Anda di halaman 1dari 22

1

“PERILAKU ANEH”

Seorang laki-laki umur 17 tahun diantar ke puskesmas oleh kedua orangtuanya


karena sering berbicara sendiri. Selain itu, pasien juga menunjukkan sikap atau
perilaku yang aneh seperti kedua tangan menyihir dan mengatakan melihat hantu
barong saat menjawab pertanyaan dokter yang memeriksa. Selama anamnesis
pasien cenderung tidak menjawab sesuai pertanyaan, senyum senyum sendiri,
serta menunjukkan perilaku yang aneh dengan menggerakan kedua kaki dan
tangannya. Menurut ayah pasien, anaknya mulai bicara sendiri sejak 6 bulan
sebelum masuk rumah sakit. Pasien memiliki riwayat pengobatan gangguan
pemusatan perhatian dan hiperaktivitas pada usia 7 tahun sehingga banyak
mengalami kesulitan dalam proses belajar. Dari pemeriksaan fisik didapatkan
tanda tanda vital dan pemeriksaan umum dalam batas normal. Pada status psikiatri
didapatkan kesan umum pasien tampak penampilan tidak wajar, roman muka
sesuai umur dengan kontak visual maupun verbal kurang. Pasien juga memiliki
kesadaran yang jernih dan mood/afek irritable, waham, halusinasi.

STEP 1

1. GPPH : Kelainan perkembangan anak yang ditandai dengan gejala


kekurangan perhatian atau aktivitas yang berlebihan.
2. Waham : Suatu keyakinan salah yang tetap dipertahankan terus
menerus tapi tidak sesuai dengan dengan keinginan.
3. Afek irritable : Suasanan perasaan yang sensitif
4. Halusinasi : Suatu kejadian tidak nyata pada panca indra tanpa
stimulus dari luar.

STEP 2

1. Mengapa pasien mengalami gejala pada di kasus?


2. Apa hubungan riwayat penyakit dahulu dengan gejala yang timbul?
3. Bagaimana penegakan diagnosis pada kasus tersebut?
4. Bagaimana penatalaksaan pada kasus tersebut?

STEP 3
2

1. Faktor biopsikososial bisa karena abnormalitas dopaminergik yang dapat


mempengaruhi hiperaktivitas dari mesolimbik dan hipoaktivasi dari
mesocortical.
a. Gangguan di korteks :
- Frontalis
- Hipocampus
- Hipotalamus
b. Faktor genetik bisa diturunkan atau gangguan dari kromosom nya.
c. Faktor ekonomi yang rendah
d. Faktor psikologis (trauma kejiwaan dan interaksi yang kurang baik di
keluarga)
2. GPPH : gangguan psikologi sebelumnya, lebih rentan terkena.
3. Penegakan diagnosis :
- Gejala karakteristik : waham, halusinasi, bicara kacau, perilaku kacau,
gejala negatif.
- Menyendiri, tidak mau berbaur
- Durasi minimal 6 bulan
- Gagguan mood (marah tidak jelas)
Gejala :
Primer : asosiasi, autisme, afek
Sekunder : waham, halusinasi

Pasien datang

Kasus jiwa Non jiwa

Psikosis Non Psikosis

Organik Non Organik

Akut Kronik
3

STEP 4

1. Faktor –Faktor
a. Biologi : neurotransmitter, dopamin, serotonin, norepinefrine.
b. Sosial : lingkungan, pola asuh, ekonomi yang rendah.
c. Genetik : kromosom 1,3,5,11
d. CT-scan : terjadi penurunan jarigan otak, ventrikel melebar,
pemangkasan sinaps, neuron dopamin (mempengaruhi sistem limbik)
e. Hipokampus : kekurangan gabanergik
2. Termasuk faktor resiko
GPPH->mesolimbik->tekanan stressor->gangguan jiwa->untuk
pengendalian emosi.

3. Gejala :
- Halusinasi
- Delusi
- Katatonik

Gejala negatif :

- Gangguan bicara
- Disfungsi sosial atau pekerjaan
- Kepribadian terganggu

Macam – macam skizofrenia

a. Skizofrenia paranoid : halusinasi


b. Skizofrenia hebefrenik : bicara kacau
c. Skizofrenia katatonik : gerakan volunter, hiperaktif
4

d. Skizofrenia tak terdiferensias : tidak spesifik


e. Skizofrenia residual : tidak ada bicara kacau
f. Ada riwayat gangguan jiwa sebelumnya
g. Mirip hebifrenik
4. Terapi psikososial
- Psikoterapi individual
- Kelompok
- Keluarga
- Rehabilitasi psikiatri
- Latihan keterampilan sosial
- Manajemen kasus

Terapi keluarga
- Jangan diacuhkan
- Dirangkul
- Dirawat

MIND MAP

Penegakan diagnosis Faktor resiko

Gangguan Psikosis Etiologi

Jenis Penatalaksanaan

Organik Non organik

STEP 5

1. Jenis – jenis skizofrenia beserta ciri


2. Jenis – jenis gangguan psikosis organik
3. Faktor resiko skizofrenia
4. Kriteria diagnosis skizofrenia menurut DSM V dan ICD X
5

5. Penilaian untuk gangguan jiwa

STEP 6

“Belajar Mandiri”

STEP 7

1. Skizofrenia di dalam PPDGJ-III dapat dikelompokkan menjadibeberapa


subtipe, menurut Kaplan & Sadock (2010) subtipe tersebut antara lain:
a. Skizofrenia Paranoid
Jenis skizofrenia paranoid biasanya ditandai dengan adanya waham
kejar (rasa menjadi korban atau seolah-olah dimata-matai atau waham
kebesaran, halusinasi dan terkadang terdapat waham keagamaan yang
berlebihan (focus waham agama), atau perilaku agresif dan bermusuhan.1

b. Skizofrenia Terdisorganisasi atau Hebefrenik


Jenis skizofrenia tidak terorganisir biasanya ditandai dengan afek
datar atau afek yang tidak sesuai secara nyata, inkoherensi, asosiasi
longgar, dan disorganisasi perilaku yang ekstrem.1

c. Skizofrenia Katatonik
Jenis Skizofrenia katatonik biasanya ditandai dengan gangguan
psikomotor yang nyata, baik dalam bentuk tanpa gerakan atau aktivitas
motorik yang berlebihan terlihat tanpa tujuan dan tidak dipengaruhi oleh
stimulasi eksternal.1

d. Skizofrenia Tak Tergolong


Jenis skizofrenia tidak dapat dibedakan biasanya ditandai dengan
gejala-gejala skizofrenia campuran (atau jenis lain) disertai gangguan
pikiran, afek, dan perilaku.1

e. Skizofrenia Residual
Jenis skizofrenia residual biasanya ditandai dengan setidaknyasatu
episode skizofrenia sebelumnya, tetapi saat ini tidak psikotik, menarik diri
dari masyarakat, afek datar serta asosiasi longgar.1
6

2. A. Delirium

●Definisi
Suatu sindrom yang ditandai dengan gangguan kesadaran dan
kognisi yang terjadi secara akut dan berfluktuasi.2
●Manifestasi klinis
a. berkurangnya atensi (kemampuan memfokuskan, mempertahankan
dan mengalihkan perhatian), defisit memori, disorientasi, dan
gangguan berbahasa
b. agitasi psikomotor
c. gangguan persepsi
d. gangguan emosi
e. kekacauan arus dan isi pikir
f. gangguan siklus tidur-bangun

g. terjadi dalam periode waktu yang pendek dan cenderung berfluktuasi


dalam sehari.2
●Klasifikasi Delirium
a. Delirium Akibat Kondisi Medis Umum
Kondisi Medis umum yang melatar belakangi delirium dapat
bersifat fokal atau sistemik, misalnya:
1) Penyakit SSP (trauma kepala, tumor, pendarahan, hematoma,
abses, nonhemoragik stroke, transien iskemia, kejang dan
migrain, dan lain-lain).
2) Penyakit sistemik (misalnya, infeksi, perubahan status cairan
tubuh, defisiensi nutrisi, luka bakar, nyeri yang tidak dapat
dikontrol, stroke akibat panas, dan di tempat tinggi (> 5000
meter)
3) Penyakit jantung (misalnya, gagal jantung, aritmia, infark
jantung, bedah jantung)
4) Gangguan metabolik (misalnya, ketidakseimbangan elektrolit,
diabetes, hipo/hiperglikemia)
5) Paru (misalnya, COPD, hipoksia, gangguan asam basa.
7

6) Obat yang digunakan (misalnya, steroid, medikasi jantung,


antihipertensi, antineoplasma, antikolinergik, SNM, sinrom
serotonin)
7) Endokrin (misalnya, kegagalan adrenal, abnormalitas tiroid atau
paratiroid)
8) Hematologi (misalnya, anemia, leukemia, diskrasia)
9) Renal (misalnya, gagal ginjal, uremia)
10) Hepar (misalnya, gagal hepar, sirosis, hepatitis)3

Manifestasi klinisnya :
1) Gangguan kesadaran (berkurangnya kejernihan kewaspadaan
terhadap lingkungan) yang ditandai dengan berkurangnya
kemampuan memfokuskan, mempertahankan dan mengalihkan
perhatian
2) Adanya perubahan dalam kognisi (defisit memori, disorientasi,
gangguan berbahasa) atau gangguan persepsi yang tidak dikaitkan
dengan demensia
3) Gangguan berkembang dalam periode waktu yang pendek,
cenderung berfluktuasi dalam sehari
4) Ada bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, laboratorium
bahwa gangguan disebabkan oleh konsekuensi fisiologik
langsung suatu KMU.3

b. Delirium Akibat Intoksikasi Zat


1) Gangguan kesadaran (berkurangnya kejernihan kewaspadaan
terhadap lingkungan) yang ditandai dengan berkurangnya
kemampuan memfokuskan, mempertahankan dan mengalihkan
perhatian.
2) Adanya perubahan dalam kognisi (defisit memori, disorientasi,
gangguan berbahasa) atau gangguan persepsi yang tidak dikaitkan
dengan demensia
3) Gangguan berkembang dalam periode waktu yang pendek,
cenderung berfluktuasi dalam sehari.
4) Ada bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, laboratorium,
sebagai berikut:
8

a) Simtom 1) dan 2) terjadi selama intoksikasi zat atau


penggunaan medikasi
b) Intoksikasi zat adalah etiologi terkait dengan delirium.3

c. Delirium Akibat Putus Zat


1) Gangguan kesadaran (berkurangnya kejernihan kewaspadaan
terhadap lingkungan) yang ditandai dengan berkurangnya
kemampuan memfokuskan, mempertahankan dan mengalihkan
perhatian.
2) Adanya perubahan dalam kognisi (defisit memori, disorientasi,
gangguan berbahasa) atau gangguan persepsi yang tidak
dikaitkan dengan demensia.
3) Gangguan berkembang dalam periode waktu yang pendek,
cenderung berfluktuasi dalam sehari.
4) Ada bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik,
laboratorium, sebagai berikut:
a) Simtom A dan B terjadi selama atau segera setelah putus
zat.3

d. Delirium Akibat Etiologi Beragam


1) Gangguan kesadaran (berkurangnya kejernihan kewaspadaan
terhadap lingkungan) yang ditandai dengan berkurangnya
kemampuan memfokuskan, mempertahankan dan mengalihkan
perhatian.
2) Adanya perubahan dalam kognisi (defisit memori, disorientasi,
gangguan berbahasa) atau gangguan persepsi yang tidak
dikaitkan dengan demensia
3) Gangguan berkembang dalam periode waktu yang pendek,
cenderung berfluktuasi dalam sehari.
4) Ada bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik,
laboratorium, bahwa :
Delirium memiliki lebih dari satu etiologi, misalnya lebih
dari satu KMU, KMU + intoksikasi zat, atau efek samping obat.3

e. Delirium Yang Tidak Dapat Dispesifikasi


9

1) Kriteria untuk tipe delirium tertentu tidak terpenuhi. Misalnya:


manifestasi delirium diduga akibat KMU, penyalahgunaan zat
tetapi tidak cukup bukti untuk menegakkan etiologi spesifik.

2) Delirium disebabkan oleh penyebab yang tidak tercatat pada


seksi ini (deprivasi sensorik).3
●Kriteria Diagnosis (menurut ICD X + PPDGJ III)

a. Gangguan kesadaran (berkurangnya kejernihan kewaspadaan terhadap


lingkungan) yang ditandai dengan berkurangnya kemampuan
memfokuskan, mempertahankan dan mengalihkan perhatian.
b. Adanya perubahan dalam kognisi (defisit memori, disorientasi,
gangguan berbahasa) atau gangguan persepsi yang tidak dikaitkan
dengan demensia).
c. Gangguan Psikomotor berupa hipoaktivitas atau hiperaktivitas,
pengalihan aktivitas yang tidak terduga, waktu bereaksi yang lebih
panjang, arus pembicaran yang bertambah atau berkurang, reaksi
terperanjat yang meningkat.
d. Gangguan siklus tidur berupa insomnia, atau pada kasus yang berat
tidak dapat tidur sama sekali atau siklus tidurnya terbalik yaitu
mengantuk siang hari. Gejala memburuk pada malam hari dan mimpi
yang mengganggu atau mimpi buruk yang dapat berlanjut menjadi
halusinasi setelah bangun tidur.

e. Gangguan emosional berupa depresi, ansietas, takut, lekas marah,


euforia, apatis dan rasa kehilangan akal.4

B. Demensia

●Definisi
Demensia adalah jenis penyakit gangguan otak. Sel-sel otak akan
mati secara bertahap seiring dengan bertambahnya usia. Namun, sel-sel
otak penderita demensia akan mati dengan cepat dan volume otak mereka
10

akan menyusut, menyebabkan kerusakan parah terhadap fungsi otak.


Pasien penderita demensia bukan saja bisa menjadi pelupa, tetapi juga
memiliki masalah dengan pemahaman, bahasa, pembelajaran, perhitungan,
dan penilaian. Kepribadian dan perilaku mereka juga bisa berubah.5
●Etiologi
Penyebab demensia belum bisa diidentifikasi hingga saat ini.
Penelitian telah menunjukkan bahwa dua jenis perubahan sel otak biasanya
terjadi pada penderita demensia. Perubahan ini termasuk plak (gumpalan
protein yang biasanya tidak berbahaya yang disebut beta-amiloid) dan
kusut (serat yang kusut, terdiri dari protein abnormal yang disebut protein
tau). Keduanya bisa menyebabkan kematian sel otak. Namun, penyebab
kondisi ini masih belum diketahui hingga saat ini. Selain itu, demensia
bisa terjadi ketika pembuluh darah di otak rusak, baik karena tersumbat
atau pecah, yang menghalangi pasokan darah ke otak. Orang yang
mengalami stroke ringan (berskala kecil atau bersifat sementara) mungkin
tidak menyadari bahwa pembuluh darah dan sel-sel otak mereka sudah
rusak, dan memiliki faktor risiko terkena demensia yang lebih tinggi.
Beberapa demensia, seperti yang disebabkan oleh kurangnya vitamin B12
karena menjadi vegetarian untuk jangka waktu yang lama, mungkin bisa
disembuhkan dengan pengobatan tertentu.5
● Klasifikasi Demensia
a. Penyakit Alzheimer (AD) merupakan jenis demensia yang paling
umum. Penyebab AD belum diketahui dengan jelas saat ini, dan
merupakan proses degenerasi yang progresif.5

b. Demensia vaskular dipicu oleh stroke dan gangguan serebrovaskular


yang menyebabkan kerusakan otak. Degenerasi bisa terjadi secara tiba-tiba
dan cepat. 20% dari pasien penderita demensia termasuk ke dalam kategori
ini.5
c. Demensia depresi, kurangnya asupan nutrisi, hipotiroidisme, dan
keracunan obat. Dalam kasus ini, pasien bisa meringankan kondisi
11

kesehatan mereka dengan pengobatan tertentu. Beberapa demensia bisa


disebabkan oleh gangguan lain seperti penyakit Parkinson dan AIDS, dll.5
●Faktor risiko Demensia
a. Usia
Demensia umumnya terjadi pada orang yang berusia di atas 65
tahun. Risiko demensia meningkat secara signifikan seiring dengan
bertambahnya usia.
b. Riwayat kesehatan keluarga
Orang yang memiliki riwayat kesehatan keluarga yang pernah
menderita demensia memiliki faktor risiko yang lebih besar.
c. Jenis kelamin
Demensia lebih sering terjadi pada wanita, sebagian besar terjadi
karena wanita hidup lebih lama daripada pria.
d.Gaya hidup
Orang yang menderita tekanan darah tinggi, kadar kolesterol yang
tinggi atau diabetes, dll, memiliki faktor risiko yang lebih tinggi terkena
demensia jika mereka tidak mengambil langkah-langkah untuk
mengendalikan kondisi kesehatan mereka.
e. Gangguan kognitif
Orang dengan gangguan kognitif karena berbagai macam
gangguan atau faktor lainnya memiliki faktor risiko yang lebih tinggi
terkena demensia di tahun-tahun selanjutnya.
f. Tingkat pendidikan

Penelitian telah menunjukkan bahwa orang dengan tingkat


pendidikan yang lebih rendah memiliki faktor risiko yang lebih tinggi
terkena demensia. Mungkin saja orang yang berpendidikan tinggi
melakukan lebih banyak latihan mental, yang melindungi otak mereka dari
proses degenerasi.5

●Manisfestasi Klinis
12

Pada umumnya, kita percaya bahwa daya ingat menurun seiring


dengan bertambahnya usia; oleh karena itu, demensia bisa saja tidak
dikenali dengan baik pada stadium awal penyakit.5
Gejala demensia mencakup:
- Kehilangan ingatan jangka pendek dan sering melupakan percakapan
atau janji, yang bisa memengaruhi aktivitas atau kemampuan kerja
sehari-hari
- Kesulitan dalam melakukan tugas biasa sehari-hari
- Masalah berbahasa, kesulitan berkomunikasi dengan orang lain
- Penilaian yang buruk
- Disorientasi waktu dan tempat. Bingung tentang waktu, tanggal atau
tempat
- Masalah dengan pemikiran dan perhitungan
- Perubahan suasana hati dan perilaku
- Kehilangan inisiatif
- Lupa tempat menaruh barang-barang
- Perubahan kepribadian.5

3. Faktor-faktor yang berperan terhadap timbulnya skizofrenia adalah sebagai


berikut:
a. Umur
Umur 25-35 tahun kemungkinan berisiko 1,8 kali lebih
besar menderita skizofrenia dibandingkan umur 17-24 tahun.6

b. Jenis kelamin
Proporsi skiofrenia terbanyak adalah laki-laki (72%)
dengan kemungkinan laki-laki berisiko 2,37 kali lebih besar
mengalami kejadian skizofrenia dibandingkan perempuan. Kaum
pria lebih mudah terkena gangguan jiwa karena kaum pria yang
menjadi penopang utama rumah tangga sehingga lebih besar
mengalami tekanan hidup, sedangkan perempuan lebih sedikit
berisiko menderita gangguan jiwa dibandingkan laki-laki karena
perempuan lebih bisa menerima situasi kehidupan dibandingkan
dengan laki-laki. Meskipun beberapa sumber lainnya mengatakan
bahwa wanita lebih mempunyai risiko untuk menderita stress
psikologik dan juga wanita relatif lebih rentan bila dikenai trauma. 3
13

Sementara prevalensi skizofrenia antara laki-laki dan perempuan


adalah sama.6
c. Pekerjaan
Pada kelompok skizofrenia, jumlah yang tidak bekerja
adalah sebesar 85,3% sehingga orang yang tidak bekerja
kemungkinan mempunyai risiko 6,2 kali lebih besar menderita
skizofrenia dibandingkan yang bekerja. Orang yang tidak bekerja
akan lebih mudah menjadi stres yang berhubungan dengan
tingginya kadar hormon stres (kadar katekolamin) dan
mengakibatkan ketidakberdayaan, karena orang yang bekerja
memiliki rasa optimis terhadap masa depan dan lebih memiliki
semangat hidup yang lebih besar dibandingkan dengan yang tidak
bekerja.6
d. Status perkawinan
Seseorang yang belum menikah kemungkinan berisiko
untuk mengalami gangguan jiwa skizofrenia dibandingkan yang
menikah karena status marital perlu untuk pertukaran ego ideal dan
identifikasi perilaku antara suami dan istri menuju tercapainya
kedamaian.6 Dan perhatian dan kasih sayang adalah fundamental
bagi pencapaian suatu hidup yang berarti dan memuaskan.6

e. Konflik keluarga
Konflik keluarga kemungkinan berisiko 1,13 kali untuk
mengalami gangguan jiwa skizofrenia dibandingkan tidak ada
konflik keluarga.6

f. Status ekonomi
Status ekonomi rendah mempunyai risiko 6,00 kali untuk
mengalami gangguan jiwa skizofrenia dibandingkan status
ekonomi tinggi. Status ekonomi rendah sangat mempengaruhi
kehidupan seseorang. Beberapa ahli tidak mempertimbangkan
14

kemiskinan (status ekonomi rendah) sebagai faktor risiko, tetapi


faktor yang menyertainya bertanggung jawab atas timbulnya
gangguan kesehatan. Himpitan ekonomi memicu orang menjadi
rentan dan terjadi berbagai peristiwa yang menyebabkan gangguan
jiwa. Jadi, penyebab gangguan jiwa bukan sekadar stressor
psikososial melainkan juga stressor ekonomi. Dua stressor ini kait-
mengait, makin membuat persoalan yang sudah kompleks menjadi
lebih kompleks.6

4. Kriteria diagnosis skizofrenia


Terdapat beberapa kriteria diagnostik skizofrenia di dalam DSM-IV antara
lain :
A. Karakteristik gejala Terdapat dua (atau lebih)
Kriteria di bawah ini, masing-masing ditemukan secara signifikan
selama periode satu bulan (atau kurang, bila berhasil ditangani):
1) Delusi (waham)
2) Halusinasi
3) Pembicaraan yang tidak terorganisasi (misalnya, topiknya
sering menyimpang atau tidak berhubungan).
4) Perilaku yang tidak terorganisasi secara luas atau munculnya
perilaku katatonik yang jelas.
5) Gejala negatif; yaitu adanya afek yang datar, alogia atau
avolisi (tidak adanya kemauan).
Catatan : Hanya diperlukan satu gejala dari kriteria A, jika delusi
yang muncul bersifat kacau (bizzare) atau halusinasi terdiri dari
beberapa suara yang terus menerus mengomentari perilaku atau
pikiran pasien, atau dua atau lebih suara yang saling berbincang
antara satu dengan yang lainnya.1
B. Disfungsi sosial atau pekerjaan
15

Untuk kurun waktu yang signifikan sejak munculnya onset


gangguan, ketidakberfungsian ini meliputi satu atau lebih fungsi utama;
seperti pekerjaan, hubungan interpersonal, atau perawatan diri, yang jelas
di bawah tingkat yang dicapai sebelum onset (atau jika onset pada masa
anak-anak atau remaja, adanya kegagalan untuk mencapai beberapa
tingkatan hubungan interpersonal, prestasi akademik, atau pekerjaan
yang diharapkan).1
C. Durasi
Adanya tanda-tanda gangguan yang terus menerus menetap
selama sekurangnya enam bulan. Pada periode enam bulan ini, harus
termasuk sekurangnya satu bulan gejala (atau kurang, bila berhasil
ditangani) yang memenuhi kriteria A (yaitu fase aktif gejala) dan mungkin
termasuk pula periode gejala prodromal atau residual. Selama periode
prodromal atau residual ini, tanda-tanda dari gangguan mungkin hanya
dimanifestasikan oleh gejala negatif atau dua atau lebih gejala yang
dituliskan dalam kriteria A dalam bentuk yang lemah. D. Di luar
gangguan Skizoafektif dan gangguan Mood Gangguan-gangguan lain
dengan ciri psikotik tidak dimasukkan, karena :
1) Tidak ada episode depresif mayor, manik atau episode
campuran yang terjadi secara bersamaan yang terjadi bersama
dengan gejala fase aktif.
2) Jika episode mood terjadi selama gejala fase aktif, maka durasi
totalnya akan relatif lebih singkat bila dibandingkan dengan durasi
periode aktif atau residualnya.1
E. Di luar kondisi di bawah pengaruh zat atau kondisi medis umum
16

Gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari


suatu zat (penyalahgunaan obat, pengaruh medikasi) atau kondisi medis
umum.1
F. Hubungan dengan perkembangan pervasive
Jika ada riwayat gangguan autistik atau gangguan perkembangan
pervasive lainnya, diagnosis tambahan skizofrenia dibuat hanya jika
muncul delusi atau halusinasi secara menonjol untuk sekurangkurangnya
selama satu bulan (atau kurang jika berhasil ditangani).1

Klasifikasi perjalanan gangguan jangka panjang (klasifikasi ini hanya


dapat diterapkan setelah sekurang-kurangnya satu tahun atau lebih, sejak onset
awal dari munculnya gejala fase aktif) :
a) Episodik dengan gejala residual interepisode (episode ini dinyatakan
dengan munculnya kembali gejala psikotik yang menonjol); khususnya
dengan gejala negatif yang menonjol.
b) Episodik tanpa gejala residual interepisodik.
c) Kontinum (ditemukan adanya gejala psikotik yang menonjol di
seluruh periode observasi); dengan gejala negatif yang menonjol.
d) Episode tunggal dalam remisi parsial; khususnya: dengan gejala
negatif yang menonjol.
e) Episode tunggal dalam remisi penuh.
f) Pola lain yang tidak ditemukan (tidak spesifik).1

Terdapat pula pedoman diagnosis skizofrenia menurut ICD 10 dan PPDGJ


III. Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan
biasanya dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau
kurang jelas):
17

A. Thought
– Thought echo = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema
dalam kepalanya (tidak keras) dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya
sama, namun kualitasnya berbeda, atau
– Thought insertion or withdrawal = isi pikiran yang asing dari luar masuk
kedalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh
sesuatu dari luar dirinya (Withdrawal) dan
– Thought broadcasting = isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain
atau umumnya mengetahuinya.1
B. Delusion
– Delusion of control = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar atau
– Delusion of influence = waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu
kekuatantertentu dari luar atau
– Delusion of passivity = waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah
terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang dirinya= secara jelas, merujuk
ke pergerakan tubuh/anggota gerak atau kepikiran, tindakan atau
penginderaan khusus).
– Delusion perception = pengalaman inderawi yang tidak wajar, yang
bermakna sangat khas bagi dirinya , biasanya bersifat mistik dan mukjizat.1
C. Halusional Auditorik ;
– Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap prilaku
pasien .
– Mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri (diantara berbagai
suara yang berbicara atau jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah
satu bagian tubuh.
D. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya
setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahi,misalnya perihal
keyakinan agama atau politik tertentu atau kekuatan dan kemampuan diatas
manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca atau berkomunikasi
dengan mahluk asing atau dunia lain).1
18

Atau paling sedikitnya dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas:
E. Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja , apabila
disertai baik oleh waham yang mengambang maupun yang setengah
berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide
berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari
selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus.1
F. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation) yang berakibat inkoherensia atau pembicaraan yang tidak
relevan atau neologisme.1
G. Perilaku katatonik seperti keadaan gaduh gelisah (excitement),
posisi tubuh tertentu (posturing) atau fleksibilitas cerea, negativisme,
mutisme, dan stupor.1
H. Gejala negatif seperti sikap apatis, bicara yang jarang dan respons
emosional yang menumpul tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan
penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunya kinerja sosial, tetapi harus
jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi
neureptika.1

5. Penilaian Gangguan Jiwa

A. Diagnosis multiaxial

1) Aksis I :Gangguan Klinis, kondisi lain yang menjadi fokus


perhatian klinis

Gangguan klinis merupakan pola perilaku abnormal (gangguan


mental) yang menyebabkan hendaya fungsi dan perasaan
tertekan pada individu. Kondisi lain yang mungkin menjadi
fokus perhatian: masalah lain yang menjadi fokus diagnosis
atau pandangan tapi bukan gangguan mental, seperti problem
akademik, pekerjaan atau sosial, faktor psikologi yang
mempengaruhi kondisi medis.1
19

2) Aksis II: Gangguan Kepribadian, Retardasi Mental

Gangguan kepribadian mencakup pola perilaku maladaptif


yang sangat kaku dan biasanya merusak hubungan antar pribadi
dan adaptasi sosial. Gangguan kepribadian, seperti gangguan
kepribadian paranoid, gangguan kepribadian skizoid, gangguan
kepribadian skizotipal, gangguan kepribadian antisosial, dll.1

3) Aksis III: Kondisi Medik Umum

Kondisi medis umum dan kondisi medis yang mugkin penting


bagi pemahaman atau penyembuhan atau penanganan
gangguan mental individu. Meliputi kondisi klinis yang diduga
menjadi penyebab atau bukan penyebab gangguan yang
dialami individu.1

4) Aksis IV: Masalah Psikososial dan Lingkungan

Masalah dengan “primary support group” (keluarga)


Masalah berkaitan dengan lingkungan sosial
Masalah pendidikan
Masalah pekerjaan
Masalah perumahan
Masalah ekonomi
Masalah akses ke pelayanan kesehatan
Masalah berkaitan interaksi dengan hukum/kriminal
Masalah psikososial dan lingkungan lain.1

5) Aksis V: Penilaian Fungsi secara Global (Global Assesment of


Functioning (GAF) Scale)

Assessment fungsi secara global mencakup assessment


menyeluruh tentang fungsi psikologis sosial dan pekerjaan
klien. Digunakan juga untuk mengindikasikan taraf keberfungsian
tertinggi yang mungkin dicapai selama beberapa bulan pada tahun
sebelumnya.
20

100-91 : Gejala tidak ada, berfungsi maksimal, tidak ada


masalah yang tidak tertanggulangi
90-81 : Gejala minimal, berfungsi baik, cukup puas, tidak lebih
dari masalah harian biasa
80-71 : Gejala sementara dan dapat diatasi, disabilitas ringan
dalam sosial, pekerjaan, sekolah dll
70-61 : Beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas ringan
dalam fungsi, secara umum masih baik
60-51 : Gejala dan disabilitas sedang
50-41 : Gejala dan disabilitas berat
40-31 : Beberapa disabilitas dalam hubungan dengan realita
dan komunikasi, disabilitas berat dalam beberapa fungsi
30-21 : Disabilitas berat dalam komunikasi dan daya nilai,
tidak mampu berfungsi dalam hampir semua bidang
20-11 : Bahaya mencederai diri/orang lain, disabilitas sangat
berat dalam komunikasi dan mengurus diri
10-01 : Persisten dan lebih serius
0 : Informasi tidak adekuat.1

B. Tes Wechsler Adult Intelligence Scale (WAIS)

Suatu tes yang sangat bermanfaat. Meskipun tes ini menghasilkan 3


skor IQ secara terpisah (skala-penuh, verbal dan penampilan). Evaluasi
yang teliti terhadap cara pasien menjawab 11 subtes yang berbeda
dalam WAIS dapat memberikan petunjuk adanya gangguan proses
pikir, defisit atensi atau memori, kerusakan visuo-motor dan defisit
organic.1

C. Minnesota Multiphasic Personality Inventory (MMPI)

Ini adalah tes kepribadian yang dijawab sendiri oleh subjek, jawaban
berupa betul atau salah, terdiri dari 567 soal, hanya sedikit memakan
waktu terapi, memberikan deskripsi umum ciri kepribadian pasien dan
bahkan dapat dihitung skornya dengan computer. Tes ini bermanfaat
untuk mendapatkan gambaran umum pasien tetapi tidak digunakan
untuk mendiagnosis.1
21

D. Bender-Gestalt Test

Tes ini mudah dilakukan, pasien diminta menggambar 9 gambar


geometric tertentu pada selembar kertas kosong. Manfaat tes ini untuk
mendeteksi kerusakan visuo-motor dan defisit organic.1

E. Rorschach Test

Ini merupakan suatu tes proyektif yang tidak terstruktur, mintalah


pasien untuk “mendeskripsikan apa yang dilihatnya” pada satu seri
yang terdiri dari 10 buah cipratan tinta yang sudah baku. Sistem
penilaian yang ada memungkinkan pemeriksa yang terampil untuk
menyimpulkan unsur-unsur fungsi kepribadian pasien. Tes ini
digunakan untuk membantu mengenali psikosis dan gangguan
kepribadian dalam membuat diagnosis. Walaupun tidak pasti, validitas
diagnostik tes ini cukup tinggi, dengan menggunakan sistem penilaian
yang distandarisasi.1

DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku
Psikiatri Klinis. Tangerang (Indonesia) : BINARUPA AKSARA; 2010
22

2. American Psychiatric Association:Delirium. Dalam: Diagnostic and Statistical


Manual of Mental Disorder, 4th Edition, Text Revision, Washington, DC,
American Psychiatric Association, 2000, hal. 136-147.

3. Samuels SC, Neugroschl JA. Delirium. Kaplan dan Sadock’s Comprehensive


Textbook of Psychiatry, Sadock BJ, Sadock VA, edit, seventh ed. Lippincott
Williams dan Wilkins, A Wolter Kluwer Company, 2000, hal.1054-1067.

4. Attard A, Ranjith G, Taylor D. Delirium and its Treatment. CNS Drugs 2008;
22 (8): 631-644.

5. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan Pedoman


Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. Cetakan
Pertama. 1993.

6. Zahnia S, Sumekar DW. Kajian Epidemiologis Skizofrenia. Majority. 2016


Des; 5(5): 160-166.

Anda mungkin juga menyukai