Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

BPH (BENIGNA PROSTAT HYPERPLASIA)

OLEH:
KELOMPOK 1
NI MADE ARIANI (203221133)
I WAYAN JEVA SANISA PUTRA (203221134)
I MADE SEMARAGUNA S. (203221135)
MADE ANGGA PERINGGA A. (203221136)
PUTU DARA YULIANTI (203221137)
COK ISTRI OKTIA DEWI (203221138)
NI KADEK PEBRIYANTI (203221139)
NI MADE RUDIANI (203221140)
PUTU YULIANTARI JAYANTI (203221141)
NI NYOMAN ESTI SUANDARI (203221142)
I PUTU INDRAYANA (203221143)
IDA AYU GEDE SWANDEWI (203221144)
COKORDE ISTRI WULAN DIVYASITA (203221145)
NI KOMANG WAHYU WULAN DEWI (203221146)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


STIKES WIRA MEDIKA PPNI BALI
TAHUN 2020
A. KONSEP PENYAKIT BPH (BENIGNA PROSTAT HYPERPLASIA)
1. Definisi BPH
BPH (Benigna Prostat Hyperplasia) adalah suatu keadaan dimana kelenjar prostat
mengalami pembesaran, memanjang ke atas ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran
urine dengan menutup orifisium uretra (Smeltzer dan Bare, 2013). BPH
merupakansuatukondisipatologis yang paling umum di derita oleh laki-laki dengan usia rata-
rata 50 tahun (Prabowo dkk, 2014).
2. Epidemologi
Epidemiologi benign prostatic hyperplasia meningkat seiring dengan bertambahnya
usia. Di Indonesia, penelitian menunjukkan benign prostatichy perplasia mengenai hamper
50% laki-laki di atas 50 tahun. Benign prostatic hyperplasia merupakan tumor jinak yang
paling sering terjadi pada pria, yaitu sekitar 8% pada priausia 41-50 tahun, 50% pada priausia
51-60, dan >90% pada pria di atas 80 tahun. Pada usia 55 tahun, sekitar 25% pria mengalami
gejala obstruktif saluran kemih dan pada usia 75 tahun 50% pria mengalami pelemahan
pancaran urin (weak stream). Salah satu penelitian menunjukkan bahwa benign prostatic
hyperplasia mengenai hampir 50% laki-laki Indonesia di atas usia 50 tahun dan sebanyak 20%
laki-laki dengan lower urinary tract symptoms (LUTS) dinyatakan menderita benign prostatic
hyperplasia. Mortalitas benign prostatic hyperplasia adalah sekitar 0.5-1.5 per 100.000 kasus
dan umumnya terjadi karena komplikasinya.
3. Etiologi
Menurut Prabowo dkk (2014) etiologi BPH sebagai berikut:
a. Peningkatan DHT (dehidrotestosteron): Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor
androgen akan menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar prostat mengalami
hyperplasia.
b. Ketidakseimbanganesterogen-testosteron: terjadi karena proses degeneratif. Pada proses
penuaan, pada pria terjadi peningkan hormone estrogen dan penurunan hormon
testosterone, memicu terjadinya hiperplasia stroma pada prostat.
c. Interaksi antar sel struma dan sel epitelprostat: peningkatan kadar epidermal growth
factor atau fibroblast growth factor dan penurunan transforming growth factor beta
menyebabkan hiperplasia stroma dan epitel, sehingga akan terjadi BPH.
d. Berkurangnya kematian sel (apoptosis): Estrogen yang meningkat akan menyebabkan
peningkatan lama hidup stroma dan epitel dari kelenjar prostat.
e. Teori stemsel: Sel stem yang meningkat akan mengakibatkan proliferasi sel transit dan
memicu terjadi BPH.
4. Patofisiologi
Pertama kali BPH terjadi salah satunya karena faktor bertambahnya usia, dimana terjadi
perubahan keseimbangan testosterone, esterogen, karena produksi testosterone menurun,
produksi esterogen meningkat dan terjadi konversi testosteron menjadi estrogen pada
jaringan adipose di perifer. Keadaan ini tergantung pada hormon testosteron, yang di dalam
sel-sel kelenjar prostat hormon ini akan dirubah menjadi dehidrotestosteron (DHT) dengan
bantuan enzim alfa reduktase. Dehidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-
RNA di dalam sel-sel kelenjar prostat untuk mensistesis protein sehingga mengakibatkan
kelenjar prostat mengalami hyperplasia yang akan meluas menuju kandung kemih sehingga
mempersempit saluran uretra prostatika dan penyumbatan aliran urine.
Untukdapatmengeluarkanurin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan
itu (Presti et al, 2013). Kontraksi yang terus-menerus ini menyebabkan perubahan anatomi
dari buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknyaselula, sakula, dan
divertikelbuli-buli.Perubahan struktur pada buli-bulidirasakan oleh pasiensebagai keluhan
pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu
dikenal dengan gejala-gejala prostatismus. Dengan semakin meningkatnya resistensi uretra,
otot detrusor masukkedalamfasedekompensasi dan akhirnyatidak mampu lagi untuk
berkontraksi sehingga terjadi retensi urin. Retensi urine ini diberikan obat-obatan non invasif
tetapi obat-obatan ini membutuhkan waktu yang lama, maka penanganan yang paling tepat
adalah tindakan pembedahan, salah satunya adalah TURP (Joyce, 2014). TURP adalah suatu
operasi pengangkatan jaringan prostat lewat uretra menggunakan resektroskop, dimana
resektroskop merupakan endoskop dengan tabung 10-3-F untuk pembedahan uretra yang
dilengkapi dengan alat pemotongan dan counter yang disambungkan dengan arus listrik.
Trauma bekas resectocopy menstimulasi pada lokasi pembedahan sehingga mengaktifkan
suatu rangsangan saraf ke otak sebagai konsekuensi munculnya sensasi nyeri (Haryono, 2012)
5. Klasifikasi BPH
Menurut R. Sjamsuhidajat dan Wim De Jong (2010), klasifikasi BPH meliputi:
a) Derajat 1: Memerlukan tindakan bedah, diberi pengobatan konservatif.
b) Derajat 2: Merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan biasanya dianjurkan reseksi
endoskopik melalui uretra (trans urethral resection/ TUR).
c) Derajat 3: Reseksi endoskopik dapat dikerjakan, bila diperkirakan prostate sudah cukup
besar, reseksi tidak cukup 1 jam sebaiknya dg pembedahan terbuka, melalui trans
retropublik /perianal.
d) Derajat 4: harus segera dilakukan pemasangan kateter.
6. Pathway
7. Tanda dan GejalaBPH
Menurut Hariono , (2012) tanda dan gejala BPH meliputi:
a. Gejalaobstruktif
1) Hesitansi, yaitu memulai kencing yang lama dan sering kali disertai denganmengejan.
2) Intermittency, yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan oleh ketidak
mampuan otot destrussor dalam mempertahankan tekanan intra vesika sampai
berakhirnyamiksi.
3) Terminal dribbling, yaitu menetesnya urin pada akhirkencing.
4) Pancaran lemah, yaitu kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran destrussor
memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan diuretra.
5) Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas.
b. Gejalairitasi
1) Urgensi, yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit di tahan.
2) Frekuensi, yaitu penderita miksi lebih sering miksi dari biasanya dapatterjadi pada
malam dan siang hari.
3) Disuria, yaitu nyeri pada waktu kencing.
8. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Haryono (2012) pemeriksaan penunjang BPH meliputi :
a) Pemeriksaan colokdubur
b) Ultrasonografi (USG)
c) Urinalisis dan kultururine
d) DPL (Deep PeritonealLavage)
e) Ureum, Elektrolit, dan serumkreatinin
f) PA (PatologiAnatomi)
9. Penatalaksanaan
Menurut Haryono (2012) penatalaksaan BPH meliputi :
a. Terapi medika mentosa
1) Penghambat adrenergik, misalnya prazosin, doxazosin,afluzosin.
2) Penghambat enzim, misalnyafinasteride
3) Fitoterapi, misalnyaeviprostat
b. Terapi bedah
Waktu penanganan untuk tiap pasien bervariasi tergantung beratnya gejala dan komplikasi,
adapun macam-macam tindakan bedah meliputi:
1) Prostatektomi
a) Prostatektomi suprapubis
b) Prostaktektomi perineal
c) Prostatektomiretropubik
2) Insisi prostat transurethral(TUIP)
3) TransuretralReseksiProstat(TURP)

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN BPH


1. Pengkajian Keperawatan
DS:
a. Px mengeluh nyeri perut bagian bawah
b. Px mengatakan saat BAK merasakan nyeri dan bercampur darah
c. Px mengatakan sering terbangun pada malam hari untuk BAK akan tetapi BAK dirasa
tidak tuntas dan masih sering menetes (dripping)
DO:
a. Pengkajian didapatkan pasien tampak lemah
b. Terdapat lingkar hitam dibawah mata
c. Kesadaran komposmentis
d. Nyeri tekan di hipogastrik (+)
e. Bising usus 20 x/menit
f. Pemeriksaan colokdubur (Rectal Touher) dijumpai nodul atau benjolan pada prostat.
Hasil pemeriksaan laboratorium: LED 25/mm (N: 0-20), WBC 11.200 /mm3 (5000 –
10.000), Hematokrit 30,9 (N: 42-52), Eritrosit 3,44 10^6/uL (N: 4,7-6,1), Hb 10,8 gr/dl.
Hasil pemeriksaan USG abdomen terdapat pembesaran prostat
2. Diagnose Keperawatan yang Mungkin Muncul
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (pembedahan) ditandai dengan
pasien mengeluh nyeri, tampak meringis, bersikap protektif, merasa gelisah, frekuensi
nadi meningkat, sulit tidur, tekanan darah meningkat, pola napas berubah, nafsu
makan berubah, proses berpikir terganggu, menarik diri, berfokus pada diri sendiri,
dan diaphoresis.
b. Retensi urin berhubungan dengan peningkatan tekanan uretra ditandai dengan
sensasi penuh pada kandung kencing, nyeri saat BAK (dysuria), distensi kandung
kemih
c. Risiko perdarahan berhubungan dengan aneurisma, gangguan gastrointestinal,
gangguan fungsi hati, komplikasi kehamilan, komplikasi pasca partum, gangguan
koagulasi, efek agen farmakologis, tindakan pembedahan, trauma, kurang terpapar
informasi tentang pencegahan perdarahan, dan proses keganasan.
d. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan ditandai dengan pasien
merasa bingung, merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi, sulit
berkonsentrasi, tampak gelisah, tampak tegang, sulit tidur, mengeluh pusing,
anoreksia, palpitasi, merasa tidak berdaya, frekuensi napas meningkat, frekuensi nadi
meningkat, tekanan darah meningkat, diaphoresis, tremor, muka tampak pucat, suara
bergetar, kontak mata buruk, sering berkemih, berorientasi pada masa lalu.
e. Risiko infeksi berhubungan dengan penyakit kronis, efek prosedur invasi, malnutrisi,
peningkatan paparan organisme patogen lingkungan, ketidakadekuatan pertahanan
tubuh primer, dan ketidakadekuatan pertahanan skunder.
f. Disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan fungsi/struktur tubuh
(pembedahan) ditandai dengan mengungkapkan aktivitas seksual berubah,
mengungkakan eksitasi seksual berubah, merasa hubungan seksual tidak memuaskan,
mengungkapkan peran seksual berubah, mengeluhkan Hasrat seskusal menurun,
mengungkapkan fungsi seksual berubah, mengeluh nyeri saat berhubungan seskual,
mengungkapkan ketertarikan pada pasangan berubah, mengeluh hubungan seskusal
terbatas, mencari informasi tentang kemampuan mencapai kepuasan seksual.
g. Defisit pengetahuan berhubungan dengan krang terpapar informasi ditandai dengan
menanyakan masalah yang dhadapi, menunjukan erilaku tidak sesuai anjuran,
menunjukan persepsi yang keliru terhadap masalah, menjalani pemeriksaan yang
tidak tepat, dan menunjukan perilaku berlebihan.
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
Hasil
(D.0077) Setelah dilakukan Manajemen nyeri Manajemen nyeri
Nyeri akut asuhan Observasi Observasi
berhubunga keperawatan a. Identifikasi lokasi, a. Mengidentifikasi adanya
n dengan: selama …x 24 jam karakteristik, durasi, komplikasi
agen diharapkan tingkat frekuensi, b. Membantu
pencedera nyeri menurun kualitas,imtensitas nyeri mengidentifikasi skala
fisiologis dengan criteria b. Identifikasi skala nyeri nyeri
hasil: c. Identifikasi nyeri c. Membantu mengavulasi
a. Keluhan nyeri nonverbal pernyataan verbal
menurun d. Monitor efek samping keefektifan nyeri
b. Meringis penggunaan analgetik d. Membantu meredakan
menurun Terapiutik nyeri yang timbul
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
Hasil
c. Sikap protektif a. Berikan teknik Terapiutik
menurun nokfarmakologis untuk A. Memberikan rasa rileks
d. Gelisah mengurangi rasa nyeri dan meningkatkan
menurun (mis. TENS, hypnosis, kemampuan koping
e. Kesulitan tidur akupresur, terapi music, Edukasi
menurun biofeedback, terapi pijat, A. Meminimalisir timbulnya
f. Frekuensi nadi aromaterapi, teknik rasa nyeri
membaik imajinasi termbimbing,
kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
Edukasi
a. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri

(D.0012) Setelah dilakukan Pencegahan perdarahan Observasi


Risiko asuhan Observasi a. Memeriksa kondisi dan
perdarahan keperawatan a. Monitor tanda dan keadaan daerah
berhubunga selama …x24 jam gejala perdarahan perdarahan apakah
n dengan diharakan tingkat b. Monitor nilai tampak perdarahan
tindakan perdarahan hematokrit/hemoglobin atau tidak.
pembedaha menurun sebelum dan sesudah b. Pemeriksaan hematokrit
n Kriteria hasil : kehilangan darah /hemoglobin diperlukan
a. Kelembapan Terapeutik unuk memantau
mukosa a. Pertahankan bed rest terjadinya peningkatan/
meningkat selama perdarahan penurunan
b. Kelembapan kulitEdukasi Terapeutik
meningkat a. Jelaskan tanda dan a. Mampu mengurangi
c. Hemoptisis gejala perdarahan risiko dari perdarahan
menurun b. Anjurkan segera Edukasi
d. Hematemesis melapor jika terjadi a. Mampu memahami
menurun perdarahan informasi mengenai
e. Hematuria tanda dan gejala dari
menurun perdarahan
f. Hemoglobin b. Menghindari terjadinya
membaik perdarahan lebih lanjut
g. Hematokrit
membaik

(D.0050) Setelah dilakukan Kateterisasi urine Observasi


Retensi urin asuhan Observasi a. Mengidentifikasi
berhubunga keperawatan a. Periksa kondisi pasien kondisi pasien,
n dengan selama …x24 jam (kesadaran, TTV, daerah pemberian tindakan
peningkata diiharapkan perineal, distensi selanjutnya agar sesuai
n tekanan eliminasi urine kandung kemih, indikasi
uretra membaik inkontinensia urine,
Terapeutik
ditandai Kriteria hasil : reflex berkemih) a. Memfasilitasi
dengan a. Desakan Terapeutik kenyamanan dan privasi
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
Hasil
sensasi berkemih a. Siapkan peralatan, pasien
penuh pada (urgensi) bahan-bahan dan b. Mempertahankan
kandung menurun ruangan tindakan kenyamanan pasien
kencing, b. Distensi b. Siapkan pasien, selama tindakan
disuria kandung kemih bebaskan pakaian c. Mencegah penyebaran
menurun bawah dan posisikan pathogen
c. Hesitancy supine (untuk laki2) d. Mempersiapkan area
menurun c. Pasang sarung tangan pemasangan
d. Urin menetes d. Bersihkan perineal e. Mencegah penyebaran
menurun dengan cairan NaCl pathogen
e. Dysuria e. Lakukan insersi kateter f. Sebagai bahan untuk
menurun urine dengan prinsip mengevaluasi eliminasi
f. Frekuensi BAK aseptic urine pasien
membaik f. Sambungkan kateter g. Memfiksasi ujung
urine dengan urine bag kateter urine
g. Isi balon dengan NaCl h. Mempertahankan posisi
0,9% sesuai anjuran kateter pada posisi
pabrik stabil
h. Fiksasi selang kateter di i. Cairan urine lebih
atas simpisis atau di mudah mengalir ke
paha tempat yang rendah
i. Pastikan kantung urine j. Memudahkan
ditempatkan lebih perawatan kateter
rendah dari kandung selanjutnya
kemih Edukasi
j. Berikan label waktu a. Mendapatkan
pemasangan persetujuan dan sikap
Edukasi kooperatif dari pasien
a. Jelaskan tujuan dan b. Mempertahankan
prosedur pemasangan kenyamanan pasien
kateter urine selama tindakan
b. Anjurkan menarik
napas saat insersi
selang kateter
(D.0080) Setelah dilakukan Terapi relaksasi Observasi
Ansietas asuhan Observasi a. Mengetahui penyebab
berhubunga keperawatan a. Idenifikasi penurunan ansietas
n dengan selama …x24 jam tingkat energi, Terapeutik
kurangnya diiharapkan tingkat ketidakmampuan 1. Memberikan rasa tenang
pengetahua ansietas menurun berkonsentrasi atau dan respon positif sehingga
n ditandai Kriteria hasil : gejala lain yang pasien tidak merasa cemas
dengan a. Verbalisasi mengganggu 2. Mampu menurunkan
pasien kebingungan kemampuan kognitif rasa cemas
merasa menurun Terapeutik Edukasi
bingung b. Verbalisasi a. Ciptakan lingkungan a. Meningkatkan
khawatir akibat tenang dan tanpa pengetahuan
kondisi yang gangguan dengan mengenai cara
dihadapi pencahayaan dan suhu menurunkan
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
Hasil
menurun yang nyaman, jika kecemasan
c. Perilaku gelisah memungkinkan b. Posisi yang nyaman
menurun b. Gunakan relaksasi dapat memberikan
d. Perilaku tegang sebagai strategi ketenangan sekaligus
menurun penunjang dengan relaksasi sehingga rasa
e. Konsentrasi analgetik atau tindakan cemas menurun
membaik medis lain jika sesuai c. Meningkatkan rasa
f. Pola tidur
Edukasi nyaman
membaik a. Jelaskan tujuan, d. Mempercepat proses
manfaat, batasan, dan relaksasi
jenis relaksasi yang e. Membantu untuk
tersedia (mis. Music, mengimplementasikan
meditasi, napas dalam, teknik relaksasi dengan
relaksasi otot progresif) baik dan benar
b. Anjurkan mengambil
posisi nyaman
c. Anjurkan rileks dan
merasakan sensasi
relaksasi
d. Anjurkan sering
mengulangi atau melatih
teknik yang dipilih
e. Demonstrasikan dan
latih teknik relaksasi
(D.0142) Setelah dilakukan Pencegahan infeksi Observasi
Risiko asuhan Observasi a. Mengetahui tanda-
infeksi keperawatan a. Monitor tanda dan gejala tanda infeksi yang
berhubunga selama …x24 jam infeksi terjadi
n dengan diharapkan tingkat Terapeutik Terapeutik
efek infeksi menurun a. Berikan perawatan kulit a. Memberikan perawatan
prosedur Kriteria hasil pada area edema pada daerah edema
invasi. a. Demam menurun b. Pertahankan Teknik untuk menurunkan
b. Kemerahan aseptic pada pasien tanda infeksi
menurun berisiko tinggi b. Membantu proses
c. Nyeri menurun Edukasi penyembuhan dan
d. Bengkak a. Jelaskan tanda dan gejala meminimalkan tanda-
menurun infeksi tanda infeksi
e. Kadar sel darah b. Ajarkan cara memeriksa Edukasi
putih membaik kondisi luka atau luka a. Memberikan
operasi pemahaman mengenai
Kolaborasi tanda dan gejala infeksi
a. Kolaborasi pemberian b. Mampu
Imunisasi, jika perlu mengidentifikasi kondisi
luka agar segera
ditangani
Kolaborasi
a. Pemberian imunisasi
dapat mencegah infeksi
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
Hasil
(D.0069) Setelah dilakukan Edukasi Seksualitas Observasi
Disfungsi asuhan Observasi a. Mengetahui tingkat
seksual keperawatan a. Identifikasi tingkat pengetahuan
berhubunga selama …x24 jam pengetahuan masalah mengenai masalah
n dengan diharapkan fungsi sistem reproduksi, siistem reproduksi,
perubahan seksual membaik masalah seksualitas dan masalah seksual dan
fungsi/struk Kriteria hasil : penyakit menular penyakit menular
tur tubuh a. Kepuasan seksual seksual
(pembedah hubungan b. Identifikasi waktu b. Mengetahui kapan
an) seksual disfungsi seksual dan waktu disfungsi seksual
meningkat kemungkinan penyebab dan kemungkinan
b. Verbalisasi Terapeutik penyebab
aktivitas seksual a. Fasilitasi komunikasi Terapeutik
berubah antara pasien dan a. Meningkatkan kualitas
menurun pasangan komunikasi terhdap
c. Verbalisasi peran b. Berikan kesempatan pasangan
seksual berubah kepada pasangan b. Memberikan klien
menurun untuk menceritakan kesempatan
d. Verbalisasi peran permasalahan seksual mengungkapkan
seksual berubah Edukasi permasalahan yang
menurun a. Jelaskan efek dihadapi
e. Verbalisasi fungsi pengobatan , Edukasi
seksual berubah kesehatan dan a. Meningkatkan
menurun penyakit terhadap pengetahuan
f. Keluhan nyeri disfungsi seksual mengenai efek
saat b. Kolaborasi dengan pengobatan yang akan
berhubungan spesialis seksologi, jika dijalani
seksual menurun perlu b. Meningkatkan status
kesehatan klien
(D.0111) Setelah dilakukan Edukasi Latihan Berkemih Observasi
Defisit asuhan Observasi a. mengkaji kemampuan
pengetahua keperawatan a. Identifikasi kemampuan pasien untuk membantu
n selama …x24 jam pasien dan keluarga menemukan pada
berhubunga diharapkan tingkat menerima informasi kemampuan kognitif
n dengan pengetahuan Terapeutik Terapeutik
krang meningkat a. Persiapkan materi dan a. meningkatkan
terpapar Kriteria hasil : alat peraga Latihan pemahaman materi
informasi a. Perilaku sesuai berkemih atau informasi yang
anjuran Edukasi diberikan
meningkat a. Jelaskan penyebab dan Edukasi
b. Verbalisasi kendala-kendala dalam a. Mampu menjelaskan
minat dalam berkemih penyebab dan kendala
belajar b. Jelaskan hal-hal yang berkemih
meningkat harus dilakukan untuk b. Memberikan
c. Kemampuan mendorong eleminasi pemahaman mengenai
menjelaskan normal, pemantauan eleminasi normal,
pengetahuan jatuh, dan keamanan pemantauan jatuh dan
tentang suatu lingkungan toilet kemanaan agar
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
Hasil
topik meningkat c. Anjurkan terhindar dari kesalahan
d. Perilaku sesuai mendemonstrasikan informasi
dengan latihan berkemih c. Melatih kefokusan dan
pengetahuan kemampuan pasien
meningkat dalam menerima
e. Pertanyaan informasi
tentang masalah
yang dihadapi
menurun

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawtaan dilakukan sesuai dengan intervensi yang telah
dibuat
5. Evaluasi Keperawatan
Hasil evaluasi berdasarkan kriteria hasil sesuai dngan intervensi yang telah
dibuat
DAFTAR PUSTAKA

Joyce dkk. 2014. Medical Surgical Nursing vol 2. Jakarta: Salemba Medika
Haryono, Rudi.2012. Keperawatan medical bedah system perkemihan. Yogyakarta: Rapha
Publishing
Hidayat, Abdul. Aziz.Alimul. 2009. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan
Proses Keperawatan. Buku 1. Jakarta: Salemba Medika.
Prabowo Eko dan Pranata Eka. 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan.
Yogyakarta: Nuha Medika
Presti J, et al. 2013. Neoplasm of The Prostate Gland. USA: The McGraw Hill Compaines Inc
Sjamsuhidajat R, dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta: EGC
Smeltzer, S. C. and Bare, B. G. 2006. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.
Edisi 8 Volume 2. Alih Bahasa H. Y. Kuncara, Monica Ester, Yasmin Asih, Jakarta : EGC.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator
Diagnostik Edisi 1. In Dewan Pengurus Pusat PPNI. https://doi.org/10.1093/molbev/msj087
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (I). Jakarta Selatan: Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
LAMPIRAN

Gambar 1. Letak anatomi prostat (Hidayat, 2009 )

Gambar 2. Terapi Bedah (Smeltzer dan Bare, 2006)

Anda mungkin juga menyukai