Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN GANGGUAN JIWA DENGAN HALUSINASI

DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANYUMAS

Disusun Oleh :

Nama : Sendi Eka Dirgantara

NIM : 210102068

PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN III

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN

UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA PURWOKERTO

TAHUN AKADEMIK 2023/2024


A. Pengertian
Halusinasi adalah gangguan atau perubahan persepsi dimana pasien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra
tanpa ada rangsangan dari luar, suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi
melalui panca indra tanpa stimulus ekstren atau persepsi palsu (Prabowo, 2014).
Halusinasi adalah persepsi klien terhadap lingkungan tanpa stimulus yang
nyata, sehingga klien menginterpretasikan sesuatu yang tidak nyata tanpa stimulus
atau rangsangan dari luar (Stuart dalam Azizah, 2016).
Halusinasi adalah suatu keadaan dimana klien mengalami perubahan sensori
persepsi yang disebabkan stimulus yang sebenarnya itu tidak ada (Sutejo, 2017).
Berdasarkan pengertian halusnasi itu dapat diartikan bahwa, halusinasi adalah
gangguan respon yang diakibatkan oleh stimulus atau rangsangan yang membuat
klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak ada.
B. Penyebab
Halusinasi dapat muncul akibat berbagai faktor. Berikut ini adalah beberapa faktor
paling umum yang dapat menyebabkan halusinasi :
 Gangguan kejiwaan, seperti skizofrenia, demensia, dan depresi berat dengan
gejala psikosis
 Gangguan saraf dan otak, seperti penyakit Parkinson, migrain dengan aura,
delirium, stroke, epilepsi, dan penyakit Alzheimer
 Banyak mengonsumsi alkohol dan obat-obatan terlarang, seperti kokain,
amfetamin, dan heroin
 Demam, terutama pada anak atau lansia
 Gangguan tidur, seperti narkolepsi
 Penyakit berat, seperti gagal ginjal atau gangguan hati stadium lanjut, HIV/AIDS,
kanker otak
 Cedera kepala berat
 Gangguan elektrolit, misalnya hiponatremia dan hipomagenesemia
 Kelainan asam basa
 Efek samping obat-obatan
C. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi klien halusinasi menurut (Oktiviani, 2020) :
a. Faktor perkembangan
Tugas perkembangan klien terganggu misalnya rendahnya kontrol dan kehangatan
keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi,
hilang percaya diri.
b. Faktor sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima dilingkungan sejak bayi akan merasa
disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungan.
c. Biologis
Faktor biologis Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya
stress yang berlebihan dialami seseorang maka didalam tubuh akan dihasilkan
suatu zat yang dapat bersifat halusinogen neurokimia. Akibat stress
berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter otak.
d. Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada
penyalahgunaan zat adikitif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien
dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya, klien lebih memilih
kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam khayal.
e. Sosial Budaya
Meliputi klien mengalami interaksi sosial dalam fase awal dan comforting, klien
meganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata sangat membahayakan.
Klien asyik dengan halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk
memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak
didapatkan dakam dunia nyata.
D. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi merupakan stimulus yang dipersepsikan oleh individu
sebagai tantangan, ancaman, atau tuntutan yang memerlukan energi ekstra untuk
menghadapinya. Seperti adanya rangsangan dari lingkungan, misalnya partisipasi
klien dalam kelompok, terlalu lama tidak diajak komunikasi, objek yang ada di
lingkungan dan juga suasana sepi atau terisolasi, sering menjadi pencetus terjadinya
halusinasi. Hal tersebut dapat meningkatkan stress dan kecemasan yang merangsang
tubuh mengeluarkan zat halusinogenik. Penyebab Halusinasi dapat dilihat dari lima
dimensi
(Oktiviani, 2020) yaitu :
a. Dimensi fisik : Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti
kelelahan yang luar biasa, penggunaaan obat-obatan, demam hingga delirium,
intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.
b. Dimensi Emosional : Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang
tidak dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi
dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup lagi
menentang perintah tersebut hingga dengan kondisi tersebut klien berbuat sesuatu
terhadap ketakutan tersebut.
c. Dimensi Intelektual : Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu
dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada
awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang
menekan, namun merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang
dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tidak jarang akan mengontrol semua
perilaku klien.
d. Dimensi Sosial : Klien mengalami interaksi sosial dalam fase awal dan
comforting, klien meganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata sangat
membahayakan. Klien asyik dengan halusinasinya, seolah-olah ia merupakan
tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga
diri yang tidak didapatkan dakam dunia nyata.
e. Dimensi Spiritual : Secara sepiritual klien Halusinasi mulai dengan kehampaan
hidup, rutinitas tidak bermakna, hilangnya aktifitas ibadah dan jarang berupaya
secara sepiritual untuk menyucikan diri. Saat bangun tidur klien merasa hampa
dan tidak jelas tujuan hidupnya. Individu sering memaki takdir tetapi lemah dalam
upaya menjemput rezeki, menyalahkan lingkungan dan orang lain yang
menyebabkan takdirnya memburuk.
E. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala halusinasi dinilai dari hasil observasi terhadap pasien serta
ungkapan pasien menurut (Oktiviani, 2020) :
 Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai
 Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara
 Gerakan mata cepat
 Menutup telinga
 Respon verbal lambat atau diam
 Diam dan dipenuhi oleh sesuatu yang mengasyikkan
 Terlihat bicara sendiri
 Menggerakkan bola mata dengan cepat
 Bergerak seperti membuang atau mengambil sesuatu
 Duduk terpaku, memandang sesuatu, tiba-tiba berlari ke ruangan lain
 Disorientasi (waktu, tempat, orang)
 Perubahan kemampuan dan memecahkan masalah
 Perubahan perilaku dan pola komunikasi
 Gelisah, ketakutan, ansietas
 Peka rangsang
 Melaporkan adanya halusinasi
F. Penatalaksanaan
1. Psikofarmakologi
Obat sangat penting dalam pengobatan skizofrenia, karena obat dapat
membantu pasien skizofrenia untuk meminimalkan gejala perilaku kekerasan,
halusinasi, dan harga diri rendah. Sehingga pasien skizofrenia harus patuh minum
obat secara teratur dan mau mengikuti perawatan.
a. Haloperidol (HLD)
Obat yang dianggap sangat efektif dalam pengelolaan hiperaktivitas,
gelisah, agresif, waham, dan halusinasi.
Dosis Haloperidol 3x5 mg (tiap 8 jam) intra muscular, dalam keadaan
agitasi dan hiperaktif diberikan tablet Haloperidol 2x1,5 – 2,5 mg per hari, dan
dalam keadaan fase kronis diberikan tablet Haloperidol 2x0,5 – 1 mg perhari.
b. Chlorpromazine (CPZ)
Obat yang digunakan untuk gangguan psikosis yang terkait skizofrenia
dan gangguan perilaku yang tidak terkontrol.
Dosis Clorpromazin 25-50 mg diberikan intra muscular setiap 6-8 jam
sampai keadaan akut teratasi, dalam keadaan agitasi dan hiperaktif diberikan
tablet Klorpromazin 2x100 mg per hari, dan dalam keadaan fase kronis
diberikan tablet Klorpromazin 1x50 mg sehari (malam).
c. Trihexilpenidyl (THP)
Obat yang digunakan untuk mengobati semua jenis Parkinson dan
pengendalian gejala ekstrapiramidal akibat terapi obat.
Dosis dalam keadaan agitasi dan hiperaktif diberikan tablet Triheksifenidil 2x2
mg per hari, dan dalam keadaan fase kronis diberikan tablet Triheksifenidil 1-
2x2 mg sehari.
2. Terapi kejang listrik (Electro Compulsive Therapy)
Yaitu suatu terapi fisik atau suatu pengobatan untuk menimbulkan kejang
grand mal secara artifisial dengan melewatkan aliran listrik melalui elektroda yang
dipasang pada satu atau dua temples pada pelipis. Jumlah tindakan yang dilakukan
merupakan rangkaian yang bervariasi pada setiap pasien tergantung pada masalah
pasien dan respon terapeutik sesuai hasil pengkajian selama tindakan. Pada pasien
Skizofrenia biasanya diberikan 30 kali. ECT biasanya diberikan 3 kali seminggu
walaupun biasanya diberikan jarang atau lebih sering. Indikasi penggunaan obat :
penyakit depresi berat yang tidak berespon terhadap obat, gangguan bipolar di
mana pasien sudah tidak berespon lagi terhadap obat dan pasien dengan bunuh diri
akut yang sudah lama tidak mendapatkan pertolongan.
3. Psikoterapi
Membutuhkan waktu yang relatif lama, juga merupakan bagian penting dalam
proses terapeutik. Upaya dalam psikoterapi ini meliputi : memberikan rasa aman
dan tenang, menciptakan lingkungan terapeutik, memotivasi klien untuk dapat
mengungkapkan perasaan secara verbal, bersikap ramah, sopan, dan jujur terhadap
klien.
G. Psikopatologi

Risiko Perilaku Kekerasan :


Effect
Diri Sendiri, Orang Lain, dan Lingkungan

Gangguan Persepsi Sensori : Core Problem


Halusinasi

Isolasi Sosial Cause

H. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dalam pelaksanaan asuhan keperawatan.
Pengkajian dapat dilakukan dengan cara observasi dan wawancara pada klien dan
keluarga pasien (O’brien, 2014). Pengkajian awal mencakup :
a. Keluhan atau masalah utama
b. Status kesehatan fisik, mental, dan emosional
c. Riwayat pribadi dan keluarga
d. Sistem dukungan dalam keluarga, kelompok sosial, atau komunitas
e. Kegiatan sehari-hari
f. Kebiasaan dan keyakinan Kesehatan
g. Pemakaian obat yang diresepkan
h. Pola koping
i. Keyakinan dan nilai spiritual

Dalam proses pengakajian dapat dilakukan secara observasional dan


wawancara. Data pengakajian memerlukan data yang dapat dinilai secara
observasional. Menurut Videbeck dalam Yosep (2014) data pengkajian terhadap
klien halusinasi yaitu :

a. Data Subjektif
1) Mendengar suara menyuruh
2) Mendengar suara mengajak bercakap-cakap
3) Melihat bayangan, hantu, atau sesuatu yang menakutkan
4) Mencium bau darah, feses, masakan dan parfum yang menyenangkan
5) Merasakan sesuatu dipermukaan kulit, merasakan sangat panas atau dingin
6) Merasakan makanan tertentu, rasa tertentu, atau mengunyah sesuatu
b. Data Objektif
1) Mengarahkan telinga pada sumber suara
2) Bicara atau tertawa sendiri
3) Marah-marah tanpa sebab
4) Tatapan mata pada tempat tertentu
5) Menunjuk-nujuk arah tertentu
6) Mengusap atau meraba-raba permukaan kulit tertentu

Selanjutnya dalam pengkajian memerlukan data berkaitan dengan pengkajian


wawancara menurut (Yosep, 2014) yaitu :

a. Jenis Halusinasi
Data yang dikaji ini didapatkan melalui wawancara dengan tujuan untuk
mengetahui jenis dari halusinasi yang diderita oleh klien.
b. Isi Halusinasi
Data yang didapatkan dari wawacara ditujukan untuk mengetahui halusinasi
yang dialami klien.
c. Waktu Halusinasi
Data yang dikaji ini didapatkan melalui wawancara dengan tujuan untuk
mengetahui kapan saja halusinasi itu mncul.
d. Frekuensi Halusinasi
Data yang dikaji ini didapatkan melalui wawancara dengan tujuan untuk
mengetahui berapasering halusinasi itu muncul pada klien.
e. Situasi Munculnya Halusinasi
Data yang dikaji ini didapatkan melalui wawancara dengan tujuan untuk
mengetahui klien ketika munculnya halusinasi itu.
f. Respon terhadap Halusinasi
Data yang didapatan melalui wawancara ini ditujukan untuk mengetahui
respon halusinasi dari klien dan dampa dari halusinasi itu.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien halusinasi menurut
(SDKI, 2017) yaitu :
a. Gangguan Persepsi Sensori
b. Isolasi Sosial
c. Risiko Perilaku Kekerasan
3. Fokus Intervensi Keperawatan

No. Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan
1 Gangguan Persepsi Sensori Manajemen Halusinasi
Persepsi Sensori (L.09083) (I.09288)
(D.0085) Setelah dilakukan tindakan Observasi
keperawatan selama 3x24 - Monitor perilaku yang
jam diharapkan persepsi mengindikasikan
sensori membaik dengan halusinasi
kriteria hasil : - Monitor dan sesuaikan
- Verbalisasi mendengar tingkat aktivitas dan
bisikan menurun stimulasi lingkungan
- Vernalisasi melihat - Monitor isi halusinasi
bayangan menurun (mis: kekerasan atau
- Verbalisasi merasakan membahayakan diri)
sesuatu melalui indera Terapeutik
perabaan menurun - Pertahankan
- Verbalisasi merasakan lingkungan yang aman
sesuatu melalui indera - Lakukan Tindakan
penciuman menurun keselamatan Ketika
- Verbalisasi merasakan tidak dapat mengontrol
sesuatu melalui indera perilaku (mis: limit
pengecapan menurun setting, pembatasan
- Distorsi sensori wilayah, pengekangan
menurun fisik, seklusi)
- Perilaku halusinasi - Diskusikan perasaan
menurun dan respons terhadap
- Menarik diri menurun halusinasi
- Curiga menurun - Hindari perdebatan
- Mondar mandir tentang validitas
menurun halusinasi
- Respons sesuai Edukasi
stimulus membaik - Anjurkan memonitor
- Konsentrasi membaik sendiri situasi
- Orientasi membaik terjadinya halusinasi
- Anjurkan bicara pada
orang yang dipercaya
untuk memberi
dukungan dan umpan
balik korektif terhadap
halusinasi
- Anjurkan melakukan
distraksi (mis:
mendengarkan music,
melakukan aktivitas
dan Teknik relaksasi)
- Ajarkan pasien dan
keluarga cara
mengontrol halusinasi
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
obat antipsikotik dan
antiansietas, jika perlu
2 Isolasi Sosial Keterlibatan Sosial Promosi Sosialisasi
(D.0121) (L.13116) (I.13498)
Setelah dilakukan tindakan Observasi
keperawatan selama 3x24 - Identifikasi
jam diharapkan kemampuan
keterlibatan sosial melakukan interaksi
meningkat dengan kriteria dengan orang lain
hasil : - Identifikasi hambatan
- Minat interaksi melakukan interaksi
meningkat
dengan orang lain
- Verbalisasi tujuan
yang jelas mningkat Terapeutik
- Minat terhadap - Motivasi
aktivitas meningkat meningkatkan
- Verbalisasi isolasi keterlibatan dalam
menurun suatu hubungan
- Verbalisasi
- Motivasi kesabaran
ketidakamanan di
dalam
tempat umum
menurun mengembangkan suatu
- Perilaku menarik diri hubungan
menurun - Motivasi berpartisipasi
- Verbalisasi perasaan dalam aktivitas baru
berbeda dengan orang dan kegiatan
lain menurun kelompok
- Afek murung/sedih - Motivasi berinteraksi
menurun di luar lingkungan
- Perilaku sesuai dengan (mis: jalan-jalan, ke
harapan orang lain toko buku)
membaik - Diskusikan kekuatan
- Kontak mata membaik dan keterbatasan
dalam berkomunikasi
dengan orang lain
- Diskusikan
perencanaan kegiatan
di masa depan
- Berikan umpan balik
positif dalam
perawatan diri
- Berikan umpan balik
positif pada setiap
peningkatan
kemampuan
Edukasi
- Anjurkan berinteraksi
dengan orang lain
secara bertahap
- Anjurkan ikut serta
kegiatan sosial dan
kemasyarakatan
- Anjurkan berbagi
pengalaman dengan
orang lain
- Anjurkan
meningkatkan
kejujuran diri dan
menghormati hak
orang lain
- Anjurkan penggunaan
alat bantu (mis:
kacamata dan alat
bantu
dengar)Anjurkan
membuat perencanaan
kelompok kecil untuk
kegiatan khusus
- Latih bermain peran
untuk meningkatkan
keterampilan
komunikasi
- Latih
mengekspresikan
marah dengan tepat
3 Risiko Perilaku Kontrol Diri (L.09076) Pencegahan Perilaku
Kekerasan Setelah dilakukan tindakan Kekerasan (I.14544)
(D.0146) keperawatan selama 3x24 Observasi
jam diharapkan kontrol diri - Monitor adanya benda
meningkat dengan kriteria yang berpotensi
hasil : membahayakan (mis:
- Verbalisasi ancaman benda tajam, tali)
kepada orang lain - Monitor keamanan
menurun barang yang dibawa
- Verbalisasi umpatan oleh pengunjung
menurun - Monitor selama
- Perilaku menyerang penggunaan barang
menurun yang dapat
- Perilaku melukai diri membahayakan (mis:
sendiri/ orang lain pisau cukur)
menurun Terapeutik
- Perilaku merusak - Pertahankan
lingkungan sekitar lingkungan bebas dari
menurun bahaya secara rutin
- Perilaku agresif/ amuk - Libatkan keluarga
menurun dalam perawatan
- Suara keras menurun Edukasi
- Bicara ketus menurun - Anjurkan pengunjung
dan keluarga untuk
mendukung
keselamatan pasien
- Latih cara
mengungkapkan
perasaan secara asertif
- Latih mengurangi
kemarahan secara
verbal dan nonverbal
(mis: relaksasi,
bercerita)
DAFTAR PUSTAKA

Eko Prabowo. 2014. Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika.

Stuart, G.W, 2016, Prinsip dan Praktik Keperawatan Jiwa Stuart Buku 2 : Edisi Indonesia,
Elseiver, Singapore

Sutejo. (2017). Konsep dan Praktik Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa: Ganguan Jiwa dan
Psikososial. Yogyakarta: PT. Pustaka Baru.

Oktiviani, Dwi. 2020. Kti Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn.K Dengan Masalah Gangguan
Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran. (Online). (Http://Repository.Pkr.Ac.Id/498/.
Diakses 4 Februari 2021)

PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator Daignostik,
Edisi 1 Cetakan III (Revisi). Jakarta : PPNI.

PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta : PPNI.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi I Cetakan II. Jakarta : PPNI.

Anda mungkin juga menyukai