Anda di halaman 1dari 10

Konsep ICU

9 DESEMBER 2016 / NERSINDONESIABLOG

BAB I
PENDAHULUAN
 LATAR BELAKANG
Kondisi kritis merupakan suatu kondisi krusial yang memerlukan penyelesaian
atau jalan keluar dalam waktu yang terbatas. Pasien kritis adalah pasien dengan
disfungsi atau gagal pada satu atau lebih sistem tubuh, tergantung pada
penggunaan peralatan monitoring dan terapi. Pasien dalam kondisi gawat
membutuhkan pemantauan yang canggih dan terapi yang intensif. Suatu perawatan
intensif yang menggabungkan teknologi tinggi dengan keahlian khusus dalam
bidang keperawatan dan kedokteran gawat darurat dibutuhkan untuk merawat
pasien yang sedang kritis (Vicky, 2011).

Intensive Care Unit (ICU) adalah suatu bagian dari rumah sakit yang mandiri
(instalasi dibawah direktur pelayanan), dengan staf dan perlengkapan yang khusus
yang ditujukan untuk observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang
menderita penyakit, cedera atau penyulit-penyulit yang potensial mengancam
nyawa. ICU menyediakan sarana-prasarana serta peralatan khusus untuk
menunjang fungsi-fungsi vital dengan menggunakan ketrampilan staf medik,
perawat, dan staf lain yang berpengalaman dalam pengelolaan keadaan-keadaan
tersebut (Kemenkes, 2011).
Intensive care mempunyai 2 fungsi utama, yaitu yang pertama untuk melakukan
perawatan pada pasien-pasien gawat darurat dan untuk mendukung organ vital
pada pasien-pasien yang akan menjalani operasi yang kompleks elektif atau
prosedur intervensi dan risiko tinggi untuk fungsi vital. Keperawatan kritis
termasuk salah satu spesialisasi di bidang keperawatan yang secara khusus
menangani respon manusia terhadap masalah yang mengancam hidup. Seorang
perawat kritis bertanggung jawab untuk menjamin pasien yang kritis di Intensive
Care Unit (ICU) beserta keluarganya mendapatkan pelayanan keperawatan yang
optimal (Dossey, 2002).
Untuk dapat memberikan pelayanan prima maka ICU harus dikelola dengan baik.
Perawat yang bekerja di dalam Intensive Care Unit harus memiliki kemampuan
komunikasi dan kerjasama tim. Proses keperawatan kritis mengatasi klien yang
sedang dalam kondisi gawat tersebut. Oleh karena itu, diperlukan peran seorang
perawat yang dapat bertindak cepat dan tepat serta melaksanakan standar proses
keperawatan kritis.
 
 RUMUSAN MASALAH
 Apa definisi dari ICU?
 Apa fungsi dan tujuan ICU?
 Apa indikasi pasien masuk dan keluar ICU?
 Bagaimana alur pasien masuk ICU?
 Bagaimana peran perawat kritis dalam pemenuhan kebutuhan dasar
pasien?
 Bagaimana cara komunikasi dan kerjasama tim dalam keperawatan
kritis?
 Bagaimana konsep holism dalam lingkup perawatan kritis yang serba
menggunakan teknologi canggih?
 Bagaimana model asuhan keperawatan kritis?
 Bagaimana proses keperawatan kritis?
 
 TUJUAN
 Tujuan Umum
Mahasiswa dapat mengetahui konsep Intensive Care Unit (ICU) dan proses
keperawatan kritis di dalamnya
 Tujuan Khusus
 Mahasiswa dapat mengetahui definisi Intensive Care Unit (ICU).
 Mahasiswa dapat mengetahui fungsi dan tujuan Intensive Care Unit
(ICU).
 Mahasiswa dapat mengetahui indikasi pasien masuk dan keluar ICU.
 Mahasiswa dapat mengetahui alur pasien masuk Intensive Care Unit
(ICU).
 Mahasiswa dapat mengetahui peran perawat kritis dalam pemenuhan
kebutuhan dasar pasien.
 Mahasiswa dapat mengetahui cara komunikasi dan kerjasama tim
dalam keperawatan kritis.
 Mahasiswa dapat mengetahui konsep holism dalam lingkup
perawatan kritis yang serba menggunakan teknologi canggih.
 Mahasiswa dapat mengetahui model asuhan keperawatan kritis.
 Mahasiswa dapat mengetahui proses keperawatan kritis.
 

BAB II
KONSEP INTENSIVE CARE UNIT (ICU)
 DEFINISI ICU
ICU atau intensive care unit dimulai pertama kali pada tahun 1950-an. Kegawat
daruratan dalam keperawatan berkembang sejak tahun 1970-an. Sebagai contoh,
kegawatan di unit operasi kardiovaskuler, pediatric, dan unit neonates.
Keperawatan gawat darurat secara khusus berkonsentrasi pada respon manusia
pada masalah yang mengancam hidup seperti trauma atau operasi mayor.
Pencegahan terhadap masalah kesehatan merupakan hal penting dalam praktik
keperawatan gawat darurat. (Hartshorn et all, 1997).
Unit perawatan kritis atau ICU adalah merupakan unit perawatan khusus yang
membutuhkan keahlian dalam penyatuan informasi, membuat keputusan dan dalam
membuat prioritas, karena saat penyakit menyerang sistem tubuh, sistem yang lain
terlibat dalam upaya mengatasi adanya ketidakseimbangan. Esensi asuhan
keperawatan kritis tidak berdasarkan kepada lingkungan yang khusus ataupun alat-
alat, tetapi dalam proses pengambilan keputusan yang didasarkan pada pemahaman
yang sungguh-sungguh tentang fisiologik dan psikologik (Hudak & Gallo, 2012).

Intensive Care Unit (ICU) adalah suatu bagian dari rumah sakit yang mandiri,
dengan staf yang khusus dan pelengkapan yang khusus yang ditujukan untuk
observasi, perawatan, dan terapi bagi yang menderita penyakit akut, cedera atau
penyulit yang mengancam nyawa atau potensial mengancam nyawa. ICU
menyediakan sarana dan prasarana serta peralatan khusus untuk menunjang fungsi
vital dengan menggunakan keterampilan staf dalam mengelola keadaan tersebut.
Saat ini di Indonesia, rumah sakit kelas C yang lebih tinggi sebagai penyedia
pelayanan kesehatan rujukan yang profesional dan berkualitas dengan
mengedepankan keselamatan pasien.
Adapun beberapa kriteria pasien yang memerlukan perawatan di ICU adalah:

1. Pasien berat, kritis, pasien tidak stabil yang memerlukan terapi intensif
seperti bantuan ventilator, pemberian obat vasoaktif melalui infus secara
terus menerus, contoh gagal nafas berat, syok septik.
2. Pasien yang memerlukan pemantauan intensif invasive atau non
invasivesehingga komplikasi berat dapat dihindari atau dikurangi, contoh
paska bedah besar dan luas, pasien dengan penyakit jantung, paru, ginjal,
atau lainnya.
3. Pasien yang memerlukan terapi intensif untuk mengatasi komplikasi akut,
sekalipun manfaat ICU sedikit, contoh pasien dengan tumor ganas
metastasis dengan komplikasi, tamponade jantung, sumbangan jalan nafas.
Sedangkan pasien yang tidak perlu masuk ICU adalah:

1. Pasien mati batang otak (dipastikan secara klinis dan laboratorium).


2. Pasien yang menolak terapi bantuan hidup.
3. Pasien secara medis tidak ada harapan dapat disembuhkan lagi, contoh
karsinoma stadium akhir, kerusakan susunan saraf pusat dengan keadaan
vegatatif.
 

 FUNGSI DAN TUJUAN ICU


 Fungsi ICU
Dari segi fungsinya, ICU dapat dibagi menjadi :

1. ICU Medik
2. ICU trauma/bedah
3. ICU umum
4. ICU pediatrik
5. ICU neonatus
6. ICU respiratorik
Semua jenis ICU tersebut mempunyai tujuan yang sama, yaitu mengelola pasien
yang sakit kritis sampai yang terancam jiwanya. ICU di Indonesia umumnya
berbentuk ICU umum, dengan pemisahan untuk CCU (Jantung), Unit dialisis dan
neonatal ICU. Alasan utama untuk hal ini adalah segi ekonomis dan operasional
dengan menghindari duplikasi peralatan dan pelayanan dibandingkan pemisahan
antara ICU Medik dan Bedah.

 Tujuan ICU
Berikut adalah tujuan ICU :

1. Menyelamatkan kehidupan
2. Mencegah terjadinya kondisi memburuk dan komplikasi melalui observasi
dan monitaring evaluasi yang ketat disertai kemampuan menginterpretasikan
setiap data yang didapat dan melakukan tindak lanjut.
3. Meningkatkan kualitas pasien dan mempertahankan kehidupan.
4. Mengoptimalkan kemampuan fungsi organ tubuh pasien.
5. Mengurangi angka kematian pasien kritis dan mempercepat proses
penyembuhan pasien
 JENIS-JENIS ICU
Pelayanan ICU dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) yaitu:

1. ICU Primer
Ruang Perawatan Intensif primer memberikan pelayanan pada pasien yang
memerlukan perawatan ketat (high care). Ruang perawatan intensif mampu
melakukan resusitasi jantung paru dan memberikan ventilasi bantu 24-48 jam.
Kekhususan yang dimiliki ICU primer adalah:
1. Ruangan tersendiri, letaknya dekat dengan kamar bedah, ruang darurat, dan
ruang rawat pasien lain.
2. Memiliki kebijakan/kriteria pasien yang masuk dan yang keluar
3. Memiliki seorang anestesiologi sebagai kepala
4. Ada dokter jaga 24 jam dengan kemampuan resusitasi jantung paru
5. Konsulen yang membantu harus siap dipanggil
6. Memiliki 25% jumlah perawat yang cukup telah mempunyai sertifikat
pelatihan perawatan intensif, minimal satu orang per shift
7. Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan laboratorium tertentu, Rontgen
untuk kemudahan diagnostic selama 24 jam dan fisioterapi (Depkes RI,
2006).
8. ICU Sekunder
Pelayanan ICU sekunder adalah pelayanan yang khusus mampu memberikan
ventilasi bantu lebih lama, mampu melakukan bantuan hidup lain tetapi tidak
terlalu kompleks. Kekhususan yang dimiliki ICU sekunder adalah:
1. Ruangan tersendiri, berdekatan dengan kamar bedah, ruang darurat dan
ruang rawat lain
2. Memiliki kriteria pasien yang masuk, keluar, dan rujukan
3. Tersedia dokter spesialis sebagai konsultan yang dapat menanggulangi
setiap saat bila diperlukan
4. Memiliki seorang Kepala ICU yaitu seorang dokter konsultan intensif care
atau bila tidak tersedia oleh dokter spesialis anestesiologi, yang bertanggung
jawab secara keseluruhan dan dokter jaga yang minimal mampu melakukan
resusitasi jantung paru (bantuan hidup dasara dan hidup lanjut)
5. Memiliki tenaga keperawatan lebih dari 50% bersertifikat ICU dan minimal
berpengalaman kerja di unit penyakit dalam dan bedah selama 3 tahun
6. Kemampuan memberikan bantuan ventilasi mekanis beberapa lama dan
dalam batas tertentu, melakukan pemantauan invasif dan usaha-usaha
penunjang hidup
7. Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan laboratorium tertentu, Rontgen
untuk kemudahan diagnostik selama 24 jam dan fisioterapi
8. Memiliki ruang isolasi dan mampu melakukan prosedur isolasi (Depkes RI,
2006).
9. ICU Tersier
Ruang perawatan ini mampu melaksanakan semua aspek perawatan intensif,
mampu memberikan pelayanan yang tertinggi termasuk dukungan atau bantuan
hidup multi system yang kompleks dalam jangka waktu yang tidak terbatas serta
mampu melakukan bantuan renal ekstrakorporal dan pemantauan kardiovaskuler
invasif dalam jangka waktu yang terbatas. Kekhususan yang dimiliki ICU tersier
adalah:

1. Tempat khusus tersendiri di dalam rumah sakit


2. Memilik kriteria pasien yang masuk, keluar, dan rujukan
3. Memiliki dokter spesialis dan sub spesialis yang dapat dipanggil setiap saat
bila diperlukan
4. Dikelola oleh seorang ahli anestesiologi konsultan intensif care atau dokter
ahli konsultan intensif care yang lain, yang bertanggung jawab secara
keseluruhan. Dan dokter jaga yang minimal mampu resusitasi jantung paru
(bantuan hidup dasar dan bantuan hidup lanjut)
5. Memiliki lebih dari 75% perawat bersertifikat ICU dan minimal
berpengalaman kerja di unit penyakit dalam dan bedah selama tiga tahun
6. Mampu melakukan semua bentuk pemantuan dan perawatan intensif baik
invasive maupun non-invasif
7. Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan laboratorium tertentu, Rontgen
untuk kemudahan diagnostic selama 24 jam dan fisioterapi
8. Memiliki paling sedikit seorang yang mampu mendidik medic dan perawat
agar dapat memberikan pelayanan yang optimal pada pasien
9. Memiliki staf tambahan yang lain misalnya tenaga administrasi, tenaga
rekam medic, tenaga untuk kepentingan ilmiah dan penelitian (Depkes RI,
2006).
 

 INDIKASI MASUK DAN KELUAR ICU


Apabila sarana dan prasarana ICU di suatu rumah sakit terbatas sedangkan
kebutuhan pelayanan ICU yang lebih tinggi banyak, maka diperlukan mekanisme
untuk membuat prioritas. Kepala ICU bertanggung jawab atas kesesuaian indikasi
perawatan pasien di ICU.

 Kriteria Masuk
1. Golongan pasien prioritas 1
Kelompok ini merupakan pasien kritis, tidak stabil yang memerlukan terapi
intensif dan tertitrasi seperti: dukungan ventilasi, alat penunjang fungsi organ,
infus, obat vasoaktif/inotropic, obat anti aritmia. Sebagai contoh pasien pasca
bedah kardiotoraksis, sepsis berat, gangguan keseimbangan asam basa dan
elektrolit yang mengancam nyawa.

1. Golongan pasien prioritas 2


Golongan pasien memerlukan pelayanan pemantauan canggih di ICU, sebab sangat
beresiko bila tidak mendapatkan terapi intensif segera, misalnya pemantauan
intensif menggunakan pulmonary arterial catheter. Sebagai contoh pasien yang
mengalami penyakit dasar jantung-paru, gagal ginjal akut dan berat atau pasien
yang telah mengalami pembedahan mayor. Terapi pada golongan pasien prioritas 2
tidak mempunyai batas karena kondisi mediknya senantiasa berubah.

1. Golongan pasien priorotas 3


Pasien golongan ini adalah pasien kritis, yang tidak stabil status kesehatan
sebelumnya, yang disebabkan penyakit yang mendasarinya atau penyakit akutnya,
secara sendirian atau kombinasi. Kemungkinan sembuh dan atau manfaat terapi di
ICU pada golongan ini sangat kecil. Sebagai contoh ntara lain pasien dengan
keganasan metastatic disertai penyulit infeksi, pericardial tamponande, sumbatan
jalan nafas, atau pesien penyakit jantung, penyakit paru terminal disertai kmplikasi
penyakit akut berat. Pengelolaan pada pasien golongan ini hanya untuk mengatasi
kegawatan akutnya saja, dan usaha terapi mungkin tidak sampai melakukan
intubasi atau resusitasi jantung paru.

1. Pengecualian
Dengan pertimbangan luar biasa, dan atas persetujuan kepala ICU, indikasi masuk
pada beberapa golongan pasien bisa dikecualikan dengan catatan bahwa pasien
golongan demikian sewaktu-waktu harus bisa dikeluarkan dari ICU agar fasilitas
terbatas dapat digunakan untuk pasien prioritas 1,2,3. Sebagai contoh: pasien yang 
memebuhi kriteria masuk tetapi menolak terapi tunjangan hidup yang agresif dan
hanya demi perawataan yang aman saja, pasien dengan perintah “Do Not
Resuscitate”, pasien dalam keadaan vegetative permanen, pasien yang ddipastikan
mati batang otak namun hanya karena kepentingan donor organ, maka pasien dapat
dirawat di ICU demi menunjang fungsi organ sebelum dilakukan pengambilan
orga untuk donasi.

 Kriteria Keluar
1. Penyakit pasien telah membaik dan cukup stabil, sehingga tidak memerluka
terapi atau pemantauan yang intensif lebih lanjut.
2. Secara perkiraan dan perhitungan terapi atau pemantauan intensif tidak
bermanfaat atau tidak memberi hasil yang berarti bagi pasien. Apalagi pada
waktu itu pasien tidak menggunakan alat bantu mekanis khusus (Kemenkes
RI, 2011).
 

 ALUR PELAYANAN ICU


Gambar 1: Alur pelayanan ICU di RS (Kemenkes RI, 2011, hal 17)

Pasien yang memerlukan pelayanan ICU berasal dari:

1. Pasien dari Instalasi Gawat Darurat (IGD)


2. Pasien dari High Care Unit (HCU)
3. Pasien dari kamar operasi atau kamar tindakan lain seperti kamar bersalin,
ruang endoskopi, ruang dialysis, dan sebagainya.
4. Pasien dari bangsal (Ruang Rawat Inap)
 KARAKTERISTIK PERAWAT ICU
Karakteristik Perawat yang bekerja di lingkungan keperawatan intensif meliputi:

1. Mengelola pasien mengacu pada standar keperawatan intensif dengan


konsisten
2. Menghormati sesama sejawat dan tim lainnya
3. Mengintegrasikan kemampuan ilmiah dan ketrampilan khusus serta diikuti
oleh nilai etik dan legal dalam memberikan asuhan keperawatan
4. Berespon secara terus menerus dengan perubahan lingkungan
5. Menerapkan ketrampilan komunikasi secara efektif
6. Mendemonstrasikan kemampuan ketrampilan klinis yang tinggi
7. Menginterpretasiakan analisa situasi yang kompleks
8. Mengembangkan pendidikan kesehatan untuk pasien dan keluarga
9. Berpikir kritis
10.Mampu menghadapai tantangan
11.Mengembangkan pengetahuan dan penelitian
12.Berpikir ke depan
13.Inovatif
 PERAN PERAWAT KRITIS
Keperawatan kritis adalah suatu bidang yang memerlukan perawatan pasien yang
berkualitas tinggi dan komprehensif. Untuk pasien yang kritis, waktu adalah
sesuatu hal yang vital. Proses keperawatan memberikan suatu pendekatan yang
sistematis, dimana perawat keperawatan kritis dapat mengevaluasi masalah pasien
dengan cepat (Talbot, 1997).

ICU atau intensive care unit dimulai pertama kali pada tahun 1950-an. Kegawat
daruratan dalam keperawatan berkembang sejak tahun 1970-an. Sebagai contoh,
kegawatan di unit operasi kardiovaskuler, pediatric, dan unit neonates.
Keperawatan gawat darurat secara khusus berkonsentrasi pada respon manusia
pada masalah yang mengancam hidup seperti trauma atau operasi mayor.
Pencegahan terhadap masalah kesehatan merupakan hal penting dalam praktik
keperawatan gawat darurat. (Hartshorn et all, 1997).
Peran perawat kritis sebagai berikut:

1. Advokat
Perawat juga berperan sebagai advokat atau pelindung klien, yaitu membantu
mempertahankan lingkungan yang aman bagi klien dan mengambil tindakan untuk
mencegah terjadinya kecelakaan dan melindungi klien dari efek yang tidak
diinginkan yang berasal dari pengobatan atau tindakan diagnostik tertentu (Potter
dan Perry, 2005).

1. Care giver
Perawat memberikan bantuan secara langsung pada klien dan keluarga yang
mengalami masalah kesehatan (Vicky, 2010).

1. Kolaborator
Peran ini dilakukan perawat karena perawat bekerja bersama tim kesehatan lainnya
seperti dokter, fisioterapis, ahli gizi, apoteker, dan lainnya dalam upaya
memberikan pelayanan yang baik (Vicky, 2010).

1. Peneliti
Peran sebagai pembaharu dan peneliti dilakukan dengan mengadakan perencanaan,
kerjasama, perubahan sistematis, dan terarah sesuai metode pemberian pelayanan
(Vicky, 2010). Selain itu juga meningkatkan pengetahuan dan mengembangkan
ketrampilan, baik dalam praktik maupun dalam pendidikan keperawatan (Aryatmo,
1993).

1. Koordinator
Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan, dan mengorganisasi
pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberian layanan dapat terarah
serta sesuai kebutuhan (Vicky, 2010).

1. Konsultan
Perawat sebagai narasumber bagi keluarga dalam mengatasi masalah keperawatan
terutama mengenai keamanan pasien dan keluarga (Vicky, 2010).

 
 KOLABORASI TIM KEPERAWATAN KRITIS
 Kolaborasi Tim dalam Keperawatan Kritis
Dasar pengelolaan  pasien ICU adalah pendekatan  multidisiplin dari beberapa
disiplin ilmu terkait  yang dapat memberikan  kontribusinya  sesuai dengan bidang
keahliannya  dan bekerjasama  di dalam tim. Tim tersebut terdiri  dari:

1. Spesialis anestesi
2. Dokter spesialis
3. Perawat ICU
4. Dokter ahli mikrobiologi klinik
5. Ahli farmasi klinik
6. Ahli nutrisi
7. Fisioterapis
8. Tenaga lain sesuai klasifikasi pelayanan ICU
Tim Multidisiplin  mempunyai  5 (lima)  karakteristik:

1. Staf medik dan keperawatan yang tanggung  jawab


2. Staf medik, keperawatan, farmasi klinik, farmakologi  klinik, gizi klinik dan
mikrobiologi klinik yang berkolaborasi  pada pendekatan
3. Mempergunakan standar, protocol  atau guideline  untuk memastikan 
pelayanan yang konsisten  baik oleh dokter, perawat  maupun staf  yang
lain.
4. Memiliki dedikasi untuk melakukan koordinasi dan komunikasi.
5. Menekankan pada pelayaanan yang sudah tersertifikasi, pendidikan,
penelitian, masalah etik dan pengutamaan  pasien (Kemenkes, 2011)
 

 Peran koordinasi dan integrasi dalam kerjasama  tim


Mengingat keadaan pasien yang sedang dalam kondisi kritis, maka sistem  kerja
tim multidisiplin  diatur sebagai  berikut :

1. Dokter primer yang merawat pasien melakukan evaluasi pasien sesuai


bidangnya dan memberi pandangan atau usulan
2. Ketua tim melakukan evaluasi menyeluruh, mengambil kesimpulan, 
memberi instruksi terapi dan tindakan secara tertulis dengan
mempertimbangkan  usulan anggota  tim lainnya.
3. Ketua tim berkonsultasi pada konsultan lain dengan mempertimbangkan
usulan-usulan anggota  tim dan memberikan perintah baik tertulis  dalam
status  maupun lisan.
4. Untuk menghindari kesimpangsiuran/tumpang tindih pelaksanaan
pengelolaan pasien, maka perintah  yang dijalankan  oleh petugas hanya
yang berasal  dari ketua tim saja (Kemenkes,2011).

Anda mungkin juga menyukai