Anda di halaman 1dari 32

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN

GANGGUAN SISTEM MUSKULOSKELETAL PADA PASIEN


NY. M DENGAN DIAGNOSA SPONDILITIS TUBERKULOSIS
 

KELOMPOK C
Definisi
Spondilitis tuberkulosa adalah infeksi
tuberkulosis ekstra pulmonal yang bersifat
kronis berupa infeksi granulomatosis
disebabkan oleh kuman spesifik yaitu
Mycobacterium tuberculosa yang mengenai
tulang vertebra sehingga dapat
menyebabkan destruksi tulang, deformitas
dan paraplegia
Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh karena bakteri berbentuk
basil (basilus). Bakteri yang paling sering menjadi
penyebabnya adalah Mycobacterium tuberculosis,
walaupun spesies Mycobacterium yang lainpun dapat
juga bertanggung jawab sebagai penyebabnya, seperti
Mycobacterium fricanum (penyebab paling sering
tuberkulosa di Afrika Barat), bovine tubercle baccilus,
ataupun non-tuberculous mycobacteria (banyak
ditemukan pada penderita HIV).Bakteri ini bersifat
pleimorfik, tidak bergerak dan tidak membentuk spora
serta memiliki panjang sekitar 2-4 μm.
Prognosis
• Spondilitis tuberkulosa merupakan penyakit menahun
dan apabila dapat sembuh secara spontan akan
memberikan cacat pembengkokan pada tulang
punggung. Dengan jalan radikal operatif, penyakit ini
dapat sembuh dalam waktu singkat sekitar 6 bulan .
• Prognosis dari spondilitis tuberkulosa bergantung dari
cepatnya dilakukan terapi dan ada tidaknya komplikasi
neurologis. Diagnosis sedini mungkin dan  pengobatan
yang tepat, prognosisnya baik walaupun tanpa operasi.
Penyakit dapat kambuh apabila pengobatan tidak teratur
atau tidak dilanjutkan setelah beberapa saat karena
terjadi resistensi terhadap pengobatan .
Patofisiologi
• Basil TB masuk ke dalam tubuh sebagian besar melalui traktus
respiratorius. Penyebaran terjadi secara hematogen,
bakteri berkembang biak umumnya di tempat aliran darah yg
menyebabkan bakteri berkumpul banyak (ujung pembuluh).
Terutama di tulang belakang, di sekitar tulang thorakal (dada) dan
lumbal (pinggang) kuman bersarang. Penyakit ini pada umumnya
mengenai lebih dari satu vertebra. Infeksi berawal dari bagian sentral,
bagian depan, atau daerah epifisial korpus vertebra. Kemudian terjadi
hiperemi dan eksudasi yang menyebabkan osteoporosis dan
perlunakan korpus.Selanjutnya terjadi kerusakan pada korteks epifise,
discus intervertebralis dan vertebra sekitarnya. Kerusakan pada
bagian depan korpus ini akan menyebabkan terjadinya kifosis yang
dikenal sebagai gibbus. Berbeda dengan infeksi lain yang cenderung
menetap pada vertebra yang bersangkutan, tuberkulosis akan terus
menghancurkan vertebra di dekatnya.
• Kemudian eksudat (yang terdiri atas serum, leukosit, kaseosa, tulang yang
fibrosis serta basil tuberkulosa) menyebar ke depan, di bawah ligamentum
longitudinal anterior dan mendesak aliran darah vertebra di dekatnya.
Eksudat ini dapat menembus ligamentum dan berekspansi ke berbagai arah di
sepanjang garis ligament yang lemah. Pada daerah servikal, eksudat
terkumpul di belakang fasia paravertebralis dan menyebar ke lateral di
belakang muskulus sternokleidomastoideus. Eksudat dapat mengalami
protrusi ke depan dan menonjol ke dalam faring yang dikenal sebagai abses
faringeal. Abses dapat berjalan ke mediastinum mengisi tempat trakea,
esophagus, atau kavum pleura. Abses pada vertebra torakalis biasanya tetap
tinggal pada daerah toraks setempat menempati daerah paravertebral,
berbentuk massa yang menonjol dan fusiform. Abses pada daerah ini dapat
menekan medulla spinalis sehingga timbul paraplegia.Abses pada daerah
lumbal dapat menyebar masuk mengikuti muskulus psoas dan muncul di
bawah ligamentum inguinal pada bagian medial paha. Eksudat juga dapat
menyebar ke daerah krista iliaka dan mungkin dapat mengikuti pembuluh
darah femoralis pada trigonum skarpei atau regio glutea .
Klasifikasi
• Berdasarkan lokasi infeksi awal pada korpus vertebra dikenal
empat bentuk spondilitis:
1. Peridiskal/paradiskal
2. Sentral
3. Anterior
4. Bentuk atipikal
• Perjalanan penyakit spondilitis TB ada lima stadium, yaitu :
1. Stadium implantasi
2. Stadium destruksi awal
3. Stadium destruksi lanjut
4. Stadium gangguan neurologis
5. Stadium deformitas residual
Manifestasi Klinis
• Suhu subfebril terutama pada malam
hari dan sakit (kaku) pada punggung. Pada anak-anak
sering disertai dengan menangis pada malam hari.
• Pada awal dijumpai nyeri interkostal, nyeri yang
menjalar dari tulang belakang ke garis tengah atas dada
melalui ruang interkostal. Hal ini disebabkan
oleh tertekannya radiks dorsalis di tingkat torakal.
• Nyeri spinal menetap dan terbatasnya pergerakan spinal
• Deformitas pada punggung (gibbus)
• Pembengkakan setempat (abses)
• Adanya proses TBC
Pemeriksaan Penunjang
• Hasil laboratorium : peningkatan LED, dan atau
dapat disertai dengan leukositosis.
• Uji mantoux positif
• CT Scan : didapatkan gambaran pada tulang
adanya lesi irregular, skelerosis, kolaps diskus
dan gangguan sirkumferensi tulang.
• MRI didapatkan evaluasi adanya infeksi diskus
intervetebra dan osteomielitis tulang belakang.
Penatalaksanaan
• Terapi Konservatif
• Berupa istirahat di tempat tidur untuk mencegah paraplegia dan
pemberian tuberkulostatik.
• Dengan memberikan corset yang mencegah gerak
vertebrae/membatasi gerak vertebrae. Corset tadi dapat dibikin
dari gips, dari kulit/plastik, dengan corset tadi pasien dapat
duduk/berjalan sehingga tidak memerlukan perawatan di rumah
sakit namun tetap di kontrol.
• Terapi Operatif
• Bedah Kostotransversektomi yang dilakukan berupa debrideman
dan penggantian korpus vertebra yang rusak dengan tulang
spongiosa / kortikospongiosa.
• Operasi kifosis dilakukan apabila terjadi deformitas hebat. Kifosis
bertendensi untuk bertambah berat, terutama pada anak.
Tindakan operatif berupa fusi posterior atau operasi radikal.
Komplikasi
• Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh
spondilitis tuberkulosa yaitu:
• Pott’s paraplegia
• Ruptur abses paravertebra
• Cedera corda spinalis (spinal cord injury).
SKENARIO 3
Ny. M umur 50 tahun masuk Rumah Sakit dengan diagnosa medis diagnosa medis Spondilitis
Tuberkulosis. Pasien mengeluhkan sakit skala 5 karena nyeri pada luka post operasi pertama.
Dari hasil pengkajian didapatkan pasien mengeluh nyeri pada bagian post operasi, kualitas
seperti tertusuk-tusuk, pada leher dengan skala 8 serta nyeri terus menerus. Sebelum
dilakukan operasi, pasien mengeluh nyeri pada leher bagian belakang menjalar hingga kebahu
kiri dan kanan selama 1 tahun hingga menjadi kekakuan leher. Sebelum sakit pasien
mengatakan tidur 6-7 jam dengan kualitas tidur nyeyak. Selama sakit pasien mengatakan tidur
5-6 jam perhari dengan kualitas tidur kurang nyenyak karena menahan luka operasinya yang
sakit. Selama sakit pasien mengatakan tidak mampu melakukan aktivitas secara mandiri dan
harus dibantu orang lain untuk melakukan aktivitasnya. Leher: terdapat jahitan post op
(operasi) dileher bagian dan sepanjang 15cm, terpasang drain berisi darah <50 cc sejak
dilakukannya operasi, terpasang neck collar.
Tanda-tanda vital: Tekanan darah: 111/82 mmHg, nadi: 95x/menit, Respiration Rater:
23x/menit, suhu: 36,10C, Berat Badan: 62 kg, Tinggi badan: 158 cm
Riwayat penyakit dahulu pasien mengatakan tidak memiliki riwayat jatuh, alergi, maupun
penyakit berat seperti DM (diabetes mellitus), Asma, Hipertensi, TBC (Tuberkulosis) dan
lainnya. Riwayat kesehatan keluarga pasien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit
menurun maupun menular dalam keluarganya serta dikeluarganya tidak ada yang memiliki
penyakit seperti pasien.
Pemeriksaan Penunjang Hemoglobin dengan hasil 11,9 g/dl nilai normal 11,5-15g/dl,
hematokrit: 37% nilai normal 37-47%, leukosit: 12800/uL nilai normal 4000-10000/uL.
Eritrosit: 3,9 juta/ul nilai normal 3,5-5,5 juta/ul, Trombosit: 351.000/uL nilai normal 150.000-
500.000/uL.
Patofisiologi penyakit yang
dialami pasien pada kasus
Spondylitis TB disebabkan oleh bakteri mycobacterium tubercolosa yang menyebar
ke pembuluh darah spinal yang menyebabkan penyempitan kanal spinal, Kemudian
terjadi hiperemi dan eksudasi yang menyebabkan osteoporosis dan perlunakan
korpus. Selanjutnya terjadi kerusakan pada korteks epifise, discus intervertebralis
dan vertebra sekitarnya. Kerusakan pada bagian depan korpus ini akan
menyebabkan terjadinya kifosis yang dikenal sebagai gibbus. Berbeda dengan infeksi
lain yang cenderung menetap pada vertebra yang bersangkutan, tuberkulosis akan
terus mengahncurkan vertebra didekatnya. Kemudiann eksudat menyebar ke depan,
dibawah ligamentum longitudinal anterior dan mendesak aliran darah vertebra
didekatnya. Eksudat ini dapat menembus ligamentum dan dapat berekspansi ke
berbagai arah disepanjang garis ligamnet yang lemah. Eksudat ini kemudian
selanjutnya memberi rangsangan nyeri pada nociceptor dihipotalamus yang
selanjutnya mengakibatkan nyeri, nyeri yang hebat akan menyebabkan terjadinya
gangguan pola tidur. Eksudat yang terjadi memerlukan tindakan operasi, yang bisa
meneyebabkan resiko infeksi pada fase penyembuhan bila pengobatan tidak tepat,
juga mengakibatkan pasien nyeri pada luka post op, post op juga
menmengharuskan pasien bed rest dan memakai neckkolar yang bisa menimbulkan
masalah keperawatan intoleransi aktivitas.
• RKS
Pasien masuk kerumah sakit dengan diagnosa spondilitis TB
mengeluhkan sakit skala 5 karena nyeri pada luka post operasi
pertama. Pada saat dilakukan pengkajian pasien tampak lemas,
mengeluh nyeri pada bagian post operasi, kualitas seperti tertusuk-
tusuk, pada leher dengan skala 8 serta nyeri terus menerus. Pasien
mengatakan tidur kurang nyenyak karena sakit di luka operasinya.
Pasien mengatakan tidak mampu melakukan aktivitas secara mandiri.
• RKD
Sebelum dilakukan operasi, pasien mengeluh nyeri pada leher bagian
belakang menjalar hingga kebahu kiri dan kanan selama 1 tahun
hingga menjadi kekakuan leher. Pasien mengatakan tidak memiliki
riwayat jatuh, alergi, maupun penyakit berat seperti DM (diabetes
mellitus), Asma, Hipertensi, TBC (Tuberkulosis) dan lainnya.
• RKK
Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit menurun maupun
menular dalam keluarganya serta dikeluarganya tidak ada yang
memiliki penyakit seperti pasien.
Pengkajian Fungsional Gordon
• Pola Persepsi dan Manajemen Kesehatan:
Pasien menerima penyakitnya, dan menjalani semua pengobatan di RS. Pasien
mengatakan bahwa penyakitnya ini mengganggu aktivitas sehari-hari karena
mengalami nyeri pada bagian post operasi pada leher, kualitas seperti
tertusuk-tusuk serta nyeri terus menerus. Pada saat nyeri pasien tampak
meringis. Pasien tidak ada alergi terhadap obat-obatan dan makanan.
• Pola Nutrisi/Metabolisme:
Pasien mengatakan tubuhnya menjadi lemah. Pasien mengatakan sebelum
masuk rumah sakit tidak ada mendapatkan diet apapun dan obat diet khusus.
Nafsu makan pasien menurun selama dirawat di RS, pasien mendapatkan diet
makanan lunak. Pasien mengalami penurunan BB yaitu BB sebelum sakit 62
kg, dan setelah sakit menjadi 52 kg, TB 158, dengan IMT sebelum sakit 24,83
dan IMT saat sakit yaitu 20,82. Pasien mengalami kesulitan dalam menelan.
Intake (Kebutuhan cairan) berdasarkan BB
• BB sebelum sakit = 62 x 48 = 2.976 ml
• BB saat sakit = 52 x 48 = 2.496 ml
  Sebelum sakit Ketika sakit

Makan pagi Jarang sarapan pagi Menghabiskan ¼ porsi

Makan siang Makan 1 porsi nasi 1 piring, 1 Menghabiskan ¼ porsi


lauk, lauk kesukaan yaitu :
daging ayam, ikan, telur, dan
sayur.

Makan malam Makan ½ porsi nasi, 1 lauk, Menghabiskan ¼ porsi


dan sayur.

• Pola Eliminasi:
BAB 1 kali sehari, tidak mengalami konstipasi dan diare, warna
kekuning-kuningan, konsistensinya lunak. Pasien
menggunakan alat bantu berupa pispot. BAK pasien berwarna
kuning dan bau khas amoniak, tidak ada kandungan darah,
banyaknya 1500ml. Pasien menggunakan alat bantu kateter.
• Pola Aktivitas /latihan:
Selama sakit pasien mengatakan tidak mampu melakukan
aktivitas secara mandiri dan harus dibantu orang lain untuk
melakukan aktivitasnya.

Aktivitas 0 1 2 3 4
    √    
Makan/Minum
    √    
Mandi
    √    
Berpakaian/berdandan
    √    
Toileting
    √    
Mobilisasi di Tempat Tidur
    √    
Berpindah

(0 = Mandiri, 1 = Dengan Alat Bantu, 2 =


Bantuan dari orang lain , 3 = Bantuan peralatan
dan orang lain, 4 = tergantung/tdk mampu)
• Pola Istirahat - Tidur
Sebelum sakit pasien mengatakan tidur 6-7 jam dengan kualitas tidur
nyeyak. Selama sakit pasien mengatakan tidur 5-6 jam perhari dengan
kualitas tidur kurang nyenyak karena menahan luka operasinya yang
sakit.
• Pola Kognitif – Persepsi:
Status mental pasien sadar, berbicara tidak jelas, bahasa sehari-hari
menggunakan bahasa daerah minangkabau, kemampuan
berkominukasi pasien kurang baik, dan kemampuan memahami
pembicaraan baik. Tingkat ansietas sedang. Untuk pendengaran pasien
normal, pasien tidak menggunakan kacamata, tidak ada riwayat
vertigo. Pasien juga mengalami nyeri pada bagian leher post operasi.
P: nyeri karena post operasi, Q : nyeri seperti tertusuk-tususk, R : lokasi
nyeri pada bagian leher, S : skala nyeri 8 dengan memakai numeric
scale, T: nyeri dirasakan terus menerus.
• Pola Persepsi Diri / Konsep Diri
Klien dengan spondylitis TB seringkali merasa malu terhadap bentuk
tubuhnya dan terkadang sampai mengisolasi dirinya.
• Pola Peran Hubungan:
Pasien seorang ibu rumah tangga, tidak bekerja. Dimana orang yang
mendukung pasien adalah suami dari pasien dan anak. Pada saat sakit dan
masuk RS klien mengalami perubahan peran atau tidak mampu menjalankan
perannya sebagaimana msetinya, baik dalam keluarga maupun masyarakat. Hal
tersebut berdampak terganggunya hubungan interpersonal.
• Pola Seksualitas/Reproduksi:
Pasien sudah mengalami menopause. Pasien tidak ada melakukan
pemeriksaan payudara setiap bulannya.
• Pola Koping-Toleransi Stres:
Klien yang kurang memahami kondisinya kan mengalami stress. Dan klien akan
lebih banyak bertanya tentang penyakitnya untuk mengurangi stressnya.
Selama perawatan di RS pasien tidak mengeluhkan masalah finansialnya
karena biaya pengobatan menggunakan BPJS, pasien tidak pernah mengalami
kehilangan masa lalunya. Keadaan emosi tampak agak tenang.
• Pola Keyakinan-Nilai:
Pasien beragama Islam. Tidak ada pantangan dalam keagamaan. Pasien yang
sebelum sakit rajin melakukan ibadah, maka saat sakit di juga akan giat
beribadah sesuai dengan kemampuannya. Karena dengan beribadah mereka
akan merasa lebih tenang dan juga dapat mengurangi stress yang dialaminya.
Pemeriksaan Labor
Pemeriksaan
Hasil Nilai normal

Hemoglobin
11,9 g/dl 11,5-15g/dl

Hematokrit
37% 37-47%

Leukosit
12800/Ul 4000-10000/uL

Eritrosit
3,9 juta/ul 3,5-5,5 juta/ul

Trombosit
351.000/Ul 150.000-500.000/uL
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Keadaan pasien tampak sakit dengan tingkat kesadaran (compos mentis),
GCS : E4V5M6. Warna kulit sawo matang, kulit kering, tidak ada sianosis.
2. BB/TB : 52kg / 158cm
Tanda-tanda Vital (TTV)
• TD : 111/82 mmHg
• Nadi : 95x/mnt
• Suhu : 36,1◦C
• Pernafasan : 23x/mnt

Pemeriksaan Head To Toe


1) Kepala
• Inspeksi: wajah simetris, tampak lemas, bentuk tengkorak normal, rambut tipis, warna rambut
hitam dan beruban, tidak ada bekas luka
• Palpasi : tidak terdapat pembengkakan , tidak ada nyeri tekan
2) Mata
• Inspeksi:Mata simetris kiri dan kanan, konjungtiva anemis, sclera tidak ikterik, ukuran pupil
2mm, bentuk bundar, reaksi terhadap cahaya miosis , tidak ada gangguan dalam penglihatan.
• Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan pada bola mata
3) Telinga
• Inspeksi: telinga simetris, tidak ada luka,terdapat sedikit serumen, tidak
terdapat perdangan, tidak terdapat cairan
• Palpasi : tidak ada nyeri
• Pendengaran : baik

4) Hidung
• Inspeksi: bentuk hidung dan lubang hidung simetris,tidak terdapat luka dan
pembengkakan, tidak ada polip, sekret normal .
• Palpasi :kulit dan tulang hidung normal, tidak terdapat nyeri tekan  

5) Mulut
• Inspeksi : mukosa bibir kering, tidak terdapat lesi, lidah kurang bersih,
ada karies gigi
• Palpasi : tidak terdapat pembengkakan pada pipi
6) Leher
• Inspeksi : Terdapat jahitan post operasi di bagian leher sepanjang 15 cm, terpasang drain
berisi darah <50 cc sejak dilakukannya operasi, terpasang neck collar.
7) Dada
Paru
• Inspeksi : bentuk dada simetris, dyspnea, penggunaan otot bantu nafas, pernafasan dangkal.
• Palpasi : Fremitus kanan dan kiri
• Perkusi : Sonor kanan dan kiri
• Auskultasi : Bronkovesikuler, tidak terdapat bunyi nafas tambahan seperti ronkhi maupun
wheezing.
Jantung
• Inspeksi : iktus cordis tidak terlihat
• Palpasi : iktus cordis tidak teraba
• Perkusi : tidak terdapat kardiomegali
• Auskultasi : irama jantung reguler, tidak terdapat bising jantung
 
8) Abdomen
• Inspeksi : bentuk datar, tidak ada jaringan parut, tidak ada lesi
• Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan di ulu hati, tidak ada nyeri perut
• Perkusi: terdengar sedikit kembung
• Auskultasi : bising usus 6x/menit
• 10) Ekstermitas
• Kelemahan pada ekstremitas, kekuatan otot menurun
• Kekuatan otot
4 4
4 4

Skala kekuatan otot pada ekstermitas atas dextra dan sinistra


yaitu masing-masing 4, ditandai dengan mampu menggenggam
tetapi tidak kuat. Skala kekuatan otot pada ekstermitas bawah
dextra dan sinistra nilai 4 ditandai dengan mampu melawan
gravitasi dan melawan dorongan dari pemeriksa tetapi
kekuatannya berkurang, dan memerlukan bantuan orang lain.

• 11) Genetalia : Terpasang kateter


Edukasi pada Pasien Post Op Spondylitis

• Minimalkan pergerakan terutama di area leher.


• Tingkatkan intake cairan dan nutrisi.
• Jaga kebersihan area luka post op
• Informasikan mengenai tanda-tanda munculnya infeksi, yaitu merah,
panas, nyeri, gatal, demam.
• Pastikan untuk selalu minum obat.
• Pada post-op terjadi penurunan kekuatan otot anggota gerak bawah,
penurunan mobilitas sangkar thorax, pola jalan berubah, dan pasien
lelah saat berjalan jauh. fisioterapi bertujuan untuk meningkatkan
kekuatan otot-otot dan mengoreksi pola jalan yang benar.
penatalaksanaan fisioterapi yang dapat diberikan berupa latihan Deep
Breathing, latihan mobilisasi sangkar thorak, proper positioning, latihan
aktif ROM anggota gerak atas dan bawah, latihan penguatan otot-otot
anggota gerak bawah, latihan keseimbangan berdiri, koreksi jalan, dan
edukasi tetntang latihan-latihan yang telah diberikan.
Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d. agen cidera biologis. 
DO :
• P : nyeri karena post operasi
• Q : nyeri seperti tertusuk-tususk
• R : lokasi nyeri pada bagian leher
• S : skala nyeri 8
• T : nyeri dirasakan terus menerus
• TTV :
• TD 111/82 mmHg
• Nadi 95x/mnt
• Suhu 36,1◦C
• Pernafasan 23x/mnt
• Terdapat jahitan post operasi di bagian leher sepanjang 15 cm
• Pasien tampak lemas
DS :
• Pasien mengatakan nyeri pada leher post operasi
• Pasien mengatakan tidur kurang nyenyak karena sakit di luka operasinya
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan
makan

DO :
• TTV :
• TD 111/82 mmHg
• Nadi 95x/mnt
• Suhu 36,1◦C
• Pernafasan 23x/mnt
• Pasien tampak lemas
• Turgor kulit jelek
• Pasien mengalami penurunan BB yaitu BB sebelum sakit 62 kg, dan setelah sakit
menjadi 52 kg, TB 158, dengan IMT sebelum sakit 24,83 dan IMT saat sakit yaitu
20,82
• Pasien mengalami kesulitan dalam menelan.
• Intake (Kebutuhan cairan) berdasarkan BB
BB sebelum sakit = 62 x 48 = 2.976 ml
BB saat sakit = 52 x 48 = 2.496 ml

DS :
• Pasien mengatakan badannya terasa lemas dan nafsu makan menurun
3. Hambatan mobilitas fisik b.d. gangguan musculoskeletal
DO :
• TTV :
• TD 111/82 mmHg
• Nadi 95x/mnt
• Suhu 36,1◦C
• Pernafasan 23x/mnt
• Pasien tampak lemas
• Semua aktivitas yang dilakukan pasien tampak dibantu oleh keluarga
• Kekuatan otot :

Kanan Kiri
4 4
4 4

Skala kekuatan otot pada ekstermitas atas dextra dan sinistra yaitu masing-masing 4,
ditandai dengan mampu menggenggam tetapi tidak kuat.
Skala kekuatan otot pada ekstermitas bawah dextra dan sinistra nilai 4 ditandai dengan
mampu melawan gravitasi dan melawan dorongan dari pemeriksa tetapi kekuatannya
berkurang, dan memerlukan bantuan orang lain.

DS :
• Pasien mengatakan tidak mampu melakukan aktivitas secara mandiri.
NOC NIC
- Kontrol Nyeri Manajemen Nyeri :
- Tingkat Nyeri - Lakukan pengkajian nyeri secara menyeluruh.
Kriteria Hasil : - Observasi reaksi nonverbal.
- Skala nyeri berkurang. - Kaji factor yang mempengaruhi nyeri.
- Mampu melakukan teknik untuk - Control lingkungan yang dapat mempengaruhi
mengurangi nyeri. nyeri bertambah.
- Mampu mengontrol nyeri. - Kurangi factor presipitasi nyeri.
- Ajarkan tentang teknik non farmakologis.
- Tingkatkan istirahat.
- Observasi penerimaan klien terhadap manajemen
nyeri.
- Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
anlgesik.
- Evaluasi keefektifan manajemen nyeri.
- Konsultasikan dengan dokter apabila nyeri semakin
bertambah parah dan tidak hilang.
Status nutrisi : masukan nutrisi Manajemen Nutrisi
dan cairan • Kaji adanya alergi makanan
Indikator : • Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
• Tidak ada tanda-tanda menentukan jumlah kalori dan nutrisi
malnutrisi yang dibutuhkan pasien
• Asupan makanan normal • Anjurkan pasien untuk meningkatkan
• Asupan cairan normal intake fe
• Tidak ada keletihan • Berikan informasi tentang kebutuhan
• Hb dalam rentang normal nutrisi.
• Albumin dalam rentang
normal Monitor Nutrisi
• Monitor adanya penurunan berat badan
• Monitor lingkungan selama makan
• Monitor kulit kering dan perubahan
pigmentasi
• Monitor kekeringan, rambut kusam,
dan mudah patah
• Monitor mual muntah
• Monitor kadar albumin, total protein,
Hb, Ht
• Catat adanya edema, hiperemik,
hipertonik, papilla lidah dan cavitas oral
- Join Movement : Active Exercise Therapy : Ambulation
Mobility Level - Monitor TTV sebelum dan sesudah
- Self Care : ADLs latihan
- Transfer Performance - Bantu klien menggunakan alat bantu
  - Konsultasikan dengan terapis fisik
Kriteria Hasil : terkait terapi fisik dengan rencana
- Aktivitas fisik meningkat ambulasi sesuai kebutuhan klien.
- Kekuatan otot meningkat - Ajarkan tentang teknik ambulasi
- Mobilisasi naik - Kaji kemampuan klien untuk ambulassi
- Dapat memperagakan - Damping klien saat mobilisasi
penggunaan alat - Bantu pemenuhan kebutuhan ADLs
- Kekuatan dan kemampuan klien
berpindah meningkat. - Ajarkan klien merubag posisi
- Berikan alat bantu jika diperlukan

Anda mungkin juga menyukai