Anda di halaman 1dari 14

Coxitis TB adalah peradangan tuberkulosis pada sendi panggul yang mengarah ke

destruksi permukaan artikular dan disertai dengan fleksi-adduksi kontraktur yang


menimbulkan nyeri. Coxitis TB biasanya berkembang pada anak usia 5-10 ketika mereka
berada dalam kondisi yang lemah (karena infeksi, kondisi hidup yang kurang baik) setelah
masuknya agen penyebab tuberkulosis dari fokus utama (biasanya dari paru-paru).
Coxitis TB menyajikan masalah klinis yang signifikan, meskipun tidak diragukan lagi
telah menjadi jarang daripada sebelumnya. Jika penyakit ini berkembang di pinggul dapat
menyebabkan kerusakan progresif pada sendi jika tidak diobati pada tahap awal, dan bahkan
dapat berlanjut ke dislokasi patologis. Nyeri, sulit digerakkan, dan perkembangan deformitas
yang progresif yang menyebabkan hilangnya fungsi dari pinggul yang terkena. Pinggul
subluksasi atau dislokasi setelah infeksi sulit untuk kembali stabil, mudah digerakkan, sama
dan sebangun, dan konsentris sendi. Umumnya, pinggul tersebut dengan maju lesi luksasi
lanjut dan / atau akhirnya mengakibatkan osteoarthritis atau ankilosis bahkan setelah
penyembuhan penyakit.
Selama tahap awal infeksi, organisme umumnya menyebar melalui saluran limfatik ke
hilus regional dan kelenjar getah bening mediastinum dan melalui aliran darah ke tempat
yang lebih jauh dalam tubuh. Kombinasi fokus Ghon dan kelenjar getah bening yang terkena
dikenal sebagai kompleks Ranke. Pasien dengan Coxitis TB biasanya telah mengalami
infeksi paru terlebih dahulu yang dari sanalah basil tuberkel mencapai daerah panggul dengan
penyebaran secara hematogen.
Coxitis TB merupakan sekitar 15% dari semua kasus TB osteoartikular dan yang
paling sering melibatkan tulang setelah TB pada tulang belakang. Jika TB osteoartikular
didiagnosa dan diobati pada tahap awal, sekitar 90-95% pasien mencapai kesembuhan hampir
mendekati fungsi normal.
Klasifikasi
a. Coxitis tuberkulosis
biasanya berkembang pada anak usia 5-10 ketika mereka berada dalam kondisi
melemah ( karena infeksi , kondisi hidup yang kurang baik ) setelah masuknya agen
penyebab TB dari fokus utama (biasanya dari paru-paru ) . Cedera sering merupakan faktor
predisposisi . Penyakit ini menetapkan secara bertahap dengan gejala TB sistemik .
Kemudian terjadi nyeri pada lututterjadi dan secara bertahap menyebar ke sendi panggul .

Sebagai proses dalam sendi berkembang, mobilitas menjadi terbatas dan kontraktur otot-otot
mengikuti. Panggul pada sisi yang terkena menjadi sedikit terangkat dan miring ke depan .
Kapsul sendi menjadi penuh dengan nanah . Nanah turun melalui celah-celah intermuskuler ,
membentuk abses menyebar di pinggul atau di wilayah glutealis. Dislokasi patologis terjadi
jika ada kehancuran kepala femur dan acetabulum . Pengobatan mendukung dan
antituberculotic . Tindakan ortopedi ( gips plester , traksi , memakai belat ) membantu proses
mereda . Langkah-langkah ini juga bertujuan untuk mencegah atau mengoreksi deformitas
anggota badan . Jika pengobatan konservatif tidak efektif , operasi ( arthrodesis , osteotomy ,
dan dalam beberapa kasus artroplasti ) digunakan untuk melumpuhkan sendi atau
meluruskan.
b. coxitis Nontuberculous
ketika sendi menjadi terinfeksi dari jaringan sekitarnya bila ada penyakit purulen, luka
terbuka pada sendi , atau penyakit menular sistemik . Onset akut, penyakit ini berkembang
pesat dengan tinggi ( septik ) suhu dan nyeri tajam . Pengobatan terdiri dari sisanya ( gips ,
traksi ) dan pemberian antibiotik . Pengobatan selanjutnya terdiri dari pembedahan : sayatan
ke dalam sendi atau eksisi parsial.

A. Patologi

Kompleks Primer

Lesi primer biasanya pada paru paru, faring atau usus dan kemudian melalui saluran limfe
menyebar ke limfonodulus regional dan disebut primer kompleks.

Penyebaran Sekunder

Bila daya tahan tubuh penderita menurun, maka terjadi penyebaran melalui sirkulasi darah
yang akan menghasilkan tuberkulosis milier dan meningitis. Keadaan ini dapat terjadi setelah
beberapa bulan atau beberapa tahun kemudian dan bakteri dideposit pada jaringan ekstra
pulmoner.

Lesi Tersier

Tulang dan sendi merupakan tempat lesi tersier dan sebanyak 5 % dari tuberkulosis paru akan
menyebar dan akan berakhir sebagai tuberkulosis sendi dan tulang. Pada saat ini kasus
kasus tuberkulosis paru masih tinggi dan kasus tuberkulosis tulang dan sendi juga
diperkirakan masih tinggi.

Predileksi :
Tuberkulosis sendi dan tulang terutama mengenai daerah tulang belakang ( 50 70 % ) dan
sisanya pada sendi sendi besar seperti panggul, lutut, pergelangan tangan, sendi bahu dan
daerah persendian kecil.
TB tulang atau sendi yang tersering, diikuti sendi panggul (koksitis TB) dan sendi
lutut (gonitis TB). Umumnya TB tulang atau sendi hanya mengenai satu tulang atau sendi.
Manifestasi klinis yang ditimbulkan bersifat lambat dan tidak khas, sehingga
umumnya didiagnosis sudah dalam keadaan lanjut. Selain gejala umum TB, dapat timbul
gejala spesifik, berupa bengkak, kaku, kemerahan, dan nyeri pada pergerakan.
Gejala atau tanda pada TB tulang atau sendi bergantung pada lokasi kelainan.
Kelainan pada sendi panggul biasanya pasien berjalan pincang dan kesulitan berdiri. Kelainan
pada sendi lutut dapat berupa pembengkakan di daerah lutut, anak sulit berdiri dan berjalan,
kadang ditemukan atrofi otot paha dan betis.
Pada gambaran radiologi, tahap awal, menunjukkan osteoporosis regional
periartikuler dan pembengkakan jaringan lunak sekitar sendi. Pada tahap lanjut, didapat
penyempitan celah sendi, destruksi tulang rawan sendi dan lesi osteolitik pada daerah epifise.
Pada aspirasi cairan sendi, didapat peningkatan sel, penurunan glukosa dan peningkatan
protein.
Indikasi tindakan bedah pada TB tulang belakang adalah kelainan neurologis,
instabilitas spinal,tidak respon terhadap OAT.
Ada empat macam tipe proses radang dari tulang dan sendi :
1. Tipe infeksi tertentu, FUNDS tipe inisial biota penyebabnya dapat dideteksi, misalnya:
piogenik (nanah memp
roduksi) infeksi seperti Osteomielitis, septic arthritis Dan tenosinovitis. Yang Before
Granulomatous (granuloma producting) infeksi, seperti tuberkulosis oateomyelitis Dan TB
arthritis.
2. Tipe Non Tertentu Dan Idiopatik, seperti penyakit rematik, demam rematik, sinovitis
transien, rheumatoid arthritis Dan spondylitis.
3. Tipe Sekunder KARENA kimia iritan, seperti metabolisme arthritis (Gout)
4. Tipe kronis inflamasi KARENA mengulangi cedera fisik, seperti bursitis, stenosans
tenovaginitis
1. Stadium Implantasi
Setelah bakteri berada dalam tulang, maka bila daya tahan tubuh penderita menurun,
bakteri akan berduplikasi membentuk koloni yang berlangsung selama 6 8 minggu.

Keadaan ini umumnya terjadi pada daerah paradiskus dan pada anak anak umumnya pada
daerah sentral vertebra.
2. Stadium Destruksi Awal
Setelah stadium implantasi, selanjutnya terjadi destruksi korpus vertebra serta penyempitan
yang ringan pada diskus. Proses ini berlangsung selama 3 6 minggu.
3. Stadium Destruksi Lanjut
Pada stadium ini terjadi destruksi yang masif, kolaps vertebra dan terbentuk massa kaseosa
serta pus yang berbentuk cold abses ( abses dingin ), yang terjadi 2 3 bulan setelah stadium
destruksi awal. Selanjutnya dapat terbentuk sekuestrum serta kerusakan diskus
intervertebralis. Pada saat ini terbentuk tulang baji terutama di sebelah depan ( wedging
anterior ) akibat kerusakan korpus vertebra, yang menyebabkan terjadinya kifosis atau gibus.
4. Stadium gangguan neurologis
Gangguan neurologis tidak berkaitan dengan beratnya kifosis yang terjadi, tetapi terutama
ditentukan oleh tekanan abses ke kanalis spinalis. gangguan ini ditemukan 10% dari seluruh
komplikasi spondilitis tuberkulosa. vertebra thorakalis mempunyai kanalis spinalis yang lebih
kecil sehingga gangguan neurologis lebih mudah terjadi pada daerah ini.
Bila terjadi gangguan neurologis, maka perlu dicatat derajat kerusakan paraplegia, yaitu :
Derajat I
: Kelemahan pada anggota gerak bawah terjadi setelah melakukan aktifitas
atau setelah berjalan jauh. Pada tahap ini belum terjadi gangguan saraf sensoris.
Derajat II
: Terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah tapi penderita masih dapat
melakukan pekerjaannya.
Derajat III
: Terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah yang membatasi
gerak/aktivitas penderita serta hipestesi/anestesia
Derajat IV
: Terjadi gangguan saraf sensoris dan motoris disertai gangguan defekasi dan
miksi. Tuberkulosis paraplegia atau Pott paraplegia dapat terjadi secara dini atau lambat
tergantung dari keadaan penyakitnya.
Pada penyakit yang masih aktif, paraplegia terjadi oleh karena tekanan ekstradural dari abses
paravertebral atau akibat kerusakan langsung sumsum tulang belakang oleh adanya granulasi
jaringan. Paraplegia pada penyakit yang sudah tidak aktif / sembuh terjadi oleh karena
tekanan pada jembatan tulang kanalis spinalis atau oleh pembentukan jaringan fibrosis yang
progresif dari jaringan granulasi tuberkulosa. Tuberkulosis paraplegia terjadi secara perlahan
dan dapat terjadi destruksi tulang disertai angulasi dan gangguan vaskuler vertebra.
Derajat I III disebut sebagai paraparesis dan derajat IV disebut sebagai paraplegia.

5. Stadium deformitas residual


Stadium ini terjadi kurang lebih 3 5 tahun setelah timbulnya stadium implantasi. Kifosis
atau gibus bersifat permanen oleh karena kerusakan vertebra yang masif di sebelah depan
Manifestasi Klinis
Perjalanan klinis Coxitis TB berlangsung lambat dan kronik. Keluhan biasanya ringan
dan makin lama makin berat disertai perasaan lelah pada sore dan malam hari, subfebris, dan
penurunan berat badan. Keluhan yang lebih berat seperti panas tinggi, malaise, keringat
malam, anoreksia biasanya bersamaan dengan TB miliar.12
Gejala-gejala dari Coxitis TB tergantung dari derajat patologis yang terjadi. Pada
tingkat awal, gejala sangat minimal, mungkin hanya ditemukan nyeri dan pembengkakan
sendi panggul serta penderita sedikit pincang. Pada tingkat selanjutnya pembengkakan dan
nyeri bertambah berat dan terdapat deformitas sendi. Pada stadium ini, pincang merupakan
kelainan yang sering ditemukan dan dapat pula ditemukan atrofi otot. Dalam keadaan yang
lanjut dan berat, pasien sukar menggerakkan dan mengangkat tungkai pada sendi panggul
yang terkena, disertai rasa sakit yang sangat menggangu disekitar paha dan daerah pinggul
tersebut.13
Coxitis TB sering ditemukan pada anak-anak umur 2-5 tahun remaja. Gerakan sendi
panggul menjadi sangat terbatas dan pada tingkat lanjut terjadi ankilosis atau deformitas yang
menetap pada panggul yang pada pemeriksaan menurut Thomas hasilnya positif dan mungkin
ditemukan abses dingin atau fistel di daerah panggul.
Pada coxitis Tuberkulosa berlangsung lambat, kronik dan biasanya hanya mengenai 1 sendi,
keluhan biasanya ringan dan makin lama makin berat disertai perasaan lelah pada sore dan
malam hari, subfebris, penurunan berat badan. Keluhan yang lebih berat seperti panas tinggi,
malaise, keringat malam, anoreksia biasanya bersamaan dengan tuberculosis milier. Pada
sendi, mula-mula jarang timbul gambaran yang khas seperti pada arthritis yang lainnya.
Tanda awal berupa bengkak, nyeri dan keterbatasan lingkup gerak sendi. Kulit diatas daerah
yang terkena teraba panas, kadang-kadang malah dingin, berwarna merah kebiruan. Bisa
terjadi sendi berada dalam kedudukan fleksi berkelanjutan dan mungkin disertai
tenosinovitis. Pada anak-anak dapat ditemukan spasme otot pada malam hari (night start).
Mungkin disertai demam, tapi biasanya ringan. Pada kasus yang berat, kelemahan otot bisa
terjadi sedemikian cepatnya menyerupai kelumpuhan. Bila pinggul yang terkena, maka
terjadi kelemahan tungkai dengan sedikit rasa tidak enak. Dalam keadan yang lanjut dan

berat, pasien sukar menggerakkan dan mengangkat tungkai pada sendi pinggul yang terkena,
disertai rasa sakit yang sangat mengganggu disekitar paha dan daerah pinggul tersebut.
Tuberkulosis vertebra (penyakit pott) biasanya terjadi didaerah thoracolumbal. Penyakit pott
merupakan 50% dari seluruh kasus tuberculosis tulang dan sendi. Pada mulanya seluruh
kasus Tuberculosis tulang dan sendi.

B. Pemeriksaan laboratorium
1.
2.
3.
4.
5.

Peningkatan LED dan mungkin disertai dengan leukositosis


uji mantoux positif
pada pemeriksaan biakan kuman mungkin ditemukan mikrobakterium
biopsi jaringan granulasi atau kelenjar limfe regional
pemeriksaan histopatologis dapat ditemukan tuberkel

radiologi Koksitis Tuberkulosis


Sering pada anak-anak. Proses dapat dimulai di asetabulum, sinovium, epifisis femur,
metafisis femur, atau trokanter mayor. Kadang-kadang infeksi menyebar ke panggul dari
focus di dalam trochanter mayor atau ischium. Lesi pada panggul mempunyai karakteristik
dengan destruksi yang banyak tetapi suatu perubahan yang tidak wajar sekarang jarang
terlihat. Semua tingkat kehilangan tulang dari kaput dan colum femur dapat ditemukan.
Penemuan yang sering adalah gambaran tonjolan bernama birds beak. Ekspansi dan
destruksi didalam asetabulum kadang-kadang membawa ke protrusio intrapelvik dari sendi
panggul. Destruksi tulang biasanya banyak, baik pada asetabulum maupun pada kaput femur.
Kadang-kadang kaput femur tidak dapat dilihat lagi. Bila destruksi pada asetabulum banyak
dapat menimbulkan protusio asetabuli. Diagnosis diferensial yang penting adalah penyakit
perthes, yaitu nekrosis avaskular dari kaput femur
Tampilan radiografi Coxitis TB:
1.
2.
3.

Gambaran normal : tahap sinovitis


Tipe perthes : terlihat sklerotik kepala femur
Tipe dislokasi : terlihat sublukasi atau dislokasi kepala femur terutama

karena kelemahan kapsul dan hipertrofi sinovial daripada akumulasi nanah seperti
pada arthritis piogenik
4.
Tipe acetabulum melayang
5.
Tipe protrusio acetabulum
6.
Tipe mortar dan pestle
7.
Tipe atropik : kepala femur tidak teratur dengan penyempitan ruang
sendi. Tampilan ini sering pada dewasa dan berkembang menjadi ankilosis fibrosa.

Diagnosis radiologis Coxitis TB dapat dilakukan jika ditemukan:15

Efusi sendi
Efusi sendi dengan edema jaringan lunak dapat menjadi salah satu dari

tanda-tanda awal Coxitis TB. Efusi sendi mungkin muncul ketika sendi telah
dinyatakan normal atau hampir normal dalam penampakannya.

Osteopenia
Osteopenia periarticular adalah manifestasi umum dari Coxitis TB, dan

mungkin lebih umum pada sendi yang menahan beban dari ekstremitas bawah
daripada di ekstremitas atas. Deteksi osteopenia dengan radiografi polos adalah
subyektif.

Penyempitan ruang sendi


Coxitis TB khas menghancurkan tulang rawan artikular, sehingga
mempersempit sendi lebih lambat dari yang dapat dilakukan infeksi piogenik.
Namun tetap dapat menghilangkan ruang sendi semaksimal infeksi lainnya
tergantung pada di tahap mana penyakit ini didiagnosis, ruang sendi yang dapat
melebar dengan efusi, normal, atau menyempit.

Ketidakteraturan korteks
Tuberkulosis menyerang korteks artikular dan subkortikal tulang
cancellous dalam beberapa mode yang berbeda. Erosi dapat terbentuk pada daerah
tulang yang berdekatan dengan tepi tulang rawan artikular. Erosi ini kurang umum
pada anak-anak dibandingkan pada orang dewasa dan remaja. Dalam lutut, erosi
marginal dapat memperlebar kedudukan interkondilaris. Selain itu, daerah kecil
resorpsi dapat terjadi di sepanjang permukaan kortikal subchondral, membuat
ketidakteraturan, dan tampilan berbintik-bintik (pitted appearance). Phemister dan
Hatcher menemukan erosi tulang subchondral terjadi dalam kasus-kasus di mana
tulang rawan kendur namun sebagian besar masih utuh.

Lesi litik
Lesi bulat atau oval dengan margin yang sulit didefinisikan dalam
tulang berdekatan dengan sendi yang terkena adalah umum ditemukan dalam TB
ekstremitas, khususnya pada anak-anak. Beberapa lesi ditemukan tanpa sklerosis,
yang lainnya memiliki sejumlah kecil sklerosis atau berkembang selama
pengobatan. Acetabulum adalah bagian yang paling umum terkena. Lesi tersebut
berlokasi pada epifisis dan metafisis dan dapat menjadi lesi di antara kedua fisis.

Susunan periosteal tulang baru

Dibandingkan dengan temuan yang dibahas sebelumnya, reaksi


periosteal merupakan manifestasi relatif jarang pada TB tulang. Jika ada, maka
bentuknya kemerahan (florid)

Pematangan epifisis lanjut atau overgrowth


Pematangan epifisis lanjut atau pertumbuhan berlebih adalah karena

hiperemia dan dapat menyebabkan penggabungan fisis prematur dan, karena itu
menimbulkan pemendekan ekstremitas. Evaluasi pematangan epifisis sulit
dilakukan karena radiografi ekstremitas kontralateral biasanya tidak tersedia untuk
perbandingan, karena itu, perubahan tersebut mungkin telah terjadi tanpa
diketahui.
Tamainer
a. Foto Rontgen
Pada tingkat awal perjalanan penyakit, foto rontgen menunjukkan rarefraksi
dan mungkin penebalan jaringan lunak disekitar panggul dan pada tingkat lanjut
ditemukan penyempitan ruang sendi, destruksi kaput femoris dan asetabulum,
osteoporosis, osteolitik dan mungkin dislokasi panggul.
Lesi mungkin timbul dalam acetabulum, sinovium, epifisis femoralis atau
metafisis. Kadang-kadang infeksi menyebar ke pinggul dari fokus pada trokanter
mayor atau iskium. Semua derajat kehilangan tulang kepala femoral dan leher dapat
ditemukan. Sebuah temuan yang sering adalah tampilan birds beak dengan tonjolan
intrapelvis.
b. CT Scan14
1. Plain scans
Penyempitan ruang sendi, erosi tulang marginal dan subkondral dan tanda-tanda yang
menyertai demineralisasi dapat dideteksi sejak dini CT scan resolusi tinggi, terutama ketika
panggul lainnya yang digunakan untuk perbandingan. Peradangan yang menyertai kapsul
artikular menyebabkan pelebaran besar (lebih besar dari 6 mm)
2. Scan dengan kontras
Media kontras dapat menunjukkan peradangan kemerahan dengan meningkatkan
membran sinovial yang, pada gilirannya, batas jelas area efusi sendi. Infiltrasi di sekitar dan
abses yang meluas bisa lebih mudah dibedakan pada scan dengan kontras dari pada scan
biasa.
c. MRI

Tuberkulosis menyebabkan kerusakan yang signifikan pada kedua sisi sendi sakroiliaka.
Dalam beberapa kasus, lesi tuberkulosis pada sendi dapat menyebar ke daerah inguinal dan
glutealis dan menghasilkan rongga abses. MRI panggul menunjukkan sakroilitis dan
osteomyelitis dengan pembentukan abses luas menyebar ke bagian perut di wilayah iliopsoas,
dan dorsal ke daerah gluteal.18
Gambaran MRI menunjukkan penyempitan pada ruang sendi di bagian kranial dari
acetabulum dengan peningkatan sklerosis subkondral serta peningkatan sinovial dengan
edema sumsum tulang di kepala femoral dan acetabulum yang sesuai.
d. Kedokteran Nuklir20
Dalam sebuah studi, skintigrafi Ga-67 memiliki sensitivitas hingga 78% dalam
mengidentifikasi TB ekstraparu tetapi gagal untuk membantu mendiagnosa kasus meningitis
TB. Ketika diagnosis diferensial meliputi infeksi tulang, skintigrafi tulang dengan teknesium99m methylene diphosphonate dapat membantu melokalisasi focus sepsis dan sama sensitifnya
dengan skintigrafi leukosit In-111. Skintigrafi Ga-67 memiliki sensitivitas yang sama untuk
mendeteksi lesi tulang tetapi juga mampu membantu mengidentifikasi abses paraspinal dan
ekstraskeletal lainnya. Teknik pencitraan nuklir tidak membantu membedakan antara penyebab
yang berbeda dari sepsis, tetapi mereka membantu mengidentifikasi fokus. Pencitraan lebih
lanjut dari daerah tersebut, bersama dengan pengambilan sampel jaringan tambahan, dapat
dilakukan untuk membantu dalam diagnosis.
Fluorodeoxyglucose positron emission tomography (FDG PET) memiliki beberapa
keunggulan dibandingkan pemeriksaan gallium dan indium: (a) dapat dilakukan segera, tanpa
diperlukan penundaan antara injeksi dan pemindaian; (b) umumnya menghasilkan dosis
radiasi yang lebih rendah karena waktu paruh FDG yang pendek; (c) hal ini menunjukkan
serapan organ yang sedikit normal, kecuali di otak dan jantung, dan (d) menyediakan
pengukuran kuantitatif fraksi absolut dosis yang disuntikkan yang mencapai jaringan.
Tuberkuloma biasanya menunjukkan serapan di FDG PET. Peningkatan serapan juga terlihat
dengan penyakit granulomatosa lain dan infeksi seperti sarkoidosis, histoplasmosis,
aspergillosis, dan coccidioidomycosis. Oleh karena itu, dalam pengaturan lesi paru yang
diketahui, FGD PET tidak dapat digunakan untuk membedakan antara penyebab neoplastik
dan non neoplastik. Keterbatasan ini sangat relevan dalam wilayah geografis di mana TB
adalah endemik karena, pada kira-kira 2% dari kasus, keganasan dan tuberkuloma dapat
hidup berdampingan. Namun, satu studi menunjukkan bahwa menggunakan PET kolin
karbon-11 dapat membantu membedakan antara kanker paru-paru dan TB. Nilai serapan

standar tinggi dalam massa ganas dan rendah tuberkuloma dengan PET kolin karbon-11 tetapi
tinggi di kedua lesi dengan FDG PET .

Penatalaksanaan
Tatalaksana standar untuk CoxitisTB adalah dengan menggunakan multi-drugs
kemoterapi anti tuberkulosis untuk 12 hingga 18 bulan dan di padukan dengan pembedahan
dan fisioterapi pada tulang yang terkena. Apabila terapi pembedahan menjadi modalitas
utama, anti-tuberkulosis sangat di butuhkan dalam pencegahan reaktivasi tuberkulosis.21
Beberapa teknik pembedahan yang dapat di gunakan antara lain arthrotomi dengan
debridemant, arthodesis, dan girdlestone resection artrhoplasti atau yang disebut juga dengan
total arthoplasty. Pemberian obat anti-tuberkulosis sebaiknya di berikan 2 minggu sebelum
operasi dan di lanjutkan dengan pemberian 1 tahun setelah operasi.4
Untuk post operative dapat di berikan obat rifampicin (10 mg/kg), isoniazid (5
mg/kg), pyrazinamid (20 mg/kg), dan etambutol (15 mg/kg) untuk 2 bulan awal dan diikuti
dengan pemberian rifampisin dan isoniazid pada 10 bulan berikutnya. Hal ini dilakukan
untuk mencegah terjadinya reaktivasi infeksi Mycobacterium tuberculosis. Meskipun
demikian sebuah penelitan menunjukkan masih terdapat kemungkinan terjadinya rekativasi
infeksi tuberkulosis mulai dari 14 % hingga 22 % dari semua kasus yang di teliti.
Diagnosis Banding
Coxitis TB dapat didiagnosis bandingkan dengan:

Coxitis piogenik
Osteoathritis
Metastase tulang

Prognosis
Diagnosis pada tahap awal dan kemoterapi yang efektif sangat penting untuk
menyembuhkan penyakit dan untuk menyelamatkan sendi. Kemoterapi anti tuberkulosis
dengan atau tanpa intervensi bedah telah terdokumentasi dengan baik dalam literatur, tetapi
kelainan anatomi sisa seperti fleksi abduksi atau adduksi, subluksasi atau dislokasi, dan
manajemen bagi mereka residual pada anak-anak jarang didokumentasikan
Obat Anti Tuberkulosis Pilihan Pertama
1.

Isoniazid
Isoniazid merupakan obat paling poten dalam pengobatan tuberkulosis, merupakan

molekul kecil larut dalam air, dan merupakan analog sintetik piridoksine.

Isoniazid bersifat bakteriostatik bagi mikobakterium pada fase stasioner, dan bersifat
bakterisid pada kuman yang sedang tumbuh aktif. Efektif melawan bakteri intraselular.
Insidensi dan tingkat keparahan efek samping bergantung dosis dan lama pemberian.
Efek samping yang dapat timbul antara lain :

Reaksi alergi

Neuritis perifer

Hepatitis dan hepatotoksisitas idiosinkrasi

Interaksi obat.
2.

Rifampin
Rifampin adalah derivat semisintetik rifamisin B yaitu salah satu anggota kelompok

antibiotik makrosiklik yang disebut rifamisin. Kelompok zat ini dihasilkan oleh Streptomyces
mediterranei.
Rifampisin merupakan bakterisidal bagi mikobakteria intraselular juga ekstraselular,
untuk

Mikobakterium

tuberkulosis,

mikobakterium

atipikal

juga

mikobakterium

leprae.Rifampin efektif menghambat berbagai pertumbuhan kuman gram positif dan gram
negatif. Sangat aktif terhadap N.meningitidis dan dapat menghambat pertumbuhan beberapa
jenis virus.
Rifampin jarang menimbulkan efek yang tidak diingini. Yang paling sering ialah ruam
kulit, demam, mual dan muntah. Pada pemberian berselang dengan dosis lebih besar sering
terjadi flu like syndrome, nefritis interstisial, nekrosis tubular akut, dan trombositopenia. Pada
penderita penyakit hati kronik, alkoholisme, dan usia lanjut, insidens ikterus dikarenakan
rifampin bertambah.

3.

Etambutol
Hampir semua galur mikobakterium tuberkulosis dan mikobakterium kansasii sensitif

terhadap etambutol. Etambutol tidak efektif untuk kuman lain. Obat ini tetap menekan
pertumbuhan kuman tuberkulosis yang telah resisten terhadap isoniazid dan streptomisin.
Kerjanya menghambat sintesis metabolit sel sehingga metabolisme sel terhambat dan sel
mati. Karena itu obat ini hanya aktif terhadap sel yang bertumbuh dengan khasiat
tuberkulostatik.
Hipersensitifitas terhadap etambutol jarang terjadi. Efek samping yang paling penting
adalah gangguan penglihatan, biasanya bilatera, yang merupakan neuritis retrobulbar, yaitu
berupa turunnya tajam penglihatan, hilangnya kemampuan membedakan warna, mengecilnya
lapang pandangan, dan skotoma sentra maupun lateral. Insidens efek samping ini makin
tinggi sesuai dengan peningkatan dosis dan lamanya terapi, namun bersifat reversibel.
Terapi dengan etambutol menyebabkan peningkatan kadar asam urat darah pada 50 %
penderita. Hal ini disebabkan oleh penurunan ekskresi asam urat melalui ginjal. Efek
nonterapi ini mungkin diperkuat oleh isoniazid dan piridoksin.
4.

Pirazinamid
Pirazinamid di dalam tubuh dihidrolisis oleh enzim pirazinamidase menjadi asam

pirazinoat dan merupakan bakterisid yang kuat untuk bakteri tahan asam yang berada dalam
sel makrofag, lebih aktif bekerja pada hanya pada suasana asam.
Efek samping yang paling umum dan serius adalah kelainan hati, oleh karena itu
hendaknya dilakukan pemeriksaan fungsi hati sebelum pengobatan dengan pirazinamid
dimulai, dan pemantauan terhadap transaminase serum dilakukan secara berkala selama
pengobatan berlangsung. Obat ini juga menghambat ekskresi asam urat dan dapat
menyebabkan kambuhnya pirai.
5.

Streptomisin
Streptomisin in vitro bersifat bakteriostatik dan bakterisid terhadap kuman

tuberkulosis. Adanya mikroorganisme yang hidup dalam abses atau kelenjar limpfe regional
serta hilangnya pengaruh obat setelah beberapa bulan pengobatan, mendukung konsep bahwa
kerja streptomisin in vivo ialah supresi, bukan eradikasi kuman tuberkulosis. Obat ini dapat
mencapai kavitas, tetapi relatif sukar berdifusi ke cairan intrasel.
Umumnya streptomisin dapat diterima dengan baik. Kadang-kadang terjadi sakit
kepala sebentar atau malaise. Reaksi hipersensitifitas biasanya terjadi dalam minggu-minggu

pertama pengobatan. Streptomisin bersifat neurotoksik pada saraf kranial ke VIII, bila
diberikan dalam dosis besar dan jangka lama. Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan
audiometri basal dan berkala pada mereka yang mendapat streptomisin. Seperti
aminoglikosida lainnya, obat ini juga bersifat nefrotoksik. Ototoksisitas dan nefrotoksisitas
ini sangat tinggi kejadiannya pada kelompok usia di atas 65 tahun, oleh karena itu obat ini
tidak boleh diberikan pada kelompok usia tersebut. Efek samping lain ialah reaksi anafilaktik,
agranulositosis, anemia aplastik, dan demam obat.
Tabel 2. Jenis dan Dosis Obat Tuberkulosis pada Anak(3,5)
Jenis Obat
Isoniazid
Rifampin
Pirazinamid
Etambutol
Streptomisin

Dosis Harian
5-15 mg/KgBB/hari
10-20 mg/KgBB/hari
15-30 mg/KgBB/hari
15-20 mg/KgBB/hari
15-40 mg/KgBB/hari

Dosis Maksimal
300 mg/hari
600 mg/hari
2000 mg/hari
1250 mg/hari
1000 mg/hari

Obat TB lain (second line) adalah PAS, viomisin, sikloserin, etionamid, kanamisin dan
kapriomisin, yang digunakan jika terjadi multidrug resistance.Kombinasi yang paling
sering disarankan adalah obat Isoniazid ( 300 mg / hari ) Rifampisin ( 600 mg /
hari ) dan Pirazinamid ( 20-30 mg / kg / hari ).

Jika penyakit ini tidak dikendalikan oleh pengobatan intervensi operasi akan diperlukan . Ini
mungkin mengambil bentuk arthrotomy dan debridement atau , dengan penyakit yang lebih
luas , eksisi artroplasti atau arthrodesis. Ada laporan dari penggantian panggul total ( THR )
dalam pengobatan TBC baik dalam penyakit aktif dan rekonstruksi bersama sekunder. THR
Namun mungkin , berhubungan dengan reaktivasi infeksi. Reaktivasi juga mungkin berkaitan
dengan terapi antibiotik awal tidak memadai.
Penanganan dengan teknik bedah yang berbeda sebagai arthrotomy dengan debridement ,
arthrodesis , Girdlestone reseksi artroplasti atau artroplasti total pinggul ( THA ) telah
dilakukan dalam kasus-kasus penyakit yang luas. Meskipun Girdlestone reseksi artroplasti
tidak sulit untuk melakukan dan dalam sebagian besar kasus hasil klinis yang memuaskan,
kerugian besar dari teknik ini adalah hilangnya fungsi akibat berkurangnya pinggul offset.
Arthrodesis sebagai alternatif mewakili untuk mengurangi rasa sakit dan sementara itu
memperlakukan infeksi berhasil . Selain kehilangan ROM dari sendi pinggul , sering ada
perubahan degeneratif sekunder terutama tulang belakang lumbal dalam jangka panjang .

Melakukan THA harus disebutkan sebagai alternatif menuntut , yang sering dipraktekkan
dalam kombinasi dengan obat antituberculotic oral. Eksaserbasi lokal diamati dalam kasuskasus dengan pengobatan sistemik memadai , sedangkan di sebagian besar kasus hasil
mengacu pada ROM dan nyeri pengurangan memuaskan.
Hal ini melaporkan bahwa intervensi operatif luas sebagai THA untuk TBC
terus menjadi isu kontroversial karena potensi risiko reaktivasi infeksi. Namun,
periode waktu setelah pengobatan awal antituberculotic dan melakukan
artroplasti dibahas.

Anda mungkin juga menyukai