TUBERKULOSIS
T.A 2020/2021
A. Konsep Penyakit
1. Pengertian
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman atau bakteri
TB (Mycobacterium tuberculosis). Sekitar 80% bakteri TB menyerang organ paru-
paru, meski demikian bakteri ini juga dapat menginfeksi organ tubuh lainnya.
Mycobacterium tuberculosis termasuk bakteri gram positif, berbentuk batang, struktur
dinding selnya tersusun atas komplek lipida glikolipida yang memiliki zat lilin (wax)
sehingga sulit ditembus zat kimia (Kumar, Abbas and Aster, 2014).
3. Etiologi
Etiologi penyebab dari penyakit ini adalah bakteri mycobacterium tuberculois. ukuran
dari bakteri ini cukup kecil yaitu 0,5-4 mikron x 0,3- 0,6 mikron dan bentuk dari bakteri
3
ini yaitu batang, tipis, lurus atau agak bengkok, bergranul, tidak mempunyai selubung
tetapi kuman ini mempunyai lapisan luar yang tebal yang terdiri dari lipoid (terutama
asam mikolat). Sifat dari bakteri ini agak istimewa, karena bakteri ini dapat bertahan
terhadap pencucian warna dengan asam dan alkohol sehingga sering disebut dengan
Bakteri Tahan Asam (BTA). Selain itu bakteri ini juga tahan terhadap suasana kering
dan dingin. Bakteri ini dapat bertahan pada kondisi rumah atau lingkungan yang lembab
dan gelap bisa sampai berbulan-bulan namun bakteri ini tidak tahan atau dapat mati
apabila terkena sinar matahari atau aliran udara (Widoyono, 2011 dalam Zedadra et al.,
2019).
a. Gejala klinis Keluhan yang dirasakan penderita TBC (tuberculosis) dapat
bermacam-macam atau malah banyak penderita ditemukan TBC (tuberculosis) paru
tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan kesehatan. Keluhan yang banyak
terdapat pada penderita TBC (tuberculosis) paru yaitu:
1) Demam biasanya menyerupai demam influenza. Tetapi kadangkadang panas
badan dapat mencapai 40-41°c. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan
tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman TBC (tuberculosis) yang masuk
2) Batuk gejala ini banyak ditemukan, batuk terjadi karena adanya iritasi pada
bronkus. Sifat bentuk dimulai dari batuk kering (nonproduktif) kemudian
setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan spuntum).
3) Sesak nafas pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak
nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah
meliputi setengah bagian paru-paru.
4) Nyeri dada gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi
radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. terjadi gesekan
kedua pleura sewaktu pasien menarik atau melepaskan napasnya.
5) Malaise penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. gejala malaise
sering ditemukan berupa anoreksia tidak ada nafsu makan, badan makin kurus
(berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam.
(Handayani B. V., 2009 dalam Formatting Citation).
4. Patofisiologi
Tuberkulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh cell mediated immune response.
sel efektornya adalah makrofag, sedang limfosit merupakan immunoresponse cell.
Inhalasi partikel besar yang berisi lebih dari tiga basil tuberkulosis tidak akan sampai
4
ke alveoli, partikel akan melekat di dinding bronkus dan akan dikeluarkan oleh sistem
mukosiliari, tetapi inhalasi partikel kecil yang berisi 1-3 basil dapat sampai ke alveoli
(Misnadiarly. 2011: 66 dalam Zedadra et al., 2019).
Tuberkulosis ditandai dengan berbagai gejala seperti batuk keras selama 3 minggu atau
lebih, nyeri dada, batuk dengan darah/sputum, badan lemas dan mudah kelelahan, berat
badan menurun, nafsu makan menurun, menggigil, demam dan berkeringat pada malam
hari. Tidak semua orang yang terinfeksi bakteri TBC (tuberculosis) akan menjadi sakit.
tuberkulosis dapat diklasifikasikan menjadi TBC (tuberculosis) laten dan TBC
(tuberculosis) aktif. Pada TBC (tuberculosis) laten, bakteri TBC (tuberculosis) hidup di
dalam tubuh penderita namun tidak menyebabkan sakit ataupun munculnya suatu
gejala. Pada kondisi ini tubuh dapat melawan bakteri sehingga mencegah bakteri untuk
tumbuh (Syamsudin, 2013 :154 dalam Zedadra et al., 2019).
Pada TBC (tuberculosis) aktif, bakteri yang semula tidak aktif di dalam tubuh akhirnya
menjadi aktif dikarenakan sistem imun yang tidak dapat mencegah bakteri tumbuh.
Kebanyakan orang yang menderita penyakit ini akan mudah untuk menyebarkan
bakteri TBC (tuberculosis) kepada orang lain. Infeksi TBC (tuberculosis) terjadi ketika
seseorang menghirup droplet nuklei yang mengandung TBC (tuberculosis). Bakteri ini
akan dimakan oleh makrofag alveolus sehingga sebagian besar dari bakteri ini akan
rusak atau terhambat. Sejumlah kecil bakteri ini dapat memperbanyak diri secara
intraseluler dan akan terlepas bebas ketika makrofag mati. Jika bertahan hidup, maka
bakteri ini akan tersebar melalui kanal limfatik atau aliran darah menuju jaringan dan
organ yang letaknya lebih jauh (termasuk area nodus limfatik, bagian apeks paruparu,
ginjal, hati, otak dan tulang). Proses diseminasi ini akan menyebabkan sistem imun
untuk memberikan respon. Sekitar 5 % dari ruang yang telah terinfeksi TBC
(tuberculosis) akan berkembang menjadi bentuk aktif dalam waktu 2 tahun setelah
infeksi (Syamsudin, 2013 :154 dalam Zedadra et al., 2019).
5
5. Komplikasi
Ardiansyah (2012) membagi komplikasi penyakit TBC itu dalam 2 kategori yaitu :
a. Komplikasi Dini
1) Pleuritis
2) Efusi pleura
3) Empiema
4) Laringitis
5) TB usus
b. Komplikasi Lanjut
1) Obstruksi jalan napas
2) Kor pulmonale
3) Amiloidosis
4) Karsinoma paru
5) Sidrom gagal napas
6. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan yang dilakukan pada penderita TB paru adalah :
a. Pemeriksaan diagnostik
b. Pemeriksaan Sputum
Pemeriksaan sputum sangat penting karena dengan di ketemukannya kuman BTA
diagnosis tuberculosis sudah dapat di pastikan. Pemeriksaan dahak dilakukan 3 kali
yaitu: dahak sewaktu datang, dahak pagi dan dahak sewaktu kunjungan kedua. Bila
didapatkan hasil dua kali positif maka dikatakan mikroskopik BTA positif. Bila satu
positif, dua kali negatif maka pemeriksaan perlu diulang kembali. Pada
pemeriksaan ulang akan didapatkan satu kali positif maka dikatakan mikroskopik
BTA negative
c. Ziehl-Neelsen (Pewarnaan Terhadap Sputum)
M. tuberculosis tidak dapat diklasifikasikan sebagai bakteri gram positif atau
bakteri gram negatif, karena apabila diwarnai sekali dengan zat warna basa, warna
tersebut tidak dapat dihilangkan dengan alkohol, meskipun dibubuhi iodium. Oleh
sebab itu bakteri ini termasuk dalam bakteri tahan asam dalam pewarnaan dengan
metode Ziehl Neelsen (Poeloengan, Komala and Noor, 2014).
d. Skin test (PPD, Mantoux)
6
Menurut Dirjen Pelayanan Kesehatan RI, tes Mantoux atau uji tuberkulin dilakukan
untuk mengetahui kemungkinan adanya bakteri penyebab TBC di dalam tubuh
seseorang.
Hasil tes mantaoux dibagi menjadi :
1) Indurasi 0-5 mm (diameternya ) maka mantoux negative atau hasil negative
2) Indurasi 6-9 mm ( diameternya) maka hasil meragukan
3) Indurasi 10- 15 mm yang artinya hasil mantoux positif
4) Indurasi lebih dari 16 mm hasil mantoux positif kuat
5) Reaksi timbul 48- 72 jam setelah injeksi antigen intrakutan berupa indurasi
kemerahan yang terdiri dari infiltrasi limfosit yakni persenyawaan antara
antibody dan antigen tuberculin.
e. Rontgen Dada
Menunjukkan adanya infiltrasi lesi pada paru-paru bagian atas, timbunan kalsium
dari lesi primer atau penumpukan cairan. Perubahan yang menunjukkan
perkembangan Tuberkulosis meliputi adanya kavitas dan area fibrosa.
f. Pemeriksaan Histology/ Kultur Jaringan
Laboratorium histopatologi merupakan laboratorium yang menangani spesimen
berupa jaringan. Spesimen yang didapatkan di laboratorium patologi anatomik akan
diolah dan menghasilkan suatu sediaan mikroskopis yang menjadikan dasar
pelaporan untuk keperluan diagnosis ataupun yang lainnya.
g. Biopsi Jaringan Paru
Menampakkan adanya sel-sel yang besar yang mengindikasikan terjadinya nekrosis.
h. Pemeriksaan Elektrolit
Mungkin abnormal tergantung lokasi dan beratnya infeksi.
i. Analisa Gas Darah (AGD)
Tergantung lokasi, berat, dan adanya sisa kerusakan jaringan paru.
j. Pemeriksaan Fungsi Paru
Turunnya kapasitas vital, meningkatnya ruang fungsi, meningkatnya rasio residu
udara pada kapasitas total paru, dan menurunnya saturasi oksigen sebagai akibat
infiltrasi parenkim / fibrosa, hilangnya jaringan paru, dan kelainan pleura (akibat
dari tuberkulosis kronis).
7
7. Penatalaksanaan Medis
a. Farmakologi
1) Tujuan Pengobatan Tuberkulosis
Tujuan pengobatan pada penderita Tuberkulosis paru selain untuk
menyembuhkan atau mengobati penderita juga dapat mencegah kematian,
mencegah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta memutuskan mata
rantai penularan. Panduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam
bentuk paket yaitu dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan
menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu paket
obat untuk satu pasien dalam satu masa pengobatan. Kombinasi Dosis Tetap
(KDT) mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB yaitu
(Departemen Kesehatan, 2011):
a) Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin
efektifitas obat dan mengurangi efek samping.
b) Mencegah penggunaan obat tunggal sehingga menurunkan resiko
terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep.
c) Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat
menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien.
2) Obat-obat Anti Tuberkulosis
a) Obat-obat Primer
Obat-obatan ini paling efektif dan paling rendah toksisitasnya, tetapi dapat
menimbulkan resistensi dengan cepat bila digunakan sebagai obat tunggal.
Oleh karena itu, terapi ini selalu dilakukan dengan kombinasi dari 2-4
macam obat untuk kuman tuberculosis yang sensitif. Berikut obat anti
tuberculosis yang termasuk obat-obat primer adalah (Badan Pengawas
Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI), (2017):
- Isoniazid
Isoniazid (INH) merupakan devirat asam isonikotinat yang berkhasiat
untuk obat tuberculosis yang paling kuat terhadap Mycobacterium
tuberculosis (dalam fase istirahat) dan bersifat bakterisid terhadap
basil yang tumbuh pesat. Efek samping dari isoniazid adalah mual,
muntah, demam, hiperglikemia, dan neuritis optic.
- Rifampisin
8
Rifampisin adalah sebuah golongan obat antibiotic yang banyak
dipakai untuk menanggulangi infeksi Mycobacterium tuberculosis.
Rifampisin menghambat pertumbuhan bakteri dengan menghambat
sistesis protein terutama pada tahap transkripsi. Efek samping dari
rifampisin adalah gangguang saluran cerna, terjadi gangguan sindrim
influenza, gangguan respirasi, warna kemerahan pada urine, dan
udem.
- Pirazinamid
Pirazinamid adalah obat antibiotic yang digunakan untuk mengobati
infeksi bakteri tuberkulosis dan bekerja dengan menghentikan
pertumbuhan bakteri. Indikasi dari pirazinamid adalah tuberkulsis
dalam kombinasi dengan obat lain. Efek samping dari pirazinamid
adalah anoreksia, icterus, anemia, mual, muntah, dan gagal hati.
- Etambutol
Etambutol adalah obat antibiotic yang dapat mencegah pertumbuhan
bakteri tuberculosis di dalam tubuh. Indikasi dari etabutanol adalah
tuberculosis dalam kombinasi dengan obat lain. Efek samping
penurunan tajam penglihatan pada kedua mata, penurunan terhadap
kontras sensitivitas warna serta gangguan lapang pandang.
- Streptomisin
Streptomisin adalah antibiotic yang dihasilkan oleh jamur tanah
disebut Streptomyces griseus yang dapat digunakan untuk mengatasi
sejumlah infeksi seperti tuberculosis untuk menghambat pertumbuhan
mikroba. Saat ini streptomisin semakin jarang digunakan kecuali
untuk kasus resistensi. Efek samping dari streptomisin adalah
gangguang fungsi ginjal, gangguan pendengaran, dan kemerahan pada
kulit.
b) Obat-obat sekunder
Obat-obatan sekunder diberikan untuk tuberculosis yang disebabkan oleh
kuman yang resisten atau bila obat primer menimbulkan efek samping yang
tidak dapat ditoleransi. Berikut yang termasuk obat sekunder adalah
kaproemisin, sikliserin, macrolide generasi baru (asotromisin dan
klaritromisin), quinolone dan protionamid.
3) Pengobatan tuberculosis diberikan dalam 2 tahap, yaitu:
9
a) Tahap intensif (2-3 bulan)
Pada tahap intensif (awal) penderita mendapatkan obat setiap hari dan
diawasi langsung unutuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua
OAT, terutama rifampisin. Bila pengobatan tahap intensif tersebut
diberikan secara tepat, biasanya penderita yang menularkan penyakit
menjadi tidak menularkan penyakit dalam kurun waktu 2 minggu.
Sebagian besar penderita Tuberkulosis BTA positif menjadi BTA negative
(konversi) pada akhir pengobatan intensif. Pengawasan ketat dalam tahap
intensif sangat penting untuk mencegah terjadinya kekebalan obat.
b) Tahap lanjutan (4-7 bulan)
Pada tahap lanjutan penderita mendapatkan jenis obat lebih sedikit namun
dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan ini penting untuk
membunuh kuman persisten (dormant) sehingga dapat mencegah
terjadinya kekambuhan. Panduan obat yang digunakan terdiri dari obat
utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan
rekomendasi WHO adalah Rifampisipn, INH, Pirasinamid, Streptomisin
dan Etambutol. Sedangkan jenis obat tambahan adalah Kanamisin,
Kuinolon, Makrolode, dan Amoksisilin + Asan Klavulanat, derivate
Rifampisin/INH.
c) Terapi Komplementer
Terapi komplementer adalah cara penanggulangan penyakit yang
dilakukan sebagai pendukung kepada pengobatan medis konvensional atau
sebagai pengobatan pilihan lain diluar pengobatan medis (Budhi Purwanto,
2013). Modalitas penyembuhan adalah metode penyembuhan yang
digunakan bersama dengan pengibatan berbasis obat dan tindakan
pembedahan sebagai upaya pemenuhan pelayanan holistic. Titik akupresur
ini dilakukan peijatan setiap titiknya minimal 3 menit. Berikut yaitu titik
akupresur untuk mengurangi batuk berdahak pada penderita penyakit
tuberculosis sebagai berikut :
- Titik refleksi paru-paru ditemukan pada telapak kaki 3 jari di bawah
jari kaki, di sela-sela antara jari tengah dan jari manis.
- Titik refleksi paru-paru ditemukan pada telapak kaki 2 jari di bawah
jari-jari kaki, di sela-sela antara ibu jari dan jari telunjuk.
10
- Titik refleksi tenggorokkan pada punggung kaki di antara sela-sela ibu
jari dan jari telujuk.
- Titik refleksi tenggorokan ditemukan pada telapak tangan di sela-sela
jari telunjuk dan jari tengah.
- Titik refleksi untuk meredakan batuk yang berada di telapak tangan
bagian 2 jari dibawah ibu jari.
- Titik refleksi untuk meredakan batuk pada dibawah tulang tengkorak
kepala, tulang tengah punggung leher kiri dan kanan, dan di sebelah
tulang belikat atas sebelah kanan dan kiri.
8. Prognosis
Resolusi penuh umumnya diharapkan dalam kasus-kasus non-MDR-dan non-XDR TB,
ketika pengobatan dengan obat anti TB telah selesai. Dari penelitian penelitian yang
diterbitkan yang melibatan DOT sebagai strategi pengobatan TB, tingkat kekambuhan
berkisar 0-14%. Di negara negara dengan tingkat TB yang rendah, kekambuhan
brasanya terjadi dalam waktu 12 bulan setelah pengobatan TB selesai Di negara-negara
dengan tingkat TB yang lebih tinggi, sebagian besar kambuh setelah pengobatan yang
tepat, yang terjadi lebih banyak adalah kasus reinfeksi daripada kasus kekambuhan.
11
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a) Identitas klien
Meliputi, nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, status perkawinan,
pekerjaan, alamat, diagnosa medik, nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan
tanggal pengkajian.
b) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus TB Paru adalah batuk, batuk berdarah,
sesak napas, nyeri dada bisa juga di sertai dengan demam. Batuk terjadi karena
adanya iritasi pada bronkus, sebagai reaksi tubuh untuk membuang/mengeluarkan
produksi radang, dimulai dari batuk kering sampai dengan batuk purulen
(menghasilkan sputum) timbul dalam jangka waktu lama yaitu selama tiga minggu
atau lebih.
c) Riwayat Kesehatan Sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang di rasakan
saat ini. Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri dada, keringat malam, nafsu
makan menurun dan suhu badan meningkat mendorong penderita untuk mencari
pengobatan.
d) Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Keadaan atau penyakit – penyakit yang pernah diderita oleh penderita yang
mungkin sehubungan dengan tuberkulosis paru antara lain ISPA, efusi pleura, serta
tuberkulosis paru yang kembali aktif.
e) Riwayat kesehatan keluarga
Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru yang menderita penyakit
tersebut sehingga sehingga diteruskan penularannya.
f) Aktivitas/istirahat : kelelahan umum, kelemahan, napas pendek karena kerja,
kesulitan tidur atau demam malam hari. Tandanya yaitu : takikardia,
takipnea/dispnea pada kerja, kelelahan otot, nyeri dan sesak.
g) Integritas ego : gejala-gejala stress yang berhubungan lamanya perjalanan penyakit,
masalah keuangan, perasaan tak berdaya/putus asa, menurunnya produktivitas.
Tandanya yaitu menyangkal (khususnya selama tahap dini) dan ansietas, ketakutan.
h) Makanan/cairan : kehilangan nafsu makan, tak dapat mencerna dan penurunan berat
badan. Tandanya yaitu : turgor kulit buruk, kering/kulit bersisik, kehilangan
otot/hilang lemak subkutan.
12
i) Nyeri dan keamanan : nyeri dada meningkat karena pernafasan, batuk berulang.
Tandanya yaitu : berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi dan gelisah.
j) Pernapasan : batuk (produktif atau tidak produktif), napas pendek, riwayat terpajan
Tuberkulosis dengan individu terinfeksi. Tandanya yaitu : peningkatan frekuensi
pernapasan (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan pleura), pengembangan
pernapasan tidak simetris (efusi pleura), perkusi pekak dan penurunan premitus
(cairan pleural atau penebalan pleural), bunyi napas :menurun/ tidak ada secara
bilateral atau unilateral (efusi pleura/pneumotoraks), bunyi napas : tubuler atau
bisikan pektoral diatas lesi luas. Karakteristik sputum : hijau purulen, mukoid
kuning, atau bercak darah, airway ditandai dengan SpO2 . Tandanya yaitu : akral
dingin, sianosis dan hipoksemia.
k) Keamanan : adanya kondisi penurunan imunitas secar umum memudahkan infeksi
sekunder, contoh AIDS, kanker dan tes HIV positif. Tandanya yaitu : demam
rendah atau sakit panas akut.
l) Interaksi Sosial : perasaan isolasi / penolakan karena penyakit menular. Tandanya
yaitu: denial.
m) Penyuluhan dan Pembelajaran : riwayat keluarga TB, ketidakmampuan umum /
status kesehatan buruk, gagal untuk membaik / kambuh TB, tidak berpartisipasi
dalam terapi. Pertimbangan rencana pemulangan : memerlukan bantuan dengan /
gangguan dalam terapi obat dan bantuan diri dan pemeliharaan / perawatan rumah
(Kunoli, 2012).
n) Pemeriksaan Penunjang Darah : ditemukan peningkatan leukosit dan laju endap
darah (LED). Sputum : BTA pada BTA (+) ditemukan sekurang-kurangnya 3
batang kuman pada satu sediaan dengan kata lain 5.000 kuman dalam 1 ml sputum.
Test tuberculin : Mantoux tes (PPD). Rontgen : Foto PA (Kunoli, 2012).
2. Diagnosa
1) Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan adanya infeksi kuman
tuberkulosis.
2) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret kental atau
sekret darah
3) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveoler-
kapiler
13
4) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia
5) Hipertemia berhubungan dengan proses inflamasi
3. Intervensi
Intervensi keperawatan merupakan bagian dari fase pengorganisasian dalam proses
keperawatan dalam usaha membantu, meringankan, dan memecahkan masalah yang
tertulis (Bulechek, 2016).
a. Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan sifat basil mikobakterium
tuberkulosa yang tahan hidup setelah disekresikan.
Tujuan :
1) Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko penyebaran
infeksi
2) Melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang aman
Kriteria hasil :
1) Mencegah/menurunkan risiko penyebaran infeksi
2) Menunjukkan/melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan
lingkungan yang aman.
Intervensi :
1) Kaji patologi penyakit (fase aktif atau bta (+)) dan potensial penyebaran infeksi
melalui batuk, bersin, meludah, bicara.
2) Identifikasi orang lain yang beresiko tertular : anggota keluarga, sahabat
3) Anjurkan untuk batuk / bersin dengan menutup mulut/hidung dengan tissue
yang dissposible
4) Buang tissue bekas tersebut pada tempat yang layak
5) Anjurkan untuk meludah atau mengeluarkan dahak pada wadah yg telah
diberikan desinfektan
6) Kaji kontrol penyebaran infeksi, gunakan masker atau isolasi pernafasan
7) Identifikasi faktor resiko infeksi berulang seperti status nutrisi, adanya dm,
penggunaan kortikosteroid, hiv, kanker dsb.
8) Anjurkan untuk pemeriksaan dahak ulang sesuai anjuran
9) Kolaborasi pemeberian pengobatan OAT(obat anti tbc).
14
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan napas
Tujuan :
1) Jalan nafas klien paten, mengeluarkan sekret tanpa bantuan, menunjukkan
perilaku untuk memperbaiki/ mempertahankan jalan nafas, berpartisipasi dalam
program pengobatan
Kriteria Hasil :
1) Produksi sputum menurun (5)
2) Frekuensi napas membaik (5)
3) Pola napas membaik (5)
Intervensi
Observasi :
Terapeutik :
Edukasi :
Kolaborasi :
15
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler alveolar
Tujuan :
1) Gangguan pertukaran gas akan berkurang
2) Status pernafasan : pertukaran gas tidak akan terganggu
3) Status pernafasan : ventilasi tidak akan terganggu
Kriteria hasil :
1) Fungsi paru dalam batas normal
2) Ekspansi paru yang simetris
3) Tidak menggunakan otot bantu untuk bernafas
Intervensi:
1) Manajemen jalan nafas : memfasilitasi kepatenan jalan nafas
2) Terapi oksigen Rasional : memberikan oksigen dan memantau efektivitasnya
3) Bantuan ventilasi
4) Pantau tanda tanda vital
16
6) Monitor asupan makanan
7) Monitor berat badan
8) Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Terapeutik :
1) Lakukan oral hygiene sebelum makan (jika perlu)
2) Fasilitasi menentukan pedoman diet
3) Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
4) Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
5) Berikan suplemen makanan (jika perlu)
Edukasi :
1) Anjurkan posisi duduk (jika perlu)
2) Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi :
1) Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (anti emetik jika perlu)
2) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrient
yang dibutuhkan (jika perlu)
17
Edukasi :
1) Jelaskan factor resiko yang dapat mempengaruhi kesehatan
2) Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
3) Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan perilaku hidup
bersih dan sehat
4. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk menilai apakah
tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau tidak untuk mengatasi suatu
masalah (Meirisa, 2013).
a. Risiko penyebaran infeksi
1) Menunjukan penurunkan penyebaran infeksi
2) Melakukan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang aman.
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif
1) Menunjukan penurunan sputum
2) Frekuensi napas membaik menjadi normal
3) Pola napas membaik
c. Gangguan pertukaran gas
1) Menunjukan fungsi paru dalam batas normal
2) Ekspansi paru menjadi simetris
3) Bernafas dengan normal
d. Defisit nutrisi
1) Porsi makan membaik
2) Mengetahui makanan yang sehat
3) Perasaan cepat kenyang menurun
4) Meningkatnya nafsu makan
5) Frekuensi makan banyak
e. Defisit pengetahuan
1) Meningkatnya perilaku sesuai anjuran
2) Meningkatnya pengetahuan
3) Mengerti masalah yang dihadapi
18
DAFTAR PUSTAKA
Bahrudin, M. Najib, Moch.. 2016. Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta : Pusdik SDM Kesehatan. (Vol.1).
Carpernito, Lynda Juall . 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Jakarta, EGC
Gale, Danielle, Charette, Jane. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi, Jakarta, EGC
http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wpcontent/uploads/2017/08/KMB1Komprehensif.
pdf diunduh pada 6 maret 2021 pukul 16.08
https://osf.io/pfx9n/download/?format=pdf#:~:text=Evaluasi%20merupakan%20tahap%20ak
hir%20yang,tindakan%2C%20dan%20pelaksanaan%20telah%20tercapai diunduh
pada 6 maret 2021 pukul 19.30
Kumar, V., Abbas, A. K. and Aster, J. C. (2014) Buku Ajar Patologi Robbins. 9th edn. Edited
by I. M. Nasar and S. Cornain. Singapore: Elsevier Saunders.
19
1–14. http://scioteca.caf.com/bitstream/handle/123456789/1091/RED2017-Eng-
8ene.pdf?sequence=12&isAllowed=y%0Ahttp://dx.doi.org/10.1016/j.regsciurbeco.20
08.06.005%0Ahttps://www.researchgate.net/publication/305320484_SISTEM_PEMB
ETUNGAN_TERPUSAT_STRATEGI_MELESTARIKAN_
20