Disusun Oleh :
ANGGI RADITIA
P1337420618005
A. Pengertian
Pengertian Stuart & Laraia (2009) mendefinisikan halusinasi sebagai suatu
tanggapan dari panca indera tanpa adanya rangsangan (stimulus) eksternal. Halusinasi
merupakan gangguan persepsi dimana pasien mempersepsikan sesuatu yang
sebenarnya tidak terjadi.Ada lima jenis halusinasi yaitu pendengaran, penglihatan,
penghidu, pengecapan dan perabaan. Halusinasi pendengaran merupakan jenis
halusinasi yang paling banyak ditemukan terjadi pada 70% pasien, kemudian
halusinasi penglihatan 20%, dan sisanya 10% adalah halusinasi penghidu, pengecapan
dan perabaan.
Pasien halusinasi merasakan adanya stimulus yang sebetulnya tidak ada.
Perilaku yang teramati pada pasien yang sedang mengalami halusinasi pendengaran
adalah pasien merasa mendengarkan suara padahal tidak ada stimulus suara.
Sedangkan pada halusinasi penglihatan pasein mengatakan melihat bayangan orang
atau sesuatu yang menakutkan padahal tidak ada bayangan tersebut. Pada halusinasi
penghidu pasien mengatakan membaui bau-bauan tertentu padahal orang lain tidak
merasakan sensasi serupa. Sedangkan pada halusinasi pengecapan, pasien mengatakan
makan atau minum sesuatu yang menjijikkan. Pada halusinasi perabaan pasien
mengatakan serasa ada binatang atau sesuatu yang merayap ditubuhnya atau di
permukaan kulit.
B. Penyebab
Faktor-faktor penyebab halusinasi dibagi dua (Yosep, 2010) yaitu :
1. Faktor predisposisi
a. Faktor perkembangan
Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya kontrol dan
kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil,
mudah frustasi, hilangnya kepercayaan diri dan lebih rentan terhadap stress.
b. Faktor sosiokultural
Seseorang yang tidak diterima oleh lingkungannya sejak bayi akan merasa
disingkirkan, kesepian dan tidak percaya pada lingkungannya.
c. Faktor biokimia
Stress yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan
dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti
Buffofenon dan Dimetytranferse (DMP). Akibat stress berkepanjangan
menyebabkan terakitvasinya neurotrasmitter otak. Misalnya tejadi
ketidakseimbangan acetylcholin dan dopamin.
d. Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada
penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien
dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien lebih
memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam hayal.
e. Faktor genetik dan pola asuh
Anak sehat yang di asuh oleh orang tua yang mengalami gangguan jiwa
cenderung mangalami gangguan jiwa dan faktor keluarga menunjukan
hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
2. Faktor presipitasi
a. Dimensi fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan
yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi
alkohol dan kesulitan dalam waktu lama.
b. Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi
merupakan penyebab halusinasi terjadi. Isi dari halusinai dapat berupa
perintah memaksa dan menakutkan.
c. Dimensi intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan halusinasi
akan memperlihatkan penurunan fungsi ego seseorang yang pada awalnya
halusinasi merupakan usaha dari ego itu sendiri untuk melawan impuls yang
menekan, namun merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang
dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol
semua perilaku klien
d. Dimensi sosial
Dalam dimensi sosial ini klien mengalami gangguan interaksi sosial dan
menganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata sangat membahayakan.
e. Dimensi spiritual
Secara spiritual klien dengan halusinasi dimulai dengan kehampaan hidup,
rutinitas tidak bermakna, hilangnya keinginan untuk beribadah dan jarang
berupaya secara spiritual untuk menyucikan diri. Klien sering memaki takdir
tetapi lemah dalam upaya menjemput rejeki, menyalahkan lingkungan dan
orang lain yang menyebabkan memburuk.
C. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala halusinasi dinilai dari hasil observasi terhadap pasien serta
ungkapan pasien. Tanda dan gejala pasien halusinasi adalah sebagai berikut:
1. Data Obyektif
a. Bicara atau tertawa sendiri.
b. Marah-marah tanpa sebab.
c. Memalingkan muka ke arah telinga seperti mendengar sesuatu
d. Menutup telinga.
e. Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu.
f. Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas.
g. Mencium sesuatu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu.
h. Menutup hidung.
i. Sering meludah.
j. Muntah.
k. Menggaruk-garuk permukaan kulit.
2. Data Subyektif
a. Mendengar suara-suara atau kegaduhan.
b. Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap.
c. Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya.
d. Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk kartun, melihat hantu atau
monster.
e. Mencium bau-bauan seperti bau darah, urin, feses, kadang-kadang bau itu
menyenangkan.
f. Merasakan rasa seperti darah, urin atau feses
g. Merasa takut atau senang
h. Mengatakan sering mendengar sesuatu pada waktu tertentu saat sedang
sendirian.
i. Mengatakan sering mengikuti isi perintah halusinasi.
D. Penatalaksanaan
Menurut Townsend, (2003) ada dua jenis penatalaksanaan yaitu sebagai
berikut :
1. Terapi Farmakologi
a. Haloperidol (HLP)
1) Klasifikasi antipsikotik, neuroleptik, butirofenon.
2) Indikasi
Penatalaksanaan psikosis kronik dan akut, pengendalian hiperaktivitas dan
masalah prilaku berat pada anak-anak.
3) Mekanisme kerja
Mekanisme kerja anti psikotik yang tepat belum dipahami sepenuhnya,
tampak menekan SSP pada tingkat subkortikal formasi reticular otak,
mesenfalon dan batang otak.
4) Kontra indikasi
Hipersensitifitas terhadap obat ini pasien depresi SSP dan sumsum tulang,
kerusakan otak subkortikal, penyakit Parkinson dan anak dibawah usia 3
tahun.
5) Efek samping
Sedasi, sakit kepala, kejang, insomnia, pusing, mulut kering dan anoreksia.
b. Chlorpromazin
1) Klasifikasi sebagai antipsikotik, antiemetik.
2) Indikasi
Penanganan gangguan psikotik seperti skizofrenia, fase mania pada
gangguan bipolar, gangguan skizoaktif, ansietas dan agitasi, anak
hiperaktif yang menunjukkan aktivitas motorik berlebihan.
3) Mekanisme Kerja
Mekanisme kerja antipsiotik yang tepat belum dipahami sepenuhnya,
namun mungkin berhubungan dengan efek antidopaminergik.Antipsikotik
dapat menyekat reseptor dopamine postsinaps pada ganglia basal,
hipotalamus, system limbik, batang otak dan medula.
4) Kontra Indikasi
Hipersensitivitas terhadap obat ini, pasien koma atau depresi sum-sum
tulang, penyakit Parkinson, insufiensi hati, ginjal dan jantung, anak usia
dibawah 6 bulan dan wanita selama kehamilan dan laktasi.
5) Efek Samping
Sedasi, sakit kepala, kejang, insomnia, pusing, hipotensi, ortostatik,
hipertensi, mulut kering, mual dan muntah.
c. Trihexypenidil (THP)
1) Klasifikasi antiparkinson
2) Indikasi
Segala penyakit Parkinson, gejala ekstra pyramidal berkaitan dengan obat
antiparkinson
3) Mekanisme kerja
Mengoreksi ketidakseimbangan defisiensi dopamine dan kelebihan
asetilkolin dalam korpus striatum, asetilkolin disekat oleh sinaps untuk
mengurangi efek kolinergik berlebihan.
4) Kontra indikasi
Hipersensitifitas terhadap obat ini, glaucoma sudut tertutup, hipertropi
prostat pada anak dibawah usia 3 tahun.
5) Efek samping
Mengantuk, pusing, disorientasi, hipotensi, mulut kering, mual dan
muntah.
2. Terapi non Farmakologi
a. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK).
Terapi aktivitas kelompok yang sesuai dengan Gangguan Sensori Persepsi:
Halusinasi adalah TAK Stimulasi Persepsi.
b. Elektro Convulsif Therapy(ECT)
Merupakan pengobatan secara fisik menggunakan arus listrik dengan kekuatan
75-100 volt, cara kerja belum diketahui secara jelas namun dapat dikatakan
bahwa terapi ini dapat memperpendek lamanya serangan Skizofrenia dan
dapat mempermudah kontak dengan orang lain.
c. Pengekangan atau pengikatan
Pengembangan fisik menggunakan pengekangannya mekanik seperti manset
untuk pergelangan tangan dan pergelangan kaki sprei pengekangan dimana
klien dapat dimobilisasi dengan membalutnya,cara ini dilakukan pada klien
halusinasi yang mulai menunjukan perilaku kekerasan diantaranya : marah-
marah/mengamuk.
E. Pohon Masalah
Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan
Data Objektif :
Data Objektif :
Data Obyektif :
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup, apatis, ekspresi sedih,
komunikasi verbal kurang, aktivitas menurun, posisi janin pada saat tidur,
menolak berhubungan, kurang memperhatikan kebersihan.
3. Diagnosa Keperawatan
a. Perubahan persepsi sensori: halusinasi berhubungan dengan menarik diri.
b. Risiko mencederai diri sendiri orang lain dan lingkungan berhubungan dengan
halusinasi.
c. Isolasi sosial : Menarik diri
4. Intervensi Keperawatan
Diagnosa 1. Resiko menciderai diri sendiri dan oaring lain berhubungan dengan
gangguan persepsi sensori: halusinasi dengar
Tujuan
a. Tujuan Umum
Klien tidak menciderai orang lain
b. Tujuan Khusus
1) TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya
Kriteria hasil :
a) Ekspresi wajah bersahabat
b) Menunjukkan rasa senang
c) Ada kontak mata atau mau jabat tangan
d) Mau menyebutkan nama
e) Mau menyebut dan menjawab salam
f) Mau duduk berdampingan dengan perawat
g) Mau mengutarakan masalah yang dihadapi
Intervensi
Bina hubungan saling percaya dengan prinsip komunikasi terapetik
a) Sapa klien dengan ramah baik secara verbal maupun non verbal
b) Perkenalkan diri dengan sopan
c) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
klien
d) Jelaskan tujuan pertemuan
e) Jujur dan menepati janji
f) Tunjukkan sikap empati dan terima klien apa adanya
g) Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien
Rasionalisasi
Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk kelancaran hubungan
interaksi selanjutnya
2) TUK II : Klien dapat mengenal halusinasinya
Kriteria hasil:
a) Klien dapat menyebutkan waktu, isi, frekuensi timbulnya halusinasi
b) Klien dapat mengungkapkan perasaanya terhadap halusinasinya
c) Bantu klien mengenal halusinasinya
- Jika menemukan klien yang sedang halusinasi, tanyakan apa
yang sedang terasa
- Katakan bahwa perawat percaya klien meraskan sentuhan itu
namun perawat sendiri tidak melihatnya
- Katakan bahwa klien lain juga ada yang seperti klien
- Katakan bahwa perawat siap membantu klien
d) Diskusikan dengan klien
- Situasi yang menimbulkan atau tidak menimbulkan halusinasi
- Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi
e) Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi
3) TUK III : Klien dapat mengontrol halusinasinya
Kriteria hasil :
a) Klien dapat menyebutkan tindakan yang dapat dilakukan untuk
mengendalikan halusinasinya
b) Klien dapat menyebutkan cara baru
c) Klien dapat memilih cara yang telah dipilih untuk mengendalikan
halusinasi
d) Klien dapat mengikuti terapi aktivitas kelompok
Intervensi
a) Identifikasi bersama klien cara yang dilakukan jika terjadi
halusinasi. Rasional: merupakan upaya untuk memutus siklus
halusinasi
b) Diskusikan manfaat dara yang digunakan klien, jika bermanfaat beri
pujian. Rasional: reinforcement positif dapat meningkatkan harga
diri klien
c) Diskusikan cara baru untuk mengontrol timbulnya halusinasi
- Katakan “ saya tidak mau merasakan kamu”
- Menemui orang lain untuk bercakap-cakap
- Melihat jadwal kegiatan sehari-hari agar halusinasi tidak sempat
muncul
- Meminta perawat/teman/keluarga untuk menyapa jika klien
melamun, rasional: memberi alternatif pikiran bagi klien
d) Bantu klien melatih dan memutus halusinasi secara bertahap
rasional: memotivasi dapat meningkatkan keinginan klien untuk
mencoba memilih salah satu cara pengendalian halusinasi
e) Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih, evaluasi
hasilnya dan beri pujian jika berhasil
f) Anjurkan klien untuk mengikuti TAK, orientasi realita
4) TUK IV : Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol
halusinasinya
Kriteria hasil :
a) Klien dapat hubungan saling percaya pada perawat
b) Keluarga dapat menyebutkan pengertian, tanda dan tindakan untuk
mengendalikan halusinasi
Intervensi
a) Anjurkan klien untuk memberitahu keluarga jika sedang halusinasi.
Rasional: untuk mendapatkan bantuan keluarga dalam mengontrol
halusinasi
b) Diskusikan dengan keluarga tentang
- Gejala halusinasi yang dialami klien
- Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutus
halusinasi
- Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi di rumah, beri
kegiatan jangan biarkan sendiri
c) Beri informasi tentang kapan pasien memerlukan bantuan. Rasional:
Untuk meningkatkan pengetahuan tentang halusinasi
5) TUK V : Klien memanfaatkan obat dengan baik
Kriteria hasil
a) Klien dan keluarga mampu menyebutkan manfaat, dosis dan efek
samping
b) Klien dapat mendemonstrasikan penggunaan obat dengan benar
c) Klien dapat menginformasikan manfaat dan efek samping obat
d) Klien dapat memahami akibat pemakaian obat tanpa konsultasi
e) Klien dapat menyebutkan prinsip 5 benar penggunaan obat
Intervensi
a) Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuansi dan
manfaat obat
b) Ajurkan klien untuk minta sendiri obat pada perawat dan merasakan
manfaatnya
c) Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan efek
samping obat yang dirasakan.Rasional: dengan mengetahui efek
samping obat klien tahu apa yang harus dilakukan setelah minum
obat
d) Diskusikan bahayanya obat tanpa konsultasi.Rasional: Pengobatan
dapat bejalan sesuai rencana
e) Bantu klien menggunakan prinsip 5 benar. Rasional: dengan
mengetahui prinsip maka kemandirian klien tentang pengobatan
dapat ditingkatkan secara bertahap
Diagnosa Keperawatan 2 : Resiko menciderai diri dan orang lain yang
berhubungan dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi
Tujuan
a. Tujuan umum:
Klien tidak mencederai diri sendiri dan orang lain
b. Tujuan khusus
1) TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Kriteria evaluasi :
Ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa tenang, ada kontak mata,
mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab salam,
mau duduk berdampingan dengan perawat, mau mengutarakan masalah
yang dihadapi.
Intervensi
Bina hubungan saling percaya dengan :
a) Sapa klien dengan ramah dan baik secara verbal dan non verbal.
b) Perkenalkan diri dengan sopan.
c) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang
disukai klien.
d) Jelaskan tujuan pertemuan.
e) Jujur dan menepati janji.
f) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
g) Beri perhatian pada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien
Rasional :
Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk memperlancar
hubungan interaksi selanjutnya.
2) TUK II : Klien dapat mengenal halusinasi
Kriteria evaluasi :
a) Klien dapat menyebutkan waktu, isi dan frekuensi timbulnya
halusinasi.
b) Klien dapat mengungkapkan perasaan terhadap halusinasinya.
Intervensi
a) Adakan sering dan singkat secara bertahap.
Rasional :
Kontak sering dan singkat selain upaya membina hubungan saling
percaya juga dapat memutuskan halusinasinya.
b) Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya. Bicara
dan tertawa tanpa stimulus, memandang ke kiri dan ke kanan seolah-
olah ada teman bicara.
Rasional :
Mengenal perilaku pada saat halusinasi timbul memudahkan perawat
dalam melakukan intervensi.
c) Bantu klien mengenal halusinasinya dengan cara :
1) Jika menemukan klien yang sedang halusinasi tanyakan apakah
ada suara yang di dengar.
2) Jika klien menjawab ada lanjutkan apa yang dikatakan.
3) Katakan bahwa perawat percaya klien mendengar suara itu,
namun perawat sendiri tidak mendengarnya (dengan nada
sahabat tanpa menuduh/menghakimi).
4) Katakan pada klien bahwa ada juga klien lain yang sama seperti
dia.
5) Katakan bahwa perawat akan membantu klien.
Rasional :
Mengenal halusinasi memungkinkan klien untuk menghindari
faktor timbulnya halusinasi.
d) Diskusikan dengan klien tentang :
1) Situasi yang menimbulkan/tidak menimbulkan halusinasi.
2) Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore dan
malam atau jika sendiri, jengkel, sedih)
Rasional :
Dengan mengetahui waktu, isi dan frekuensi munculnya
halusinasi mempermudah tindakan keperawatan yang akan
dilakukan perawat.
e) Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi
(marah, takut, sedih, tenang) beri kesempatan mengungkapkan
perasaan.
Rasional :
Untuk mengidentifikasi pengaruh halusinasi pada klien.
3) TUK III : Klien dapat mengontrol halusinasinya.
Kriteria evaluasi :
a) Klien dapat menyebutkan tindakan yang biasanya dilakukan
untuk mengendalikan halusinasinya.
b) Klien dapat menyebutkan cara baru.
c) Klien dapat memilih cara mengatasi halusinasi seperti yang telah
didiskusikan dengan klien.
d) Klien dapat melakukan cara yang telah dipilih untuk mengendalikan
halusinasi.
e) Klien dapat mengetahui aktivitas kelompok.
Intervensi
a) Identifikasi bersama klien tindakan yang dilakukan jika terjadi
halusinasi (tidur, marah, menyibukkan diri sendiri dan lain-lain)
Rasional :
Upaya untuk memutus siklus halusinasi sehingga halusinasi tidak
berlanjut.
b) Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, jika bermanfaat beri
pujian.
Rasional :
Reinforcement dapat mneingkatkan harga diri klien.
c) Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya
halusinasi :
- Katakan : “Saya tidak mau dengar kau” pada saat halusinasi
muncul.
- Menemui orang lain atau perawat, teman atau anggota keluarga
yang lain untuk bercakap-cakap atau mengatakan halusinasi yang
didengar.
- Membuat jadwal sehari-hari agar halusinasi tidak sempat muncul.
- Meminta keluarga/teman/perawat, jika tampak bicara sendiri
Rasional :
Memberikan alternatif pilihan untuk mengontrol halusinasi.
d) Bantu klien memilih cara dan melatih cara untuk memutus
halusinasi secara bertahap, misalnya dengan :
- Mengambil air wudhu dan sholat atau membaca al-Qur’an.
- Membersihkan rumah dan alat-alat rumah tangga.
- Mengikuti keanggotaan sosial di masyarakat (pengajian, gotong
royong).
- Mengikuti kegiatan olah raga di kampung (jika masih muda).
- Mencari teman untuk ngobrol
Rasional :
Memotivasi dapat meningkatkan keinginan klien untuk mencoba
memilih salah satu cara untuk mengendalikan halusinasi dan dapat
meningkatkan harga diri klien.
e) Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih. Evaluasi
hasilnya dan beri pujian jika berhasil.
Rasional :
Memberi kesempatan kepada klien untuk mencoba cara yang telah
dipilih.
f) Anjurkan klien untuk mengikuti terapi aktivitas kelompok, orientasi
realita dan stimulasi persepsi.
Rasional :
Stimulasi persepsi dapat mengurangi perubahan interprestasi realitas
akibat halusinasi.
Nurhalimah. 2016. Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan Jiwa. Jakarta: Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia
Carolina, Keliat, BA, Sabri, L (2008). Pengaruh Penerapan Standar Asuhan Keperawatan
Halusinasi terhadap Kemampuan Klien Mengontrol Halusinasi di RS Dr.Soeharto
Heerdjan Jakarta.
Hastuti (2013). Efektivitas rational emotive behaviour therapy berdasarkan profile
multimodal therapy pada klien skizofrenia dengan masalah keperawatan perilaku
kekerasan dan halusinasi di RSMM Bogor. FIK UI : Depok
Lelono, S.K., Keliat, B.A., Besral, (2011). Efektivitas Cognitive Behavioral Therapy
(CBT) dan Rational Emotive Behavioral Therapy (REBT) Terhadap Klien Perilaku
Kekerasan, Halusinasi dan Harga Diri Rendah di RS Dr. H. Marzoeki Mahdi
Bogor. FIK UI : Depok
NANDA, (2012). Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Cetakan
2012. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.