distensi abdomen (distensi vesika urinaria
berlebihan) dan bising usus negatif.
d. Pola aktivitas dan latihan
Kaji bagaimana klien melakukan aktivitasnya sehari-hari, apakah klien dapat
melakukannya secara mandiri atau dibantu keluarga. Pada klien dengan stroke
non hemoragik biasanya merasa kesulitan untuk beraktivitas karena
kelemahan, kehilangan sensasi atau paralisis (hemiplegia), merasa mudah
lelah, susah untuk beristirahat (nyeri/kejang otot) serta kaku pada tengkuk.
e. Pola istirahat tidur
Kaji perubahan pola tidur klien selama sehat dan sakit, berapa lama klien tidur
dalam sehari. Apakah klien mengalami gangguan dalam tidur seperti nyeri
dan lain-lain. Selama fase akut (peningkatan TIK), klien dengan stroke non
hemoragik mengalami gangguan kenyamanan tidur dan istirahat karena nyeri
dan sakit kepala.
f. Pola kognitif persepsi
Kaji tingkat kesadaran klien, apakah klien mengalami gangguan penglihatan,
pendengaran dan kaji bagaimana klien dalam berkomunkasi atau lakukan
pengkajian nervus cranial. Pada klien dengan stroke non hemoragik terjadi
gangguan pada fungsi kognitif, penglihatan, sensasi rasa dan gangguan
keseimbangan.
g. Pola persepsi diri dan konsep diri
Kaji bagaimana klien memandang dirinya dengan penyakit yang dideritanya,
apakah klien merasa rendah diri. Pada klien dengan stroke non hemoragik
akan terajdi peningkatan rasa kekhawatiran klien tentang penyakit yang
dideritanya serta mengalami harga diri rendah.
h. Pola peran hubungan
Kaji bagaimana peran fungsi klien dalam keluarga sebelum dan selama
dirawat di rumah sakit dan bagaimana hubungan sosial klien dengan
masyarakat sekitarnya. Pada klien dengan stroke non hemoragik hubungannya
akan terganggu karena klien mengalami masalah bicara dan ketidakmampuan
untuk berkomunikasi secara efektif.
i. Pola reproduksi dan kesehatan
Kaji apakah ada masalah hubungan dengan pasangan dan apakah ada
perubahan kepuasan pada klien. Pada klien dengan stroke non hemoragik akan
terjadi masalah pada pola reproduksi dan seksualitasnya karena kelemahan
fisik dan gangguan fungsi kognitif.
j. Pola koping dan toleransi stress
Kaji apa yang biasa klien lakukan saat ada masalah, apakah klien
menggunakan obat-obatan untuk menghilangkan stress. Dengan adanya
proses penyembuhan penyakit yang lama akan menyebabkan meningkatnya
rasa kekhawatiran dan beban pikiran bagi klien.
k. Pola nilai dan kepercayaan
Kaji bagaimana pengaruh agama terhadap klien dalam menghadapi
penyakitnya, apakah ada pantangan agama dalam proses penyembuhan klien.
Karena nyeri kepala, pusing, kaku tengkuk, kelemahan, gangguan sensorik
dan motorik menyebabkan terganggunya aktivitas ibadah klien.
2. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
a. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d obstruksi saluran pernafasan d/d
sesak napas, batuk, ronkhi.
b. Pola napas tidak efektif b/d obstruksi saluran pernafasan d/d sulit
bernafas
c. Defisit nutrisi b/d kemoterapi d/d mual muntah, nafsu makan menurun
d. Risiko ketidakseimbangan volume cairan b/d pendaharan
e. Retensi urine b/d obstruksi uretra d/d distensi kandung kemih, dysuria
f. Intoleransi aktivitas b/d anemia d/d kelemahan
g. Gangguan mobilitas fisik b/d gangguan musculoskeletal d/d sulit
bergerak
h. Gangguan citra tubuh b/d kemoterapi d/d rambut rontok
i. Gangguan integritas kulit b/d tindakan operasi d/d luka post op
j. Risiko infeksi b/d barrier tubuh rusak
k. Risiko jatuh b/d gangguan pengelihatan

4. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan disesuaikan dengan intervensi yang telah ditentukan.
5. Evaluasi
Evaluasi disesuaikan dengan kriteria hasil yang telah ditentukan.
DAFTAR PUSTAKA

.
Djajadiman Gatot dan Bulan G.M. 2005. Rabdomiosarkoma. Dalam: Buku Ajar
Hematologi-Onkologi Anak. Editor: Bambdang Permono, d.k.k.Jakarta : Badan
Penerbit IDAI. Halaman 270-272.
Gloria M. Bulechek, (et al).2013. Nursing Interventions Classifications (NIC) 6th
Edition. Missouri: Mosby Elsevier
Harry Raspati, Lalani Reniarati, Susi Susanah. 2005. Bab 9. Hemato-Onkologi.
Rabdomiosarkoma. Dalam: Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan
Anak. edisi ke 3. Editor: Herry Garna dan Heda Melinda.Bandung : Bagian
Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran. RS. Dr.
Hasan Sadikin. Halaman 504-506.
Moorhed, (et al). 2013. Nursing Outcomes Classifications (NOC) 5th Edition.
Missouri: Mosby Elsevier
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia
William.W.H., Levin.M.J., Sondhimer.J.M., Deterding.R.R., 2005.
Rahbdomyosarcoma. In: Lange Current Pediatric Diagnosis and Treatment.
17nd edition. USA: McGraw Hill Companies. p.934-935.
No DX Tujuan Intervensi Rasional
1 Bersihan jalan Setelah diberikan askep Respiratory monitoring
napas tidak efektif selama … x 24 jam, 1. Pantau rate, irama, 1. Mengetahui tingkat
b/d obstruksi diharapkan bersihan jalan kedalaman, dan usaha gangguan yang terjadi
saluran pernafasan nafas klien kembali efektif respirasi dan membantu dalam
d/d sesak napas, dengan kriteria hasil: menetukan intervensi
batuk, ronkhi. a. Frekuensi pernapasan yang akan diberikan.
dalam batas normal (16- 2. Perhatikan gerakan dada, 2. Menunjukkan keparahan
20x/mnt) amati simetris, penggunaan dari gangguan respirasi
b. Irama pernapasn normal otot aksesori, retraksi otot yang terjadi dan
c. Kedalaman pernapasan supraclavicular dan menetukan intervensi
normal intercostal yang akan diberikan
d. Klien mampu 3. Monitor suara napas 3. Suara napas tambahan
mengeluarkan sputum tambahan dapat menjadi indikator
secara efektif gangguan kepatenan jalan
e. Tidak ada akumulasi napas yang tentunya akan
sputum berpengaruh terhadap
kecukupan pertukaran
udara.
4. Mengetahui
4. Monitor pola napas : permasalahan jalan napas
bradypnea, tachypnea, yang dialami dan
hyperventilasi, napas keefektifan pola napas
kussmaul, napas cheyne- klien untuk memenuhi
stokes, apnea, napas biot’s kebutuhan oksigen tubuh.
dan pola ataxic

Airway Management 5. Adanya bunyi ronchi


5. Auskultasi bunyi nafas menandakan terdapat
tambahan; ronchi, wheezing. penumpukan sekret atau
sekret berlebih di jalan
nafas.
6. Posisi memaksimalkan
6. Berikan posisi yang ekspansi paru dan
nyaman untuk mengurangi menurunkan upaya
dispnea. pernapasan. Ventilasi
maksimal membuka area
atelektasis dan
meningkatkan gerakan
sekret ke jalan nafas
besar untuk dikeluarkan.
7. Mencegah obstruksi
atau aspirasi.
7. Bersihkan sekret dari Penghisapan dapat
mulut dan trakea; lakukan diperlukan bia klien tak
penghisapan sesuai mampu mengeluarkan
keperluan. sekret sendiri.
8. Mengoptimalkan
8. Anjurkan asupan cairan keseimbangan cairan dan
adekuat. membantu mengencerkan
sekret sehingga mudah
dikeluarkan
9. Fisioterapi dada/ back

9. Ajarkan batuk efektif massage dapat membantu


menjatuhkan secret yang
ada dijalan nafas.
10. Meringankan kerja

10. Kolaborasi pemberian paru untuk memenuhi

oksigen kebutuhan oksigen serta


memenuhi kebutuhan
oksigen dalam tubuh.
11. Broncodilator
meningkatkan ukuran
11. Kolaborasi pemberian lumen percabangan
broncodilator sesuai trakeobronkial sehingga
indikasi. menurunkan tahanan
terhadap aliran udara.
2 Pola napas tidak Setelah dilakukan tindakan Airway Management Airway Management
efektif b/d keperawatan selama … x 24 1. Posisikan pasien semi 1. Untuk memaksimalkan
obstruksi saluran jam pasien menunjukkan fowler potensial ventilasi
pernafasan d/d keefektifan pola nafas,  2. Memonitor kepatenan
sulit bernafas dengan kriteria hasil: 2. Auskultasi suara nafas, catat jalan napas
hasil penurunan daerah
Respiratory Status: ventilasi atau tidak adanya
Airway patency suara adventif 3. Memonitor respirasi
a. Frekuensi, irama, 3. Monitor pernapasan dan dan keadekuatan oksigen
kedalaman pernapasan status oksigen yang sesuai
dalam batas normal Oxygen Therapy
b. Tidak menggunakan Oxygen Therapy 4. Menjaga keadekuatan
otot-otot bantu 4. Mempertahankan jalan ventilasi
pernapasan napas paten 5. Meningkatkan
5. Kolaborasi dalam ventilasi dan asupan
Vital Signs pemberian oksigen terapi oksigen
c. Tanda Tanda vital 6. Monitor aliran oksigen 6. Menjaga aliran oksigen
dalam rentang normal mencukupi kebutuhan
(tekanan darah, nadi, pasien
pernafasan) (TD 120- Respiratory Monitoring Respiratory Monitoring
90/90-60 mmHg, nadi 7. Monitor kecepatan, ritme, 7. Monitor keadekuatan
80-100 x/menit, RR : kedalaman dan usaha pasien pernapasan
18-24 x/menit, suhu saat bernafas
36,5 – 37,5 C) 8. Catat pergerakan dada, 8. Melihat apakah ada
simetris atau tidak, obstruksi di salah satu
menggunakan otot bantu bronkus atau adanya
pernafasan gangguan pada ventilasi
9. Monitor suara nafas 9. Mengetahui adanya
seperti snoring sumbatan pada jalan
napas
10. Monitor pola nafas: 10. Memonitor keadaan
bradypnea, tachypnea, pernapasan klien
hiperventilasi, respirasi
kussmaul, respirasi cheyne-
stokes dll
3 Defisit nutrisi b/d Setelah dilakukan asuhan Nutrition management Nutrition management
kemoterapi d/d keperawatan selama … × 24 1. Kaji status nutrisi pasien 1. Pengkajian penting
mual muntah, jam diharapkan pemenuhan dilakukan untuk
nafsu makan kebutuhan pasien tercukupi mengetahui status nutrisi
menurun dengan kriteria hasil : pasien sehingga dapat
Nutritionl status menentukan intervensi
a. Intake nutrisi tercukupi. yang diberikan.
b. Asupan makanan dan 2. Jaga kebersihan mulut, 2. Mulut yang bersih
cairan tercukupi anjurkan untuk selalu dapat meningkatkan
Nausea dan vomiting melalukan oral hygiene. nafsu makan
severity 3. Delegatif pemberian 3. Untuk membantu
c. Penurunan intensitas nutrisi yang sesuai dengan memenuhi kebutuhan
terjadinya mual muntah kebutuhan pasien : diet nutrisi yang dibutuhkan
d. Penurunan frekuensi pasien diabetes mellitus. pasien.
terjadinya mual muntah. 4. Berian informasi yang 4. Informasi yang
 Weight : Body mass tepat terhadap pasien tentang diberikan dapat
e. Pasien mengalami kebutuhan nutrisi yang tepat memotivasi pasien untuk
peningkatan berat badan dan sesuai. meningkatkan intake
5. Anjurkan pasien untuk nutrisi.
mengkonsumsi makanan 5. Zat besi dapat
tinggi zat besi seperti membantu tubuh sebagai
sayuran hijau zat penambah darah
sehingga mencegah
terjadinya anemia atau
Nausea management kekurangan darah
6. Kaji frekuensi mual, Nausea management
durasi, tingkat keparahan, 6. Penting untuk
faktor frekuensi, presipitasi mengetahui karakteristik
yang menyebabkan mual. mual dan faktor-faktor
yang menyebabkan mual.
Apabila karakteristik
mual dan faktor penyebab
mual diketahui maka
dapat menetukan
7. Anjurkan pasien makan intervensi yang diberikan.
sedikit demi sedikit tapi 7. Makan sedikit demi
sering. sedikit dapat
8. Anjurkan pasien untuk meningkatkn intake
makan selagi hangat nutrisi.
8. Makanan dalam
kondisi hangat dapat
9. Delegatif pemberian menurunkan rasa mual
terapi antiemetik : sehingga intake nutrisi
dapat ditingkatkan.
9. Antiemetik dapat
digunakan sebagai terapi
farmakologis dalam
Weight management manajemen mual dengan
10. Diskusikan dengan menghamabat sekres
keluarga dan pasien asam lambung.
pentingnya intake nutrisi dan Weight management
hal-hal yang menyebabkan 10. Membantu memilih
penurunan berat badan. alternatif pemenuhan
11. Timbang berat badan nutrisi yang adekuat.
pasien jika memungkinan
dengan teratur.
11. Dengan menimbang berat
badan dapat memantau
peningkatan dan
penrunan status gizi
4 Risiko Setelah diberikan asuhan Electrolyte Monitoring
ketidakseimbanga keperawatan selama …x 24 1. Identifikasi kemungkinan 1. Mengetahui penyebab
n volume cairan jam diharapkan cairan dan penyebab untuk menentukan
b/d pendaharan elektrolit klien seimbang ketidakseimbangan intervensi penyelesaian
dengan kriteria hasil : elektrolit
Fluid Balance 2. Monitor adanya kehilangan 2. Mengetahui keadaan
a. Turgor kulit elastic cairan dan elektrolit umum pasien
b. Intake dan output cairan 3. Monitor adanya 3. Mengurangi risiko
seimbang mual,muntah dan diare kekurangan voume cairan
c. Membrane mucus lembab   semakin bertambah
Vital sign Fluid Management
d. Vital signs klien dalam 4. Monitor status hidrasi 4. Mengetahui
rentang normal (BP : ( membran mukus, tekanan perkembangan rehidrasi
120/80 mmHg, RR : 15-20 ortostatik, keadekuatan
x/menit, HR : 60-100 denyut nadi )
x/menit, suhu klien 36,5- 5. Monitor keakuratan intake 5. Evaluasi intervensi
37,5o C) dan output cairan
6. Monitor vital signs 6. Mengetahui keadaan
umum pasien
7. Monitor pemberian terapi IV 7. Rehidrasi optimal

5 Retensi urine b/d Setelah diberikan asuhan 1. Awasi tanda-tanda vital 1. Kehilangan fungsi ginjal
obstruksi uretra keperawatan selama …. x 24 dengan ketat, observasi mengakibatkan penurunan
d/d distensi jam diharapkan masalah adanya hipertensi, edema, eliminasi cairan sehingga
kandung kemih, retensi urine dapat diatasi dan perubahan mental. terjadi edema serta
dysuria dengan kriteria hasil: hipertensi dan akumulasi
a. Pasien mengatakan merasa toksik yang dapat
puas saat berkemih, menyebabkan perubahan
berkurangnya tetesan mental.
urine pada akhir miksi, 2. Observasi aliran urin 2. Untuk mengevaluasi
dan pancaran urine perhatikan ukuran dan obstruksi dan pilihan
adekuat. kekuatan pancaran urin intervensi
b. Pasien mampu berkemih 3. Awasi dan catat waktu serta 3. Retensi urine
dalam jumlah normal (1- jumlah setiap kali berkemih meningkatkan tekanan
2cc/kg BB/jam) dalam saluran perkemihan
c. Pasien mampu berkemih yang dapat mempengaruhi
tanpa mengejan dan aliran fungsi ginjal. Adanya
urine lancar. defisit aliran darah ke
d. Tidak teraba distensi ginjal mengganggu
vesika urinaria kemampuannya untuk
e. Urine residu kurang dari memfilter dan
50 cc. mengkonsentrasi
f. Frekuensi berkemih di substansi.
malam berkurang. 4. Berikan cairan sampai 3000 4. Peningkatkan aliran cairan
ml sehari dalam toleransi meningkatkan perfusi
jantung. ginjal serta membersihkan
ginjal, kandung kemih dari
pertumbuhan bakteri.
5. Dorong pasien untuk 5. Meminimalkan retensi
berkemih tiap 2-4 jam dan urina distensi berlebihan
bila tiba-tiba dirasakan. pada kandung kemih
6. Ajarkan rendam duduk 6. Meningkatkan relaksasi
sesuai dengan medikasi otot, penurunan odema,
dan dapat meningkatkan
upaya berkemih.
7. Berikan obat sesuai indikasi 7. Mengurangi spasme
(antispamodik) kandung kemih dan
mempercepat
penyembuhan

6 Intoleransi Setelah dilakukan intervensi Activity Therapy Activity Therapy


aktivitas b/d selama  … x24 jam 1. Kolaborasi dengan tim 1. Mengkaji setiap aspek
anemia d/d diharapkan kondisi klien stabil kesehatan lain untuk klien terhadap terapi
kelemahan saat aktivitas dengan KH: merencanakan, monitoring latihan yang
Activity Tolerance program aktivitasi klien. dierencanakan.
a. Saturasi O2 saat aktivitas 2. Bantu klien memilih 2. Aktivitas yang teralau
dalam batas normal (95- aktivitas yang sesuai dengan berat dan tidak sesuai
100%) kondisi. dengan kondisi klian
b. Nadi saat aktivitas dalam dapat memperburuk
batas normal (60- toleransi terhadap latihan.
100x/mnt) 3. Bantu klien untuk 3. Melatih kekuatan dan
c. RR saat aktivitas dalam melakukan aktivitas/latihan irama jantung selama
batas normal (12-20x/mnt) fisik secara teratur. aktivitas.
d. Tekanan darah systole saat 4. Monitor status emosional, 4. Mengetahui setiap
aktivitas dalam batas fisik dan social serta perkembangan yang
normal (100-120mmHg) spiritual klien terhadap muncul segera setelah
e. Tekanan darah diastole latihan/aktivitas. terapi aktivitas.
saat aktivitas dalam batas 5. Monitor hasil 5. EKG memberikan
normal (60-80mmHg) pemeriksaan EKG klien saat gambaran yang akurat
f. Hasil EKG dalam batas istirahat dan aktivitas (bila mengenai konduksi
normal memungkinkan dengan tes jantung selama istirahat
Fatigue Level toleransi latihan). maupun aktivitas.
g. Tidak nampak kelelahan 6. Kolaborasi pemberian 6. Pemberian obat
h. Tidak nampak lesu obat antihipertensi, obat- antihipertensi digunakan
i. Tidak ada penurunan obatan digitalis, diuretic dan untuk mengembalikan TD
nafsu makan vasodilator. klien dbn, obat digitalis
j. Tidak ada sakit kepala untuk mengkoreksi
k. Kualitas tidur dan istirahat kegagalan kontraksi
dalam batas normal jantung pada gambaran
EKG, diuretic dan
vasodilator digunakan
untuk mengeluarkan
kelebihan cairan.
Energy Management Energy Management
7. Tentukan pembatasan 7. Mencegah penggunaan
aktivitas fisik pada klien energy yang berlebihan
karena dapat
menimbulkan kelelahan.
8. Tentukan persepsi klien dan 8. Memudahkan klien untuk
perawat mengenai kelelahan. mengenali kelelahan dan
waktu untuk istirahat
9. Tentukan penyebab 9. Mengetahui sumber
kelelahan (perawatan, nyeri, asupan energy klien.
pengobatan)
10. Monitor efek dari 10. Mengetahui etiologi
pengobatan klien. kelelahan, apakah
mungkin efek samping
obat atau tidak.
11. Monitor intake nutrisi yang 11. Mengidentifikasi
adekuat sebagai sumber pencetus klelahan.
energy.
12. Anjurkan klien dan keluarga 12. Menyamakan persepsi
untuk mengenali tanda dan perawat-klien mengenai
gejala kelelahan saat tanda-tanda kelelahan dan
aktivitas. menentukan kapan
aktivitas klien dihentikan.
13. Anjurkan klien untuk 13. Mencegah timbulnya
membatasi aktivitas yang sesak akibat aktivitas fisik
cukup berat seperti berjalan yang terlalu berat.
jauh, berlari, mengangkat
beban berat, dll.
14. Monitor respon terapi 14. Mengetahui efektifitas
oksigen klien. terapi O2 terhadap
keluhan sesak selama
aktivitas.
15. Batasi stimuli lingkungan 15. Menciptakan lingkungan
untuk relaksasi klien. yang kondusif untuk klien
beristirahat.
16. Batasi jumlah pengunjung. 16. Memfasilitasi waktu
istirahat klien untuk
memperbaiki kondisi
klien.
7 Gangguan Setelah diberikan asuhan Bed Rest care
mobilitas fisik b/d keperawatan … x 24 jam 1. Jelaskan pada pasien 1. Memberitahukan
gangguan diharapkan kekakuan otot tentang kemungkinan untuk kemungkinan yang terjadi
musculoskeletal tidak terjadi, dengan kriteria bed rest selama beberapa bila klien tidak mampu
d/d sulit bergerak hasil: waktu bergerak dalam waktu
a. Fleksbilitas sendi dapat lama sehingga tidak
dipertahankan menimbulkan kecemasan
b. Otot tidak mengalami bagi klien dank lien dapat
atropi turut berperan dalam
c. Otot tidak mengalami proses penyembuhannya.
kontraktur 2. Untuk mencegah
2. Hindari penggunaan linen pergesekan pada kulit
bertekstur kasar akibat bed rest sehingga
mencegah kerusakan pada
kulit.
3. Untuk mencegaha
3. Jaga agar linen tetap bersih terjadinya kerusakan pada
dan kering. area kulit akibat bed restu
4. Untuk melancarkan
4. Lakukan perubahan posisi peredaran darah
pasien setiap 2 jam sekali 5. Pasien yang mengalami
5. Bantu pasien dalam imobilisasi/bed rest tidak
melakukan ADL dapat melakukan ADL,
maka perawat harus
membantu klien.
Exercise promotion 6. Mengetahui
6. Kaji kekuatan otot pasien perkembangan kekuatan
otot klien sehingga
memudahkan untuk
melakukan intervensi
selanjutnya.
7. Menghindari terjadinya
7. Jelaskan pada pasien dan atropi otot pada otot yang
keluarga tentang pentingnya lama tidak digunakan.
latihan rentang gerak pasif
atau aktif pada bagian tubuh
yang tidak fraktur jika
memungkinkan 8. Untuk mencegah
8. Bersama pasien lakukan terjadinya atropi pada
latihan rentang gerak pasif otot dan untuk
dan aktif melancarkan aliran darah
klien

Self-Care Assistance
9. Monitor kemampuan pasien 9. Untuk mengetahui
dan melakukan perawatan kebutuhan perawatan diri
diri secara mandiri. klien, menentukam yang
mana saja yang perlu
dibantu.
10. Untuk memberikan
10. Monitor kebutuhan pasien perawatan diri yang tepat
untuk personal hygiene, pada klien
berpakaian, berhias,
toileting, dan makan. 11. Membantu pemenuhan
11. Berikan pasien bantuan kebutuhan diri klien.
pemenuhan perawatan diri
hingga pasien memiliki
kemampuan penuh untuk
melakukan perawatan diri. 12. Agar kebutuhan
12. Lakukan aktivitas perawatan perawatan diri klien
diri secara rutin. selalu terpenuhi.

8 Gangguan citra Setelah diberikan  askep Body Image Enhancement


tubuh b/d selama … x 24 jam 1. Monitor frekuensi kalimat 1. Untuk mengetahui
kemoterapi d/d diharapkan  gangguan citra yang mengkritik diri sendiri seberapa besar klien
rambut rontok tubuh klien  teratasi dengan mampu menerima
kriteria hasil : 2. Bantu klien untuk mengenali keadaan dirinya
Adaptation to Physical tindakan yang akan 2. Untuk meningkatkan
Disability meningkatkan percaya diri klien
a. Mampu beradaptasi penampilannya
dengan keterbatasan 3. Fasilitasi hubungan klien
fungsional dengan individu yang 3. Untuk meningkatkan
mengalami perubahan citra percaya diri dan semangat
Body Image tubuh yang serupa klien
b. Puas dengan penampilan 4. Identifikasi dukungan
tubuh kelompok yang tersedia 4. Untuk mengetahui
c. Mampu menyesuaikan untuk klien kekuatan pribadi klien
dengan perubahan fungsi  
tubuh Self Esteem  Enhancement
5. Anjurkan klien untuk
menilai kekuatan pribadinya 5. Agar klien tahu seberapa
 Self Esteem 6. Anjurkan kontak mata kekuatan pribaidnya
d. Merasa dirinya berharga dalam berkomunikasi 6. Agar klien lebih percaya
dengan orang lain diri
7. Fasilitasi lingkungan dan
aktifitas yang akan
meningkatkan harga diri 7. Agar klien bisa
klien melakukan aktivitas
8. Monitor tingkat harga diri
klien dari waktu ke waktu
dengan tepat 8. Memantau kondisi klien

9 Gangguan Setelah askep selama … x 24 Pressure management


integritas kulit b/d jam, mencegah terjadinya 1. Tempatkan klien pada 1. Dengan menempatkan
tindakan operasi kerusakan pada kulit dan tempat tidur terapi klien pada tempat tidur
d/d luka post op jaringan didalamnya dengan terapi dapat mengurangi
kriteri hasil: penekanan pada bagian
Immobility consequences : seperti kepala dan pantat
physiological 2. Evaluasi adanya luka pada 2. Dengan evaluasi adanya
a. Tidak terdapat penekanan ektremitas luka pada ektremitas dapat
b. Tidak menunjukkan mengurangi resiko
adanya kelainan pada terjadinya luka
status nutrisi 3. Memonitoring kulit yang 3. Dengan memonitoring
c. Tidak menunjukkan memerah dan terjadi area kulit yang merah dan
adanya kelainan pada kerusakan terjadi kerusakan untuk
kekuatan otot mengurangi resiko
d. Tidak menunjukkan decubitus
adanya kelainan pada Skin care : topical treatment
persendian 4. Memijat disekitar area yang 4. Dengan memassage
mempengaruhi atau dapat disekitar area yang
menimbulkan luka mempengaruhi akan
mengurangi terjadinya
kemerahan dan untuk
melancarkan aliran darah
disekitar area
5. Menjaga linen agar tetap 5. Dengan menjaga linen
bersih, kering, dan tidak agar tetap bersih, kering,
mengkerut dan tidak mengkerut agar
tidak ada pada penekanan
beberapa bagian kulit
6. Dengan memobilisasi
6. Mobilisasi klien setiap 2 jam klien dapat mengurangi
penekanan
7. Dengan menggunakan
7. Memakaikan emolien pada emolien dapat
area yang beresiko melembabkan daerah yang
kering

10 Risiko infeksi b/d Setelah diberikan askep Wound Care Wound Care
barrier tubuh rusak selama … x 24 jam 1. Monitor karakteristik, 1. Untuk mengetahui
diharapkan pasien dapat warna, ukuran, cairan dan keadaan luka dan
terhindar dari risiko infeksi, bau luka perkembangannya
dengan kriteria hasil : 2. Normal salin
2. Bersihkan luka dengan merupakan cairan isotonis
Tissue Integrity: Skin and normal salin yang sesuai dengan cairan
Mucous membranes di tubuh
a. Integritas kulit klien 3. Rawat luka dengan 3. Agar tidak terjadi
normal konsep steril infeksi dan terpapar oleh
b. Temperatur kulit klien kuman atau bakteri
normal 4. Ajarkan klien dan 4. Memandirikan pasien
c. Tidak adanya lesi pada keluarga untuk melakukan dan keluarga
kulit perawatan luka
Wound healing: primary and 5. Berikan penjelasan 5. Agar keluarga pasien
secondary jaringan: kepada klien dan keluarga mengetahui tanda dan
d. Tidak ada tanda-tanda mengenai tanda dan gejala gejala dari infeksi
infeksi dari infeksi 6. Pemberian antibiotic
e. Menunjukkan pemahaman 6. Kolaborasi pemberian untuk mencegah
dalam proses perbaikan antibiotic timbulnya infeksi
kulit dan mencegah Infection Control
terjadinya cidera berulang Infection Control 7. Meminimalkan risiko
f. Menunjukkan terjadinya 7. Bersihkan lingkungan infeksi
proses penyembuhan luka setelah dipakai klien lain 8. Meminimalkan patogen
8. Instruksikan pengunjung yang ada di sekeliling
untuk mencuci tangan saat pasien
berkunjung dan setelah
berkunjung 9. Mengurangi mikroba
9. Gunakan sabun anti mikroba bakteri yang dapat
untuk cuci tangan menyebabkan infeksi

11 Risiko jatuh b/d Setelah diberikan asuhan Fall Prevention


gangguan keperawatan selama .... x 24 1. Identifikasi defisit kognitif 1. Defisit kognitif atau fisik
pengelihatan jam, diharapkan klien tidak atau fisik yang dapat dapat meningkatkan
mengalami cedera dengan meningkatan risiko jatuh seseorang berisiko untuk
kriteria hasil: jatuh sehingga perlu
dilakukan identifikasi.
Fall occurrence 2. Identifikasi karakteristik dari 2. Dengan mengidentifikasi
a. Klien tidak jatuh dari lingkungan yang dapat karakteristik dari
tempat tidur meningkatkan risiko jatuh lingkungan yang dapat
b. Klien tidak jatuh saat meningkatkan risiko jatuh
dilakukan pemindahan maka dapat dilakukan
Fall prevention behavior modifikasi lingkungan
c. Meletakkan penyangga sejak awal sehingga
untuk mencegah mencegah klien terjatuh.
d. Menggunakan prosedur 3. Gunakan teknik yang tepat 3. Mencegah klien jatuh saat
pemindahan yang aman dalam memindahkan pasien dilakukan pemindahan.
4. Gunakan penyangga 4. Penyangga samping
Risk Control samping yang disesuka tempat tidur diperlukan
e. Memonitor lingkungan panjang dan tingginya untuk untuk melindungi pasien
yang berisiko mencegah jatuh dari tempat sehingga dapat mencegah
f. Memonitor perilaku tidur. pasien terjatuh dari
berisiko tempat tidut
5. Letakkan tempat tidur pada 5. Untuk meminimalkan
posisi yang rendah risiko cedera apabila
klien jatuh
6. Jelaskan pada keluarga klien 6. Agar keluarga dapat
mengenai faktor risiko yang memodifikasi faktor-
dapat menyebabkan jatuh faktor risiko sehingga
dan cara-cara untuk mencegah pasien terjatuh
mengurangi risiko.
7. Berikan tanda agar staf 7. Agar staf lebih
waspada bahwa pasien berwaspada dan
berisiko untuk jatuh meningkatkan keamanan
untuk pasien.
3. Intervensi Keperawatan

Anda mungkin juga menyukai