SPONDILITIS TUBERKULOSIS
Oleh :
dr. Rony Parlindungan Sinaga
Pembimbing:
dr. Maria Belladona, SpS, Msi.,Med.
2.1. Pendahuluan
Spondilitis tuberkulosis telah terdokumentasi pada mumi dari Mesir dan Peru dan
merupakan penyakit tertua yang diketahui pada manusia.1 Pada tahun 1779, Sir Percivall Pott,
seorang ahli bedah ortopedi kebangsaan Inggris, menggambarkan deskripsi klasik dari
tuberkulosis spinal. Dalam tulisannya yang berjudul Remarks on that Kind of Palsy of the
Lower Limbs, Pott memperkenalkan trias spondilits tuberkulosis yaitu gibbus, abses
paravertebral, dan paralisis. Karena kontribusinya, namanya diabadikan untuk menandai
penyakit ini, yaitu Pott’s Disease. Jadi, dalam istilah bahasa Inggris penyakit ini setidaknya
memiliki tiga nama ; tuberculous spondylitis, spinal tuberkulosis, dan Pott’s disease.2
Spondilitis tuberkulosis orang dewasa biasanya merupakan infeksi sekunder dengan
focus infeksi di tempat lain dan tidak selalu berasal dari paru. Namun spondilitis tuberkulosis
dapat sebagai fokus primer dari infeksi tuberkulosis. Spondilitis tuberkulosis termasuk bentuk
yang berbahaya dari infeksi tuberkulosis. Keterlambatan penegakan diagnosis dan terapi
dapat menyebabkan kompresi medula spinalis dan deformitas tulang. Semakin lama
keterlambatan terjadi, maka hasil terapi akan semakin buruk prognosisnya.3
Meskipun sejak penemuan dan pengembangan obat antituberkulosis, tuberkulosis
tulang belakang mulai jarang ditemukan di negara maju, namun masih banyak ditemukan di
negara berkembang.3 Tatalaksananya dengan kemoterapi antituberkulosis atau dengan
kombinasi antituberkulosis dan tindakan bedah, baik dengan stabilisasi menggunakan
instrumentasi maupun tanpa instrumen. Dokter harus mempertimbangkan diagnosis ini
dalam pikiran terutama pasien pada daerah endemik dengan insidensi tinggi infeksi
tuberkulosis.4,5
2.2 Epidemiologi
Secara epidemiologi tuberkulosis merupakan penyakit infeksi pembunuh nomor dua
di dunia setelah HIV.5 Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh
Mycobacterium tuberculosis. Pada tahun 1995, diperkirakan ada 9 juta pasien TB baru dan 3
juta kematian akibat TB diseluruh dunia. Diperkirakan 95% kasus TB dan 98% kematian
akibat TB didunia, terjadi pada negara-negara berkembang. Demikian juga, kematian wanita
akibat TB lebih banyak dari pada kematian karena kehamilan, persalinan dan nifas.6
Indonesia merupakan negara dengan pasien TB terbanyak ke-3 di dunia setelah India
dan Cina (WHO, 2013).7 Diperkirakan jumlah pasien TB di Indonesia sekitar 5,8% dari total
jumlah pasien TB didunia. Diperkirakan, setiap tahun ada 429.730 kasus baru dan kematian
62.246 orang. Insidensi kasus TB BTA positif sekitar 102 per 100.000 penduduk.6
Dari seluruh kasus tuberkulosis sekitar 22% adalah kasus ekstrapulmonal. 8
Tuberkulosis skeletal merupakan 10-35% dari seluruh kasus TB ekstrapulmonal, dan hampir
sekitar 2% dari keseluruhan kasus tuberkulosis. Spondilitis tuberkulosis merupakan bentuk
tuberkulosis skeletal yang paling umum. Spondilitis tuberkulosis terhitung sekitar setengah
dari kasus tuberkulosis muskuloskeletal. Angka selanjutnya diikuti oleh arthritis dan
osteomyelitis.9,10,11
2.3. Faktor resiko
Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB. Faktor yang
mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB adalah daya tahan tubuh yang
rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi buruk). Infeksi HIV
mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler (cellular immunity) dan
merupakan faktor risiko paling kuat bagi yang terinfeksi TB untuk menjadi sakit TB (TB
Aktif). Bila jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah pasien TB akan meningkat,
dengan demikian penularan TB di masyarakat akan meningkat pula.6
2.4. Patogenesis dan patofisiologi
Penyebaran dari fokus primer dapat secara hematogen dan limfogen. Infeksi korpus
vertebra biasanya dimulai pada bagian tulang yang berdekatan dengan diskus intervertebralis
atau di bagian anterior dibawah periosteum korpus vertebra, sedangkan arkus neuralis jarang
terkena, Mycobacterium tuberkulosis mengakibatkan resorpsi masif vertebra spinal.
Patogenesis penyakit Pott belum jelas, namun telah diidentifikasi sebuah protein M
tuberkulosis (Mt) chaperonin (cpri) 10 yang bertanggung jawab untuk aktifitas proteolitik
bakteri ini. Mt cpn10 rekombinan ini merupakan stimulator poten untuk resorpsi tulang dan
menginduksi rekrutmen, menginhibisi proliferasi pembentukan tulang oleh osteoblast.
Chaperonin 60 (cpn60) memiliki struktur heptamer yang homolog dengan cpn10. Cpn60 ini
akan menghambat pembentukan heptamer cpn10 sehingga diperkirakan pada masa
mendatang menjadi target terapetik untuk tuberkulosis tulang.3
Karena distribusi suplai arteri vertebralis, tulang vertebra yang berdekatan dapat
terkena. Perubahan tulang terlihat dalam 2 hingga 5 bulan setelah infeksi. Biasanya bagian
subkondral dari korpus vertebra terkena. Bila bagian anterior dan lateral korpus yang terkena
maka akan mengakibatkan terjadinya kifosis dan gibus. Bila bagian posterior korpus yang
terkena mengakibatkan kavitasi dan massa ekstradura. Selain itu didapatkan penyebaran
limfogen yang berasal dari tuberkulosis ginjal yang tidak bermanifestasi.3
Tuberkulosis menyebar dari fokus tulang belakang melalui penyebaran langsung
melalui ruang diskus. Bola abses paravertebral terbentuk, penyakit kemudian menyebar
melalui ligamentum longitudinalis anterior/posterior hingga ruang pleura, Abses dapat juga
menyebar melalui fasia menimbulkan abses psoas atau menyebar ke posterior membentuk
abses ekstradura.3
Destruksi vertebra mengakibatkan kolapsnya korpus vertebra bersamaan dengan
pembentukan baji anterior. Kompresi medula spinalis pada spondilitis terutama diakibatkan
oleh tekanan dari abses paraspinal yang berada retrofaringeal pada daerah cervical dan
terbentuk spindel pada daerah torakal dan torakolumbal. Defisit neurologis juga dapat
berasal dari invasi oleh jaringan granulasi dan kompresi dari pecahan tulang yang hancur,
destruksi intervertrebralis, atau dislokasi tulang vertebra. Penyebab yang jarang adalah
insufisiensi arteri spinalis anterior. Kelainan neurologi ini dapat terjadi pada semua stadium
dan bahkan terjadi bertahun-tahun setelah pengobatan akibat tarikan medula spinalis dalam
kanalis spinalis yang mengalami deformasi.3
Terdapat empat pola kerusakan vertebra yang terjadi pada spondilitis tuberkulosa,
yaitu :
1. Paradiscal
2. Central
3. Anterior
4. Appendiceal
(Kiri) Pengukuran sudut kifosis menurut Dickson (1967) (Kanan) Cara pengukuran yang lain
Selain pola tipikal yang dideskripsikan di atas, terdapat pula pola spondilitis
tuberkulosis atipikal. Spondilitis tuberkulosis atipikal didefinisikan sebagai suatu kondisi
myelopati kompresif tanpa deformitas tulang belakang yang dapat teraba maupun terlihat
serta tanpa gambaran lesi vertebra yang tipikal untuk spondilitis tuberkulosis. 20,21
Lesi granuloma epidural, intradural, atau intrameduler dapat menunjukkan gejala
myelopati kompresif, sindrom tumor medulla spinalis, tanpa adanya tanda radiologi yang
jelas. 22,23
Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium memberikan hasil peningkatan LED yang nyata ( > 100
mm/ jam) dan tuberkulin tes positif. CRP yang meningkat menunjukkan telah terbentuk
pus (abses). Pada kondisi kronis pemeriksaan darah rutin dapat menunjukkan anemia
normositik dan leukositosis. Mantoux test biasanya positif (84- 95%) namun hal ini hanya
menunjukkan riwayat pemah terpapar TB. Selain itu juga pemeriksaan ini juga tidak spesifik
karena pada orang-orang yang pemah terinfeksi mikobakterium non tuberkulosis juga akan
memberikan hasil yang positif. Kultur sampel urin pagi positif bila ada tuberkulosis renal.
Pemeriksaan sputum positif hanya bila infeksi akut paru-paru.3
Pemeriksaan laboratorium yang memastikan penyakit adalah kultur positif dari hasil
biopsi lesi vertebra. Berkenaan dengan pemeriksaan mikrobiologis yang disebutkan di atas,
sampel jaringan tulang atau abses diperoleh untuk pengecatan basil tahan asam (BTA ), dan
organisme diisolasi untuk kultur dan sensitivitas. Prosedur pengambilan sampel tulang yang
terkena atau struktur jaringan lunak secara perkutan dipandu oleh CT scanning. Temuan
pemeriksaan ini positif `hanya pada sekitar 50 % dari kasus.3,16
Karena pemeriksaan mikrobiologis mungkin gagal mendiagnosis Penyakit Pott,
pemeriksaan patologi anatomi bisa menjadi pemeriksaan yang penting. Temuan patologis
termasuk jaringan granulasi eksudatif dengan diselingi abses. Penumpukan abses terjadi di
daerah nekrosis kaseosa. Selain itu dapat ditemukan giant cell berinti banyak, sel epitel, dan
limfosit.
X Foto rontgen
2.7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan ditujukan untuk eradikasi infeksi, mencegah atau memperbaiki
defisit neurologi dan deformitas tulang belakang. Penatalaksanaan primer adalah
medikamentosa. US CDC dan British Medical Research Council merekomendasikan
kombinasi OAT selarna 6-9 bulan pada spondilitis Tuberkulosis. Pada kasus yang melibatkan
beberapa vertebra dianjurkan pengobatan selama 9-12 bulan. Kombinasi yang digunakan
paling sedikit terdiri dari 3 jenis OAT dan salah satunya harus bersifat bakterisidal. Diberikan
pada 2 bulan pertama dilanjutkan dengan INH dan Rifampisin sampai masa terapi selesai.
Dosis yang digunakan adalah INH 300 mg oral, rifampisin 10 mg/KgBB, tidak melebihi 600
mg. Untuk pirazinarnid dosis yang diberikan adalah 15-30 mg/KgBB, etambutol 15-25
mg/KgBB dan Streptomisin 15 mg/KgBB, tidak melebihi 1g/hari.3
Panduan OAT yang digunakan di Indonesia
Selain OAT lini pertama yang lebih banyak dikenal seperti rifampicin, isoniazid,
pirazinamid, ethambutol, dan streptomisin, terdapat juga OAT yang berada di lini berikutnya.
Penggolongannya lebih jelas diuraikan dalam tabel di bawah ini :
Golongan Obat OAT berdasarkan lini pemakaian
Catatan :
Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk streptomisin adalah
500 mg tanpa memperhatikan berat badan.
Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus.
Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan aquabidest
sebanyak\ 3,7 ml sehingga menjadi 4 ml. (1ml = 250 mg).
2.9. Pronosis
Prognosis tergantung dari derajat penyakit. Bila tidak ada deformitas tulang belakang
berat dan defisit neurologi yang jelas maka hasil pengobatan akan baik. Prognosis juga
bergantung pada kepatuhan pasien minum obat. Paraplegia yang timbul juga mengalami
perbaikan dengan kemoterapi yang tepat, bila tidak ada perbaikan maka diperlukan
pertimbangan tindakan operatif. Paraplegi ini dapat menetap jika terjadi kerusakan medulla
spinalis yang permanen.
BAB II
LAPORAN KASUS BANGSAL SPONDILITIS TUBERKULOSIS
Oleh : Rony Parlindungan Sinaga
Moderator : dr. Maria Belladona, Sp.S, MSi.,Med.
I. Identitas Penderita
Nama : Tn G W
Umur : 39 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status perkawinan : Menikah
Pendidikan : Lulus SMA
Pekerjaan : Buruh Pabrik
Alamat : Perum Sudirman, RT 001 RW 006 kelurahan tigakarsa
Kabupaten Serang, Provinsi Banten
Tanggal masuk perawatan : 11 Oktober 2018
No CM : C717517
- Kronologis :
+ 8 bulan SMRS pasien mengeluhkan lemah anggota gerak bawah. Saat itu
pasien masih dapat berjalan walaupun pasien jalannya agak menyeret. Selain itu
pasien pasien juga mengeluhkan nyeri punggung yang semakin lama semakin berat,
dan semakin nyeri apabila pasien berjalan. pasien juga mengeluhkan kesemutan,
rasa tebal, namun BAB dan BAK dalam kondisi baik. Saat itu pasien mengatakan
sudah selesei pengobatan TB kurang lebih 2 bulan lalu dan dikatakan sembuh oleh
dokter. Sebelumnya pasien mengkonsumsi obat TB selama 8 bulan.
+ 3 bulan SMRS pasien mengeluhkan lemah anggota gerak bawah yang
semakin berat, dan pasien sudah tidak dapat berjalan lagi, hanya bisa menggeserkan
kedua anggota gerak bawahnya. Pasien juga masih mengeluhkan kesemutan, rasa
tebal, dan mengeluhkan sulit BAB dan sulit BAK. Pasien juga mengeluhkan
terdapat benjolan pada punggung belakang yang dirasakan nyeri bila ditekan. Lalu
pasien pergi berobat di RSUD banten dan disarankan untuk kembali mengkonsumsi
obat tersebut namun pasien tidak melanjutkan konsumsi obat.
+ 1 bulan SMRS pasien mengeluhkan kelemahan anggota gerak bawah yang
semakin berat hingga pasien tidak dapat menggerakan kedua anggota gerak bawah
pasien sehingga pasien hanya berbaring saja di tempat tidur, pasien juga
mengeluhkan terdapat benjolan pada punggung yang dirasakan nyeri bila ditekan,
rasa tebal, kesemutan, sulit BAB dan BAK. Lalu pasien berobat ke RSUD Banten
dan pasien dirujuk ke RSDK.
- Faktor yang memperberat : (-)
- Faktor yang memperingan : (-)
- Gejala penyerta : Nyeri punggung, terdapat benjolan pada punggung,
rasa tebal, rasa kesemutan, sulit BAB dan BAK.
.
3. Riwayat penyakit dahulu :
Pasien baru pertama kali ini sakit seperti ini
Riwayat pengobatan TB selama 8 bulan mendapat FDC 2 tablet, 3x/ minggu.
Riwayat trauma disangkal
Riwayat penyakit tumor disangkal
1. Status presens
Keadaan Umum : tampak lemah
Tanda Vital : TD : 120/ 80mmHg SpO2. : 98%
N : 82 kali / menit VAS : 3-5
RR : 22 kali / menit
t : 36,5 C
2. Status Internus
Kepala : simetris, mesosefal
Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
Leher : kaku kuduk (-), pembesaran limfonodi (-)/(-)
Dada :
- Jantung : konfigurasi jantung normal
Bunyi jantung I-II normal, gallop (-), bising sistolik (-).
- Paru : Suara dasar vesikular, ronkhi(-)/(-), wheezing (-)/(-)
- Abdomen : Supel, nyeri tekan (-), hepar/lien tak teraba, bising usus (+) N
Ekstremitas : Edema (-), turgor cukup
TB : 165 cm
BB : 50 Kg
BMI : BB = 50 Kg = 18,36 Kg/m2 (underweight)
TB2 (1,65m)2
3. Status Psikikus
Cara berpikir : realistik
Perasaan hati : normotimik
Tingkah laku : normoaktif
Ingatan : kesan cukup
Kecerdasan : kesan cukup
4. Status Neurologis
Kesadaran : GCS: E4M6V5
Kepala : Bentuk : Mesosefal
Simetri : Simetris
Mata : pupil bulat isokor, Ф 2,5 mm/2,5 mm, reflek cahaya +/+
nistagmus -/-, gerak bola mata bebas,
visus >3/60/>3/60
Leher : Sikap : lurus
Pergerakan : Bebas
Kaku kuduk : (-)
Nn Cranialis : dalam batas normal
Motorik : Superior Inferior
Gerak +/+ ↓/↓
Kekuatan 5-5-5/5-5-5 0-0-0/0-0-0
Tonus N/N s
Trofi E/E E/E
Refleks fisiologis ++ /++ ++++ / ++++
Refleks patologis - /- + /+
Klonus + /+
Sensibilitas : Hipestesi dari kedua ujung jari kaki sampai dengan dermatom Th 3-4
Vegetatif : Retensio alvi et urin
Proprioseptif : dalam batas normal
Pemeriksaan Kolumna Vertebralis
Pergerakan kolumna vertebralis : bebas
Inspeksi : warna kulit sama dengan sekitar
Palpasi : Gibus (+), panas (-)
Palpasi : Nyeri ketok vertebra (+)
Koordinasi, Gait dan Keseimbangan
Cara berjalan : belum dapat dinilai
Tes Romberg : belum dapat dinilai
Disdiadokokinesis : (-) Ataksia : (-)
Rebound phenomen : (-) Dismetri : (-)
Gerakan-gerakan abnormal
Tremor : (-) Mioklonik : (-)
Athetose : (-) Khorea : (-)
304.37−295
Fluid deficit x 50 x 0.6=0.95 L
295
V. Ringkasan
Subyektif :
Seorang laki-laki, 39 tahun , + 8 bulan SMRS mengalami paraparesis inferior yang
berjalan progresif, hipestesia dari kedua ujung jari kaki sampai dengan dermatom Th3-4,
terdapat Gibus (+), nyeri tekan (+), dan retensio urin et alvi
+ 1 tahun SMRS pasien selesei mengkonsumsi obat TB selama 8 bulan dan
dinyatakan sembuh oleh dokter.
Obyektif :
GCS : E4M6V5
Tanda vital : TD: 120/80 mmHg, N: 82 kali / menit
RR: 22 kali / menit, t: 36.5 C, VAS : 2-3
Leher : kaku kuduk (-)
Nn Cranialis : dalam batas normal
Motorik : paraparesis inferior spastik
Sensibilitas : hipestesi s/d dermatom Th3-4
Vegetatif : retensio uri et alvi
VI. DIAGNOSIS :
1. Diagnosis Klinik : paraplegia inferior spastik
hipestesi dari kedua ujung jari s/d dermatom Th3-4
retensio uri et alvi
Diagnosis Topik : MS setinggi vertebra Th III-IV
Diagnosis Etiologik :Susp. spondilitis tuberkulosis
2. Riwayat Pengobatan TB
VII. RENCANA AWAL :
Susp. Spondilitis TB
Px : Konsul Rehabilitasi Medis,
MRI Thoracal dengan kontras
Konsul Bagian Interna Subpulmo
Tx : IVFD RL 20 tpm
Inj. Metilprednisolon 125mg/ 12 jam
Inj. Ranitidin 50 mg/ 12 jam
Paracetamol 500mg/8 jam/ oral
Vit B1B6B12 1 tab/ 8 jam/ oral
Mx : Keadaan umum, Tanda vital, Defisit neurologis
Ex : Menjelaskan kepada penderita dan keluarga mengenai penyakit
dan program selanjutnya
A : tetap
P :
1. Susp. Spondilitis TB
Px : Acc MRI Thoracal tanpa kontras
Tx : Tetap
Kesan :
Kompresi berat vertebra Th4 serta destruksi sebagian corpus vertebra Th5 dan diskus
intervertebralis Th4-5 yang membentu “gibbus deformity” disertai massa
paravertebral kanan kiri (terutama sisi kanan) setinggi vertebra Th3-6 (ukuran AP
3.89 x CC 5.39 x LL 6.42cm) yang meluas ke costa 3-4 posterior kanan, meluas ke
intraparenkim paru kanan sekitarnya, serta meluas ke epidural disertai pendesakan
thecal Sac dan edema medulla spinalis setinggi level tersebut sesuai gambaran
Spondilitis TB
Bulging posterosentral diskus intervertebralis C3-4, C4-5, C5-6, Th2-3 disertai
pendesakan thecal sac setinggi level tersebut
Bulging posterosentral dan posterolateral kanan kiri diskus intervertebralis C6-7
disertai pendesakan thecal sac dan penyempitan foramen neuralis kanan kiri setinggi
level tersebut
Bulging posterolateral kanan diskus intervertebralis Th1-2 disertai penyempitan
foramen neuralis kanan setinggi level tersebut.
1. Susp. Spondilitis TB
Px : Tunggu jadwal tindakan operasi dari orthopedi
Fisioterapi
Tx : IVFD RL 20 tpm :
Inj. Metil prednisolone 125mg/ 24 jam/ iv (tappring off)
Inj. Ranitidin 50mg/ 12 jam/ iv
Gabapentin 100mg/ 12 jam/ oral
Paracetamol 500mg/ 8 jam/ oral
Vit B1B6b12 1 tab/ 8 jam/ oral
A : tetap
P :
1. Susp. Spondilitis TB
Px : Tunggu jadwal tindakan operasi dari orthopedi
Tx : IVFD RL 20 tpm :
Inj. Metil prednisolone 125mg/ 24 jam/ iv
Inj. Ranitidin 50mg/ 12 jam/ iv
Gabapentin 100mg/ 12 jam/ oral
Paracetamol 500mg/ 8 jam/ oral
Vit B1B6b12 1 tab/ 8 jam/ oral
Lactulac Syr 1C/ 8 jam/ oral
A : tetap
P :
1. Susp. Spondilitis TB
Px : PSRS + Laminektomi dijadwalkan tanggal 19-10-2018
Biopsi jaringan Gibus dan Gen Expert jaringan gibus
Fisioterapi
Tx : IVFD RL 20 tpm :
Inj. Metil prednisolone 125mg/ 24 jam/ iv
Inj. Ranitidin 50mg/ 12 jam/ iv
Gabapentin 100mg/ 12 jam/ oral
Paracetamol 500mg/ 8 jam/ oral
Vit B1B6b12 1 tab/ 8 jam/ oral
Lactulac Syr 1C/ 8 jam/ oral
A:
1. Diagnosis Klinik : paraplegia inferior spastik
hipestesi dari kedua ujung jari s/d dermatom Th3-4
retensio uri et alvi
Diagnosis Topik : MS setinggi vertebra Th III-IV
Diagnosis Etiologik : Post PSRS + Laminektomi H-2 ec Susp. spondilitis
tuberculosis
P :
1. Post Laminektomi ec Susp. Spondilitis TB
Px : Menunggu hasil biopsi jaringan gibus dan Gen Expert jaringan gibus
Fisioterapi
Tx : IVFD RL 20 tpm :
Inj. Metil prednisolone 62.5mg/ 24 jam/ iv
Inj. Ranitidin 50mg/ 12 jam/ iv
Inj. Ketorolac 30mg/ 12 jam/ iv (selama 2 hari)
Inj. Ceftriaxone 2gr/ 24 jam/ iv (H-2)
Gabapentin 100mg/ 12 jam/ oral
Paracetamol 500mg/ 8 jam/ oral
Vit B1B6b12 1 tab/ 8 jam/ oral
Lactulac Syr 1C/ 8 jam/ oral
P :
1. Post Laminektomi ec Susp. Spondilitis TB
Px : Menunggu hasil biopsi jaringan gibus dan Gen Expert jaringan gibus
Fisioterapi
Menunggu TLSO
Tx : Inj. Ketorolac 30mg/ 8 jam/ iv (stop)
Terapi lain tetap
A:
1. Diagnosis Klinik : paraplegia inferior spastik
hipestesi dari kedua ujung jari s/d dermatom Th3-4
retensio uri et alvi
Diagnosis Topik : MS setinggi vertebra Th III-IV
Diagnosis Etiologik : Post PSRS + Laminektomi H-6 ec spondilitis
tuberculosis
P :
1. Post Laminektomi ec Spondilitis TB
Px : Menunggu TLSO
Fisioterapi
Tx : IVFD RL 20 tpm
Inj. Metil prednisolone 62.5mg/ 24 jam/ iv stop
Inj. Ranitidin 50mg/ 12 jam/ iv stop
Inj. Ceftriaxone 2gr/24 jam/ iv stop
Asam Folat 2mg/ 24 jam/ oral
Rifampisin 600mg/ 24 jam / oral
INH 400mg/ 24 jam/ oral
Pirazinamid 1750 mg/ 24 jam/ oral
Etambutol 1500mg/ 24 jam/ oral
Lansoprazole 30mg/ 24 jam/ oral
Terapi lain tetap
Tanggal 27-10-2018 (hari perawatan ke-16, post op hari ke – 8):
S : Lemah kedua anggota gerak bawah
O : GCS: E4M6V5
TD : 100/70 mmHg, N : 77x/mnt, RR : 20x/mnt, t : 36,8oC,
Status neurologis : Tetap
A : Tetap
P :
1. Post Laminektomi ec Spondilitis TB
Px : Terpasang TLSO
Fisioterapi
Tx : IVFD RL 20 tpm aff
Terapi lain tetap
A : Tetap
P :
Px : Acc Rawat Jalan
Tx : Gabapentin 100mg/ 12 jam/ oral
Vit B1B6B12 1 tab/ 8 jam/ oral
Lactulac Syr 1C/8 jam/ oral
Asam Folat 2mg/ 24 jam/ oral
Rifampisin 600mg/ 24 jam / oral
INH 400mg/ 24 jam/ oral
Pirazinamid 1750 mg/ 24 jam/ oral
Etambutol 1500mg/ 24 jam/ oral
Lansoprazole 30mg/ 24 jam/ oral
Ex : kontrol ke poli saraf
kontrol ke poli penyakit dalam
Rutin mengikuti program rehabilitasi medis
25/10/ 2018 (HP 14,
Post op H6)
12/10/2018 (HP 1) S : Lemah kedua
S : kelemahan anggota gerak bawah,
anggota gerak bawah, nyeri punggung bawah
nyeri punggung berkurang.
berkurang, BAGAN ALUR O : TD 110/70 mmHg N
benjolan(+) 77x/mnt RR 20 S
O : GCS 15, TD 36 C,
120/80 mmHg; N 76 Status neurologi : Tetap
x/mnt; RR 20 x/mnt; S Hasil Gen expert : MTB
36,5 C VAS =2-3. Nn.
19/10/ 2018 (HP 8) High detected hasil
Cranialis : dbn,
S : Lemah kedua patologi anatomi biopsi
motorik: paraplegia
inferior spastik. anggota gerak bawah, jaringa :radang kronik
14/10/2018 (HP 3) nyeri punggung bawah granulomatik
Sensorik : hipestesi
S : Tetap berkurang. A : Tetap
dari ibu jari kaki
O : TD 130/80 mmHg O : TD 120/80 mmHg N P: Menunggu TLSO
sampai hingga
setinggi dermatom N 72 x/mnt RR 18 88x/mnt RR 20 S
20/10/2018 (Hp 9, Fisioterapi
Post
Th 13/10/2018 3-4. (HP S:36 C, Motorik : 36 C, Op H 1) IVFD RL 20 tpm Inj. Metil
30/10/2018 (Hp 19,
Vegetatif:retensio
2) urin Paraplegia inferior Status neurologi S :: Lemah prednisolone 62.5mg/
Tetap kedua anggota 24
et alvi jam/ iv stop Post Op H 11)
S : kelemahan perbaikan (222/222) A : Tetapgerak bawah, nyeri luka
Konsul anggota Bagiangerak S : Lemah kedua anggota
sensibilitas, vegetatif P: PSRS + laminektomi operasi (+) Inj. Ranitidin 50mg/ 12
Rehabilitasi Medik :nyeri gerak bawah,
bawah, tetap dijadwalkan tanggalO : TD19-
120/80 mmHg jam/N iv stop
Paraplegiapunggung
inferior ec O : TD 120/80 mmHg N
bawah A: Susp Spondilitis TB 10-2018 + Biopsi
84x/mnt RR 20 S 37 C Inj. Ceftriaxone 2gr/24
spondylitis(+)TBhilang
Saran timbul
: jam/ 84x/mnt RR 20 S 37 C
P : Tetap jaringan dan Gen expert Status neurologi : iv stop Asam Folat
Fisioterapidan berkurang
Konsul 2mg/ 24 jam/ oral Status neurologi :
jaringan gibus tetap
bagian interna
O :Tetap sub tetap
Pulmonologi A: Post laminektomiRifampisin
Th. lain tetap ec 600mg/ 24
HasilKesan : MRI jam / oral
susp spondilitis TB
A: Post laminektomi ec
paraparesis inferior: ec
Thoracal 16/10/2018 (HP 5) susp spondilitis TB
S : Tetap P : Cek darah rutin, INH 400mg/ 24 jam/ oral
susp. Spondilitis
Kesan TB gambaran
Saran menunggu hasil TB O : TD 110/70 mmHg N ureum Pirazinamid 1750P:mg/
creatinin,
Gabapentin
24 100mg/12
spondylitis jam/ oral
MRI Thoracal
Hasil Konsul 86x/mnt RR 20 elektrolit GDS jam/ postoral
Etambutol 1500mg/ Vit B1B6B12
24 1 tab/ 8jam/
A : susp spondilitis
Bedah TB S 37 C operasi
oral
P : Terapiorthopedic
tetap : Motorik, sensibilitas, Menunggu hasil biopsi jam/ oral
Lactulac
24 syr 1 C / 8 jam/
Rawat Bersama vegetatif tetap jaringan gibus dan Lansoprazole
Gen 30mg/
A: Susp Spondilitis TB oral
dan menunggu Expert jaringan gibusjam/ oral
jadwal tindakan P :Lactulac Syr IC/8 jam/ Terapi lain tetapAsam folat 2mg/ 24 jam/
IVFD RL 20 tpm: Inj. Metil
oral Th. Lain tetap oral
operasi prednisolone 125mg/ 24
Rifampisin 600mg/ 24
A : susp jam/ iv
jam/ oral
spondilitis TB Inj. Ranitidin 50mg/ 12
P : Inj. Metil INH 400mg/24 jam / oral
jam/ iv Inj. Ketorolac
prednisolon Pirazinamid 1750mg/24
30mg/ 12 jam/ iv (selama
125mg/ 24 jam/ jam/ oral
2 hari) Inj. Ceftriaxone
iv (Tappring off) Etambutol 1500mg/ 24
2gr/ 24 jam/ iv (H-2)
Terapi lain Tetap jam/ oral Lansoprazole
Gabapentin 100mg/ 12
30mg/ 24 jam/ oral
jam/ oral
rawat jalan kontrol ke
Paracetamol 500mg/ 8
poli saraf
jam/ oral
Kontrol ke poli penyakit
Vit B1B6b12 1 tab/ 8
dalam rutin mengikuti
jam/ oral
program rehabilitasi
Lactulac Syr 1C/ 8 jam/
medis
oral
Drain 200cc
DECISION MAKING
DAFTAR PUSTAKA