B. PENYEBAB/ETIOLOGI
a. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi adalah faktor risiko yang mempengaruhi jenis dan
jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi
stress. Diperoleh baik dari klien maupun keluarganya. Faktor predisposisi
dapat meliputi factor perkembangan, sosiokultural, biokimia, psikologis,
dan genetik.
1. Faktor Perkembangan
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan
interpersonal terganggu, maka individu akan mengalami stress dan
kecemasan.
2. Faktor Sosiokultural
Berbagai factor di masyarakat dapat menyebabkan seseorang merasa
disingkirkan, sehingga orang tersebut merasa kesepian di lingkungan
yang membesarkannya.
3. Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Jika
seseorang mengalami stress yang berleihan, maka di dalam tubuhnya
akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik nuorokimia
seperti buffofenon dan dimethytranferase (DMP).
4. Faktor Psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis serta adanya peran ganda
bertentangan yang sering diterima oleh seseorang akan mengakibatkan
stress dan kecemasan yang tinggi dan berakhir pada gangguan orientasi
realitas.
5. Faktor Genetik
Gen yang berpengaruh dalam skizofrenia belum diketahui, tetapi hasil
studi menunjukkan bahwa factor keluarga menunjukkan hubungan yang
sangat berpengaruh pada penyakit ini.
b. Faktor Presipitasi
Factor presipitasi yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu
sebagai tantangan, ancaman, atau tuntutan yang memerlukan energy ekstra
untuk menghadapinya. Adanya rangsangan dari lingkungan, seperti
partisipasi klien dalam kelompok, terlalu lama tidak diajak berkomunikasi,
objek yang ada di lingkungan, dan juga suasana sepi atau terisolasi sering
menjadi pencetus terjadinya halusinasi. Hal tersebut dapat meningkatkan
stress dan kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan zat
halusinogenik
C. MANIFESTASI KLINIS
- Tanda dan Gejala
Menurut Hamid (2000) dalam Fitria (2009), perilaku klien yang terkait
dengan halusinasi adalah sebagai berikut:
Bicara sendiri.
Senyum sendiri.
Ketawa sendiri.
Menggerakkan bibir tanpa suara.
Pergerakan mata yang cepat
Respon verbal yang lambat
Menarik diri dari orang lain.
Berusaha untuk menghindari orang lain.
Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata.
Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah.
Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik.
Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori.
Sulit berhubungan dengan orang lain.
Ekspresi muka tegang.
Mudah tersinggung, jengkel dan marah.
Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat.
Tampak tremor dan berkeringat.
Perilaku panik.
Agitasi dan kataton.
Curiga dan bermusuhan.
Bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan.
Ketakutan.
Tidak dapat mengurus diri.
Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang.
Menurut Stuart dan Sundeen (1998) dalam Fitria (2009), seseorang yang
mengalami halusinasi biasanya memperlihatkan gejala-gejala yang khas
yaitu:
Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai.
Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara.
Gerakan mata abnormal.
Respon verbal yang lambat.
Diam.
Bertindak seolah-olah dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan.
Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas misalnya
peningkatan nadi, pernafasan dan tekanan darah.
Penyempitan kemampuan konsenstrasi.
Dipenuhi dengan pengalaman sensori.
Mungkin kehilangan kemampuan untuk membedakan antara halusinasi
dengan realitas.
Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh
halusinasinya daripada menolaknya.
Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain.
Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik.
Berkeringat banyak.
Tremor.
Ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk.
Perilaku menyerang teror seperti panik.
Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain.
Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk dan
agitasi.
Menarik diri atau katatonik.
Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang kompleks.
Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang
- Gejala negatif
Memperlihatkan permusuhan
Mendekati orang lain dengan ancaman
Memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai
Menyentuh orang lain dengan cara yang menakutkan
Mempunyai rencana untuk melukai
D. PSIKOPATOLOGI/POHON MASALAH
E. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :
1. Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan
pasien akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan di
lakukan secara individual dan usahakan agar terjadi kontak mata, kalau
bisa pasien di sentuh atau di pegang.Pasien jangan di isolasi baik secara
fisik atau emosional.Setiap perawat masuk ke kamar atau mendekati
pasien, bicaralah dengan pasien. Begitu juga bila akan meninggalkannya
hendaknya pasien di beritahu. Pasien di beritahu tindakan yang akan di
lakukan. Di ruangan itu hendaknya di sediakan sarana yang dapat
merangsang perhatian dan mendorong pasien untuk berhubungan dengan
realitas, misalnya jam dinding, gambar atau hiasan dinding, majalah dan
permainan.
2. Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan
dengan rangsangan halusinasi yang di terimanya.Pendekatan sebaiknya
secara persuatif tapi instruktif.Perawat harus mengamati agar obat yang
di berikan betul di telannya, serta reaksi obat yang di berikan.
3. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang
ada
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat
menggali masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya
halusinasi serta membantu mengatasi masalah yang ada.Pengumpulan
data ini juga dapat melalui keterangan keluarga pasien atau orang lain
yang dekat dengan pasien.
4. Memberi aktivitas pada pasien
Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik,
misalnya berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini
dapat membantu mengarahkan pasien ke kehidupan nyata dan memupuk
hubungan dengan orang lain. Pasien di ajak menyusun jadwal kegiatan
dan memilih kegiatan yang sesuai.
5. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan
Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data
pasien agar ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses
keperawatan, misalny dari percakapan dengan pasien di ketahui bila
sedang sendirian ia sering mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila
ada orang lain di dekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas. Perawat
menyarankan agar pasien jangan menyendiri dan menyibukkan diri
dalam permainan atau aktivitas yang ada.Percakapan ini hendaknya di
beritahukan pada keluarga pasien dan petugaslain agar tidak membiarkan
pasien sendirian dan saran yang di berikan tidak bertentangan.
F. PENGKAJIAN FOKUS
Masalah keperawatan Data yang perlu dikaji
Perubahan Persepsi Subjektif :
Sensori : HALUSINASI Klien mengatakan mendengar sesuatu
Klien mengatakan melihat bayangan
Klien mengatakan dirinya seperti disengat
listrik
Klien mencium bau-bauan yang tidak sedap
seperti bau feses
Klien mengatakan kepalanya seperti melayang
di udara
Klien mengatakan ada sesuatu yang berbeda
pada irinya
Objektif :
Klien terlihat bicara atau tertawaa sendiri
Berhenti bicara di tengah-tengah
Disorientasi
Kosentrasi rendah
Pikiran cepat berubah-ubah
Kekacauan alur pikiran
G. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan Perubahan persepsi sensori : Halusinasi
H. INTERVENSI KEPERAWATAN
- Intervensi keperawatan untuk klien
Tujuan tindakan untuk klien yaitu.
Klien mengenal halusinasi yang dialami.
Klien dapat mengontrol halusinasinya.
Klien mengikuti program pengobatan secara optimal.
Tindakan keperawatan
Membantu klien mengenali halusinasi
Melatih klien mengontrol halusinasi
- Intervensi keperawatan untuk keluarga klien
Tujuan tindakan untuk keluarga
Dapat merawat pasien di rumah dan menjadi sistem pendukung yang
efektif untuk klien.
Tindakan keperawatan
DAFTAR PUSTAKA
Pertemuan Ke 1
a. Kondisi klien
Pasien terlihat bicara atau tertawa sendiri, marah-marah tanpa sebab,
mendekatkan telinga ke arah tertentu, dan menutup telinga. Klien mendengar
suara atau penggaduhan, mendengar suara yang mengajaknya bercakap, dan
menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya.
b. Diagnosa keperawatan
- Diagnosa keperawatan halusinasi dengar
c. Tujuan
- Tujuan umum
1) Pasien mengenali halusinasi yang dialaminya
2) Pasien dapat mengontrol halusinasinya
3) Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal
- Tujuan khusus
Klien dapat membina hubungan saling percaya, dengan criteria sebagai
berikut.
1) Ekspresi wajah bersahabat
2) Menunjukkkan rasa senang
3) Klien bersedia diajak berjabat tangan
4) Klien bersedia menyebutkan nama
5) Ada kontak mata
6) Klien bersedia duduk berdampingan dengan perawat
7) Klien bersedia mengutarakan masalah yang dihadapinya.
Membantu klien mengenal halusinasinya
Mengajarkan klien mengontrol halusinasinya dengan menghardik
halusinasi.
d. Intervensi Keperawatan
- Intervensi keperawatanBina hubungan saling percaya dengan prinsip
komunikasi terapeutik
Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun nonverbal
Perkenalkan diri dengan sopan
Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien
Jelaskan tujuan pertemuan
Jujur dan menepati janji
Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
Beri perhatian kepada klien dan memperhatikan kebutuhan dasar
klien.
- Bantu klien mengenal halusinasinya yang meliputi isi, waktu terjadi
halusinasi, frekuensi, situasi pencetus, dan perasaan saat terjadi halusinasi
- Latih klien untuk mengontrol halusinasi dengan cara menghardik. Tahapan
tindakan yang dapat dilakukan meliputi hal-hal sebagai berikut.
Jelaskan cara menghardik halusinasi
Peragakan cara menghardik halusinasi
Minta klien memperagakan ulang
Pantau penerapan cara ini dan beri penguatan pada perilaku klien yang
sesuai
Masukkan dalam jadwal kegiatan klien
e. Strategi pelaksanaan
1) Fase Orientasi
“Selamat pagi, assalamualaikum... Boleh saya kenalan dengan Ibu?
Nama saya....panggil saja saya.... saya mahasiswa keperawatan....saya
sedang praktik di sini pukul 08.00-13.00 siang nanti. Kalo boleh tahu
nama Ibu siapa dan lebih suka dipanggil sebutan apa?”
a) Evaluasi/validasi
a) “Bagai mana perasaan ibu hari ini? Bagaimana tidurnya tadi
malam? Ada keluhan tidak?”
b) Kontrak :
a) Topic : gimana kalau kita ngobrol tentang suara yang di dengar
ibu tadi malam?
b) Waktu : berapa lama kira-kira mau ngobrolnya bu? 10 menit
cukup ngga bu?
c) Tempat : kita ngobrol disini aja ya bu?
2) Fase kerja
”Apakah bapak mendengar suara tanpa ada ujudnya?Apa yang
dikatakan suara itu?”
” Apakah terus-menerus terdengar atau sewaktu-waktu? Kapan yang
paling sering D dengar suara? Berapa kali sehari bapak alami? Pada
keadaan apa suara itu terdengar? Apakah pada waktu sendiri?”
” Apa yang bapak rasakan pada saat mendengar suara itu?”
”Apa yang bapak lakukan saat mendengar suara itu? Apakah dengan
cara itu suara-suara itu hilang? Bagaimana kalau kita belajar cara-
cara untuk mencegah suara-suara itu muncul?
” bapak , ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul.
Pertama, dengan menghardik suara tersebut. Kedua, dengan cara
bercakap-cakap dengan orang lain. Ketiga, melakukan kegiatan yang
sudah terjadwal, dan yang ke empat minum obat dengan teratur.”
”Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan
menghardik”.
”Caranya sebagai berikut: saat suara-suara itu muncul, langsung
bapak bilang, pergi saya tidak mau dengar, … Saya tidak mau
dengar. Kamu suara palsu. Begitu diulang-ulang sampai suara itu tak
terdengar lagi. Coba bapak peragakan! Nah begitu, … bagus! Coba
lagi! Ya bagus bapak D sudah bisa”
3) Fase Terminasi
a) Evaluasi
a) Subjektif : tanyakan perasaan klien satelah interaksi
“Bagaimana perasaan Ibu dengan obrolan kita tadi? Ibu merasa
senang tidak dengan latihan tadi?”
b) Objektif : minta klien menyimpulkan / demonstrasi
“Setelah kita ngobrol tadi, panjang lebar, sekarang coba Ibu
simpulkan pembicaraan kita tadi.”
“Coba sebutkan cara untuk mencegah suara dan atau bayangan itu
agar tidak muncul lagi.”
b) Rencana tindak lanjut
“Kalau bayangan dan suara-suara itu muncul lagi, silakan Ibu coba
cara tersebut! Bagaimana kalau kita buat jadwal latihannya. Mau jam
berapa saja latihannya?”
(Masukkan kegiatan latihan menghardik halusinasi dalam jadwal
kegiatan harian klien).
3) Kontrak pertemuan selanjutnya
1) Topik
“Ibu, bagaimana kalau besok kita ngobrol lagi tentang caranya
berbicara dengan orang lain saat bayangan dan suara-suara itu
muncul?”
2) Waktu
“Kira-kira waktunya kapan ya? Bagaimana kalau besok jam 09.30
WIB, bisa?”
3) Tempat
“Kira-kira tempat yang enak buat kita ngobrol besok di mana ya?
Sampai jumpa besok.
Wassalamualaikum,……………