Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

ISOLASI SOSIAL

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Stase Keperawatan Jiwa

Dosen Koordinator : Khrisna Wisnusakti, S.Kep., Ns., M.Kep


Dosen Pembimbing : Fifi Siti Fauziah Yani, S.Kep., Ners., M.Kep

Disusun Oleh :
Carla Kania Norman
214121126

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU TEKNOLOGI DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI CIMAHI
2021
LAPORAN PENDAHULUAN
ISOLASI SOSIAL

A. Konsep Teori
1. Pengertian
Isolasi sosial merupakan keadaan dimana seseorang individu
mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi
dengan orang lain disekitarnya (Damanik et al., 2020). Pasien isolasi sosial
mengalami gangguan dalam berinteraksi dan mengalami perilaku tidak
ingin berkomunikasi dengan orang lain disekitarnya, lebih menyukai
berdiam diri, mengurung diri, dan menghindar dari orang lain (Yosep &
Sutini, 2014).
Isolasi sosial merupakan upaya klien untuk menghindari interaksi
dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain maupun
komunikasi dengan orang lain. Penarikan diri atau withdrawal merupakan
suatu tindakan melepaskan diri, baik perhatian maupun minatnya terhadap
lingkungan sosial secara langsung yang dapat bersifat sementara atau
menetap (Azizah et al., 2016).
Kondisi isolasi sosial seseorang merupakan ketidakmampuan klien
dalam mengungkapkan perasaan klien yang dapat menimbulkan klien
mengungkapkan perasaan klien dengan kekerasan. (Stuart, 2013).
2. Rentan Respon
Manusia adalah makhluk sosial, untuk mencapai kepuasan dalam
kehidupan, mereka harus membina hubungan interpersonal yang positif.
Individu juga harus membina saling tergantung yang merupakan
keseimbangan antara ketergantungan dan kemandirian dalam suatu
hubungan (Stuart, 2016).
Respon Adaptif Respon Maladaptif

Menyendiri Kesepian Manipulasi


Otonomi Menarik Diri Impulsif
Kebersamaan Ketergantungan Narkisme
Saling Ketergantungan

Respon adaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah


yang masih dapat diterima oleh norma sosial dan budaya yang umum
berlaku. Respon ini meliputi :
a. Menyendiri (Solitude)
Merupakan respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan
apa yang telah dilakukan dilingkungan sosialnya dan suatu cara
mengevaluasi diri untuk menentukan langkah selanjutnya. Solitude
umumnya dilakukan setelah melakukan kegiatan.
b. Otonomi
Merupakan kemampuan individu untuk menentukan dan
menyampaikan ide-ide pikiran, perasaan dalam hubungan sosial.
c. Kebersamaan (mutualisme)
Mutualisme adalah suatu kondisi dalam hubungan interpersonal
dimana individu tersebut mampu untuk saling memberi dan menerima.
d. Saling ketergantungan (Intedependen)
Intedependen merupakan kondisi saling ketergantungan antar
inivide dengan orang lain dalam membina hubungan interpersonal.
Respon maladaptif adalah respon individu yang menyimpang dari
norma sosial dan budaya lingkungannya, yaitu :
a. Kesepian
Merupakan kondisi dimana individu merasa sendiri dan terasing
dari lingkungannya.
b. Menarik diri
Merupakan suatu keadaan dimana seseorang menemukan kesulitan
dalam membina hubungan secara terbuka dengan orang lain.
c. Ketergantungan (Dependen)
Dependen terjadi bila seseorang gagal mengembangkan rasa
percaya diri atau kemampuannya untuk berfungsi secara sukses. Pada
gangguan hubungan sosial jenis ini orang lain diperlakukan sebagai
objek, hubungan terpusat pada maslah pengendalian orang lain, dan
individu cenderung berorientasi pada dir sendiri atau tujuan, bukan
pada orang lain.
d. Manipulasi
Merupakan gangguan hubungan sosial yang terdapat pada individu
yang menganggap orang lain sebaga objek. Individu tersebut tidak
dapat membina hubungan sosial secara mendalam.
e. Impulsif
Individu impulsif tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak
mampu belajar dari pengalaman, tidak dapat diandalkan, dan penilaian
yang buruk.
f. Narkisisme
Pada individu narsisme terdapat harga diri yang rapuh, secara terus
menerus berusaha mendapatkan penghargaan dan pujian, sikap
egosentrik, pencemburu, marah jika orang lain tidak mendukung.
3. Faktor Predisposisi
Penelitian (Sukaesti, 2019) menyebutkan bahwa faktor
predisposisi yang terbesar adalah riwayat gangguan jiwa sebelumnya,
klien yang telah lama mengalami gangguan jiwa cenderung mempunyai
perilaku menarik diri dan komunikasi terbatas hal ini merupakan respon
maladaptif dari klien. Semakin lama klien yang mengalami kekambuhan
klien banyak mendapatkan stressor dari berbagai aspek kehidupan.
Adapun faktor predisposisi pada penderita isolasi sosial menurut
(Azizah et al., 2016) yaitu:
a. Faktor perkembangan
Kemampuan membina hubungan yang sehat tergantung dari
pengalaman selama proses tumbuh kembang. Setiap tahap tumbuh
kembang memilki tugas yang harus dilalui individu dengan sukses,
karena apabila tugas perkembangan ini tidak terpenuhi akan
menghambat perkembangan selanjutnya, kurang stimulasi kasih
sayang, perhatian dan kehangatan dari ibu (pengasuh) pada bayi akan
membari rasa tidak aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa
percaya.
b. Faktor biologi
Genetik adalah salah satu faktor pendukung ganguan jiwa, faktor
genetik dapat menunjang terhadap respon sosial maladaptive ada bukri
terdahulu tentang terlibatnya neurotransmitter dalam perkembangan
ganguan ini namun tahap masih diperlukan penelitian lebih lanjut.
c. Faktor sosial budaya
Faktor sosial budaya dapat menjadi faktor pendukung terjadinya
ganguan dalm membina hubungan dengan orang lain, misalnya angota
keluarga, yang tidak produktif, diasingkan dari orang lain.
d. Faktor komunikasi dalam keluarga
Pola komunikasai dalam keluarga dapat mengantarkan seseorang
kedalam ganguan berhubungan bila keluarga hanya mengkounikasikan
hal-hal yang negatif akan mendorong anak mengembangkan harga diri
rendah.
4. Faktor Presipitasi
Menurut (Azizah et al., 2016) stressor pencetus pada umumnya
mencakup kejadian kehidupan yang penuh stress seperti kehilangan yang
mempengaruhi kemampuan indifidu untuk brhubungan dengan orang lain
dan menyebabkan ansietas.
a. Faktor Nature (alamiah)
Secara alamiah, manusia merupakan makhluk holistic yang
terdiri dari dimensi bio-psiko-sosial dan spiritual. Oleh karena itu
meskipun stressor presipitasi yang sama tetapi apakah berdampak
pada gangguan jiwa atau kondisi psikososial tertentu yang
maladaptive dari individu, sangat bergantung pada ketahanan holistic
individu tersebut.
b. Faktor Timing
Setiap stressor yang berdampak pada trauma psikologis
seseorang yang berimplikasi pada gangguan jiwa sangat ditentukan
oleh kapan terjadinya stressor, berapa lama dan frekuensi stressor.
c. Faktor Number (Banyaknya stressor)
Demikian juga dengan stressor yang berimplikasi pada kondisi
gangguan jiwa sangat ditentukan oleh banyaknya stressor pada kurun
waktu tertentu.
d. Appraisal of Stressor (cara menilai predisposisi dan presipitasi)
Pandangan setiap individu terhadap factor predisposisi dan
presipitasi yang dialami sangat tergantung pada:
1) Faktor kognitif: Berhubungan dengan tingkat pendidikan, luasnya
pengetahuan dan pengalaman.
2) Faktor Afektif: Berhubungan dengan tipe kepribadian seseorang.
Tipe kepribadian introvert bersifat: Tertutup, suka memikirkan
diri sendiri, tidak terpengaruh pujian, banyak fantasi, tidak tahan
keritik, mudah tersinggung menahan ekspresi emosinya, sukar
bergaul, sukar dimengerti orang lain, suka membesarkan
kesalahannya dan suka keritik terhadap diri sendiri.Tipe
kepribadian extrovert bersifat: Terbuka, licah dalam pergaulan,
riang, ramah, mudah berhubungan dengan orang lain, melihat
realitas dan keharusan, kebal terhadap keritik, ekspresi emosinya
spontan, tidak begitu merasakan kegagalan dan tidak banyak
mengeritik diri sendiri. Tipe kepribadian ambivert dimana
seseorang memiliki kedua tipe kepribadian dasar tersebut
sehingga sulit untuk menggolongkan dalam salah satu tipe.
e. Faktor Physiological
Kondisi fisik seperti status nutrisi, status kesehatan fisik, factor
kecacadan atau kesempurnaan fisik sangat berpengaruh bagi penilaian
seseorang terhadap stressor predisposisi dan presipitasi.
f. Faktor Bahavioral
Pada dasarnya perilaku seseorang turut mempengaruhi nilai,
keyakinan, sikap dan keputusannya. Oleh karena itu, factor perilaku
turut berperan pada seseorang dalam menilai factor predisposisi dan
presipitasi yang dihadapinya. Misalnya, seorang peminum alcohol,
dalam keadaan mabuk akan lebih emosional dalam menghadapi
stressor.Demikian juga dengan perokok atau penjudi, dalam menilai
stressor berbeda dengan seseorang yang taat beribadah.
g. Faktor Sosial
Manusia merupakan makhluk social yang hidupnya saling
bergantung antara satu dengan lainnya. Menurut Luh Ketut Suryani
(2005), kehidupan kolektif atau kebersamaan berperan dalam
pengambilan keputusan, adopsi nilai, pembelajaran, pertukaran
pengalaman dan penyelenggaraan ritualitas. Dengan demikian, dapat
diasumsikan bahwa factor kolektifitas atau kebersamaan berpengaruh
terhadap cara menilai stressor predisposisi dan presipitasi.
5. Tanda dan gejala
Menurut (Wuryaningsih et al., 2020) tanda dan gejala isolasi sosial
yang dapat ditemukan, yaitu :
a. Tanda dan Gejala Mayor
1) Subyektif
- Merasa ingin sendirian
- Merasa tidak aman di tempat umum
- Merasa ditolak oleh orang lain
2) Obyektif
- Menarik diri; tidak berminat/menolak berinteraksi dengan
orang lain/lingkungan
b. Tanda dan gejala Minor
1) Subyektif
- Merasa berbeda dengan orang lain
- Merasa asyik dengan pikiran sendiri
- Merasa tidak mempunyai tujuan yang jelas
2) Obyektif
- Afek datar
- Menunjukkan permusuhan
- Ekspresi emosi sedih
- Tidak ada kontak mata
- Tampak lesu
- Tindakan tidak berarti
6. Mekanisme Koping
Mekanisme koping digunakan klien sebagai usaha mengatasi
kecemasan yang merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam
dirinya. Mekanisme koping yang sering digunakan adalah proyeksi,
splitting (memisah) dan isolasi. Proyeksi merupakan keinginan yang tidak
mampu ditoleransi dan klien mencurahkan emosi kepada orang lain karena
kesalahan sendiri. Splitting merupakan kegagalan individu dalam
menginterpretasikan dirinya dalam menilai baik buruk. Sementara itu,
isolasi adalah perilaku mengasingkan diri dari orang lain maupun
lingkungan (Sutejo, 2017)
7. Penatalaksanaan
Penatalaksaan yang dapat diberikan kepada klien dengan isolasi
sosial antara lain pendekatan farmakologi, psikososial, terapi aktivitas,
terapi okupasi, rehabilitasi, dan program intervensi keluarga (Yusuf,
2019).

B. Konsep Asuhan Kepeawatan


1. Pengkajian
Menurut (Azizah et al., 2016) pengkajian adalah dasar utama dari
proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri dari pengumpulan data dan
perumusan kebutuhan atau masalah klien. Data yang dikumpulkan melalui
data biologis, psikologis, social dan spiritual. Isolasi sosial adalah keadaan
seorang individual yang mengalami penurunan atau bahkan sama sekali
tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Pasien mungkin
merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina
hubungan yang berarti dengan orang lain.
Mengkaji pasien isolasi social dapat menggunakan wawancara dan
observasi kepada pasien dan keluarga. Pertanyaan berikut dapat
ditanyakan pada waktu wawancara untuk mendapatkan data subjektif:
a. Bagaimana pendapat pasien terhadap orang-orang disekitar (keluarga
atau tetangga)?
b. Apakah pasien punya teman dekat? Bila punya siapa teman dekat itu?
c. Apa yang membuat pasien tidak memiliki orang terdekat dengannya?
d. Apa yang pasien inginkan dari orang-orang disekitarnya?
e. Apakah ada perasaan tidak aman yang dialami oleh pasien?
f. Apa yang menghambat hubungan harmonis antara pasien dengan
orang-orang di sekitarnya?
g. Apakah pasien merasa bahwa waktu begitu lama berlalu?
h. Apakah pernah ada perasaan ragu untuk melanjutkan kehidupan?
Adapun isi dari pengkajian tersebut adalah:
a. Identitas klien
Melakukan perkenalan dan kontrak dengan klien tentang: nama
mahasiswa, nama panggilan, nama klien, nama panggilan klien, tujuan,
waktu, tempat pertemuan, topik yang akan dibicarakan. Tanyakan dan
catat usia klien dan No RM, tanggal pengkajian dan sumber data yang
didapat.
b. Alasan masuk apa yang menyebabkan klien atau keluarga datang, atau
dirawat di rumah sakit, biasanya berupa menyendiri (menghindar dari
orang lain), komunikasi kurang atau tidak ada, berdiam diri di kamar,
menolak interaksi dengan orang lain, tidak melakukan kegiatan sehari-
hari, dependen, perasaan kesepian, merasa tidak aman berada dengan
orang lain, merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu, tidak
mampu berkonsentrasi, merasa tidak berguna dan merasa tidak yakin
dapat melangsungkan hidup. Apakah sudah tahu penyakit sebelumnya,
apa yang sudah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah ini.
c. Faktor predisposisi
Kehilangan, perpisahan, penolakan orang tua, harapan orang tua
yang tidak realistis kegagalan/frustasi berulang, tekanan dari kelompok
sebaya; perubahan struktur sosial. Terjadi trauma yang tiba tiba
misalnya harus operasi, kecelakaan, perceraian, putus sekolah, PHK,
perasaan malu karena sesuatu yang terjadi (korban perkosaan,
dipenjara tiba–tiba), perlakuan orang lain yang tidak menghargai
klien/perasaan negatif terhadap diri sendiri yang berlangsung lama.
d. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tada vital (TD, Nadi, suhu, Pernapasan, TB, BB)
dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.
e. Aspek Psikososial
1) Genogram yang menggambarkan tiga generasi
2) Konsep diri
a) Citra tubuh
Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang
berubah atau tidak menerima perubahan tubuh yang telah
terjadi atau yang akan terjadi. Menolak penjelasan perubahan
tubuh, persepsi negatif tentang tubuh . Preokupasi dengan
bagian tubuh yang hilang, mengungkapkan keputusasaan,
mengungkapkan ketakutan.
b) Identitas diri
Ketidakpastian memandang diri, sukar menetapkan
keinginan dan tidak mampu mengambil keputusan .
c) Peran
Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan
penyakit, proses menua, putus sekolah, PHK.
d) Ideal diri
Mengungkapkan keputus asaan karena penyakitnya,
mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi.
e) Harga diri
Perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap
diri sendiri, gangguan hubungan sosial, merendahkan
martabat, mencederai diri, dan kurang percaya diri.
- Klien mempunyai gangguan / hambatan dalam melakukan
hubunga sosial dengan orang terdekat dalam kehidupan
atau kelompok yang diikuti dalam masyarakat.
- Keyakinan klien terhadap Tuhan dan kegiatan untuk
ibadah (spritual).
3) Hubungan Sosial
Dalam setiap interaksi dengan klien, perawat harus menyadari
luasnya dunia kehidupan klien. Siapa orang yang berarti dalam
kehidupan klien, tempat mengadu, bicara, minta bantuan atau
dukungan baik secara material maupun non-material. Peran serta
dalam kegiatan kelompok/masyarkat sosial apa saja yang diikuti
dilingkungannya. Pada penderita ISOS perilaku sosial terisolasi
atau sering menyendiri, cenderung menarik diri dari lingkungan
pergaulan, suka melamun, dan berdiam diri. Hambatan klien dalam
menjalin hubungan sosial oleh karena malu atau merasa adanya
penolakan oleh orang lain.
4) Spiritual
Nilai dan keyakinan, kegiatan ibadah/menjalankan keyakinan,
kepuasan dalam menjalankan keyakinan.
f. Status Mental
1) Penampilan
Melihat penampilan klien dari ujung rambut sampai ujung kaki.
Pada klien dengan isolasi social megalami defisit perawatan diri
(penampilan tidak rapi. penggunaan pakaian tidak sesuai, cara
berpakaian tidak seperti biasanya, rambut kotor, rambut seperti
tidak pernah disisr, gigi kotor dan kuning, kuku panjang dan
hitam).
2) Pembicaraan
Tidak mampu memulai pembicaraan, berbicara hanya jika
ditanya. Cara berbicara digambarkan dalm frekuensi (kecepatan,
cepat/lambat) volume (keras/lembut) jumlah (sedikit, membisu,
ditekan) dan karakteristiknya (gugup, kata-kata bersambung, aksen
tidak wajar). Pada pasien isolasi sosial bisa ditemukan cara
berbicara yang pelan (lambat, lembut, sedikit/membisu, dan
menggunakan kata- kata simbolik).
3) Aktivitas Motorik
Klien dengan isolasi social cenderung lesu dan lebih sering
duduk menyendiri, berjalan pelan dan lemah. Aktifitas motorik
menurun, kadang ditemukan hipokinesia dan katalepsi.
4) Afek dan Emosi
Klien dengan isolasi social cenderung datar (tidak ada
perubahan roman muka pada saat ada stimulus yang
menyenangkan atau menyedihkan) dan tumpul (hanya bereaksi bila
ada stimulus emosi yang sangat kuat).
5) Interaksi Selama Wawancara
Klien dengan isolasi social kontak mata kurang (tidak mau
menatap lawan bicara), merasa bosan dan cenderung tidak
kooperatif (tidak konsentrasi menjawab pertanyaan pewawancara
dengan spontan). Emosi ekspresi sedih dan mengekspresikan
penolakan atau kesepian kepada orang lain
6) Persepsi-Sensori
Klien dengan isolasi social berisiko mengalami gangguan
sensori/persepsi halusinasi.
7) Proses Pikir
a) Proses pikir
Arus: bloking (pembicaraan terhenti tiba-tiba tanpa
gangguan dari luar kemudian dilanjutkan kembali). Bentuk
pikir: Otistik (autisme) yaitu bentuk pemikiran yang berupa
fantasi atau lamunan untuk memuaskan keinginan yang tidak
dapat dicapainya. Hidup dalam pikirannya sendiri, hanya
memuaskan keinginannya tanpa perduli sekitarnya,
menandakan ada distorsi arus assosiasi dalam diri klien yang
dimanifestasikan dengan lamunan yang cenderung
menyenangkan dirinya.
b) Isi fikir
Social isolation (pikiran isolasi sosial) yaitu isi pikiran yang
berupa rasa terisolasi, tersekat, terkucil, terpencil dari
lingkungan sekitarnya/masyarakat, merasa ditolak, tidak
disukai orang lain, dan tidak enak berkumpul dengan orang lain
sehingga sering menyendiri.
8) Tingkat Kesadaran
Pada klien dengan isolasi social cenderung bingung, kacau
(perilaku yang tidak mengarah pada tujuan), dan apatis (acuh tak
acuh).
9) Memori
Klien tidak mengalami gangguan memori, dimana klien sulit
mengingat hal-hal yang telah terjadi oleh karena menurunnya
konsentrasi.
10) Tingkat Konsentrasi dan Berhitung
Pada klien dengan isolasi social tidak mampu berkonsentrasi:
klien selalu minta agar pertanyaan diulang karena tidak menangkap
apa yang ditanyakan atau tidak dapat menjelaskan kembali
pembicaraan.
11) Daya Tilik
Pada klien dengan isolasi social cenderung mengingkari
penyakit yang diderita: klien tidak menyadari gejala penyakit
(perubahan fisik dan emosi) pada dirinya dan merasa tidak perlu
minta pertolongan/klien menyangkal keadaan penyakitnya, klien
tidak mau bercerita tentang penyakitnya
g. Aspek Medik
Terapi yang diterima klien bisa berupa terapi farmakologi, ECT,
psikomotor, terapi okopasional, TAK, dan rehabilitasi.
h. Koping penyelesaian Masalah
Mekanisme yang sering digunakan pada isolasi sosial adalah
regresi, represi, dan isolasi:
1) Regresi adalah mundur kemasa perkembangan yang telah lain.
2) Represi adalah perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran yang tidak
dapat diterima, secara sadar dibendung supaya jangan tiba di
kesadaran.
3) Isolasi adalah mekanisme mental tidak sadar yang mengakibatkan
timbulnya kegagalan defensif dalam menghubungkan perilaku
dengan motivasi atau pertentangan antara sikap dan perilaku.
2. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Perencanaan
No Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
Keperawatan
1. Isolasi sosial Tujuan umum, Pasien Setelah 1 x 30 menit SP 1 : 1. Hubungan saling percaya
mampu : pertemuan pasien dapat : 1. Bina hubungan saling percaya merupakan landasan dasar
1. Membina 1. Mampu membina dengan tindakan : interaksi perawat dengan klien
hubungan saling hubungan saling percaya Mengucapkan salam setiap sehingga klien terbuka dalam
percaya di tandai dengan pasien kali interaksi dengan pasien mengungkapkan masalahnya
2. Menyadari menunjukkan ekspresi - Berkenalan dengan dan menimbulkan sikap
penyebab isolasi wajah bersahabat, pasien : perkenalakan menerima terhadap orang lain
sosial memperlihatkan rasa nama dan nama
3. Pasien mampu senang, ada kontak mata, panggilan yang disukai, 2. Hal ini dapat membuat klien
berinteraksi mau berjabat tangan, mau serta tanyakan nama dan mengenal dan mengungkapkan
dengan orang lain menyebutkan namanya, nama panggilan pasien penyebab isolasi sosial yang
secara optimal. mau menjawab salam, - Menanyakan perasaaan terjadi
Tujuan Khusus : pasien mau duduk dan keluhan pasien saat 3. Hal ini dimaksudkan agar klien
Setelah dilakukan berdampingan dengan ini mempunyai keinginan
pertemuan …x perawat, mau - Buat kontrak asuhan apa berinteraksi dengan orang lain,
diharapkan klien mengutarakan masalah yang akan dilakukan Agar klien menyadari kerugian
dapat : yang dihadapi bersama pasien berapa yang ditimbulkan akibat
 Bersikap terbuka 2. Mampu mengenal lama akan dikerjakan, berinteraksi dengan orang lain,
dan mau membina penyebab isolasi sosial, dan dimana tempatnya dan Dengan belajar berkenalan
hubungan saling keuntungan berhubungan - Setiap saat tunjukkan menimbulkan motivasi klien
percaya dengan orang lain, dan sikap empati terhadap untuk berinteraksi dengan
 Berkenalan kerugian tidak pasien orang lain
dengan orang lain berhubungan dengan 2. Bantu pasien mengenal
 Mampu mengenal orang lain penyebab isolasi sesuai 4. Memberikan rasa
penyebab isolasi 3. Mampu berkenalan dengan tindakan sebagai tanggungjawab pada pasien
dirinya dengan perawat berikut : untuk melaksanakan kegiatan

 Mampu 4. Mampu menyusun jadwal - Menanyakan pendapat dengan teratur

berinteraksi kegiatan harian pasien tentang kebiasaan

dengan perawat berkenalan berinteraksi dengan orang

dan sesama lain

pasien. - Siapa yang satu rumah


dengan pasien
- Siapa yang dekat dengan
pasien. Apa sebabnya?
- Siapa yang tidak dekat
dengan pasien dan apa
sebabnya
- Menanyakan apa yang
menyebabkan pasien
tidak ingin berinteraksi
dengan orang lain
- Bantu pasien mengenal
keuntungan berhubungan
dengan orang lain dengan
cara mendiskusikan
keuntungan bila pasien
memiliki banyak teman
dan bergaul akrab dengan
mereka
- Bantu pasien mengenal
kerugian bila pasien
hanya mengurung diri
dan tidak bergaul dengan
orang lain
- Menjelaskan pengaruh
isolasi sosial terhdap
kesehatan fisik pasien
3. Latih dan ajarkan pasien
berkenalan dengan cara :
- Jelaskan kepada pasien
cara berinteraksi dengan
orang lain
- Berikan contoh bicara
berinteraksi dengan
perawat atau tamu
- Sebutkan dulu nama kita
dan nama panggilan asal
dan hobi
- Menanyakan nama, nama
panggilan asal dan hobi
4. Masukan dalam jadwal harian
1. Berkenalan dengan Setelah interaksi 1 x 30 menit SP 2 1. Menilai kemampuan dan
2-3 orang pasien : 1. Mengevaluasi kegiatan yang perkembangan pasien
2. Mampu Berbicara 1. Mampu berinterakasi lalu (SP1). 2. Memberikan kesempatan dan
sambil melakukan dengan orang lain secara 2. Beri pujian motivasi klien untuk mau
kegiatan harian bertahap : berkenalan 3. Latih cara berbicara saat melakukan interaksi secara
3. Memasukkan dengan 2-3 orang melakukan kegiatan harian bertahap dan interaksi saat
dalam jadwal 2. Mampu berbicara sambil 4. Memasukkan pada jadwal melakukan kegiatan
kegiatan harian melakukan kegiatan harian berkenalan dengan 2-3
harian orang pasien, perawat dan
3. Mampu memasukkan tamu, berbicara saat
dalam jadwal kegiatan melakukan kegiatan harian
harian
1. Berkenalan dengan Setelah interaksi 1 x 30 menit SP 3 : 1. Sebagai dasar perawat untuk
4-5 orang dan pasien : 1. Evaluasi kegiatan yang lalu menilai perkembangan klien
berbicara sambil 1. Mampu menyebutkan (SP 1 dan SP 2). dalam mengenal cara
melakukan kegiatan yang sudah 2. Beri pujian berinteraksi
kegiatan harian dilakukan 3. Latih cara berbicara saat 2. Memberikan motivasi klien
baru 2. Mampu berinteraksi melakukan kegiatan harian untuk berinteraksi dan
dengan orang lain secara (kegiatan baru) mendapatkan respon yang
bertahap : Berkenalan 4. Masukan pada jadwal kegiatan positif
dengan 4-5 orang sambil untuk latihan berkenalan 4-5 3. Memberikan motivasi dan rasa
berbicara sambil orang berbicara saat tanggungjawab pada pasien
melakukan kegiatan melakukan kegiatan harian untuk melaksanakan kegiatan
(baru) berkenalan dengan teratur
3. Mampu memasukkan
dalam jadwal kegiatan
harian
1. Berbicara sambil Setelah interaksi 1 x 30 menit SP 4 : 1. Menilai perkembangan dan
melakukan pasien : 1. Evaluasi kegiatan lalu (SP 1, kemajuan pasien
kegiatan sosial 1. Mampu menyebutkan SP 2, dan SP 3). 2. Memberikan motivasi klien
kegiatan yang sudah 2. Beri pujian untuk berinteraksi dan
dilakukan 3. Latih cara bicara sosial : mendapatkan respon yang
2. Mampu berinteraksi meminta sesuatu, menjawab positif
dengan orang lain secara pertanyaan 3. Memberikan motivasi dan rasa
bertahap: berkenalan 4. Masukkan pada jadwal tanggungjawab pada pasien
dengan > 5 orang dan kegiatan untuk latihan untuk melaksanakan kegiatan
bersosialisasi berkenalan dengan >5 orang, berkenalan dengan teratur
3. Mampu memasukkan orang baru, berbicara saat
dalam jadwal kegiatan melakukan kegiatan dan
harian bersosialisasi
Keluarga mampu : Setelah interaksi 1 x 30 menit SP 1 1. Dengan penyuluhan dapat
1. Merawat pasien di keluarga : 1. Beri penyuluhan kepada meibatkan keluarga dalam
rumah 1. Mampu mengidentifikasi keluarga tentang cara merawat meningkatkan kemmapuan
masalah dan menjelaskan pasien isolasi sosial di rumah keluarga untuk merawat pasien
cara merawat pasien 2. Identifikasi dan diskusikan sehingga meningkatkan
dengan isolasi sosial : masalah keluarga dalam perawatan pasien
berkenalan dan berbicara merawat pasien di rumah 2. Memberikan kesempatan
saat melakukan kegiatan 3. Diskusikan bersama keluarga kepada keluarga
harian tentang isolasi sosial : mengungkapkan masalh
Pengertian, tanda dan gejala keluarga dalam merawat pasien
serta proses terjadinya di rumah
4. Jelaskan dua cara merawat 3. Meningkatkan pegetahuan dan
pasien dengan berkenalan dan kemampuan keluarga untuk
berbicara saat melakukan mengenal masalah isolasi sosial
kegiatan harian yang dialami pasien
5. Anjurkan membantu pasien 4. Memberikan pemahaman dan
sesuai jadwal saat besuk meningkatkan kemmapuan cara
merawat pasien dengan isolasi
sosial

Setelah interaksi 1 x 30 menit SP 2 : Memberikan keyakinan dan rasa


keluarga : 1. Evaluasi kegiatan yang lalu percaya diri pada keluarga dalam
1. Mampu mempraktekan (SP1). merawat anggota keluarga dengan
cara merawat pasien 2. Beri pujian isolasi sosial
isolasi sosial dengan cara 3. Jelaskan kegiatan rumah
melakukan kegiatan tangga yang dapat melibatkan
harian pasien berbicara (makan,
gotong royong di lingkungan
rumah) di rumah
4. Latih cara membimbing
pasien berbicara dan beri
pujian
5. Anjurkan membantu pasien
sesuai jadwal dan beri pujian
saat besuk
Setelah interaksi 1 x 30 menit SP 3: 1. Meningkatkan pengetahuan dan
keluarga : 1. Evaluasi kegiatan yang lalu kemamouan keluarga untuk
Mampu mempraktekan cara (SP1, SP2). merawat pasien
merawat pasien isolasi sosial 2. Beri pujian 2. Memberikan keyakinan dan
denga cara melakukan 3. Jelaskan cara melatih pasie arsa peracya dri pada kelyarga
kegiatan sosial melakukan kegaitan sosial dalam merawat anggota
seperti berbelanja ke warung, keluarga dengan isolasi sosial
meminta sesuatu, dll
4. Latih keluarga mengajak
pasien belanja saat besuk
5. Anjurkan membantu pasien
sesuai jadwal dan berikan
pujian saat besuk
Setelah interaksi 1 x 30 menit SP 4 1. Membantu memberikan rasa
keluarga : 1. Evaluasi kegaitan yang lalu tanggungjawab pada keluarga
Mampu membuat jadwal (SP1, SP2, SP3). Beri pujian agar pasien melaksanakan
aktifitas di rumah/ 2. Jelaskan follow up ke kegaitan serta minum obat
perecanaan pulang pasien dan RSJ/PKM, tanda kambuh, dengan teratur
melaksanakan follow up rujukan 2. Memberikan keyakinan pada
pasien setelah pulang 3. Anjurkan membantu pasien keluarga untuk melanjutkan
sesuai jadwal dan memberikan merawat keluarga dengan
pujian isolasi sosial
3. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana
tindakan keperawatan. Sebelum melaksanakan tindakan keperawatan yang
telah direncanakan, perawat perlu memvalidasi apakah rencana tindakan
keperawatan masih dibutuhkan dan sesuai dengan kondisi klien saat ini
(Damaiyanti, 2012).
Selain itu, salah satu hal yang penting dalam pelaksanaan rencana
tindakan keperawatan adalah teknik komunikasi terapeutik. Teknik ini
dapat digunakan dengan verbal; kata pembuka, informasi, fokus. Selain
teknik verbal, perawat juga harus menggunakan teknik non verbal seperti;
kontak mata, mendekati kearah klien, tersenyum, berjabatan tangan, dan
sebagainya. Kehadiran psikologis perawat dalam komunikasi terapeutik
terdiri dari keikhlasan, menghargai, empati dan konkrit (Yusuf, 2019).
a. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan menurut (Nita, 2014).
1) Fase Orientasi
- Salam Terapeutik
“Assalamualaikum. Selamat pagi bapak/ibu. Saya Carla,
mahasiswi keperawatan dari FITKES Universitas Jenderal
Achmad Yani Cimahi, yang akan bertugas disini dari jam 08.00
– 12.00 siang nanti.”
- Evaluasi/validasi
“bagaimana perasaan bapak/ibu hari ini?
- Kontrak waktu
 Topik
“Seperti janji seminggu yang lalu, hari ini kita akan
diskusi tentang penyebab bapak/ibi kurang suka bergaul,
apa saja keuntungan bergaul, dan apa saja kerugian bila
tidak bergaul dengan orang lain.”
 Tempat
“Bapak/ibi ingin bercakap-cakap dimana? Bagaimana
kalau di ruang duduk?”
 Waktu
“Bapak/ibu ingin bercakap-cakap berapa lama?”
2) Fase kerja
“Apa yang membuat bapak/ibi tidak suka bergaul dengan orang
lain?”
“Apakah karena sikap orang lain terhaap bapak/ibu? Atau ada
alasan lain?”
“Apakah ruginya kalau tidak mempunyai teman?”
“Menurut bapak/ibu, apakah keuntungannya kalau kita banyak
teman?
“Betul, kita sudah mengetahui penyebab bapak/ibu tidak mau
bergaul dengan orang lain , ruginya tidak punya teman, dan
untungnya punya teman?”
3) Fase terminasi
- Evaluasi subjektif
“Bagaimana perasaan bapak/ibu setelah kita berdiskusi
mengenai penyebab bapak/ibi tidak mau bergaul dengan orang
lain beserta keuntungan dan kerugiannya?”
- Evaluasi objektif
“Bisakah bapak/ibi mencertakan kembali tentang keuntungan
dan kerugian bergaul dengan orang lain?”
- Rencana tindak lanjut
“Bagaimana bapak/ibu, apakah bapak/ibu ingin belajar bergaul
dengan orang lain?”
- Kontrak yang akan datang
 Topik
“Bagaimana kalau besok kita belajar mengenai cara-cara
bergaul dengan orang lain
 Tempat
“Dimana nanti kita bercakap-cakap? Bagaimana kalau
disini lagi saja?”
 Waktu
“Bapak/ibu inginnya jam berapa bagaimana kalau jam
13.00, setelah bapak/ibu makan siang?”
4. Evaluasi Keperawatan
Menurut Trimelia (2011) evaluasi dilakukan dengan berfokus pada
perubahan perilaku Klien setelah diberikan tindakan keperawatan.
Keluarga juga perlu dievaluasi karena merupakan sistem pendukung yang
penting. Ada beberapa hal yang perlu dievaluasi pada klien dengan isolasi
sosial yaitu:
a. Apakah klien dapat menyebutkan penyebab isolasi sosial?
b. Apakah klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan
orang lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain?
c. Apakah klien dapat melakukan hubungan sosial secara bertahap: klien-
perawat, Klien-perawat-perawat lain, klien-perawat-klien lain, klien-
kelompok, dan klien-keluarga?
d. Apakah klien dapat mengungkapkan perasaan setelah berhubungan
dengan orang lain?
e. Apakah klien dapat memberdayakan sistem pendukungnya atau
keluarga nya untuk memfasilitasi hubungan sosialnya?
f. Apakah klien dapat mematuhi minum obat?
DAFTAR PUSTAKA

Azizah, L. M., Zainuri, I., & Akbar, A. (2016). Buku Ajar Keperawatan
Kesehatan Jiwa Teori dan Aplikasi Praktik Klinik. Indomedia Pustaka, 561–
568.

Damaiyanti, Mukhripah & Iskandar. (2012). Asuhan Keperawtan Jiwa. Bandung :


Refika Aditama.

Damanik, R. K., Pardede, J. A., & Manalu, L. W. (2020). Terapi Kognitif


Terhadap Kemampuan Interaksi Pasien Skizofrenia Dengan Isolasi Sosial.
Jurnal Ilmu Keperawatan Dan Kebidanan, 11(2), 226–235.
https://doi.org/10.26751/JIKK.V11I2.822

Fitria Nita. (2014). Prinsip Dasar Dan Aplikasi Penulisan Laporan Panduan Dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP Dan SP) Untuk Diagnosis
Keperawatan Jiwa. Jakarta : Salemba Medika – Cetakan Kelima.

Stuart, Dail W. 2013. Buku Saku Keperawatan Jiwa / Gail W Stuart : alih bahasa,
Ramona P. Kapoh, Egi Komara Yudha : editor edisi bahasa Indonesia,
Pamilih Eko Karyuni. Jakarta: EGC

Stuart, G. W. (2016). Prinsip Dan Praktik Keperawatan Jiwa (II). Jakarta:


Binarupa Aksara.

Sukaesti, D. (2019). Sosial Skill Training Pada Klien Isolasi Sosial. Jurnal
Keperawatan Jiwa, 6(1), 19. https://doi.org/10.26714/jkj.6.1.2018.19-24

Wuryaningsih, Emi W, Dwi Heni, Iktiarini Erti, Deviantony, & Hadi Enggal.
(2020). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa 1. May, 194.
https://www.google.co.id/books/edition/Buku_Ajar_Keperawatan_Kesehatan
_Jiwa_1/PFnYDwAAQBAJ?hl=id&gbpv=0

Yosep, I & Sutini, T. (2014). Buku Ajar Keperawatan Jiwa Dan Advance Mental
Health Nursing. Bandung: Refika Aditama

Anda mungkin juga menyukai