TUBERKULOSIS PARU
Disusun Oleh :
2018
A. Pengertian
B. Penyebab
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh
mycobakterium tuberculosis, kuman batang tahan asam ini dapat merupakan
organisme patogen maupun saprofit. Ada beberapa mikobakteria patogen,
tetapi hanya starin bovin dan human yang patogenik terhadap manusia.
Basil tuberkel ini berukuran 0,3 x 2 sampai 4 um, ukuran ini lebih kecil dari
satu sel darah merah.
Di dalam jaringan kuman hidup sebagai parasit intra seluler yakni dalam
sitoplasma makrofag. Sifat lain kuman ini adalah aerob, sifat ini
memungkinkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi
kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian apikal
paru-paru lebih tinggi dari pada bagian lain sehingga bagian apikal ini
merupakan predilaksi penyakit tuberkulosis.
1). Mereka yang kontak dekat dengan seorang yang mempunyai TB aktif
2). Individu imunosupresif (termasuk lansia, pasien kanker, individu dalam
terapi kartikoteroid atau terinfeksi HIV)
3). Pengguna obat-obat IV dan alkoholik
4). Individu tanpa perawatan yang adekuat
5). Individu dengan gangguan medis seperti : DM, GGK, penyimpanan gizi,
by pass gatrektomi.
6). Imigran dari negara dengan TB yang tinggi (Asia Tenggara, Amerika
Latin Karibia)
7). Individu yang tinggal di institusi (Institusi psikiatrik, penjara)
8). Individu yang tinggal di daerah kumuh
9). Petugas kesehatan
C. Patofisiologi
Kuman micobacterium tuberculosis masuk kedalam tubuh melalui saluran
pernafasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit, kebanyakan
infeksi tuberculosis terjadi melalui udara (air borne), yaitu melalui inhalasi
droppet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari
orang yang terinfeksi.
D. Pathway
E. Manifestasi Klinik
Diagnosis tuberkulosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, radiologis, dan penunjang
yang lain.(1) Keluhan yang dirasakan pasien tuberculosis dapat bermacam-
macam atau banyak ditemukan TB paru tanpa keluhan sama sekali dalam
pemeriksaan kesehatan.(2) Keluhan-keluhan yang dirasakan pasien, yang
merupakan gejala klinik pada TB paru, di bagi dalam dua kelompok yaitu;
1. Gejala Respiratorik;
Batuk > 3 minggu, berdahak/Batuk darah, sesak napas, nyeri dada(1)
a. Batuk/batuk darah
Batuk terjadi karena iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk
membuang produk-produk radang keluar. Sifat batuk dimulai dari batuk
kering (non-produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi
produktif (menghasilkan sputum). karena terlibatnya bronkus pada setiap
penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit
berkembang dalam jaringan paru yankni setelah berminggu-minggu atau
berbulan-bulan peradangan bermula.Batuk darah terjadi karena terdapat
pembuluh darah yang pecah, dan ini merupakan tanda pasiean berada
pada keadaan lanjut. (2)
b. Sesak napas
Sesak napas/dispnea adalah perasaan tidak enak (discomfort sensation)
yang berhubungan dengan kesulitan pernapasan yang didasari dan
dirasakan perlu upaya tambahan bernapas dalam mengatasi perasaan
kekurangn udara (air hunger). Dispnea terjadi terutama karena paru-paru
mengalami hambatan ventilasi dalam rongga dada (cavity ventilation)
dan hambatan difusi udara pernapasan (actual ventilation). (3) Gejala ini
akan ditemukan pada tahap yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah
meliputi setengah bagian paru. (2)
c. Nyeri dada
Gejala ini jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang
sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan
kedua pleura sewaktu padien melakukan inspirasi/ekspirasi.
2. Gejala Sistemik;
Demam, malaise(keringat malam ,nafsu makan menurun, berat badan
turun).
a. Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang
panas badan dapat mencapai 40-41°C. serangan demam pertama dapat
sembuh sebentar, tetapi dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya
hilang timbulnya demam influenza ini, sehingga pasien merasa tidak
terbebas dari serangan demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi
oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman
tuberculosis yang masuk.
b. Malaise
Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise
sering ditemukan berupa anoreksia tidak ada nafsu makan, badan makin
kurus (berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat
malam, dan loain-lain. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan
terjadi hilang timbul secara tidak teratur.
F. Pemeriksaan Diagnostik
1 .Pemeriksaan laboratorium
2. Pemeriksaan radiologi
Sangat penting bagi diagnosis tersebut pada anak. Hal positif pada orang
dewasa kurang bernilai.
G. Komplikasi
H. Penatalaksanaan medis
· Isoniazid (H)
· Rifampisin (R)
Bersifat bakterisid, membunuh kuman semi dormant yang tidak dapat dibunuh oleh
isoniasid. Dosis 10 mg/kg berat badan. Dosis sama untuk pengobatan harian
maupun intermiten 3 kali seminggu.
· Pirazinamid (Z)
Bersifat bakterisid, membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasana
asam. Dosis harian 25 mg/kg berat badan, sedangkan untuk pengobatan intermiten
3 kali seminggu diberikan dengan dosis 35 mg/kg berat badan.
· Streptomisin (S)
· Etambutol (E)
b) Tahap Pengobatan
1. Tahap Intensif
2. Tahap Lanjutan
Penderita mendapat jenis obat lebih sedikit dalam jangka waktu yang lebih lama.
Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persistem (dormant) sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan.
1. Kategori 1 (211RZE/4113R3)
Tahap intensif terdiri dari isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z) dan
Etambutol(E). Obat-obatan tersebut diberikan setiap hari selama 2 bulan (2
HRZE), kemudian teruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari Isoniasid (H)
dan Rifampisin (R), diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan (4H3R3).
Obat ini diberikan untuk :
2. Kategori 2 (2HRZES/HRZE/5H3RE3)
Tahap intensif diberikan selama 3 (tiga) bulan, yang terdiri dari 2 bulan dengan
isoniasid (H), Rifampisn, Pirazinamid (Z), Etambutol (E) setiap hari. Setelah itu
diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan Isoniasid (H),Rifampisin
(R), Etambutol (E) yang diberikan 3 kali dalam seminggu.
3. Kategori 3 (2HRZ/4H3R3)
Tahap intensif terdiri dari Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z) diberikan
setiap hari selama 2 bulan (2HRZ) diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari
Isoniasid (H), Rifampisin (R) selama 4 bulan diberikan 3 kali seminggu (4H3R3).
Obat ini diberikan untuk :
Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif dengan
kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori 2, hasil
pemeriksaan dahak masih BTA positif, diberikan obat sisipan Isoniasid (H),
Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), Etambutol (E) setiap hari selama 1 bulan.
I. Pengkajian
1. Aktifitas/istirahat
3. Makanan / Cairan
4. Kenyamanan
Nyeri dada
Berhati-hati pada daerah yang sakit
Gelisah
5. Pernafasan
Nafas Pendek
Batuk
Peningkatan frekuensi pernafasan
Pengembangn pernafasan tak simetris
Perkusi pekak dan penuruna fremitus
Defiasi trakeal
Bunyi nafas menurun/tak ada secara bilateral atau unilateral
Karakteristik : Hijau /kurulen, Kuning atua bercak darah
6. Keamanan
7. Interaksi Sosial
Perasaan Isolasi atau penolakan
Perubahan pola biasa dalam tanggung jawab
Pemeriksaan Diagnostik
a. Kultur Sputum
b. Zeihl-Neelsen
c. Tes Kulit
d. Foto Thorak
e. Histologi
f. Biopsi jarum pada jaringan paru
g. Elektrosit
h. GDA
i. Pemeriksaan fungsi Paru
J. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang lazim terjadi pada klien dengan Tuberkulosis paru
adalah sebagai berikut:
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan: Sekret kental atau
sekret darah, Kelemahan, upaya batuk buruk. Edema trakeal/faringeal.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan: Berkurangnya keefektifan
permukaan paru, atelektasis, Kerusakan membran alveolar kapiler, Sekret
yang kental, Edema bronchial.
3. Resiko tinggi infeksi dan penyebaran infeksi berhubungan dengan: Daya
tahan tubuh menurun, fungsi silia menurun, sekret yang inenetap, Kerusakan
jaringan akibat infeksi yang menyebar, Malnutrisi, Terkontaminasi oleh
lingkungan, Kurang pengetahuan tentang infeksi kuman.
K. Rencana Keperawatan
Intervensi:
a. Kaji fungsi pernapasan: bunyi napas, kecepatan, imma, kedalaman dan
penggunaan otot aksesori.
Rasional: Penurunan bunyi napas indikasi atelektasis, ronki indikasi
akumulasi secret/ketidakmampuan membersihkan jalan napas
sehingga otot aksesori digunakan dan kerja pernapasan meningkat.
b. Catat kemampuan untuk mengeluarkan secret atau batuk efektif, catat
karakter, jumlah sputum, adanya hemoptisis.
Rasional: Pengeluaran sulit bila sekret tebal, sputum berdarah akibat
kerusakan paru atau luka bronchial yang memerlukan
evaluasi/intervensi lanjut.
c. Berikan pasien posisi semi atau Fowler, Bantu/ajarkan batuk efektif dan
latihan napas dalam.
Rasional: Meningkatkan ekspansi paru, ventilasi maksimal membuka area
atelektasis dan peningkatan gerakan sekret agar mudah
dikeluarkan
d. Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, suction bila perlu.
Rasional: Mencegah obstruksi/aspirasi. Suction dilakukan bila pasien tidak
mampu mengeluarkan sekret.
e. Pertahankan intake cairan minimal 2500 ml/hari kecuali kontraindikasi.
Rasional: Membantu mengencerkan secret sehingga mudah dikeluarkan
f. Lembabkan udara/oksigen inspirasi.
Rasional: Mencegah pengeringan membran mukosa.
g. Berikan obat: agen mukolitik, bronkodilator, kortikosteroid sesuai indikasi.
Rasional: Menurunkan kekentalan sekret, lingkaran ukuran lumen
trakeabronkial, berguna jika terjadi hipoksemia pada kavitas yang
luas.
h. Bantu inkubasi darurat bila perlu.
Rasional: Diperlukan pada kasus jarang bronkogenik. dengan edema laring
atau perdarahan paru akut.
Intervensi:
a. Kaji dispnea, takipnea, bunyi pernapasan abnormal. Peningkatan upaya
respirasi, keterbatasan ekspansi dada dan kelemahan.
Rasional: Tuberkulosis paru dapat rnenyebabkan meluasnya jangkauan
dalam paru-pani yang berasal dari bronkopneumonia yang
meluas menjadi inflamasi, nekrosis, pleural effusion dan
meluasnya fibrosis dengan gejala-gejala respirasi distress.
b. Evaluasi perubahan-tingkat kesadaran, catat tanda-tanda sianosis dan
perubahan warna kulit, membran mukosa, dan warna kuku.
Rasional: Akumulasi secret dapat menggangp oksigenasi di organ vital
dan jaringan.
c. Demonstrasikan/anjurkan untuk mengeluarkan napas dengan bibir
disiutkan, terutama pada pasien dengan fibrosis atau kerusakan
parenkim.
Rasional: Meningkatnya resistensi aliran udara untuk mencegah
kolapsnya jalan napas.
d. Anjurkan untuk bedrest, batasi dan bantu aktivitas sesuai kebutuhan.
Rasional: Mengurangi konsumsi oksigen pada periode respirasi.
e. Monitor GDA.
Rasional: Menurunnya saturasi oksigen (PaO2) atau meningkatnya
PaC02 menunjukkan perlunya penanganan yang lebih. adekuat
atau perubahan terapi.
f. Berikan oksigen sesuai indikasi.
Rasional: Membantu mengoreksi hipoksemia yang terjadi sekunder
hipoventilasi dan penurunan permukaan alveolar paru.
Intervensi:
a. Review patologi penyakit fase aktif/tidak aktif, penyebaran infeksi
melalui bronkus pada jaringan sekitarnya atau aliran darah atau sistem
limfe dan resiko infeksi melalui batuk, bersin, meludah, tertawa., ciuman
atau menyanyi.
Rasional: Membantu pasien agar mau mengerti dan menerima
terapi yang diberikan untuk mencegah komplikasi.
b. Identifikasi orang-orang yang beresiko terkena infeksi seperti anggota
keluarga, teman, orang dalam satu perkumpulan.
Rasional: Orang-orang yang beresiko perlu program terapi obat untuk
mencegah penyebaran infeksi.
c. Anjurkan pasien menutup mulut dan membuang dahak di tempat
penampungan yang tertutup jika batuk.
Rasional: Kebiasaan ini untuk mencegah terjadinya penularan infeksi.
d. Gunakan masker setiap melakukan tindakan. Rasional: Mengurangi
risilio penyebaran infeksi.
e. Monitor temperatur.
Rasional: Febris merupakan indikasi terjadinya infeksi.
f. Identifikasi individu yang berisiko tinggi untuk terinfeksi ulang
Tuberkulosis paru, seperti: alkoholisme, malnutrisi, operasi bypass
intestinal, menggunakan obat penekan imun/ kortikosteroid, adanya
diabetes melitus, kanker.
Rasional: Pengetahuan tentang faktor-faktor ini membantu pasien untuk
mengubah gaya hidup dan menghindari/mengurangi keadaan
yang lebih buruk.
Daftar Pustaka
Wibisono M J,Winarni, Slamet Hariadi. Buku ajar ilmu penyakit paru.Surabaya: Departeman
Ilmu Penyakit Paru FK UNAIR;2010. h. 14-5