Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

“RETINOBLASTOMA”

Dosen Pembimbing : Fiki Wijayanti S.Kep.,Ns.,M.Kep

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak II

Disusun Oleh :
1. Retno Trinovayanti 010118A113
2. Rika Isti Evelin 010118A115
3. Sartika Fitriani Devi 010118A127
4. Venny Indriana Auliahana 010118A145

PRODI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
2020/2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Retinoblastoma (RB) adalah tumor ganas primer pada bola mata yang paling sering
terjadi pada anak-anak. Frekuensi terjadinya RB 1:14.000-20.000 kelahiran hidup, berbeda
di setiap negara. Dilaporkan angka kejadian tumor RB di negara maju lebih rendah
dibandingkan di negara berkembang. Tidak ditemukan predileksi pada jenis kelamin
maupun ras, dan diagnosis RB 90% pada usia < 3 tahun. Umur rata-rata terkena RB
tergantung pada riwayat RB di keluarga dan sisi yang terkena.RB adalah mutasi gen yang
terjadi pada kromosom 13q14. Penyakit ini dapat dikategorikan sebagai penyakit yang tidak
diwariskan atau sporadik sekitar 60% dan penyakit yang diwariskan sekitar 40%. Pada tipe
sporadik biasanya ditemukan pada usia kurang lebih 24 bulan, sisi mata yang terkena
unilateral tanpa disertai mutasi somatik gen protein RB (RB1). Sebaliknya pada tipe yang
diwariskan dengan mutasi germline lebih sering bilateral dan di temukan pada usia kurang
dari 12 bulan. (Eristan dan lina, 2016)

B. Tujuan
Dengan makalah ini diharapakan mahaiswa dapat menjelaskan
a. Anatomi fisiologi mata
b. Definisi retinoblastoma
c. Etiologi
d. Manifestasi
e. Patofislogi
f. Pathway
g. Pemeriksaan penunjang
h. Penatalaksanaan
i. Asuhan Keperawatan
BAB II
PEMBAHASAN

A. Anatomi Fisiologi

Bola mata dibagi dua oleh suatu


sumbu yang disebut sumbu Anatomis
(Anatomical Axis). Bila suatu cahaya
masuk ke bola mata, cahaya tersebut
tidak mengikuti sumbu anatomis,
melainkan mengikuti suatu sumbu
yang jatuh tepat pada bintik kuning.
Sumbu tersebut dinamakan sumbu
penglihatan (Visual axis). Sumbu
anatomis dengan sumbu penglihatan
tidak berhimpitan, tapi keduanya
perpotongan membentuk sudut penglihatan sebesar 1’ (satu menit) dan disebut sumbu
penglihatan Minimal. Pada mata normal dengan sudut 1’ seseorang mempunyai sudut
penglihatan secara jelas.
Bola mata itu adalah :
a. Selaput tanduk (kornea) yaitu selaput bening di bagian depan bola mata yang berguna
untuk melewatkan cahaya yang masuk dari luar.
b. Selaput pelangi (iris) adalah bagian mata yang mengandung zat warna (hitam,
cokelat, hijau, atau biru).
c. Anak mata (pupil) yaitu lubang pada bagian tengah iris yang berguna dalam mengatur
besar kecilnya cahaya yang masuk.
d. Lensa mata, dapat menjadi cembung atau pipih berguna dalam mengatur
pembentukan bayangan.
e. Selaput keras (sklera) yaitu bagian terluar dari bola mata yang berguna untuk
melindungi bagian dalam bola mata.
f. Selaput koroid yaitu bagian tengah bola mata yang berupa selaput tipis, di dalamnya
terdapat banyak saluran darah. Berwarna cokelat karena banyak mengandung zat
warna (pigmen). Selaput jala (retina) yaitu bagian terdalam dari bola mata, berguna
untuk menangkap bayangan.
g. Bintik kuning yaitu daerah yang sangat mudah menerima cahaya yang masuk.
Dinding Bola Mata terdiri dari tiga lapisan, yaitu :
a. Tunica Vibrosa (lapisan Bagian luar), adalah merupakan suatu jaringan pengikat,
terdiri dari 2 bahagian yaitu :
1) bagian depan disebut Cornea yang tembus cahaya
2) bahagian belakang disebut sclera yang tidak tembus cahaya. Keduanya
merupakan pelindung bola mata serta membentuk bola mata.
b. Tunica Vasculosa ( Lapisan bahagian tengah)
Lapisan ini banyak mengandung pembuluh darah. Bahagian belakang disebut
koroid yang banyak mengandung pigmen. Ke arah depan koroid melanjutkan diri
sebagai iris dan korpus siliare yang mengandung otot polos dinamakan muskulus
ciliaris. Kedua ujung iris membatasi lubang yang dinamakan pupil yang berfungsi
sebagai diafragma pada alat kamera untuk mengatur banyaknya cahaya yang
masuk ke dalam bola mata. Dari korpus siliaris kita dapatkan batang jaringan ikat
yang dinamakan zonula zoonii yang berfungsi untuk mengikat lensa mata.
c. Tunica nervosa (Lapisan bahagian dalam)
Merupakan lapisan yang terpenting terdiri dari jaringan saraf. Didalamnya ada
reseptor penglihatan yaitu : sel batang (bacili) yang berfungsi melihat senja/gelap
dan sel kerucut (conii) berfungsi untuk melihat terang/warna. Kedua ini terletak
dalam suatu lapisan yang dinamakan Retina. Lapisan retina terbentang dari
bahagian depan tepat pada corpus ciliares yang dinamakan ota serata dan ke arah
belakang akan keluar dari bola mata melalui papila nervopici sebagai nervus
opticus. Pada bagian retina ini ada dua yang terpenting, yaitu :
1) Bintik kuning (vovea centralis)
Bahagian ini merupakan yang paling peka terhadap kemampuan melihat
atau kemampuan menerima reaksi penglihatan paling cepat.
2) Bintik buta (blind spot)
Disebut demikian karena bahagian ini tidak mengandung reseptor
penglihatan baik sel batang maupun sel kerucut sehingga tidak berfungsi
untuk melihat. Nama lain dari bintik buta adalah papila nervus optice yaitu
tempat keluarnya nervus opticus.
Saraf penglihatan (nervus opticus)
Nervus opticus dari mata kanan dan mata kiri setelah keluar dari bola mata akan saling
bersilangan pada suatu tempat yang dinamakan “Chiasma Opticus”. Persilangannya bersifat
parsial Crossing, hanya nervus opticus bagian tengah yang saling menyilang, sedangkan
nervus opticus bagian tepi tidak menyilang. Dari Chiasma Opticus, saraf optikus (saraf
penglihatan) melanjutkan diri sebagai traktus opticus. Secara anatomi fisiologi, traktus
opticus berbeda dengan nervus opticus. Kalau nervus opticus unsur-unsur sarafnya hanya
berasal dari satu bola mata bila ini mengalami kerusakan, maka hanya satu bola mata yang
mengalami kerusakan. Sedangkan tractus opticus unsur- unsur sarafnya berasal dari kedua
bola mata. Bila ini mengalami gangguan maka kedua bola mata akan mengalami kerusakan.
Traktus opticus akan berganti saraf pada cospus geniculatum (CGL), dari CGL akan keluar
suatu saraf yang menyebar berbentuk kipas yang dinamakan “Radiatio Optical Gratiolet
(ROG)”. ROG akan berakhir di otak pada cortex cerebri occipitalis Area Broadman 17,18,19
pada fissura calcarina. Apabila rangsang penglihatan sampai pada pusat ini maka kita akan
sadar dengan apa yang kita lihat. Nama lain dari jalan tersebut adalah Tractus Geniculo
Calcarina.
Lapisan Pigmen pada Retina
Warna hitam dan coklat di lapisan pigmen pada retina manusia dimiliki oleh orang Asia,
sedangkan warna biru terdapat pada orang Amerika. Fungsi pigmen pada retina adalah untuk
mengurangi silau karena lapisan pigmen ini bisa menyerap cahaya yang masuk ke mata. Bila
cahaya datang pada retina, maka cahaya dirubah menjadi arus listrik yang akan
menimbulkan perubahan-perubahan:
a. Reaksi kimia Di dalam retina berlangsung suatu reaksi kimia yang merubah rangsang
cahaya impul listrik. Reaksi ini disebut “Photo Kimia”.
b. Peristiwa retina motorik Peristiwa bergeraknya butir-butir pigmen pada lapisan
pigmen pada retina karena pengaruh perubahan cahaya di sekeliling mata.
c. Pemecahan dari retina Ini diakibatkan oleh adanya penguraian Rhodopsi, yaitu dalam
retina terdapat pigmen Rhodopsi yang berwarna ungu, berfungsi untuk melihat gelap,
samar-samar. Pigmen ini terdapat pada bagian belakang, bila melihat terang pigmen
ini akan merubah menjadi pucat. Hal ini disebabkan Rhodopsi terurai menjadi zat
yang tidak berwarna. Ditempat yang gelap, retina membutuhkan Rhodopsi yang
dibentuk dari vitamin A. Orang yang mengalami Hypovitaminosis A (kekurangan
vitamin A) maka pembentukan Rhodopsi terganggu. Orang itu akan mengalami
gangguan melihat gelap/senja yang dinamakan Rabun Senja/Buta Ayam, atau
“Hemeralopia”, pada kasus ini lama kelamaan air mata orang tersebut berkurang,
akibatnya cornea menjadi kering sehingga debu yang menempel pada kornea mata
tidak dapat dibersihkan, maka akan menjadi karaotis, kornea akan menjadi lembek
atau karatomesia. (ishwari,2018)

B. Definisi
Retinoblastoma merupakan tumor yang dapat terjadi secara herediter (40%), dan non
herediter (60%). Retinoblastoma herediter meliputi pasien dengan riwayat keluarga positif
(10%) dan yang mengalami mutasi gen yang baru pada waktu pembuahan (30%). Bentuk
herediter dapat bermanifestasi sebagai penyakit unilateral atau bilateral. Pada bentuk
herediter, tumor cenderung terjadi pada usia muda. Tumor unilateral pada bayi lebih sering
dalam bentuk herediter, sedangkan anak yang lebih tua lebih sering mengalami bentuk non-
herediter. Tumor unilateral pada anak yang muda mengalami abnormalitas genetik yang
ringan dibandingkan pada anak yang lebih tua. (Rares,2016)
Retinoblastoma (RB) adalah neoplasma yang berasal dari neuroretina (sel batang dan
kerucut) atau sel glia yang bersifat ganas. Kelainan ini bersifat kongenital yang timbul pada
anak-anak berumur 3 tahun yang berbahaya, meskipun dapat di jumpai pada usia lebih lanjut
(40 tahun). Dapat mengenai kedua mata, yang merupakan kelainan yang diturunkan secara
autosomal dominant, dapat pula mengenai satu mata yang bersifat mutasi somatik.
Terminologi RB herediter adalah kelainan genetik yang bersifat mutasi germline yakni
abnormalitas genetik yang bisa ditemukan pada seluruh tubuh, sedangkan RB sporadik
(dapatan) bersifat mutasi non-germline (somatik) yakni kelainan genetik terjadi hanya pada
jaringan tersebut. RB bilateral dan herediter merupakan mutasi germline dan dapat
diwariskan, berbeda dengan RB sporadik yang biasanya tidak diwariskan. (Eristan dan Lina,
2016)
C. Etiologi
Retinoblastoma disebabkan oleh mutase gen RB1, yang terletak pada lengan panjang
kromosom 13 pada locus 14 ( 13q14 ) dan kode protein pRB yang berfungsi supresor
pembentukan tumor pRB adalah nukleoprotein yang terikat padaDNA (Deoxiribo Nucleid
Acid) dan mengontrol siklus sel pada transisi dari fase S. Jadi mengakibatkan perubahan
keganasan dari sel retina primitif sebelum berakhir. (Skuta et al. 2011)
Gen retinoblastoma normal yang terdapat pada semua orang adalah suatu gen supresor atau
anti-onkogen. Individu dengan penyakit yang herediter memiliki satu alel yang terganggu di
setiap sel tubuhnya apabila alel pasangannya di sel retina yang sedang tumbuh mengalami
mutasi spontan, terbentuklah tumor. Pada bentuk penyakit yang nonherediter, kedua alel gen
retinoblastoma normal di sel retina yang sedang tumbuh diinaktifkan oleh mutasi spontan.
(Skuta et al. 2011)

D. Manifestasi Klinis

Gejala dan tanda-tanda retinoblastoma ditentukan oleh luas dan lokasi tumor pada waktu
didiagnosis. Gejala yang paling sering ialah leukokoria (refleks putih pada pupil) sekitar 50-
62%, strabismus (20%). Ciri-ciri lain meliputi heterokromia, hifema spontan, amauritic cat’
eye (bila mata kena sinar akan memantulkan cahaya seperti mata kucing) dan selulitis. Dalam
perkembangan selanjutnya tumor dapat tumbuh ke arah badan kaca (endofilik) dan kearah
koroid (eksofilik). Pada pertumbuhan endofilik, tampak massa putih yang menembus melalui
membran limitan interna. Retinoblastoma endofilik kadang-kadang berhubungan dengan
adanya sel individual atau fragmen jaringan tumor pada vitreus yang terpisah dari massa
utama. Kadangkadang sel ganas memasuki anterior chamber dan membentuk
pseudohipopion. Tumor eksofilik berwarna putihkekuningan dan terjadi pada ruang
subretinal sehingga pembuluh darah retina yang terdapat di atasnya sering bertambah
ukurannya dan berkelok-kelok.
Pertumbuhan eksofilik retinoblastoma sering kali berhubungan dengan akumulasi cairan
subretinal yang dapat mengaburkan tumor dan hampir mirip dengan exsudative retinal
detachment yang memberi kesan coats’ disease. Tumor yang besar sering menunjukkan
tanda-tanda pertumbuhan endofilik dan eksofilik. Bila tumor tumbuh cepat tanpa diikuti
sistem pembuluh darah, maka sebagian sel tumor akan mengalami nekrosis dan melepaskan
bahan-bahan toksik yang menyebabkan iritasi pada jaringan uvea, sehingga timbul uveitis
disertai dengan pembentukan hipopion dan hifema. Komplikasi lain berupa terhambatnya
pengaliran akuos humor, sehingga timbul glaukoma sekunder. Pada metastase yang pertama
terjadi penyebaran ke kelenjar preaurikuler dan kelenjar getah bening yang berdekatan.
Metastase kedua terjadi melalui lamina kribosa ke saraf optik, kemudian mengadakan
infiltrasi ke vaginal sheath subarachnoid masuk kedalam intrakranial. Metastase ketiga dapat
meluas ke koroid dan secara hematogen sel tumor akan menyebar ke seluruh tubuh.
(Rares,2016)

E. Patofisiologi
Retinoblastoma adalah suatu neuroblastik tumor ganas yang tidak berdiferensiasi yang
muncul dari lapisan retina manapun, dan secara biologik mirip dengan neuroblastoma dan
meduloblastoma. Studi imunohistokimia menunjukkan bahwa sel tumor terwarnai positif
pada enolase neuron-spesifik, fotoreseptor segmen rod-outer-S antigen spesifik, dan
rhodopsin. Sel tumor juga menyekresi substansi ekstrasel seperti interfotoreceptor retinoid-
binding protein (produk normal fotoreseptor). Adanya sejumlah kecil jaringan glial dalam
retinoblastoma menunjukkan bahwa sel tumor dapat memengaruhi kemampuan
berdiferensiasi menjadi astroglia atau sel glial residen berproliferasi sebagai respon sel
neoplasma primer. Secara histologik, retinoblastoma terdiri dari sel-sel bulat, oval atau
kumparan dengan ukuran kira-kira dua kali limfosit, hiperkromatik, dengan sedikit
sitoplasma. Nuklei sama besar, bentuk roset atau pseudoroset dengan proliferasi sel di
sekitarnya. Ketika tumor tumbuh kedalam vitreus atau ruang subretinal, tumor sering tumbuh
keluar mengikuti peredaran darah, menghasilkan pola karakteristik nekrosis dan kalsifikasi
yang sering ditemukan pada area nekrosis. (Rares,2016)

F. Klasifikasi Retinoblastoma
Meskipun terdapat beberapa sistem klasifikasi untuk retinoblastoma namun untuk tujuan
terapi retinoblastoma dikategorikan menjadi intraokular dan ekstraokular. Hal ini untuk
menghindari kontroversi penatalaksanaan retinoblastoma yang terjadi selama ini.
a. Retinoblastoma intraokular
Harapan hidup 5 tahun >90%. Retinoblastoma intraokular terdapat dalam mata
dan terbatas pada retina atau mungkin dapat meluas dalam bola mata. Retinoblastoma
intraokular tidak akan meluas menuju jaringan sekitar mata atau bagian tubuh yang
lain.
b. Retinoblastoma ekstraokular
Harapan hidup 5 tahun ¿ 10 %. Retinoblastoma ekstraokular dapat meluas keluar
mata. Secara tipikal dapat mengenai sistem saraf pusat (SSP) dan tersering mengenai
sumsum tulang atau nodi limf. Salah satu sistem klasifikasi yang sering digunakan
pada retinoblastoma intraokular ialah reese-Ellsworth classification; klasifikasi ini
tidak digunakan pada retiblastoma ekstra-okular. Reese-Ellsworth
mengembangembangkan sistem klasifikasi retinoblastoma intraokular untuk
menandai pemeliharaan penglihatan dan kontrol penyakit lokal ketika terapi external-
beam. Merupakan satu-satunya pilihan terapi. Klasifikasi Reese-Ellsworth tidak
menyediakan informasi mengenai harapan hidup pasien atau penglihatannya dan
hanya mengklasifikasikan berdasarkan jumlah, ukuran, lokasi tumor, dan ada
tidaknya vitreous seeds. Klasifikasi klinik retinoblastoma yang lain ialah Essen
classification. (Rares, 2016)
G. Pathway

RETINOBLASTOMA
Pre-op
Kurangnya
Kemoterapi operasi pengetahuan
Post-op
mestastase

Kurangnya Perubahan
Mual / Leukosit ↑ Degradasi Tumor
pengetahuan fisik (mata)
Muntah sumsum mencapai
perawatan
tulang area macular
Post-Op Gangguan
Nutrisi Risiko Tinggi
citra Tubuh
berkurang Infeksi strabismus
Produksi Risiko tinggi
sel infeksi
eritrosit Ketidakmam
terganggu puan untuk
fiksasi

Kekurangan Mata
eritrosit (anemia) mengalami
deviasi

↓ lapang
pandang

Gangguan
persepsi sensori
penglihatan

H. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan X foto: dengan pemeriksaan ini hampir 60-70% terdeteksi adanya
kalsifikasi di dalam tumor. Bila tumor mengadakan infiltrasi ke saraf optik, foramen
optikum akan tampak melebar.
b. Pemeriksaan USG atau CT scan atau MRI: dapat mengetahui adanya massa tumor
intraokuler meskipun media keruh. Bila lesi masih dini maka akan nampak gambaran
solid, sedangkan bila tumor telah mengalami nekrosis akan nampak gambaran yang
kistik.
c. Pemeriksaan lactic acid dehydrogenase (LDH): dengan membanding-kan kadar LDH
dalam akuos humor dan serum darah dapat diperkirakan adanya retinoblastoma
intraokuler. Rasio normal ialah 1,5 dicurigai kemungkinan adanya retinoblastoma.
(Rares,2016)
I. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan
Pada terapi retinoblastoma berdasarkan prinsip umum bertujuan untuk menghilangkan
tumor dan menyelamatkan nyawa penderita, mempertahankan penglihatan bila
memungkinkan, menyelamatkan mata, menghindari tumor sekunder yang dapat juga
disebabkan karena terapi terutama pada anak yang mengalami retinoblastoma yang
diturunkan.
a. Penatalakasanaan Medis
1. Kemoterapi
2. Pembedahan: Ketika tumor terjadi hanya pada satu mata, maka cenderung untuk
bertambah besar sebelum terdiagnosis. Penglihatan telah rusak, tanpa adanya
harapan untuk pulih kembali. Terapi umum pada kasus ini ialah enukleasi dan
biasanya disertai pemasangan implan orbita. Pengangkatan bola mata biasanya
dapat memengaruhi pertumbuhan tulang dan jaringan sekitar mata. Pemasangan
orbital implan dapat meminimalkan efek tersebut. Bila retinoblastoma terjadi
pada kedua mata, maka enukleasi pada kedua mata mengakibatkan pasien tidak
bisa melihat namun prosedur ini yang paling aman karena kerusakan mata
disebabkan oleh karena tumornya. Ada juga yang mengatakan bahwa bila pada
satu mata atau dua mata penglihatannya masih berfungsi dapat dipertimbangkan
terapi konservatif terlebih dahulu.
3. Terapi radiasi (brachytherapy atau terapi radiasi eksternal beam).
4. Fotokoagulasi (menggunakan laser untuk mematikan tumor, digunakan untuk
tumor yang kecil).
5. Krioterapi (menggunakan probe yang sangat dingin untuk membekukan dan
mematikan tumor, juga digunakan untuk tumor yang kecil).
6. Termoterapi (merupakan terapi panas yang menggunakan infra merah untuk
mematikan tumor, digunakan untuk tumor yang kecil).
7. Subtenon (subconjunctival) kemoterapi
(Rares,2016)

J. Asuhan Keperawatan Retinoblastoma


1. Pengumpulan data
a. Identitas pasien
Meliputi nama, umur untuk mengetahui angka kejadian pada usia keberapa, jenis
kelamin untuk membandingkan angka kejadian antara laki-laki dan perempuan,
pekerjaan untuk mengetahui apakah penderita sering menggunakan tenaga secara
berlebihan atau tidak.
b. Riwayat penyakit sekarang
Pada pengkajian ini yang perlu dikaji adanya keluhan pada penglihatan seperti
penglihatan kabur, melihat kilatan–kilatan kecil, adanya tirai hitam yang menutupi
area penglihatan, adanya penurunan tajam penglihatan.
c. Riwayat penyakit dahulu
Adakah riwayat penyakit dahulu yang diderita pasien yang berhubungan dengan
timbulnya ablasio retina yaitu adanya miopi tinggi, retinopati, trauma pada mata.
d. Riwayat penyakit keluarga
Adakah anggota keluarga lain yang mengalami penyakit seperti yang dialami
pasien dan miopi tinggi.
e. Riwayat psikososial dan spiritual
Bagaimana hubungan pasien dengan anggota keluarga yang lain dan lingkungan
sekitar sebelum maupun sesudah sakit. Apakah pasien mengalami kecemasan, rasa
takut, kegelisahan karena penyakit yang dideritanya dan bagaimana pasien
menggunakan koping mekanisme untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya.
f. Pola-pola fungsi kesehatan
Masalah yang sering muncul pada pasien dengan post ablasio retina apabila tidak
terdapat komplikasi, adalah sebagai berikut :
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup
Bagaimana persepsi pasien tentang hidup sehat, dan apakah dalam melaksanakan
talaksana hidup sehat penderita membutuhkan bantuan orang lain atau tidak.
2) Pola tidur dan istirahat
Dikaji berapa lama tidur, kebiasaan disaat tidur dan gangguan selama tidur
sebelum pelaksanaan operasi dan setelah palaksanaan operasi. Juga dikaji
bagaimana pola tidur dan istirahat selama masuk rumah sakit.
3) Pola aktifitas dan latihan
Apa saja kegiatan sehari-hari pasien sebelum masuk rumah sakit. Juga ditanyakan
aktifitas pasien selama di rumah sakit, sebelum dan setelah pelaksanaan operasi.
4) Pola hubungan dan peran
Bagaimana hubungan pasien dengan lingkungan sekitarnya. Apakah peranan
pasien dalam keluarga dan masyarakat. Juga ditanyakan bagaimana hubungan
pasien dengan pasien lain dirumah sakit,sebelum dan setelah pelaksanaan operasi.
5) Pola persepsi dan konsep diri
Bagaimana body image, harga diri, ideal diri, dan identitas diri pasien. Apakah
ada perasaan negatif terhadap dirinya. Juga bagaimana pasien menyikapi
kondisinya setelah palaksanaan operasi.
6) Pola sensori dan kognitif
Bagaimana daya penginderaan pasien. Bagaimana cara berpikir dan jalan pikiran
pasien.
7) Pola penanggulangan stress
Bagaimana pasien memecahkan masalah yang dihadapi dan stressor yang paling
sering muncul pada pasien.
g. Pemeriksaan
a) Status kesehatan umum
Bagaimana keadaan penyakit dan tanda-tanda vitalnya.
b) Pemeriksaan mata
Pemeriksaan pada mata dibagi berdasarkan segmen-segmen, yaitu : Pemeriksaan
segmen anterior :
1) Adanya pembengkakan pada palpebrae atau tidak, biasanya pada klien post
operasi ablasio retina, palpebraenya akan bengkak.
2) Keadaan lensa, bila tidak ada konplikasi lain, maka keadaan lensanya adalah
jernih.
3) Bagaimana keadaan pupilnya, pupil pada klien ablasio retina yang telah
masuk rumah sakit akan melebar sebagai akibat dari pemberian atropin.
4) Kamera Okuli Anteriornya biasanya dalam.
5) Bagaimana keadaan konjungtivanya, biasanya pasien post operasi akan
mengalami hiperemi pada konjungtivanya.
c) Pemeriksaan segmen posterior
1) Corpus vitreum ada kelainan atau tidak.
2) Ada atau tidak pupil syaraf optiknya.
d) Pemeriksaan diagnostic
1) Visus, untuk mengetahui tajam penglihatan, adakah penurunan atau tidak dan
untuk mengetahui sisa penglihatan yang masih ada. Pengujian ini dengan
menggunakan kartu snelen yang dibuat sedemikian rupa sehingga huruf
tertentu yang dibaca dengan pusat optik mata membentuk sudut 500 untuk
jarak tertentu. Pada ablasio retina didapatkan penurunan tajam penglihatan.
2) Fundus kopi, untuk mengetahui bola mata seperti warna retina, keadaan retina,
reflek dan gambaran koroid.
2. Analisis data
Setelah pengumpulan data dilakukan, kemudian data tersebut dikelompokkan dan
dianalisis. Data tersebut dikelompokkan menjadi dua jenis. Yang pertama adalah data
subyektif, yaitu data yang diungkapkan oleh pasien dan data obyektif, yaitu data yang
didasarkan pada pengamatan penulis. Data tersebut dikelompokkan berdasarkan
peranannya dalam menunjang suatu masalah, dimana masalah tersebut berfokus kepada
pasien dan respon yang tampak pada pasien.
3. Diagnosis keperawatan
a. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan penglihatan
b. Risiko Infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif
c. Gangguan Citra Tubuh berhubungan dengan perubahan struktur/bentuk tubuh
4. Diagnosa Keperwatan, Tujuan, KH, Intervensi Keperawatan
No. SDKI SLKI SIKI
1. Gangguan fungsi sensori Meminimalisasi
Persepsi Sensori (L.06048) rangsangan (I.082241)
(D.0085)
Definisi : kemampuan Definisi : mengurangi
Definisi : untuk mersakan jumlah atau pola
perubahan stimulasi suara, rasa, rangsangan yang ada
persepsi terhadap raba, aroma dan gambar (baik internal maupun
stimulus baik visual eksternal)
internal maupun
eksternal yang Setelah dilakukan Tindakan :
disertai dengan tindakan selama 3 X 24  Periksa status
respon yang jam diharapkan fungsi mental, status
berkurang. sensori dapat teratasi sensori, dan
Berlebihan atau dengan kriteria hasil : tingkat
terdistrorsi  Ketajaman kenyamana
penglihatan  Diskusikan
Penyebab : dipertahankan dari tingkat toleransi
gangguan skala 2 diturunkan tehadap beban
penglihatan ke skala 5 sensori
 Batasi stimulus
Gejala dan lingkungan
Tanda Minor :  Ajarkan cara
Subjektif : meminimalisasi
melihat stimulus
bayangan  Kolaborasi dalam
Objektif : meminimalkan
distorsi sensori prosedur/tindakan
 Kolaborasi
pemberian obat
yang
mempengaruhi
persepsi stimulus
2. Risiko Infeksi Kontrol risiko Pencegahan infeksi
(0142) (L.14128) (I.14539)

Definisi : Definisi : kemampuan Definisi :


berisiko untuk mengerti, mengidentifikasi dan
mengalami mencegah, menurunkan risiko
peningkatan megeliminasi, atau terserang organisme
terserang mengurangi ancaman patogenik
organisisme kesehatan yang dapat di
patogenik modifikasi. Tindakan :
 Monitor tanda
Faktor risiko : Setelah dilakukan dan gejala infeksi
efek prosedur tindakan selama 3 X 24 lokal dan
invasif jam diharapkan fungsi sistemik
sensori dapat teratasi  Pertahankan
dengan kriteria hasil : teknik aseptik
 Kemampuan pada pasien
mencari berisiko tinggi
informasi  Jelaskan tanda
tentang faktor gejala infeksi
risiko  Ajarkan cara
dipertahankan mencuci tangan
dari skala 2 dengan benar
diturunkan ke  Ajarkan cara
skala 5 memeriksa
 Kemampuan kondisi luka atau
mengidentifikas luka operasi
i faktor risiko
dipertahankan
dari skala 1
diturunkan ke
skala 5
 Kemampuan
menghindari
faktor risiko
dipertahankan
dari skala 2
diturunkan ke
skala 5
 Kemampuan
mengenali
perubahan status
kesehatan
dipertahankan
dari skala 1
diturunkan ke
skala 5
 Pemantauan
perubahan status
kesehatan
dipertahankan
dari skala 2
diturunkan ke
skala 5

3. Gangguan citra Citra tubuh (L.09067) Promosi citra tubuh


tubuh (D.0083) (I.09305)
Definisi : persepsi
Definisi : tentang penampilan , Definisi : meningkatkan
perubahan struktur dan fungsi fisik perbaikan perubahan
persepsi tentang individu persepsi terhadap fisik
penampilan, pasien
struktur dan Setelah dilakukan
fungsi fisik tindakan selama 3 X 24 Tindakan :
individu jam diharapkan fungsi  Monitor
sensori dapat teratasi frekuensi
Penyebab : dengan kriteria hasil : pernataan kritik
Perubahan  Melihat bagian terhadap diri
struktur/bentuk tubuh sendiri
tubuh dipertahankan  Diskusikan
dari skala 2 perubahan tubuh
diturunkan ke dan fungsinya
skala 5  Diskusikan cara
 Verbalisasi mengembangkan
perasaan negatif harapann citra
tentang tubh secara
perubahan tubuh realitis
dipertahankan  Anjurkan
dari skala 3 mengungkapkan
diturunkan ke gambara diri
skala 5 terhadap citra
 Fokus pada tubuh.
bagian tubuh
dipertahankan
dari skala 1
diturunkan ke
skala 5
 Respon
nonverbal pada
perubahan tubuh
dipertahankan
dari skala 2
diturunkan ke
skala 5
 Hubungan sosial
dipertahankan
dari skala 2
diturunkan ke
skala 5
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Retinoblastoma ialah tumor ganas dalam mata yang berasal dari jaringan embrional
retina. Meskipun retinoblastoma dapat terjadi pada semua umur namun paling sering terjadi pada
anak-anak sebelum usia 2 tahun. Retinoblastoma merupakan tumor yang dapat terjadi secara
herediter dan non herediter. Gejala yang paling sering ialah leukokoria dan strabismus. Ciri-ciri
lain meliputi heterokromia, hifema spontan, dan amaurotic cat’ eye. Untuk menegakkan
diagnosis digunakan pemeriksaan X foto, USG, CT scan atau MRI, pemeriksaan LDH.
Konseling genetik juga diperlukan dalam pemeriksaan pasien retinoblastoma. Salah satu sistem
klasifikasi yang sering digunakan pada retinoblastoma intraokular ialah klasifikasi Reese-
Ellsworth.
DAFTAR PUSTAKA

Ishwari, Mega dan Nurhastuti. 2018. Anatomi, Fisiologi dan Genetika. Padang

Rares, Laya. 2016. Retinoblastoma. Jurnal e-Clinic (eCI). Vol.4 No.2 : hal 1-6

Napitupulu,Eristan dan Lina Choridah. 2016. RETINOBLASTOMA HERITABLE:


LAPORAN KASUS. Jurnal Radiologi Indonesia Vol. 2 Nomor.1

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi
dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI

Anda mungkin juga menyukai