Efek antiinflamasi Curcuma caesia diuji in vitro dengan uji denaturasi protein. Uji
dilakukan dengan membuat obat standar dengan campuran reaksi 5 mL (0,2 mL telur albumin,
2,8 mL telur Saline dengan buffer fosfat (PBS, pH 6,4), dan 2 mL minyak) diambil dengan
berbagai konsentrasi (50, 100, 150, 200, 250, 300 μg /mL). Kemudian diinkubasi pada suhu 37 ±
2°C dalam incubator BOD selama 15 menit, dipanaskan pada suhu 70°C dalam bak air panas
serta diukur absorbansi pada 660 nm. Pada percobaan ini digunakan obat Natrium Diklofenak
sebagai kontrol positif dengan konsentrasi yang sama dengan campuran reaksi. Hasil
menunjukkan bahwa konsentrasi obat standar 300 μg /mL memiliki aktivitas antiinflamasi in
vitro tertinggi terhadap uji denaturasi albumin telur. Kemudian minyak atsiri Curcuma caesia
menunjukkan aktivitas yang sama pada konsentrasi 300 μg /mL. Selain itu, nilai IC50 didapatkan
sebesar 182,5 μg / mL, yang jauh lebih rendah dari standar (IC50 nilai = 906,5 μg / mL). Maka
dari itu, Curcuma caesia khususnya minyak atsirinya memiliki aktivitas antiinflamasi yang kuat
(Borah et al, 2019). Pada penelitian (Venugopal et al, 2017), menunjukkan bahwa protein yang
diisolasi dari ekstraksi soxhlet rimpang Curcuma cesia yang diuji pada kaki tikus karagenan
menunjukkan aktivitas anti inflamasi yang tinggi pada dosis 100mg/kg.
Selain itu, suspense ekstrak etanol rimpang kunyit dengan dosis 400, 500, dan 600 mg/kg
BB yang diuji pada tikus dinyatakan dapat menurunkan radang pada kaki tikus yang diinduksi
karagenan 1% (Meilina, 2018). Pengujian ini dilakukan dengan pembuatan suspensi ekstrak
etanol dengan berbagai konsentrasi dosis 400, 500, dan 600 mg/kg BB yang diberikan sebanyak
0,04 ml secara oral pada tikus yang telah diinduksi karagenan 1%. (Meilina, 2018).
Studi lain yakni pada Curcuma zedoria atau kunyit putih juga menunjukkan aktivitas
antiinflamasi dengan efek maksimum pada dosis 900 mg/kb BB yang diuji pada tikus yang telah
diinduksi karagenan. Pengujian dilakukan dengan menggunakan ekstrak etanol kunyit putih
dengan berbagai dosis yakni 300 mg/kg BB, 600 mg/kg BB, dan 900 mg/kg BB yang diujikan
pada edema telapak kaki tikus yang telah diinduksi karagenan, dengan kontrol positif Natrium
Diklofenak 25 mg dan kontrol negatif NaCl. Hasil menunjukkan bahwa kelompok kontrol
negatif mengalami peningkatan volume rata-rata edema setiap jam dan mencapai maksimal pada
jam ke 3 dan mengalami penurunan pada jam berikutnya. Sedangkan pada kelompok kontrol
positif, dan berbagai dosis uji mengalami peningkatan rata-rata volume edema pada satu jam
pertama kemudian mengalami penurunan pada jam jam berikutnya hingga jam ke 5 dan kembali
meningkat pada jam ke 6. Dari selain itu, didapatkan pula hasil analisis ANAVA dengan uji F
pada rata-rata reaksi inflamasi menunjukkan Fhitung (2,773) > Ftabel (2,690) serta nilai p<0,05 yang
memiliki makna bahwa terdapat perbedaan rata-rata reaksi inflamasi yang signifikan pada
sepasang kelompok perlakuan. (Meltyza, 2015).
DAFTAR PUSTAKA
Indriani, U. et al. (2018). ‘Uji Aktivitas Antiinflamasi Dan Toksisitas Infus Kunyit (Curcuma
domestica val.), Asam Jawa (Tamarindus indica L.), Dan Sirih (Piper betle L.)’. Jurnal Kimia
Khatulistiwa. 7(2), pp. 107-112.
Meilina, R., dan Mukhtar, R. (2018). ‘Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Rimpang Kunyit
(Curcuma domestica Val.) pada Tikus Putih yang Diinduksi Karagenan’. Journal of Healthcare
Technology and Medicine. 4(1), pp. 111-117.
Meltyza, E. et al. (2015). ‘Perbandingan Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Kunyit Putih
(Curcuma zedoaria) dengan Natrium Diklofenak Pada Tikus yang Diinduksi dengan
Carrageenan’. Prosiding Pendidikan Dokter.
Nikmah, L.M., Fajariyah, S., dan Mahriani. (2019). ‘Efek Ekstrak Etanol Rimpang Kunyit
(Curcuma longa) terhadap Struktur Histologi Rektum Tikus Putih (Rattus norvegicus) yang
Diinduksi Dextran Sodium Sulphate (DSS)’. Jurnal ILMU DASAR. 20(1), pp. 13-18.