Anda di halaman 1dari 24

 

LAPORAN PENDAHULUAN

HEMIPARESIS

Disusun untuk memenuhi tugas praktik Keperawatan Gawat Darurat 

Disusun Oleh :

Agustian Trihatmoko

P1337420216058

Tingkat 3B

KEMENTERIAN
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG

PRODI DIII KEPERAWATAN PURWOKERTO

2019
 

LAPORAN PENDAHULUAN

HEMIPARESIS

Latar Belakang

Salah satu penyakit non infeksi yang berkembang saat ini adalah penyakit

atau gangguan sistem peredaran darah yang menimbulkan kerusakan pada sistem

syaraf pusat dan lebih lanjut mengakibatkan kelumpuhan pada sebagian anggota

 badan dan wajah sehingga menurunkan kapasitas


kapasitas fisik dan kemampuan fungsional

 pasien.

Interfensi fisioterapi dan kerja sama dengan tenaga medis dan paramedis

lainya pada kasus-kasus seperti ini sangat dibutuhkan, baik selama pasien masih

dirawat di rumah sakit maupun setelah kembali ke keluarganya.

Dengan hubunganya dengan penulisan makalah ini, masalah yang timbul

adalah bagaimana proses patologi stroke sehingga dapat menimbulkan hemiparese,

 penanganan fisioterapi pada pasien hemiparese pasca stroke dengan berbagai

modalitas fisioterapi yang ada.

Hemiparese merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan adanya

kelemahan separuh wajah, lengan dan tungkai berupa gangguan motorik dan

gangguan fungsional lainya. Hemiparese Dextra adalah kelumpuhan pada bagian

salah satu sisi tubuh. (sumber: Kamus Keperawatan Sue Hinchliff). Hemiparese

Dextra adalah kelemahan sebelah kanan di tandai dengan adanya tonus yang
 

abnormal atau cidera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah

otak.(sumber: Patofisiologi, Elizabeth J. Corwin) 

Hemiparese adalah suatu penyakit sindrom klinis yang awal timbulnya

mendadak, progresif, cepat, berupa defisit neurologis yang berlangsung 24 jam atau

lebih langsung menimbulkan kematian dan disebabkan oleh gangguan perdarahan

otak non traumatic. (sumber: Kapita Selekta Kedokteran jilid II)


I I) 

A.  DEFENISI

Hemiparesis adalah suatu penyakit sindrom klinis yang awal timbulnya

mendadak, progesif cepat, berupa defisit neurologis yang berlangsung 24 jam atau

lebih langsung menimbulkan kematian dan disebabkan oleh gangguan peredaran

darah otak non traumatic. 

Hemiparesis berarti kelemahan pada satu sisi tubuh. Contohnya, pasien

dapat mengeluhkan kelemahan pada satu sisi tubuh yang mengarah pada lesi

hemisfer serebri kontralateral. Dalam mendiagnosis, harus dilakukan pertanyaan

lebih lanjut dan mendetil mengenai waktu terjadinya gejala sehingga dapat

mengklarifikasikan perjalanan patologis dari lesi ini.  


Hubungan antara waktu dengan penyebab neuropatologis spesifik, dengan

mengambil contoh lesi hemisfer serebri dengan gejala kelemahan tubuh

kontralateral: 

1.  Onset yang cepat dan kejadian ikutan yang statis memberkesan suatu kejadian

vascular (stroke), yaitu perdarahan atau infark.

2.  Suatu kejadian dengan progresi lambat lebih mengarah ke lesi berupa massa,

yaitu tumor.
 

3.  Kejadian yang berulang dengan pola remisi umumnya mengarah pada proses

inflamasi atau demielinisasi kronik, contohnya: sklerosis multiple

B.  ETIOLOGI

1.  Infark otak (80%)  

a.  Emboli 

1)  Emboli kardiogenik  

a)  Fibrilasi atrium dan aritmia lain 

 b)  Thrombus mural dan ventrikel kiri 

c)  Penyakit katub mitral atau aorta  

d)  Endokarditis (infeksi atau non infeksi) 


2)  Emboli arkus aorta 

a)  Aterotrombotik (penyakit pembuluh darah sedang-besar.  

 b)  Penyakit eksrakanial 

c)  Arteri karotis internal 

d)  Arteri vertebrali 

2.  Penyakit intracranial 

a.  Arteri karotis internal 

 b.  Arteri serebri interna 

c.  Arteri basilaris 

d.  Lakuner (oklusi arteri perforans kecil)  

3.  Pendarahan intraserebral (15%)  

a.  Hipertensif  

 b.  Malformasi artei-vena 


 

c.  Angipati amyloid 

d.  Pendarahan subaraknoid (5%) 

4.  Penyebab lain (dapat menimbulkan infark atau perdarahan)  

a.  Trobus sinus dura 

 b.  Diseksi arteri karotis atau vertebralis 

c.  Vaskulitis system saraf pusat  

d.  Penyakit moya-moya (oklusi arteri besar intracranial yang progesif) 

e.  Migren 

f.  Kondisi hiperkoagulasi 

g.  Penyalahgunaan obat 


h.  Kelainan hematologist (anemia sel sabit, polisistemia,atau leukemia)  

i.  Miksoma atrium 

C.  PATOFISIOLOGI

1.  Stroke non hemoragik  

Iskemia disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran darah otak oleh

thrombus atau embolus. Trombus umumnya terjadi karena berkembangnya

aterosklerosis pada dinding pembuluh darah, sehingga arteri menjadi

tersumbat, aliran darah ke area thrombus


t hrombus menjadi berkurang, menyebabkan

iskemia kemudian menjadi kompleks iskemia akhirnya terjadi infark pada

 jaringan otak. Emboli disebabkan oleh embolus yang


yang berjalan menuju arteri

serebral melalui arteri karotis. Terjadinya blok pada arteri tersebut

menyebabkan iskemia yang tiba-tiba berkembang cepat dan terjadi


 

gangguan neurologist fokal. Perdarahan otak dapat ddisebabkan oleh

 pecahnya dinding pembuluh darah oleh emboli.

2.  Stroke hemoragik  

Pembuluh darah otak yang pecah menyebabkan darah mengalir ke

substansi atau ruangan subarachnoid yang menimbulkan perubahan

komponen intracranial yang seharusnya konstan. Adanya perubahan

komponen intracranial yang tidak dapat dikompensasi tubuh akan

menimbulkan peningkatan TIK yang bila berlanjut akan menyebabkan

herniasi otak sehingga timbul kematian. Di samping itu, darah yang

mengalir ke substansi otak atau ruang subarachnoid dapat menyebabkan


edema, spasme pembuluh darah otak dan penekanan pada daerah tersebut

menimbulkan aliran darah berkurang atau tidak ada sehingga terjadi

nekrosis jaringan otak.

D.  MANIFESTASI KLINIS

Pada hemiparesis, gejala utamanya adalah timbulnya deficit neurologist

secara mendadak/subakut, di dahului gejala prodromal, terjadinya pada waktu

istirahat atau bangun pagi dan biasanya kesadaran tidak menurun, kecuali bila

embolus cukup besar, biasanya terjadi pada usia > 50 tahun. Menurut WHO dalan

International Statistical Dessification Of Disease And Realeted Health Problem

10th revitoan, stroke hemoragik dibagi atas:  

1.  Pendarahan Intraserebral (PIS) 

2.  Pendarahan Subaraknoid (PSA) 


 

3.  Hemiparesis akibat PIS mempunyai gejala yang tidak jelas, kecuali nyeri

kepala karena hipertensi, serangan sering kali siang hari, saat aktifitas atau

emosi/marah, sifat nyeri kepalanya hebat sekali, mual dan muntah sering

terdapat pada permulaan serangan. Hemiparesis/hemiplagi biasa terjadi

 pada permulaan serangan, kesadaran biasanya menurun dan cepat masuk

koma (60% terjadi kurang dari setengah jam, 23% antara stengah jam s.d

2 jam, dan 12% terjadi setelah 2 jam, sampai 19 hari).  

Pada pasien PSA gejala prodromal berupa nyeri kepala hebat dan akut,

kesadaran sering terganggu & sangat bervariasi, ada gejala/tanda rangsangan

maningeal, oedema pupil dapat terjadi bila ada subhialoid karena pecahnya

aneurisma pada arteri komunikans anterior atau artei karotis interna. Gejala

neurologist tergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah &

lokasinya.

Manifestasi klinis stroke akut dapat berupa:

1.  Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis yang timbul

mendadak

2.  Gangguan sensabilitas pada satu atau lebih anggota badan (gangguan

hemiparesik

3.  Perubahan mendadak status mental (konfusi, delirium, letargi, stupor, atau
at au

koma)

4.  Afasia (bicara tidak lancar, kurangnya ucapan, atau kesulitan memahami

ucapan
 

5.  Disartria (bicara pelo atau cadel)

6.  Gangguan penglihatan (hemianopia atau monokuler, atau diplopia)

7.  Ataksia (trunkal atau anggota badan)

8.  Vertigo, mual dan muntah, atau nyeri kepala.

Pada gangguan aliran darah otak (stroke), gejala ditentukan


di tentukan oleh tempat

 perfusi yang terganggu, yakni daerah yang disuplai oleh pembuluh darah

tersebut. Penyumbatan pada arteri serebri media yang sering terjadi

menyebabkan kelemahan otot dan spastisitas kontralateral serta defisit sensorik

(hemianestesia) akibat kerusakan girus lateral presentralis dan postsentralis.

Akibat selanjutnya adalah deviasi ocular (“deviation conjugee” akibat

kerusakan area motorik penglihatan), hemianopsia (radiasi optikus), gangguan

 bicara motorik dan sensorik (area bicara broca dan wernicke dari hemisfer

dominan), gangguan persepsi spasial, apraksia, hemineglect (lobus parietalis).

Penyumbatan arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan defisit

sensorik kontralateral (akibat kehilangan girus presentralis dan postsentralis

 bagian medial), kesulitan berbicara (akibat kerusakan area


a rea motorik tambahan)
serta apraksia pada lengan kiri jika korpus kalosum anterior dan hubungan dari

hemisfer dominan ke korteks motorik kanan terganggu

Penyumbatan bilateral pada arteri serebri anterior menyebabkan apatis

karena kerusakan dari sistem limbic. Penyumbatan arteri serebri posterior

menyebabkan hemianopsia kontralateral parsial (korteks parsial primer) dan

kebutaan pada penyumbatan bilateral. Selain itu, akan terjadi kehilangan


 

memori (lobus temporalis bagian bawah). Penyumbatan arteri karotis atau

 basilaris dapat menyebabkan defisit di daerah yang disuplai oleh arteri serebri

media dan anterior.

Jika arteri koroid anterior tersumbat, ganglia basalis (hipokinesia),

kapsula interna (hemiparesis), dan traktus optikus (hemianopsia) akan terkena.

Penyumbatan pada cabang arteri komunikans posterior di talamus terutama

akan menyebabkan defisit sensorik.Penyumbatan total arteri

 basilarismenyebabkan paralisis semua ekstremitas (tetraplegia) dan otot-otot

mata serta koma. Penyumbatan pada cabang arteri basilaris dapat

menyebabkan infark pada serebelum, mesensefalon, pons, dan medula

oblongata.

E.  KOMPLIKASI 

1.  Gangguan otak yang berat 

2.  Kematian bila tidak dapat mengontrol respons pernafasan atau

kardiovaskuler  

3.  Edema Serebri dan Tekanan Intra cranial tinggi yang dapat menyebabkan
herniasi atau kompresi batang otak  

4.  Aspirasi Atelektasis 

5.  Gagal Nafas 

6.  Disrithmia Jantung 

7.  Kematian 
 

F.  Pathway
 

Sumber : 
: http://lpkeperawatan.blogspot.com/2013/11/laporan-pendahuluan-stroke-

cerebro.html?m=1  
cerebro.html?m=1

G.  PENATALAKSANAAN 

1.  Demam : deman dapat mengeksaserbasi cedera otak iskemik dan harus

diobati secara agresif dengan antipiretik (asetaminofen)


(as etaminofen) atau kompres dingin,

 jika diperlukan. Penyebab deman tersering adalah pneumonia aspirasi,

lakukan kultur darah dan urine kemudian berikan antibiotik intravena secara

empiris (sulbenisilin,sepalosporin, dll) dan terapi akhir sesuai hasil kultur.  

2.   Nutrisi : pasien stroke memiliki risiko tinggi


tinggi untuk aspirasi. Bila
Bila pasien sadar

 penuh tes kemampuan menelan dapat dilakukan dengan memberikan satu

sendok air putih kepada pasien dengan posisi setengah duduk dan kepala

fleksi kedepan sampai dagu menyentuh dada, perhatikan pasien tersedak atau

 batuk dan apakah suaranya


suaranya berubah (negative). Bila tes menelan negative dan

 pasien dengan kesadaran menurun, berikan makanan enteral melalui pipa

nasoduodenal ukuran kecil dalam 24 jam pertama setelah onset stroke


str oke 
3.  Hidrasi intravena : hipovolemia sering ditemukan dan harus dikoreksi dengan

kristaloid isotonis. Cairan hipotonis (misalnya dektrosa 5% dalam air, larutan

 NaCL 0,45%) dapat memperhebat edema serebri dan harus dihindari


dihindari 

4.  Glukosa : hiperglikemia dan hipoglikemia dapat menimbulkan

sksaserbasiiskemia. Walaupun relevansi klinis dari efek ini pada manusia

 belum jelas, tetapi para ahli sepakat bahwa hiperglikemia (kadar glukosa
 

darah sewaktu >200mg/dl)harus dicegah. Skala luncur (sliding scale) setiap

6 jam selama 3-5 hari sejak onset stroke 

5.  Perawatan paru : fisioterapi dada setiap 4 jam harus dilakukan untuk

mencegah atelaktsis paru pada pasien yang tidak bergerak.  

6.  Aktivitas : pasien dengan stroke harus diimobilisasi dan harus dilakukan

fisioterapi sedini mungkin bila kondisi klinis neurologist dan hemodinamik

stabil. Untuk fisioterapi pasif pada pasien yang belum bergerak, perubahan

 posisi badan dan ekstremitas setiap 2 jam untuk mencegah


mencegah dekubitus, latihan

gerakan sendi anggota badan secara pasif 4 kali sehari untuk mencegah

kontraktur. Splin tumit untuk mempertahankan kaki dalam posisi dorsofleksi


dan dapat juga mencegah pemendekan tendon Achilles. Posisi kepala 30

derajat dari bidang horisontal untuk menjamin aliran darah yang adekuat ke

otak dan aliran ballik vena ke jantung, kecuali pada pasien hipotensi (posisi

datar), pasien dengan muntah-muntah (dekubitus lateral kiri), pasien dengan

gangguan jalan nafas (posisi kepala ekstensi). Bila kondisi memungkinkan,

maka pasien harus diimobillisasi aktif ke posisi tegak, duduk dan pindah

kekursi sesuai toleransi hemodinamik dan neurologist. 

7.   Neurorestorasi dini : stimulasi sensorik, kognitif, memori, bahasa,


bahasa, emosi serta

otak yang terganggu. Depresi dan amnesia juga harus dikenali dan diobati

sedini mungkin. 

8.  Profilaksis trombosis vena dalam : pasien stroke


s troke iskemiok dengan imobilisasi

lama yang tidak dalam pengobatan heparin intravena harus diobati dengan

heparin 5.000 unit atau fraksiparin 0,3 cc setiap 12 jam selama 5-10 hari untuk
 

mencegah pembentukan thrombus dalam vena profunda, karena insidennya

sangat tinggi . terapi ini juga dapat diberikan dengan pasien perdarahan

intraserebral setelah 72 jam sejak onset.  

9.  Perawatan vesika : kateter urine menetap (kateter foley), sebaiknya hanya

dipakai hanya ada pertimbangan khusus (kesadaran menurun, demensia,

afasia global). Pada pasien yang sadar dengan gangguan berkemih,

keteterisasi intermiten secara steril setiap 6 jam lebih disukai untuk mencegah

kemungkinan infeksi, pembentukan batu, dan gangguan sfingter vesika

terutama pada pasien laki-laki yang mengalami retensi urine atau pasien

wanita dengan inkontinensia atau retensio urine. Latihan vesika harus


dilakukan bila pasien sudah sadar. 

H.  PEMERIKSAA
PEMERIKSAAN
N PENUNJANG

1.  Pemeriksaan Klinik  

Melalui anamnesis dan pengkajian fisik (neurologis)

a.  Riwayat penyakit sekarang (kapan timbulnya, lamanya serangan, gejala

yang timbul) 

 b.  Riwayat penyakit dahulu (hipertensi, jantung, DM, disritmia, ginjal,

 pernah mengalami trauma kepala). 

c.  Riwayat penyakit keluarga (hipertensi, jantung, DM). 

d.  Aktivitas (sulit beraktivitas, kehilangan sensasi penglihatan, gangguan

tonus otot, gangguan tingkat kesadaran).  

e.  Sirkulasi (hipertensi, jantung, disritmia, gagal ginjal kronis).  


 

f.  Makanan/ cairan (nafsu makan berkurang, mual, muntah pada fase akut,

hilang sensasi pengecapan pada lidah, obesitas sebagai faktor resiko).


resi ko). 

g.   Neurosensorik (sinkop atau pingsan, vertigo, sakit kepala, penglihatan

 berkurang atau ganda, hilang rasa sensorik kotralateral, afasia motorik,

reaksi pupil tidak sama).  

h.  Kenyamanan (sakit kepala dengan intensitas yang berbeda, tingkah laku

yang tidak stabil, gelisah, ketergantungan


kete rgantungan otot). 

i.  Pernafasan (merokok sebagai faktor resiko, tidak mampu menelankarena

 batuk). 

 j.  Interaksi social (masalah bicara, tidak mampu berkomunikasi). 


2.  Pemeriksaan Penunjang 

a.  Angiografi Serebral: Membantu menentukan penyebab stroke secara

spesifik misalnya pertahanan atau sumbatan arteri.  

 b.  CT SCAN (Computerized Axial Tomografi): adalah suatu prosedur yang

digunakan untuk mendapatkan gambaran dari berbagai sudut kecil dari

tulang tengkorak dan otak. 

c.  MRI (Magnetic Resonance Imaging): Menunjukkan daerah infark,

 perdarahan, malformasi arteriovena (MAV). 

d.  USG Doppler (Ultrasonografi dopple): Mengindentifikasi penyakit

arteriovena (masalah system arteri karotis(aliran darah atau timbulnya

 plak) dan arteiosklerosis. 

e.  EEG (elekroensefalogram): Mengidentifikasi masalah pada otak dan

memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.  


 

f.  Sinar tengkorak: Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pienal

daerah yang berlawanan dari massa yang meluas, kalsifikasi karotis

interna terdapat pada thrombosis serebral; kalsifikasi persial dinding

aneurisma pada perdarahan subarachnoid. 

3.  Pemeriksaan Laboratorium 

a.  Darah Rutin 

 b.  Gula Darah 

c.  Urine Rutin 

d.  Cairan Serebrospinal 

e.  Analisa Gas Darah (AGD)  


f.  Biokimia Darah 

g.  Elektrolit 

I.  KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1.  Pengkajian

Pengkajian merupakan pemikiran dasar dari prosos keperawatan yang

 bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien agar

dapar mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan,

dan keperawatan pasien baik mental, sosial dan lingkungan

a.  Identitas diri klien

1)  Pasien (diisi lengkap): Nama, Umur, Jenis Kelamin, Status

Perkawinan, Agama, Pendidikan, Pekerjaan, Suku Bangsa, Tgl

Masuk RS, No. CM, Alamat.


 

2)  Penanggung Jawab (diisi lengkap): Nama, Umur, Jenis Kelamin,

Agama, Pendidikan, Pekerjaan, Alamat.

 b.  Riwayat kesehatan

1)  Keluhan utama

(keluhan yang dirasakan pasien saat dilakukan pengkajian)

2)  Riwayat kesehatan sekarang

(riwayat penyakit yang diderita pasien saat masuk rumah sakit)

3)  Riwayat kesehatan yang lalu

(riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain yang pernah diderita

oleh pasien)
4)  riwayat kesehatan keluarga

(adakah riwayat penyakit yang sama diderita oleh anggota keluarga

yang lain atau riwayat penyakit lain baik bersifat genetis maupun

tidak)

c.  Pemeriksaan fisik

1)  Keadaan umum

2)   pemeriksaan persistem

a)  sistem persepsi & sensori (pemeriksaan 5 indera penglihatan,

 pendengaran, penciuman, pengecap, perasa)

 b)  Sistem persarafan (bagaimana tingkat kesadaran, GCS, reflek

 bicara, pupil, orientasi waktu & tempat)

c)  Sistem pernafasan (Nilai frekuensi nafas, kualitas, suara, dan

 jalan nafas)
 

d)  Sistem kardiovaskuler (nilai TD, nadi dari irama, kualitas dan

frekuensi)

e)  Sistem gastrointestinal (nilai kemampuan menelan, nafsu

makan/minum, peritaltik, eliminasi)

f)  Sistem integumen (nilai warna, turgor, tekstur dari kulit pasien)

g)  Sistem reproduksi

h)  Sistem perkemihan (nilai frekunsi BAK, volume BAK)

d.  Pola fungsi kesehatan

1)  Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan : pada klien hipertensi

terdapat juga kebiasaan untuk merokok, minum alcohol dan

 penggunaan obat-obatan.

2)  Pola aktifitas dan latihan : pada klien hipertensi terkadang

mengalami/merasa lemas, pusing, kelelahan, kelemahan otot dan

kesadaran menurun.

3)  Pola nutrisi dan metabolisme : pada pasien hipertensi terkadang

mengalami mual dan muntah.

4)  Pola eliminasi : pada pasien hipertensi terkadang mengalami

oliguri.

5)  Pola tidur dan istirahat.

6)  Pola kognitif dan perceptual

7)  Persepsi diri/konsep diri

8)  Pola toleransi dan koping stress : pada pasien hipertensi biasanya

mengalami stress psikologi.


 

9)  Pola seksual reproduktif

10) Pola hubungan dan peran

11) Pola nilai dan keyakinan.

2.  Diagnosa Keperawatan

a.  Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d kelemahan fisik

 b.  Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan berkurangnya suplai O2

ke jaringan

c.  Hambatan mobilitas fisik b.d gangguan neurovaskuler

d.  Gangguan mobilitas fisik b.d. kerusakan neuromuskuler.

e.  Defisit perawatan diri b.d keterbatasan aktivitas

f.  Resiko ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

 berhubungan dengan
dengan kelemahan otot dalam mengunyah dan menelan.

3.  Intervensi

1.  Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d kelemahan fisik

Tujuan : klien mampu menggerakkan ekstremitas kiri

Kriteria hasil :

1)  Klien tidak terjatuh

2)  Tidak ada trauma dan komplikasi lain

Intervensi :

-  Pantau atau catat status


st atus neurologis sesering mungkin dan bandingkan

dengan keadaan normalnya atau standar.


 

-  Pertahankan keadaan tirah baring : ciptakan lingkungan yang tenang:

 batasi pengunjung atau aktivitas pasien sesuai indikasi. Berikan

istirahat secara periodic antara aktivitas perawatan, batasi lamanya

setiap prosedur.

-  Pantau TTV seperti mencatat : adanya hipertensi/hipotensi,

 bandingkan tekanan darah yang terbaca pada kedua lengan.

-  kaji fungsi-sungsi yang lebih tinggi, seperti fungsi bicara jika pasien

sadar

-  Anjurkan untuk melakukan ambulasi pada tingkat yang dapat

ditoleransi pasien

-   berikan anti koagulan, sesuai program.

2.  Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan berkurangnya suplai O2

ke jaringan

Tujuan :Setelah di lakukan tindakan keperawatan klien mamapu

meningkatkan dan memepertahankan keefektifan jalan nafas agar tetap


t etap

 bersih dan mencegah aspirasi

kriteria hasil :

1)   bunyi nafas terdengar bersih

2)  ronkhi tidak terdengar

3)  trakeal tube bebas sumbatan

4)  menunjukan batuk efektif

5)  tidak ada penumpukan secret di jalan nafas

6)  frekuensi pernafasan 16 -20x/menit


 

Intervensi :

-  Kaji keadaan jalan nafas,

-  Lakukan pengisapan lendir jika d perlukan.

-  Ajarkan klien batuk efektif.

-  Lakukan postural drainage perkusi/penepukan.

-  Kolaborasi : pemberian oksigen 100%.

3.  Gangguan mobilitas fisik b.d. kerusakan neuromuskuler.

Tujuan : Pasien mendemonstrasikan mobilisasi aktif

Kriteria hasil :

1)  Kontraksi otot membaik

2)  Mobilisasi bertahap

Intervensi:

-  identifikasi tingkat fungsional dengan skala mobilisasi fungsional.

-  Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang, miring)

-   pertahankan kaki dalam posisi netral dengan gulungan/bantalan

trocanter.

-  ajarkan pasien dan anggota keluarga atau teman tentang latihan

ROM, dan program

-  konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latihan resistif,


resis tif, dan

ambulasi pasien

4.  Gangguan komunikasi verbal yang berhubungan dengan penurunan

sirkulasi darah otak.

Tujuan: Proses komunikasi klien dapat berfungsi secara optimal


 

Kriteria hasil:

1)  Terciptanya suatu komunikasi dimana kebutuhan klien dapat

dipenuhi

2)  Klien mampu merespon setiap berkomunikasi secara


seca ra verbal maupun

isyarat

Intervensi:

-  Berikan metode alternatif komunikasi, misal dengan bahasa isyarat.

-  Antisipasi setiap kebutuhan klien saat berkomunikasi.

-  Bicaralah dengan klien secara pelan dan gunakan pertanyaan yang

 jawabannya “ya” atau “tidak”.


“tidak”.

-  Anjurkan kepada keluarga untuk tetap berkomunikasi dengan klien.

-  Hargai kemampuan klien dalam berkomunikasi.

-  Kolaborasi dengan fisioterapis untuk latihan wicara.

5.  Deficit perawatan diri b.d keterbatasan aktivitas

Tujuan : Kemampuan merawat diri meningkat

Kriteria hasil :

1)  mendemonstrasikan perubahan pola hidup untuk memenuhi

kebutuhan hidup sehari-hari

2)  Melakukan perawatan diri sesuai kemampuan

3)  Mengidentifikasi dan memanfaatkan sumber bantuan

Intervensi :

-  lakukan program penanganan terhadap penyebab gangguan

muskuloskeletas. Pantau kemajuan, laporkan respon terhadap


 

 penanganan, baik respon yang diharapkan maupun yang tidak

diharapkan.

-   pantau pencapaian mandi dan hygiene setiap hari. Tetapkan tujuan

mandi dan hygiene. Hargai pencapaian mandi dan hygiene.

-  sediakan alat bantu, seperti sikat gigi bergagang panjang, untuk mandi

dan perawatan hygiene : ajarkan penggunaanya.

-  Konsultasi dengan ahli fisioterapi atau ahli terapi okupasi.

6.  Resiko ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

 berhubungan dengan kelemahan otot dalam mengunyah dan menelan.

Tujuan:

kebutuhan nutrisi klien terpenuhi

kriteria hasil:

asupan dapat masuk sesuai kebutuhan, terdapat kemampuan menelan,

tidak terjadi penurunan berat badan, tidak terpasang sonde.

Intervensi:

-  Lakukan oral higiene.

-  Observasi intake dan output nutrisi.

-  Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah, menelan dan reflek

 batuk

-  Letakan posisi kepala lebih tingggi


ti ngggi pada waktu, selama dan sesudah

makan.
 

-  Stimulasi bibir untuk membuka dan menutup mulut secara manual

dengan menekan ringan diatas bibir atau dibawah dagu jika

diperlukan.

-  Merikan makan perlahan dengan lingkungan yang tenang.

-  Mulailah untuk memberi makan per oral setengah cair, makanan

lunak ketika klien dapat menelan air.

-  Kolaborasi dalam pemberian nutrisi melalui parenteral dan makanan

melalui selang.

7.  Evaluasi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan, maka pasien dapat

melakukan aktifitas normal, dan mampu menggerakkan sebagian atau

seluruh tubuhnya. Jika belum maka lakukan intervensi selanjutnya.


 

DAFTAR PUSTAKA

Ghani, L., Laurentia, K. M., & Delima. (2016). Faktor Resiko Dominan Penderita

Stroke di Indonesia. Buletin Penelitian Kesehatan, Vol. 44 No. 1, Maret 2016; 49-

58.

Ghifari, M. A., & Meizly, A. (2015). Gambaran Tekanan Darah padaPasien Stroke

Akut di Rumah Sakit Umum Haji Medan Tahun 2015. Artikel Penelitian. Medan:

FK Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.M. Bulechek, G. (2016). edisi

enam Nursing interventions classification ( N I C ). singapore: elsevier Global

rights.

 NANDA. (2015).buku diagnosa keperawatan definisi dan klasifikasi 2015-2017.

Jakarta: EGC

 Nurarif & Kusuma, (2015). Aplikasi Asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa

medis dan NANDA Nic-Noc. Yogyakarta

Sue Moorhead, d. (2016). edisi enam Nursing outcomes classification

(Noc).Singapore: Elsevier Global Rights.

Anda mungkin juga menyukai