Anda di halaman 1dari 48

ASUHAN KEBIDANAN KOMUNITAS PADA NY.

DI UPTD PUSKESMAS BULILI KOTA PALU PROVINSI SULAWESI TENGAH

TAHUN 2022

DISUSUN OLEH:

Disusun Oleh Kelompok 5

1.Rosdiana Sitohang,S.Tr.Keb

2.Sarianti Tanja,S.Tr.Keb

3.Silva Natalia Salua,S.Tr.Keb

4.Siria Teniwut,S.Tr.Keb

5.Endang,S.Tr.Keb

6.Wagiyem,S.Tr.Keb

7.Faridah,S.Tr.Keb

8.Yuliana Reniban,S.Tr.Keb

9.Fatimah,S.Tr.Keb

10.Lilik Tulak,SST

PRODIPENDIDIKAN PROFESI BIDAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS KADIRI
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan Kebidanan Komunitas Pada Ny. D


Di UPTD Puskesmas Bulili Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2022

Disusun Oleh Kelompok 5

1.Rosdiana Sitohang,S.Tr.Keb

2.Sarianti Tanja,S.Tr.Keb

3.Silva Natalia Salua,S.Tr.Keb

4.Siria Teniwut,S.Tr.Keb

5.Endang,S.Tr.Keb

6.Wagiyem,S.Tr.Keb

7.Faridah,S.Tr.Keb

8.Yuliana Reniban,S.Tr.Keb

9.Fatimah,S.Tr.Keb

10.Lilik Tulak,SST

Telah disahkan pada tanggal:

Pembimbing Institusi Pembimbing Lahan

(Syamsidar, S.Tr.Keb)
(Meirna Eka F,SST,M.Keb) NIP. 19780410 200903 2 004
BAB I

PENDAHULUAN

A. Konsep Dasar Manajemen Asuhan Kebidanan Komunitas


1. Definisi Asuhan Kebidanan Komunitas dalam kontek Keluarga
Berdasarkan kesepakatan antara ICM, FIGO, WHO pada tahun 1933
menyatakan bahwa bidan adalah seorang telah mengikuti pendidikan kebidanan
yang diakui oleh pemerintah setempat, telah menyelesaikan pendidikan dan lulus
serta terdaftar atau mendapatkan izin melakukan praktik kebidanan. Menurut IBI,
Bidan adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan yang diakui
pemerintah dan organisasi profesi diwilayah Negara Republik Indonesia serta
memiliki kualifikasi untuk diregister, sertifikasi dan atau secara sah mendapat
lisensi untuk menjalankan praktik kebidanan (Bustami, dkk. 2017).
Komunitas adalah kelompok orang yang berada disuatu lokasi atau daerah
atau area tertentu. Bidan komunitas adalah bidan yang bekerja melayani keluarga
dan masyarakat diwilayah tertentu. Kebidanan komunitas adalah konsep dasar
bidan dalam melayani keluarga dan masyarakat. Pelayanan kebidanan komunitas
adalah upaya yang dilakukan bidan untuk pemecahan terhadap masalah kesehatan
ibu dan anak balita didalam keluarga dan masyarakat (Ambarwati, 2015).
Kebidanan Komunitas adalah pelayanan kebidanan profesional yang
ditujukan kepada masyarakat dengan penekanan pada kelompok risiko tinggi
dengan upaya mencapai derajat kesehatan yang optimal melalui pencegahan
penyakit, peningkatan kesehatan menjamin keterjangkauan pelayanan kesehatan
yang dibutuhkan dan melibatkan klien sebagai mitra dalam perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi pelayanan kebidanan. Pelayanan Kebidanan Komunitas
adalah upaya yang dilakukan bidan untuk pemecahan terhadap masalah kesehatan
ibu dan balita dalam keluarga di masyarakat. Pelayanan kebidanan komunitas
dilakukan diluar rumah sakit atau institusi. Kebidanan komunitas dapat juga
merupakan bagian atau kelanjutan dari pelayanan yang diberikan dirumah sakit
dalam upaya menyelamatkan ibu dan bayi dalam proses kelahiran. Bidan
komunitas mempunyai pengetahuan yang luas dalam segala aspek dalam
kehamilan dan persalinan karena tugasnya adalah bersama-sama perempuan
sebagai partner untuk menerima secara positif pengalaman proses kehamilan dan
persalinan, serta mendukung keluarga agar dapat mengambil keputusan atau
pilihan secara individual berdasarkan informasi yang telah diberikan (Bustami,
dkk. 2017).
Kebidanan komunitas adalah pelayanan kebidanan yang menekankan pada
aspekaspek psikososial budaya yang ada di komunitas (masyakart sekitar). Maka
seorang bidan dituntut mampu memberikan pelayanan yang bersifat individual
maupun kelompok. Untuk itu bidan perlu dibekali dengan strategi-strategi untuk
mengatasi tantangan/kendala seperti berikut ini (Kemenkes RI, 2014):
a. Sosial budaya seperti ketidak adilan gender, pendidikan, tradisi yang
merugikan Ekonomi, seperti kemiskinan.
b. Politik dan hukum, seperti ketidakadilan sosial.
c. Fasilitas, seperti tidak ada peralatan yang cukup, pelayanan rujukan.
d. Lingkungan, seperti air bersih, daerah konflik, daerah kantong (daerah yang
terisolir), kumuh, padat, dll.
2. Tujuan Asuhan Komunitas
Tujuan kebidanan komunitas mencakup tujuan umum dan tujuan khusus berikut
ini (Kemenkes RI, 2014):
a. Tujuan umum
Seorang bidan komunitas mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat,
khusunya kesehatan perempuan diwilayah kerjanya, sehingga masyarakat
mampu mengenali masalah dan kebutuhan serta mampu memecahkan
masalahnya secara mandiri.
b. Tujuan Khusus
1) Meningkatkan cakupan pelayanan kebidanan komunitas sesuai dengan
tanggung jawab bidan.
2) Meningkatkan mutu pelayanan ibu hamil, pertolongan persalinan,
perawatan nifas dan perinatal secara terpadu.
3) Menurunkan jumlah kasus-kasus yang berkaitan dengan risiko
kehamilan, persalinan, nifas, dan perinatal.
4) Medukung program-program pemerintah lainnya untuk menurunkan
angka kesakitan dan kematian pada ibu dan anak.
Membangun jaringan kerja dengan fasilitas rujukan dan tokoh masyarakat setempat
atau terkait
3. Metode Prioritas Masalah
Masalah yang telah diidentifikasi perlu ditentukan menurut urutan atau prioritas
masalah, untuk itu digunakan beberapa metode. Metode yang dapat digunakan
dalam menetapkan urutan prioritas masalah, pada umumnya dibagi atas, Teknik
Skoring dan Teknik Non Skoring, sebagai berikut : Teknik scoring dapat
digunakan apabila tersedia data kuantitatif atau data yang dapat terukur dan dapat
dinyatakan dalam angka, yang cukup dan lengkap. Yang termasuk teknik scoring
dalam penetuan prioritas masalah, yakni:
a. Metode USG (Urgency, Seriousness, and Growth)
b. Metode MCUA (Multi Criteria Utility Assesment)
c. Metode CARL (Capability, Accesability, Readiness & Leverage)
d. Metode Hanlon (nama penemu metode Hanlon)
4. Ruang Lingkup Pelayanan Bidan di Komunitas
a. Peningkatan kesehatan (preventif).
b. Pencegahan (preventif)
c. Diagnose dini dan pertolongan tepat guna
d. Peminimalan kecacatan
e. Pemulihan kesehatan (rehabilitasi)
f. Kemitraan dengan LSM setempat, organisasi masyarakat, organisasi sosial,
kelompok masyarakat yang melakukan upaya untuk mengembalikan individu
ke lingkungan keluarga dan masyarakat. Terutama pada kondisi dimana
stigma masyarakat perlu dikurangi (TB, kusta, AIDS, KTD, KDRT, korban
perkosaan, IDU
5. Prinsip Pelayanan Asuhan dan Tanggung Jawab Bidan pada Pelayanan Kebidanan
Komunitas
Prinsip pelayanan asuhan kebidanan komunitas adalah sebagai berikut (Kemenkes
RI, 2018):
a. Kebidanan komunitas sifatnya multi disiplin meliputi ilmu kesehatan
masyarakat, sosial, psikologi, ilmu kebidanan, dan lain-lain yang mendukung
peran bidan dikomunitas.
b. Berpedoman pada etika profesi kebidanan yang menjunjung harkat dan
martabat kemanusiaan klien.
c. Ciri Kebidanan komunitas adalah menggunakan populasi sebagai unit
analisis. Populasi bisa berupa kelompok sasaran (jumlah perempuan, jumlah
Kepala Keluarga (KK), jumlah laki-laki, jumlah neonatus, jumlah balita,
jumlah lansia) dalam area yang bisa ditentukan sendiri oleh bidan. Contohnya
adalah jumlah perempuan usia subur dalam 1 RT atau 1 kelurahan/ kawasan
perumahan/ perkantoran.
d. Ukuran keberhasilan bukan hanya mencakup hasil upaya bidan, tetapi hasil
kerjasama dengan mitra-mitra seperti PKK, kelompok ibu-ibu pengajian,
kader kesehatan, perawat, PLKB, dokter, pekerja sosial, dll.
e. Sitem pelaporan bidan di komunitas, berbeda dengan kebidanan klinik.
Sistem pelaporan kebidanan komunitas berhubungan dengan wilayah kerja
yang menjadi tanggung jawabnya
6. Sasaran Kebidanan Komunitas
Sasaran Kebidanan komunitas menurut Bustami, dkk (2017) yaitu:
a. Ibu : Pranikah, prakonsepsi, kehamilan, persalinan, nifas, masa interval,
menopause
b. Anak : Meningkatkan kesehatan janin dalam kandungan, bayi, balita,
prasekolah, dan anak usia sekolah
c. Keluarga : Pelayanan ibu dan anak termasuk kontrasepsi, pemeliharaan anak,
pemeliharaan ibu sesudah persalinan, perbaikan gizi, imunisasi
d. Kelompok penduduk : Kelompok penduduk rumah kumuh, daerah terisolir,
daerah tidak terjangkau
e. Masyarakat : Dari satuan masyarakat terkecil sampai masyarakat
keseluruhan : remaja, calon ibu, kelompok ibu
7. Ruang Lingkup Asuhan Kebidanan Komunitas
Pelayanan/asuhan kebidanan komunitas merupakan salah satu area praktik bidan,
yang pelayanannya diberikan baik pada individu, keluarga, maupun masyarakat
luas dengan memperhatikan dan menghargai budaya dan nilai-nilai masyarakat
setempat untuk meningkatkan kualitas hidup perempuan dan keluarganya. Dalam
praktiknya menggunakan pendekatan pemecahan masalah yang dikenal dengan
proses/ manajemen kebidanan. Langkah/ proses manajemen kebidanan meliputi hal
berikut ini (Kemenkes RI, 2018):
c. Mengumpulkan secara sistematis dan mengupdate secara lengkap data yang
relevan untuk pengkajian yang komprehensif keadaan kesehatan setiap klien
termasuk riwayat kesehatan dan pemeriksaaan fisik yang teliti.
d. Mengidentifikasi dan menetapkan diagnosa berdasarkan interpretasi data dasar.
Setelah ditetapkan diagnosa maka bidan harus menentukan rencana untuk
mengatasi permasalahan kesehatan yang ditemuka. Contoh: hasil pemeriksaan
Ibu hamil didapatkan konjungtiva pucat dan pemeriksaan laboratorium
penunjang hasil haemoglobin rendah di bawah normal. Maka ibu dinyatakan
diagnosa hamil dengan anemia.
e. Mengidentifikasi kebutuhan asuhan/masalah klien.
Contoh: Ibu hamil dengan anemia, maka rencana yang paling tepat adalah
memberikan tablet zat besi untuk meningkatkan kadar haemoglobin.
f. Memberikan informasi dan dukungan pada klien agar mampu mengambil
keputusan untuk kesehatannya.
Bidan melakukan pendidikan kesehatan terkait dengan kondisi kesehatan yang
ditemukan dengan harapan klien dapat mengikuti anjuran dari bidan untuk
mengatasi masalah kesehatannya.
g. Mengembangkan rencana asuhan bersama klien.
Setiap rencana yang akan dilakukan sebaiknya melibatkan klien agar klien
merasa apa yang diberikan merupakan kebutuhanya. Contoh: ibu hamil yang
anemia perlu penambah zat besi untuk kesehatan ibu dan janin.
Adapun ruang lingkup pelayanan kebidanan di komunitas adalah sebagai
berikut (Bustami, dkk. 2017) :
a. Promotif (peningkatan kesehatan)
Bidan lebih mengutamakan langkah promotif dalam setiap asuhannya, seperti
ibu hamil disarankan untuk melakukan pemeriksaan kehamilan di tenaga
kesehatan. Bayi dan balita dilakukan pemantauan tumbuh kembang di
posyandu (Kemenkes RI, 2018). Contoh upaya Promotif yang dilakukan bidan
yaitu (Bustami, dkk. 2017) :
1) informasi tentang imunisasi pada ibu-ibu yang memiliki bayi
2) penyuluhan tentang kesehatan ibu hamil
3) informasi tentang tanda bahaya kehamilan
4) ASI eksklusif
b. Preventif (pencegahan penyakit)
1) imunisasi terhadap bayi dan anak balita serta ibu hamil
2) pemberian tablet Fe
3) pemeriksaan kehamilan, nifas, dll
4) posyandu untuk penimbangan dan pemantauan kesehatan balita
c. Kuratif (pemeliharaan dan pengobatan)
1) perawatan payudara yang mengalami masalah
2) perawatan bayi, balita, dan anak sakit dirumah
3) rujukan bila diperlukan
d. Rehabilitatif (pemulihan kesehatan)
1) latihan fisik pasca ibu bersalin
2) pemberian gizi ibu nifas
3) mobilisasi dini pada ibu pasca salin
e. Resosiantitatif (mengfungsikan kembali individu, keluarga, kelompok
masyarakat ke lingkungan sosial dan masyarakatnya)
1) menggerakkan individu–masyarakat kelingkungan masyarakatnya seperti
dasawisma, desa siaga, tabulin
2) membuat masyarakat untuk melakukan suatu program dalam bidang
kesehatan yang dilakukan oleh masyarakat itu sendiri untuk meningkatkan
kesehatan masyarakat tersebu
8. Tugas Utama Bidan di Komunitas
Intervensi kebidanan yang dilakukan mencakup pendidikan kesehatan (promosi
kesehatan), kesehatan ibu dan anak dengan pendekatan siklus kehidupan,
melakukan kerjasama lintas program dan lintas sektoral untuk mengatasi masalah
kesehatan yang ada di komunitas serta melakukan rujukan kebidanan bila mana ada
kasus kegawatdaruratan maternal dan neonatal. Dengan demikian, bidan dituntut
harus kompeten dalam pengetahuan dan keterampilan. Dalam upaya pelayanan
kebidanan yang berfokus pada kesehatan reproduksi ibu dan anak, maka bidan
memiliki peran sebagai pelaksana, pengelola, pendidik, dan peneliti (IBI, 2005).
Peran Bidan menurut Kemenkes RI (2018) yaitu:
a. Peran sebagai Pelaksana
Bidan sebagai pelaksana memberikan pelayanan kebidanan kepada wanita
dalam siklus kehidupannya yaitu asuhan ibu hamil, bersalin, bayi baru lahir,
nifas, neoantus, bayi anak dan balita, remaja, masa antara, keluarga berencana
dan lansia. Sebagai pelaksana bidan mempunyai tiga kategori tugas yaitu tugas
mandiri, tugas kolaborasi, dan tugas ketergantungan.
b. Peran sebagai Pengelola
Sebagai pengelola bidan memiliki 2 tugas, yaitu tugas pengembangan
pelayanan dasar kesehatan dan tugas partisipasi dalam tim.
1) Mengembangkan pelayanan dasar kesehatan di wilayah kerjanya.
2) Berpartisipasi dalam tim. Bidan berpartisipasi dalam tim untuk
melaksanakan program kesehatan sektor lain melalui dukun bayi, kader
kesehatan, serta tenaga kesehatan lain yang berada di bawah bimbingan
dalam wilayah kerjanya.
c. Peran sebagai Pendidik
Sebagai pendidik bidan memiliki 2 tugas yaitu:
1) Memberi pendidikan dan penyuluhan kesehatan pada klien
2) Melatih dan membimbing kader.
d. Peran Sebagai Peneliti/Investigator\
Bidan melakukan investigasi atau penelitian terapan dalam bidang kesehatan
baik secara mandiri maupun berkelompok, yaitu:
1) Mengidentifikasi kebutuhan investigasi yang akan dilakukan.
2) Menyusun rencana kerja pelatihan.
3) Melaksanakan investigasi sesuai dengan rencana.
4) Mengolah dan menginterpretasikan data hasil investigasi.
5) Menyusun laporan hasil investigasi dan tindak lanjut
6) Memanfaatkan hasil investigasi untuk meningkatkan dan mengembangkan
program kerja atau pelayanan kesehatan
9. Kegiatan Bidan di Masyarakat
Secara garis besar kegiatan pelayanan kebidanan dimasyarakat dapat diuraikan
sebagai berikut menurut Turrahmi (2017):
a. Pelayanan Kesehatan Ibu
Bertujuan meningkatkan derajat kesehatan bagi ibu yang dilakukan pada Pra
hamil, Hamil, Persalinan, Nifas, dan Menyusui
b. Pelayanan Medik Keluarga Berencana
Bertujuan meningkatkan kesehatan ibu dan anak dalam keluarga, kegiatannya
meliputi KIE (konseling, informasi, dan edukasi), pelayanan kontrasepsi,
pembinaan dan pengayoman medis kontrasepsipeserta KB, pelayanan rujukan
KB, pencatatan dan pelaporan
c. Pelayanan Kesehatan Anak
1) Pemeriksaan kesehatan balita
2) Penyuluhan pada orang tua
3) Imunisasi dan upaya pencegahan penyakit
4) Identifikasi tanda kelainan dan penyakit yang mungkin timbul pada bayi
d. Peran serta masyarakat
1) Pelatihan dukun
2) Pelatihan kader kesehatan masyarakat
3) Kursus ibu
4) Pengembangan kesehatan masyarakat didesa (PKMD)
5) Posyandu
6) Dana sehat
B. Asuhan Kebidanan Pada Keluarga di Komunitas
1. Definisi keluarga
Keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena
hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup
dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan didalam perannya
masing-masing menciptakan serta mempertahankan kebudayaan (Friedman,
2010).
Keluarga adalah dua atau lebih individu yang bergabung karena hubungan
darah, perkawinan dan adopsi dalam satu rumah tangga, yang berinteraksi satu
dengan lainnya dalam peran dan menciptakan serta mempertahankan suatu budaya
(Ali, 2010).
Menurut Duvall, konsep keluarga merupakan sekumpulan orang yang
dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi, kelahiran yang bertujuan
menciptakan dan mempertahankan budaya yang umum: meningkatkan
perkembangan fisik, mental, emosional, dan sosial dari tiap anggota. Keluarga
merupakan aspek terpenting dalam unit terkecil dalam masyarakat, penerima
asuhan, kesehatan anggota keluarga dan kualitas kehidupan keluarga saling
berhubungan, dan menempati posisi antara individu dan masyarakat (Harmoko,
2012).
Keluarga adalah anggota rumah tangga yang saling berhubungan melalui
pertalian darah, adopsi atau perkawinan (Harmoko, 2012).
Keluarga adalah sekelompok manusia yang tinggal dalam satu rumah
tangga dalam kedekatan yang konsisten dan hubungan yang erat (Harmoko,
2012).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa definisi dari keluarga merupakan
sekumpulan orang yang terikat oleh ikatan perkawinan, darah serta adopsi dan
tinggal dalam satu rumah.
2. Fungsi Keluarga
Menurut Marilyn M. Friedman (2010) fungsi keluarga dibagi menjadi 5 yaitu:
a. Fungsi Afektif
Memfasilitasi stabilisasi kepribadian orang dewasa, memenuhi kebutuhan
psikologis anggota keluarga.
b. Fungsi Sosialisasi
Memfasilitasi sosialisasi primer anak yang bertujuan menjadikan anak
sebagai anggota masyarakat yang produktif serta memberikan status pada
anggota keluarga.
c. Fungsi Reproduksi
Untuk mempertahankan kontinuitas keluarga selama beberapa generasi dan
untuk keberlangsungan hidup masyarakat.
d. Fungsi ekonomi
Menyediakan sumber ekonomi yang cukup dan alokasi efektifnya.
e. Fungsi bidang kesehatan
Menyediakan kebutuhan fisik-makanan, pakaian, tempat tinggal,
bidang kesehatan (Marilyn M. Friedman, hal 86; 2010).
Berdasarkan UU No.10 tahun 1992 PP No.21 tahun 1994 tertulis fungsi keluarga
dalam delapan bentuk yaitu :
a. Fungsi Keagamaan
1) Membina norma ajaran-ajaran agama sebagai dasar dan tujuan hidup
seluruh anggota keluarga.
2) Menerjemahkan agama kedalam tingkah laku hidup sehari-hari kepada
seluruh anggota keluarga.
3) Memberikan contoh konkrit dalam hidup sehari-hari dalam
pengamalan dari ajaran agama.
4) Melengkapi dan menambah proses kegiatan belajar anak tentang
keagamaan yang kurang diperolehnya diseko lah atau masyarakat.
5) Membina rasa, sikap, dan praktek kehidupan keluarga beragama
sebagai pondasi menuju keluarga kecil bahagia sejahtera.
b. Fungsi Budaya
1) Membina tugas-tugas keluarga sebagai lembaga untuk meneruskan
norma-norma dan budaya masyarakat dan bangsa yang ingin
dipertahankan.
2) Membina tugas-tugas keluarga sebagai lembaga untuk menyaring
norma dan budaya asing yang tidak sesuai.
3) Membina tugas-tugas keluarga sebagai lembaga yang anggotanya
mencari pemecahan masalah dari berbagai pengaruh negatif
globalisasi dunia.
4) Membina tugas-tugas keluarga sebagai lembaga yang anggotanya
dapat berpartisipasi berperilaku yang baik sesuai dengan norma
bangsa Indonesia dalam menghadapi tantangan globalisasi.
5) Membina budaya keluarga yang sesuai, selaras dan seimbang dengan
budaya masyarakat atau bangsa untuk menjunjung terwujudnya norma
keluarga kecil bahagia sejahtera.
c. Fungsi Cinta Kasih
1) Menumbuhkembangkan potensi kasih sayang yang telah ada antar
anggota keluarga ke dalam simbol-simbol nyata secara optimal dan
terus-menerus.
2) Membina tingkah laku saling menyayangi baik antar keluarga secara
kuantitatif dan kualitatif.
3) Membina praktek kecintaan terhadap kehidupan duniawi dan ukhrowi
dalam keluarga secara serasi, selaras dan seimbang.
4) Membina rasa, sikap dan praktek hidup keluarga yang mampu
memberikan dan menerima kasih sayang sebagai pola hidup ideal
menuju keluarga kecil bahagia sejahtera.
d. Fungsi Perlindungan
1) Memenuhi kebutuhan rasa aman anggota keluarga baik dari rasa tidak
aman yang timbul dari dalam maupun dari luar keluarga.
2) Membina keamanan keluarga baik fisik maupun psikis dari berbagai
bentuk ancaman dan tantangan yang datang dari luar.
3) Membina dan menjadikan stabilitas dan keamanan keluarga sebagai
modal menuju keluarga kecil bahagia sejahtera.
e. Fungsi Reproduksi
1) Membina kehidupan keluarga sebagai wahana pendidikan reproduksi
sehat baik bagi anggota keluarga maupun bagi keluarga sekitarnya.
2) Memberikan contoh pengamalan kaidah-kaidah pembentukan keluarga
dalam hal usia, pendewasaan fisik maupun mental.
3) Mengamalkan kaidah-kaidah reproduksi sehat, baik yang berkaitan
dengan waktu melahirkan, jarak antara dua anak dan jumlah ideal anak
yang diinginkan dalam keluarga.
4) Mengembangkan kehidupan reproduksi sehat sebagai modal yang
kondusif menuju keluarga kecil bahagia sejahtera.
f. Fungsi Sosialisasi
1) Menyadari, merencanakan dan menciptakan lingkungan keluarga sebagai
wahana pendidikan dan sosialisasi anak pertama dan utama.
2) Menyadari, merencanakan dan menciptakan kehidupan keluarga sebagai
pusat tempat anak dapat mencari pemecahan dari berbagai konflik dan
permasalahan yang dijumpainya baik di lingkungan sekolah maupun
masyarakat.
3) Membina proses pendidikan dan sosialisasi anak tentang hal-hal yang
diperlukan untuk meningkatkan kematangan dan kedewasaan (fisik dan
mental), yang kurang diberikan oleh lingkungan sekolah maupun
masyarakat.
4) Membina proses pendidikan dan sosialisasi yang terjadi dalam keluarga
sehingga tidak saja bermanfaat positif bagi anak, tetapi juga bagi orang tua,
dalam rangka perkembangan dan kematangan hidup bersama menuju
keluarga kecil bahagia sejahtera.
g. Fungsi Ekonomi
1) Melakukan kegiatan ekonomi baik di luar maupun di dalam lingkungan
keluarga dalam rangka menopang kelangsungan dan perkembangan
kehidupan keluarga.
2) Mengelola ekonomi keluarga sehingga terjadi keserasian, keselarasan dan
keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran keluarga.
3) Mengatur waktu sehingga kegiatan orang tua di luar rumah dan
perhatiannya terhadap anggota keluarga berjalan secara serasi, selaras dan
seimbang.
4) Membina kegiatan dan hasil ekonomi keluarga sebagai modal untuk
mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera.
h. Fungsi Pelestarian Lingkungan
1) Membina kesadaran, sikap dan praktik pelestarian lingkungan internal
keluarga.
2) Membina kesadaran, sikap dan praktik pelestarian lingkungan eksternal
keluarga.
3) Membina kesadaran, sikap dan praktik pelestarian lingkungan yang serasi,
selaras dan seimbang dan antara lingkungan keluarga dengan lingkungan
hidup masyarakat sekitarnya.
4) Membina kesadaran, sikap dan praktik pelestarian lingkungan hidup
sebagai pola hidup keluarga menuju keluarga kecil bahagia sejahtera (UU
No.10 tahun 1992 PP No.21 tahun 1994, dalam Setiadi 2008).
7) Tipe dan bentuk keluarga
Tipe keluarga menurut Harmoko (2012) yaitu sebagai berikut :
a. Nuclear Family
Keluarga inti yang terdiri atas ayah, ibu, dan anak yang tinggal dalam satu
rumah di tetapkan oleh sanksi-sanksi legal dalam suatu ikatan perkawinan,
satu/ keduanya dapat bekerja di laur rumah.
b. Extended Family
Keluarga inti ditambahkan dengan sanak saudara, misalnya nenek, kakek,
keponakan, saudara sepupu, pama, bibi, dan sebagainya.
c. Reconstitud Nuclear
Pembentukan baru dari keluarga inti melalui perkawinan kembali suami/istri,
tinggal dalam pembentuan satu rumah dengan anak-anaknya, baik itu bawaan
dari perkawinan lama maupun hasil dari perkawinan baru. Satu atau keduanya
dapat bekerja di luar rumah.
d. Middle Age/ Aging Couple
Suami sebagai pencari uang. Istri di rumah/ kedua-duanya bekerja di rumah,
anak-anak sudah meningglakan rumah karena sekolah/ perkawinan/meniti
karier.
e. Dyadic Nuclear
Suami istri yang sudah berumur da tidak mempunyai anak, keduanya/slah
satu bekerja di rumah.
f. Single Parent
Satu orang tua sebagai akibat perceraian/ kematian pasangannya dan anak-
anaknya dapat tinggal di rumah/ di luar rumah.
g. Dual Carier
Suami istri atau keduanya berkarier dan tanpa anak.
h. Commuter Married
Suami istri/ keduanya orang karier dan tinggal terpisah pada jarak tertentu,
keduanya saling mencari pada waktu-waktu tertentu.
i. Single Adult
Wanita atau pria dewasa yang tinggal sendiri dengan tidak adanya keinginan
untuk menikah.
j. Three Generation
Tiga generasi atau lebih tinggal dalam satu rumah.
k. Institutional
Anak-anak atau orang-orang dewasa tinggal dalam suaru panti-panti.
l. Comunal
Satu rumah terdiri atas dua/lebih pasangan yang monogami dengan anak-
anaknya dan bersama-sama dalam penyediaan fasilitas.

m. Group Marriage
Satu perumahan terdiri atas orangtua dan keturunannya di dalam satu
kesatuan keluarga dan tiap indivisu adalah menikah dengan yang lain dan
semua adalah orang tua dari anak-anak.
n. Unmarried paret and child
Ibu dan aak dmana perkawinan tidak dikehendaki, anakya di adopsi.
o. Cohibing Cauple
Dua orang/ satu pasangan yang tinggal bersama tanpa pernikahan (Harmoko,
hal 23; 2012).
8) Struktur Keluarga
Struktur keluarga oleh Friedman digambarkan sebagai berikut :
a. Struktur komunikasi
Komunikasi dalam keluarga dikatakan berfungsi apabila dilakukan
secara jujur, terbuka, melibatkan emosi, konflik selesai dan hierarki kekuatan.
Komunikasi keluarga bagi pengirim yakin mengemukakan pesan secara jelas
dan berkualitas, serta meminta dan menerima umpan balik. Penerima pesan
mendengarkan pesan, memberikan umpan balik, dan valid.
Komunikasi dalam keluarga dikatakan tidak berfungsi apabila tertutup,
adanya isu atau berita negatif, tidak berfokus pada satu hal, dan selalu
mengulang isu dan pendapat sendiri. Komunikasi keluarga bagi pengirim
bersifat asumsi, ekspresi perasaan tidak jelas, judgemental ekspresi, dan
komunikasi tidak sesuai. Penerima pesan gagal mendengar, diskualifikasi,
ofensif (bersifat negatif), terjadi miskomunikasi, dan kurang atau tidak valid.
1) Karakteristik pemberi pesan :
- Yakin dalam mengemukakan suatu pendapat.
- Apa yang disampaikan jelas dan berkualitas.
- Selalu menerima dan meminta timbal balik.
2) Karakteristik pendengar
- Siap mendengarkan
- Memberikan umpan balik
- Melakukan validasi
b. Struktur peran
Struktur peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai posisi
sosial yang diberikan. Jadi, pada struktur peran bisa bersifat formal atau
informal. Posisi/status adalah posisi individu dalam masyarakat misal status
sebagai istri/suami.
c. Struktur kekuatan
Struktur kekuatan adalah kemampuan dari individu untuk mengontrol,
memengaruhi, atau mengubah perilaku orang lain. Hak (legimate power), ditiru
(referent power), keahlian (exper power), hadiah (reward power), paksa
(coercive power), dan efektif power.
d. Struktur nilai dan norma
Nilai adalah sistem ide-ide, sikap keyakinan yang mengikat anggota keluarga
dalam budaya tertentu. Sedangkan norma adalah pola perilaku yang diterima
pada lingkungan sosial tertentu, lingkungan keluarga, dan lingkungan
masyarakat sekitar keluarga.
- Nilai, suatu sistem, sikap, kepercayaan yang secara sadar atau tidak dapat
mempersatukan anggota keluarga.
- Norma, pola perilaku yang baik menurut masyarakat berdasarkan sistem
nilai dalam keluarga.
- Budaya, kumpulan daripada perilaku yang dapat dipelajari, dibagi dan
ditularkan dengan tujuan untuk menyelesaikan masalah (Friedman, dalam
Harmoko hal 19; 2012).
5. Tahap dan perkembangan keluarga
a. Tahap pertama pasangan baru atau keluarga baru (beginning family)
Keluarga baru dimulai pada saat masing-masing individu, yaitu suami dan
istri membentuk keluarga melalui perkawinan yang sah dan meninggalkan
keluarga melalui perkawinan yang sah dan meninggalkan keluarga masing-
masing, secara psikologi keluarga tersebut membentuk keluarga baru. Suami
istri yang membentuk keluarga baru tersebut perlu mempersiapkan
kehidupan yang baru karena keduanya membutuhkan penyesuaian peran dan
fungsi sehari-hari. Masing-masing pasangan menghadapi perpisahan dengan
keluarga orang tuanya dan mulai membina hubungan baru dengan keluarga
dan kelompok sosial pasangan masing-masing. Masing-masing belajar hidup
bersama serta beradaptasi dengan kebiasaan sendiri dan pasangannya.
Misalnya kebiasaan makan, tidur, bangun pagi, bekerja dan sebagainya. Hal
ini yang perlu diputuskan adalah kapan waktu yang tepat untuk mempunyai
anak dan berapa jumlah anak yang diharapkan.

Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini antara lain :


1) Membina hubungan intim dan kepuasan bersama.
2) Menetapkan tujuan bersama;
3) Membina hubungan dengan keluarga lain; teman, dan kelompok sosial;
4) Merencanakan anak (KB)
5) Menyesuaikan diri dengan kehamilan dan mempersiapkan diri untuk
menjadi orang tua.
b. Tahap kedua keluarga dengan kelahiran anak pertama (child bearing family)
Keluarga yang menantikan kelahiran dimulai dari kehamilan sampai
kelahiran anak pertama dan berlanjut sampai anak pertama berusia 30 bulan
(2,5 tahun). Kehamilan dan kelahiran bayi perlu disiapkan oleh pasangan
suami istri melalui beberapa tugas perkembangan yang penting. Kelahiran
bayi pertama memberi perubahan yang besar dalam keluarga, sehingga
pasangan harus beradaptasi dengan perannya untuk memenuhi kebutuhan
bayi. Masalah yang sering terjadi dengan kelahiran bayi adalah pasangan
merasa diabaikan karena fokus perhatian kedua pasangan tertuju pada bayi.
Suami merasa belum siap menjadi ayah atau sebaliknya.
Tugas perkembangan pada masa ini antara lain :
1) Persiapan menjadi orang tua
2) Membagi peran dan tanggung jawab
3) Menata ruang untuk anak atau mengembangkan suasana rumah yang
menyenangan
4) Mempersiapkan biaya atau dana child bearing
5) Memfasilitasi role learning anggota keluarga
6) Bertanggung jawab memenuhi kebutuhan bayi sampai balita
7) Mangadakan kebiasaan keagamaan secara rutin.
c. Tahap ketiga keluarga dengan anak pra sekolah (families with preschool)
Tahap ini dimulai saat kelahirn anak berusia 2,5 tahun dan berakhir saat anak
berusia 5 tahun. Pada tahap ini orang tua beradaptasi terhadap kebutuhan-
kebutuhan dan minat dari anak prasekolah dalam meningatkan
pertumbuhannya. Kehidupan keluarga pada tahap ini sangat sibuk dan anak
sangat bergantung pada orang tua. Kedua orang tua harus mengatur waktunya
sedemikian rupa, sehingga kebutuhan anak, suami/istri, dan ekerjaan (punya
waktu/paruh waktu) dapat terpenuhi. Orang tua menjadi arsitek keluarga dalam
merancang dan mengarahkan perkembangan keluarga dalam merancang dan
mengarahkan perkembangan keluarga agar kehidupan perkawinan tetap utuh
dan langgeng dengan cara menguatkan kerja sama antara suami istri. Orang tua
mempunyai peran untuk menstimulasi perkembangan individual anak,
khususnya kemandirian anak agar tugas perkembangan anak pada fase ini
tercapai.
Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini antara lain sebagai berikut:
1) Memenuhi kebutuhan anggota keluarga seperti : kebutuhan tempat tinggal,
privasi, dan rasa aman
2) Membantu anak untuk bersosialisasi
3) Beradaptasi dengan anak yang baru lahir, sementara kebutuhan anak yang
lain juga harus terpenuhi
4) Mempertahakan hubungan yang sehat, baik di dalam maupun di luar
keluarga ( keluarga lain dan lingkungan sekitar)
5) Pembagian waktu untuk individu, pasangan dan anak ( tahap paling repot)
6) Pembagian tanggung jawab anggota keluarga
7) Kegiatan dan waktu untuk stimulasi tumbuh dan kembang anak.
d. Tahap keempat keluarga dengan anak usia sekolah (families with children)
Tahap ini dimulai pada saat anak yang tertua memasuki sekolah pada usia 6
tahun dan berakhir pada usia 12 tahun. Pada fase ini keluarga mencapai
jumlah anggota keluarga maksimal, sehngga keluarga sangat sibuk. Selain
aktifitas di sekolah, masing-masing anak memiliki aktifitas dan minat sendiri
demikian pula orang tua yang mempunyai aktifitas berbeda dengan anak.
Untuk itu, keluarga perlu bekerja sama untuk mencapai tugas
perkembangan. Pada tahap ini keluarga (orang tua) perlu belajar berpisah
dengan anak, memberi kesempatan pada anak untuk bersosialisasi, baik
aktifitas di sekolah maupun di luar sekolah. Tugas perkembangan keluarga
pada tahap ini adalah sebagai berikut :
1) Memberikan perhatian tentang kegiatan sosial anak, pendidikan dan
semangat belajar
2) Tetap mempertahanan hubungan yang harmonis dalam perkawinan
3) Mendorong anak unuk mencapai pengembangan daya intelektual
4) Menyediakan aktifitas untuk anak
5) Manyesuaikan pada aktifitas komunitas dengan mengikutsertakan anak.
e. Tahap kelima keluarga dengan anak remaja (families with teenagers)
Tahap ini dimulai saat anak pertama berusia 13 tahun dan biasanya berakhir
sampai pada usia 19-20 tahun, pada saat anak meninggalkan rumah orang
tuanya. Tujuannya keluarga melepas anak remaja dan memberi tanggung
jawab serta kebebasan yang lebih besar untuk mempersiapkan diri menjadi
lebih dewasa.
Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini antara lain sebagai berikut :
1) Memberikan kebebasan yang seimbang dengan tanggung jawab mengingat
remaja yang sudah bertambah dan meningkat otonominya.
2) Mempertahankan hubungan yang intim dengan keluarga.
3) Mempertahakan komunikasi terbuka antara anak dan orang tua, hindari
perdebatan, kecurigaan dan permusuhan.
4) Perubahan sistem peran dan peraturan untuk tumbuh kembang keluarga.
f. Tahap keenam keluarga dengan anak dewasa atau pelepasan (lounching center
families)
Tahap ini dimulai pada saat anak terakhir meninggalkan rumah. Lamanya
tahap ini bergantung pada banyaknya anak dalam keluarga atau jika anak
yang belum berkeluarga dan tetap tinggal bersama orang tua. Tujuan utama
pada tahap ini adalah mengorganisasi kembali keluarga untuk tetap berperan
dalam melepas anaknya untuk hidup sendiri. Keluarga empersiapkan
anaknya yang tertua untuk membentuk keluarga sendiri dan tetap membantu
anak terakhir untuk lebih mandiri. Saat semua anak meninggalkan rumah,
pasangan perlu menata ulang dan membina hubungan suami istri seperti
pada fase awal. Orang tua akan merasa kehilangan peran dalam merawat
anak dan merasa kosong karena anak-anaknya sudah tidak tinggal serumah
lagi. Guna mengatasi keadaan ini orang tua perlu melakukan aktifitas kerja,
meningkatkan peran sebagai pasangan, dan tetap memelihara hubungan
dengan anak.
Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini adalah :
1) Memperluas keluarga inti menjadi keluarga besar
2) Mempertahankan keintiman pasangan
3) Membantu orang tua suami atau istri yang sedang sakit dan memasuki
masa tua.
4) Mempersiapkan untuk hidup mandiri dan menerima kepergian anak
5) Menata kembali fasilitas dan sumber yang ada pada keluarga
6) Berperan sebagai suami istri, kakek, dan nenek
7) Menciptakan lingkungan rumah yang dapat menjadi contoh bagi anak-
anaknya.
g. Tahap ketujuh keluarga usia pertengahan (middle age families)
Tahapan ini dimulai saat anak yang terakhir meninggalkan rumah dan berakhir
saat pensiun atau salah satu pasangan meninggal. Pada tahap ini semua anak
meninggalkan rumah, maka pasangan berfokus untuk mempertahankan
kesehatan dengan berbagai aktifitas.
Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini atara lain adalah :
1) Mempertahankan kesehatan
2) Mempunyai lebih banyak waktu dan kebebasan dalam arti mengolah minat
sosial dan waktu santai
3) Memulihkan hubungan antara generasi muda dengan generasi tua
4) Keakraban dengan pasangan Memelihara hubungan/kontak dengan anak dan
keluarga
5) Persiapan masa tua atau pensiun dengan meningkatkan keakraban
pasangan.
h. Tahap kedelapan keluarga usia lanjut
Tahap terakhir perkembangan keluarga dimulai saat salah satu pasangan
pensiun, berlanjut salah satu pasangan meninggal. Proses usia lanjut dan
pensiun merupakan realitas yang tidak dapat dihindari karena berbagai proses
stresor dan kehilangan yang harus dialami keluarga. Stresor tersebut adalah
berkurangnya pendapatan, kehilangan berbagai hubungan sosial, kehilangan
pekerjaan serta perasaan menurunnya produktifitas dan fungsi kesehatan.
Mempertahankan penataan kehidupan yang memuaskan merupakan tugas
utama keluarga pada tahap ini. Usia lanjut umumnya lebih dapat beradaptasi
tinggal di rumah sendiri daripada tinggal bersama anaknnya.

Tugas perkembangan tahap ini adalah :


1) Mempertahankan suasana rumah yang menyenangkan
2) Adaptasi dengan perubahan kehilangan pasangan, teman, kekuatan fisik,
dan pendapatan
3) Mempertahankan keakraban suami istri dan saling merawat
4) Mempertahakan hubungan anak dan sosial masyarakat
5) Melakukan life review
6) Menerima kematian pasangan, kawan, dan mempersiapkan kematian
(harmoko, 2012)

6. Struktur peran keluarga.


Sebuah peran didefinisikan sebagai kumpulan dari perilaku yang secara
ralatif homogen dibatasi secara normatif dan diharapkan dari seseorang yang
menempati posisi sosial yang diberikan. Peran berdasarkan pada pengharapan atau
penetapan peran yang membatasi apa saja yang harus dilakukan oleh individu di
dalam situasi tertentu agar memenuhi harapan diri atau orang lain terhadap
mereka. Posisi atau status didefinisikan sebagi letak seseorang dalam suatu sistem
sosial.
Menurut Friedman (2010) peran keluarga dapat diklasifikasikan menjadi
dua yaitu :
a. Peran Formal Keluarga
Peran formal adalah peran eksplisit yang terkandung dalam struktur
peran keluarga (ayah-suami,dll). Yang terkait dengan masing – masing posisi
keluarga formal adalah peran terkait atau sekelompok perilaku yang kurang
lebih homogen. Keluarga membagi peran kepada anggota keluarganya
dengan cara yang serupa dengan cara masyarakat membagi perannya:
berdasarkan pada seberapa pentingnya performa peran terhadap berfungsinya
sistem tersebut. Beberapa peran membutuhkan ketrampilan atau kemempuan
khusus: peran yang lain kurang kompleks dan dapat diberikan kepada mereka
yang kuarang terampil atau jumlah kekuasaanya paling sedikit.
b. Peran Informal Keluarga
Peran informal bersifat implisit, sering kali tidak tampak pada permukaannya,
dan diharapkan memenuhi kebutuhan emosional anggota keluarga dan/atau
memelihara keseimbangan keluarga. Keberadaan peran informal diperlukan
untuk memenuhi kebutuhan integrasi dan adaptasi dari kelompok keluarga.
7. Proses dan Strategi koping Keluarga
Menurut Friedman (2010) Proses dan strategi koping keluarga berfungsi sebagi
proses atau mekanisme vital yang memfasilitasi fungsi keluarga. Tanpa koping
keluarga yang efektif, fungsi afektif, sosialisasi, ekonomi, dan bidanan kesehatan
tidak dapat dicapai secara adekuat. Oleh karena itu, proses dan strategi koping
keluarga mengandung proses yang mendasari yang menungkinkan keluarga
mengukuhkan fungsi keluarga yang diperlukan.
8. Keluarga Sebagai Klien
Menurut Haarmoko (2010) keluarga dijadikan unit pelayanan karena masalah
kesehatan keluarga saling berkaitan dan saling berhubungan masyarakat secara
keseluruhan.
a. Alasan keluarga sebagai unit pelayanan
- Keluarga merupakan bagian dari masyarakat yang dapat dijadikan
sebagai gambaran manusia
- Perilaku keluarga dapat menimbulkan masalah kesehatan, tetapi dapat
pula mencegah masalah kesehatan dan menjadi sumber daya pemecah
masalah kesehatan.
- Masalah kesehatan di dalam keluarga akan saling mempengaruhi
terhadap individu dalam keluarga
- Keluarga merupakan lingkungan yang serasi untuk mengembangkan
potensi tiap individu dalam keluarga
- Keluarga merupakan pengambil keputusan dalam mengatasi masalah
- Keluarga merupakan saluran yang efektif dalam menyalurkan dan
mengembangan kesehatan kepada masyarakat.
b. Siklus penyakit dan kemiskinan dalam masyarakat
Pemberian asuhan kebidanan keluarga harus lebih ditekankan pada
keluarga-keluarga dengan status sosial ekonomi yang rendah. Alasannya
adalah keluarga dengan ekonomi yang rendah umumnya berkaitan dengan
ketidakmampuan dalam mengatasi berbagai masalah kesehatan yang
mereka hadapi. Masalah kemiskinan akan sangat mengurangi kemampuan
keluarga untuk memenuhi kebutuhan kebutuhan keluarga mereka terhadap
gizi, perumahan dan lingkungan yang sehat, dan kebutuhan-kebutuhan
laninnya. Semua ini akan menimbulkan berbagai masalah kesehatan.
(Harmoko, 2012).
9. Peran bidan dalam pemberian asuhan kebidanan kesehatan keluarga
a. Pendidikan kesehatan
Penyuluhan atau pendidikan kesehatan merupakan satu dari
pendekatan intervensi kebidanan keluarga yang utama. Pendidikan dapat
mencakup berbagai bidang, isi dan fokus, termasuk promosi kesehatan dan
pencegahan penyakit, masalah kesakitan/disabilitas dan dampaknya, serta
dinamika keluarga. (Friedman, 2010).
Watson (1985) menekankan bahwa pendidikan memberikan
informasi kepada klien, dengan demikian, membantu mereka untuk dapat
mengatasi secara lebih efektif terhadap perubahan kehidupan dan peristiwa
yang menimbulkan stres. Mendapatkan informasi yang berarti, membantu
anggota keluarga lebih merasa memegang kendali dan mengurangi stres.
Hal ini juga memungkinkan mereka untuk mengartikan lebih jelas pilihan
mereka dan lebih berhasil menyelesaikan masalah mereka (Friedman,
2010).
b. Konseling
Konseling adalah suatu proses bantuan interaktif antara konselor dan klien
yang ditandai oleh elemen inti penerimaan, empati, ketulusan, dan
keselarasan. Hubungan ini terdiri dari serangkaian interaksi sepanjang waktu
berupa konselor yang melalui berbagai teknik aktif dan pasif, berfokus pada
kebutuhan, masalah atau perasaan klien yang telah memengaruhi perilaku
adaptif klien. (Bank, 1992 dalam Friedman 2010). Elemen inti konseling
adalah empati atau menyelami atau merasakan perasaan dan perilaku orang
lain; penerimaan positif terhadap klien; dan selaras atau tulus, tidak berpura-
pura dan jujur dalam hubungan klien-bidan ( Friedman, 2010).(Friedman,
2010)
c. Membuat kontrak
Suatu cara efektif bagi bidan yang berpusat pada keluarga agar dapat
dengan realistik membantu individu dan keluarga membuat perubahan
perilaku adalah dengan cara membuat kontrak.
Kontrak adalah persetujuan kerjasama yang dibuat antara dua pihak
atau lebih, misalnya antara orang tua dan anak. Aar tepat waktu dan relefan,
kontrak waktu dapat dinegosiasi secara terus menerus dan harus mencakup
area sebagai berikut : tujuan, lama kontrak, tanggung jawab klien, langkah
untuk mencapai tujuan, dan penghargaan terhadap pencapaian tujuan (Sloan
dan Schommer, 1975; Steiger dan Lipson, 1985 dalam Friedman
2010).Biasanya kontrak dibuat dalam bentuk tertulis, singkat, sederhana dan
tanpa paksaan (Goldenbergh & Goldenbergh, 2000 dalam Friedman 2010).
d. Manejemen kasus
Manejemen kasus memiliki riwayat perkembangan sebagai bagian
dari peran bidan kesehatan masyarakat; terakhir dugunakan di tatanan layanan
kesehatan yang bersifat akut. (Carry 1996 dalam Friedman 2010).
Pertumbuhan bidanan terkelola telah menjadi kekuatan utama
munculnya menejemen kasus. Bidanan terkelola yang menekankan pada
pengendalian biaya dan peningkatan efisiensi bidanan, sementara memelihara
kualitas bidanan dan kepuasan klien, benar-benar membentuk cara
menejemen kasus berfungsi ( Jones, 1994; MacPhee & Hoffenbergh, 1996
dalam Friedman 2010)
e. Advokasi klien
Komponen utama dari menejemen kasus adalah advokasi klien
(Smith, 1993 dalam Friedman 2010). Advokasi adalah seseorang yang
berbicara atas nama orang atau kelompok lain.
Peran sebagai advokat klien melibatkan pemberian informasi
kepada klien dan kemudian mendukung mereka apapun keputusan yang
mereka buat (Bramlett, Gueldener, dan Sowell, 1992; Kohnke, 1982 dalam
Friedman 2010).
Bidan keluarga dapat menjadi advokat klien dengan sedikitnya
empat cara, yaitu :
1) Dengan membantu klien memperoleh layanan yang mereka butuhkan
dan menjadi hak mereka
2) Dengan melakukan tindakan yang menciptakan sistem layanan
kesehatan yang lebih responsif terhadap kebutuhan klien
3) Dengan memberikan advokasi untuk memasukan pelayanan yang lebih
sesuai dengan sosial-budaya.
4) Dengan memberikan advokasi untuk kebijakan sosial yang lebih
responsive (Canino dan Spurlock, 1994 dalam Friedman, 2010).
f. Koordinasi
Salah satu peran advokasi klien yang diterima secara luas adalah
koordinator. Karena inti dari menejemen kasus adalah juga koordinasi,
pengertian advokasi dan koordinasi pada pokonya saling tumpang tindih.
Pada kenyataannya menejemen kasus sering kali diartikan sebagai koordinasi
(khususnya di bidang kerja sosial), dan dirancang untuk memberikan berbagai
pelayanan kepada klien dengan kebutuhan yang kompleks di dalam suatu
pengendali tunggal. (Sletzer, Litchfield, Lowy & Levin, 1989 dalam
Friedman, 2010).
Koordinator diperlukan pada bidanan berkelanjutan agar pelayanan
yang komprehensif dapat tercapai. Koordinasi juga sangat diperlukan untuk
mengatur program kegiatan atau terapi dari berbagai disiplin ilmu agar tidak
terjadi tumpang tindih dan pengulangan.
g. Kolaborasi
Sebagai bidan komunitas juga harus bekerja sama dengan pelayan
rumah sakit, puskesmas, dan anggota tim kesehatan yang lain untuk mencapai
tahap kesehatan keluarga yang optimal. Kolaborasi tidak hanya dialukakan
sebagai bidan di rumah sakit tetapi juga dikeluarga dan komunitaspun dapat
dilakukan. Kolaborasi menurut Lamb dan Napadano (1984) dalam Friedman
(2010) adalah proses berbagi perencanaan dan tindakan secara berkelanjutan
disertai tanggng jawab bersama terhadap hasil dan kemampuan bekerjasama
untuk tujuan sama menggunakan teknik penyelesaian maslaah.
h. Konsultasi
Bidan sebagai nara sumber bagi keluarga dalam mengatasi masalah
kesehatan. Agar keluarga mau meminta nasehat pada bidan maka hubungan
bidan dan keluarga harus dibina dengan baik, bidan harus bersikap terbuka
dan dapat dipercaya. Maka dengan demikian, harus ada Bina Hubungan
Saling Percaya (BHSP) antara bidan dan keluarga.
Konsultasi termasuk sebagai intervensi kebidanan keluarga karena
bidan keluarga sering berperan sebagai konsultan bagi bidan, tenaga
profesional, dan para profesional lainnya ketika informasi klien dan keluarga
serta bantuan diperlukan (Friedman, 2010).

C. Tinjauan Teori Balita Bawah Dua Tahun dengan BGM


Masa baduta (bawah dua tahun) merupakan “window of opportunity”. Pada
masa ini, seorang anak memerlukan asupan zat gizi yang seimbang baik dari segi
jumlah maupun proporsinya untuk mencapai berat dan tinggi badan yang optimal
(Soeparmanto dalam Putri, 2008). Masa ini merupakan masa kehidupan yang sangat
penting dan perlu perhatian yang sangat serius. Pada masa ini pula berlangsung
proses tumbuh kembang yang sangat pesat yaitu pertumbuhan fisik dan
perkembangan psikomotorik, mental, dan social. Stimulasi psikososial harus dimulai
sejak dini dan tepat waktu untuk tercapainya perkembangan psikososial yang optimal
(Adriani,dkk 2012).
Baduta merupakan salah satu sekelompok rawan gizi. Kekurangan gizi pada
baduta dapat menimbulkan gangguan tumbuh kembang secara fisik, mental, social,
dan intelektual yang sifatnya menetap dan terus dibawa sampai anak menjadi
dewasa. Selain itu gizi kurang dapat menyebabkan terjadinya penurunan atau
rendahnya daya tahan tubuh terhadap penyakit infeksi. World Health Organization
(WHO) menyatakan terjadinya gagal tumbuh akibat gizi kurang pada masa bayi
mengakibatkan terjadinya penurunan Intelektual Question (IQ) 11 point lebih rendah
dibandingkan dengan anak yang tidak gizi kurang (Depkes RI, 2006)
Pada umumnya anak memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan normal
yang merupakan hasil interaksi banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan anak. Adapun faktor-faktor tersebut antara lain (Kemenkes RI,
2012) :
1. Faktor dalam (internal) yang berpengaruh pada tumbuh kembang anak.
a. Ras/etnik atau bangsa.
Anak yang dilahirkan dari ras/bangsa Amerika, maka ia tidak memiliki faktor
herediter ras/bangsa indonesia atau sebaliknya.
b. Keluarga
Ada kecenderungan keluarga yang memiliki postur tubuh tinggi, pendek,
gemuk atau kurus.
c. Umur
Kecepatan pertumbuhan yang pesat adalah pada masa prenatal, tahun pertama
kehidupan dan masa remaja.
d. Jenis kelamin.
Fungsi reproduksi pada anak perempuan berkembang lebih cepat daripada laki-
laki. Tetapi setelah melewati masa pubertas, pertumbuhan anak laki-laki lebih
cepat.
e. Genetik
Genetik (heredokonstitusional) adalah bawaan anak yaitu potensi anak yang
akan menjadi ciri khasnya. Ada beberapa kelainan genetik yang berpengaruh
pada tumbuh kembang anak seperti kerdil.
f. Kelainan kromosom
Kelainan kromosom umumnya disertai dengan kegagalan pertumbuhan seperti
pada sindroma Down’s dan sindroma Turner’s.
2. Faktor luar (eksternal)
a. Faktor Prenatal
1) Gizi
Nutrisi ibu hamil terutama dalam trimester akhir kehamilan.
2) Mekanis
Posisi fetus yang abnormal bisa menyebabkan kelainan kongenital seperti
club foot.
3) Toksin/zat kimia
Beberapa obat-obatan seperti Aminopterin, Thalidomid, dapat menyebabkan
kelainan kongenital seperti palatoskisis.
4) Endokrin
Diabetes meilitus dapat menyebabkan mekrosomia, kardiomegali,
hiperplasia adrenal.
5) Radiasi
Paparan radium dan sinar Rontgen dapat mengakibatkan kelainan pada janin
seperti mikrosefali, spina bifida, retardasi mental dan deformitas anggota
gerak, kelainan kongenital mata, kelainan jantung.
6) Infeksi
Infeksi pada trimester pertama dan kedua oleh TORCH (Toksoplasma,
Rubella, Sitomegalo Virus Herpers simpleks) dapat menyebabkan kelainan
pada janin ; katarak, bisu tuli, mikrosefali, retardasi mental, dan kelainan
jantung kongenital.
7) Kelainan imunologi
Eritobaltosis fetalis timbul atas dasar perbedaan golongan darah antara janin
dan ibu sehingga ibu membentuk antibodi terhadap sel darah merah janin,
kemudian melalui plasenta masuk dalam peredaran darah janin dan akan
menyebabkan hemolisis yang selanjutnya mengakibatkan hiperbilirubinemia
dan Kern icterus yang akan menyebabkan kerusakan jaringan otak.
8) Anoksia embrio
Anoksia embrio yang disebabkan oleh gangguan fungsi plasenta
menyebabkan pertumbuhan terganggu.
9) Psikologi ibu
Kehamilan yang tidak diinginkan, perlakuan salah/kekerasan mental pada
ibu hamil dan lain-lain.
b. Faktor Persalinan
Komplikasi persalinan pada bayi seperti trauma kepala, asfiksia, dapat
menyebabkan kerusakan jaringan otak.
c. Faktor Pasca persalin
1) Gizi
Untuk tumbuh kembang bayi, diperlukan zat makanan yang adekuat.
2) Penyakit kronis/kelainan kongenital
Tuberkulosis, anemia, kelainan jantung bawaan mengakibatkan retardasi
pertumbuhan janin.
3) Lingkungan fisis dan kimia
Lingkungan sering disebut melieu adalah tempat anak tersebut hidup yang
berfungsi sebagai penyedia kebutuhan dasar anak (provider). Sanitasi
lingkungan yang kurang baik, kurangnya sinar matahari , paparan sinar
radioaktif, zat kimia tertentu (Pb, Mercuri, rokok, dll) mempunyai dampak
yang negatif terhadap pertumbuhan anak.
4) Psikologis
Hubungan anak dengan orang sekitarnya. Seorang anak yang tidak
diketahui oleh orang tuanya atau anak yang selalu merasa tertekan, akan
mengalami hambatan di dalam pertumbuhan dan perkembangannya.
5) Endokrin
Gangguan hormon, misalnya pada penyakit hipotiroid akan menyebabkan
anak mengalami hambatan pertumbuhan.
6) Sosio-ekonomi
Kemiskinan selalu berkaitan dengan kekurangan makanan, kesehatan
lingkungan yang jelek dan ketidaktahuan, akan menghambat pertumbuhan
anak.
7) Lingkungan pengasuh
Pada lingkungan pengasuh, interaksi ibu-anak sangat mempengaruhi
tumbuh kembang anak.
8) Stimulasi
Perkembangan memerlukan rangsangan/stimulasi khususnya dalam
keluarga, misalnya penyediaan alat mainan, sosialisasi anak, keterlibatan
ibu dan anggota keluarga lain terhadap kegiatan anak.
9) Obat-obatan
Pemakaian kortikosteroid jangka lama akan menghambat pertumbuhan,
demikian halnya dengan pemakaian obat perangsang terhadap susunan
saraf yang menyebabkan terhambatnya produksi hormon pertumbuhan.

Gizi kurang merupakan salah satu masalah gizi utama pada balita di
Indonesia. Rendahnya konsumsi energi dan protein dari makanan sehari-hari dan
terjadi dalam waktu yang cukup lama (Cakrawati Dewi, 2014).
Pada hakikatnya keadaan gizi kurang dapat dilihat sebagai suatu proses
kurang makan ketika kebutuhan normal terhadap satu atau beberapa nutrien tidak
terpenuhi, atau nutrient-nutrien tersebut hilang dengan jumlah yang lebih besar
daripada yang didapat. Gizi kurang dibedakan menjadi gizi kurang makro
(makronutrien) dan gizi kurang mikro ( mikro nutrien). Dalam memenuhi asupan
gizinya, tubuh membutuhkan makronutrien, yaitu karbohidrat, lemak, protein dan
mikronutrien, vitamin, yodium, zat besi, seng, asam folat, dan lain sebagainya
(Cakrawati Dewi, 2014).
Penyebab Gizi Kurang
 Masalah gizi kurang dapat disebabkan oleh (Cakrawati, Dewi. 2014).:
1. Penyebab langsung
Makan dan penyakit dapat secara langsung langsung memnyebabkan
gizi kurang. Timbulnya gizi kurang tidak hanya dikarenakan asupan
makanan yang kurang, tetapi juga penyakit. Anak yang mendapat
cukup makanan tetapi sering menderita sakit, dapat menderita gizi
kurang. Demikian pula pada anak yang yang tidak memperoleh
cukupmakan, maka daya tahan tubuh akan melemah dan akan
mudah terserang penyakit (Cakrawati, Dewi. 2014).
2. Penyebab tidak langsung
a. Ketahanan pangan keluarga kurang memadai. Setiap keluarga
diharapkan mampu untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh
anggota keluargany dalam jumlah yang cukup baik jumlah maupun
mutu gizi.
b. Pola pengasuhan anak kurang memadai. Setiap keluarga dan
masyarakat diharapkan dapat menyediakan waktu, perhatian, dan
dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh kembang dengan baik
secara fisik, mental maupun sosial.
c. Pelayanan kesehatan dan lingkungan kurang memadai. Sistem
pelayanan kesehatan yang ada diharapkan dapat menjamin
penyediaan air bersih dan sarana pelayanan kesehatan dasar yan
terjangkau oleh setiap keluarga yang membutuhkan.
 Akibat gizi kurang
Menurut Dr. Arisman, MB akibat kurang gizi terhadap proses
tubuh bergantung pada zat-zat gizi apa yang kurang. Kekurangan berat
badan pada anak yang sedang tumbuh merupakan masalah serius
(Arisman, M. B. 2010). Kekurangan gizi secara umum (makanan kurang
dalam kuantitas dan kualitas) menyebabkan gangguan pada proses-proses
(Cakrawati, Dewi. 2014) :
1. Pertumbuhan
Anak-anak tidak tumbuh menurut potensialnya. Protein digunakan
sebagai zat pembakar, sehingga otak-otak menjadi lembek dan rambut
mudah rontok. Anak-anak yang berasal dari tingkat sosial ekonomi
menengah ke atas ratarata lebih tinggi dari pada yang berasal dari
keadaan sosial ekonomi rendah.
2. Produksi Tenaga
Kekurangan energi berasal dari makanan menyebabkan seorang
kekurangan tenaga untuk bergerak, bekerja, dan melakukan aktivitas.
Orang menjadi malas, merasa lemah, dan produktivitas kerja menurun
3. Pertahanan Tubuh
Daya tahan terhadap tekanan dan stres menurun. Sistem imunitas dan
antibodi berkurang, sehingga orang mudah terserang infeksi seperti
pilek, batuk, dan diare. Pada anak-anak hal ini dapat membawa
kematian.
4. Struktur dan Fungsi Otak
Kurang gizi pada usia muda dapat berpengaruh terhadap
perkembangan mental, dengan demikian kemampuan berpikir. Otak
mencapai bentuk maksimal pada usia dua tahun. Kekurangan gizi
dapat berakibat terganggunya fungsi otak permanen.
5. Perilaku
Baik anak-anak atau orang dewasa yang kurang gizi menunjukkan
perilaku tidak tenang. Mereka mudah tersinggung, cengeng dan apatis.
 Perbaikan Gizi Kurang
Kegiatan penilaian status gizi menghasilkan status gizi individu.
Individu yang memiliki status gizi yang baik harus terus dipertahankan,
sedangkan yang mempunyai masalah gizi harus diperbaiki agar menjadi
lebih baik. Tujuan perbaikan gizi adalah menghasilkan masyarakat yang
mempunyai status gizi optimal, sehat, dan menjadi sumber daya manusia
yang berkualitas (Holil muhammad ,2017).
Balita yang menderita gizi sangat kurus mudah terkena penyakit,
sedangkan balita yang kurus atau gizi kurang, pertumbuhan jaringan
tubuhnya akan mengalami keterlambatan. Oleh sebab itu, balita yang
mengalami masalah gizi harus mendapatkan pelayanan untuk
memperbaiki status gizinya (Holil, Muhammad,2017).
Mengatasi masalah gizi pada balita dapat dilakukan melalui
konseling. Masalah gizi dapat diketahui dari hasil pemantauan
pertumbuhan yang dilakukan dengan menggunakan grafik pertumbuhan
anak (GPA). Jika berdasarkan pemantauan GPA anak tumbuh dengan
baik, nasihat selanjutnya adalah memberikan makanan yang sesuai
dengan umur anak sehingga anak akan tumbuh dengan baik. Anak yang
mengalami masalah pertumbuhan, baik masalah gizi kurang maupun
masalah gizi lebih, harus dilakukan penanganan yang khusus (Holil,
Muhammad,2017).
Masalah gizi dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain sosial dan
lingkungan yang dapat memengaruhi cara pemberian makan, pola asuh
dan pertumbuhan anak. Oleh sebab itu, penyebab timbulnya masalah gizi
pada anak perlu diketahui sebelum memberikan konseling. Pada waktu
melakukan konseling, ada beberapa hal penting yang harus menjadi
perhatian, yaitu mendengarkan dan belajar dari ibu dengan cara
mengajukan pertanyaan terbuka, mendengarkan dan meyakinkan bahwa
konselor memahami apa yang dikatakan ibu, serta menggunakan bahasa
tubuh dan isyarat untuk menunjukkan bahwa konselor sangat
memerhatikan dan empati terhadap perasaan ibu. Pada waktu melakukan
konseling juga harus membangun kepercayaan dan memberikan
dukungan dengan cara memuji ibu jika sudah berbuat baik; menghindari
kata yang dapat menyalahkan ibu; menerima apa yang ibu pikirkan dan
rasakan; memberikan informasi dalam bahasa yang sederhana dan mudah
dipahami; memberikan saran yang terbatas dan bukan bersifat perintah;
serta menawarkan bantuan yang mudah dilakukan (Holil,
Muhammad,2017).
1. Pemenuhan Makan Sebagai Perbaikan Gizi
Banyak cara untuk memperbaiki status gizi, antara lain yang
telah dikembangkan pada standar pertumbuhan WHO 2005
(Kemenkes, 2011). Anjurkan utama yang telah dikembangkan adalah
cara pemberian air susu ibu (ASI) dan makanan pendamping
(MPASI), seperti yang diuraikan pada tabel berikut ini :

Anjuran Makan Anak Sehat dan Sakit

Usia Anak Anjurkan Pemberian Makan


Bayi sampai Berikan ASI sesuai keinginana anak, paling sedikit 8
usia 6 bulan kali sehari, pagi, siang, maupun malam. Jangan
diberikan makanan atau minuman selain ASI.
Umur 6-9 Teruskan pemberian ASI Mulai memberikan makanan
bulan pendamping ASI, seperti bubur, susu, pisang, pepaya
lumat halus, air jeruk, air tomat saring, dan sebagainya.
Secara bertahap sesuai pertambahan umur, berikan
bubur tim lumat, ditambah telur/ ayam/ ikan/ tempe/
tahu/ daging sapi/ wortel/ bayam/ kacang hijau/ santan/
minyak. Setiap hari diberikan makan sebagai berikut :
6 bulan : 2 x 6 sendok makan peres
7 bulan : 2-3 x 7 sendok makan peres
8 bulan : 3 x 8 sendok makan peres

Umur 9-12 Teruskan pemberian ASI Berikan makanan pendamping


bulan ASI (MPASI) yang lebih padat dan kasar seperti bubur,
nasi tim, nasi lembek. Tambahkan telur/ ayam/ ikan/
tempe/ tahu/ daging sapi/ wortel/ bayam/ santan/minyak.
Setiap hari (pagi/siang/malam) berikan makanan
berikut:
9 bulan : 3 x 9sendok makan peres
10 bulan : 3 x 10 sendok makan peres
11 bulan : 3 x 11 sendok makan peres
Berikan makanan selingan 2 kali sehari (buah, biskuit,
kue) di antara waktu makan.
Umur 12-24 Teruskan pemberian ASI Berikan makanan keluarga
secara bertahap sesuai kemampuan anak. Berikan 3 x
sehari, sebanyak 1/3 porsi makan orang dewasa terdiri
dari nasi, lauk pauk, sayur, dan buah. Beri makan
selingan 2 kali di antara waktu makan (biskuit, kue)

Umur 24 Berikan makanan keluarga 3 x sehari 1/2-1/2 porsi


bulan atau makan orang dewasa yang terdiri dari nasi, lauk pauk,
lebih sayur, dan buah. Berikan makanan selingan kaya gizi 2
x sehari diantara waktu makan.
Sumber, Kemenkes RI, 2011 dalam Holil Muhammad, 2017.

2. Konseling bagi lbu yang Mempunyai Anak Gizi Kurang


Apabila berdasarkan penilaian pertumbuhan anak menderita gizi
kurang penting untuk mencari penyebab mengapa anak menderita gizi
kurang. Seorang anak dikatakan menderita gizi kurang apabila kurus
(nilai z-skor<-2SD untuk indikator BB/PB atau BB/TB atau IMT/U):
berat badan kurang (nilai z-skor -2SD untuk indikator BB/U); pendek
(nilai z-skor<-2SD untuk indikator PB/U atau TB/U); atau mempunyai
kecenderungan pertumbuhan ke arah salah satu masalah gizi.
konseling bagi ibu yang anaknya menderita gizi kurang dilakukan
melalui dua kegiatan utama, yaitu mencari penyebab gizi kurang dan
memberikan konseling (Holil muhammad,2017).
3. Mencari Penyebab Gizi Kurang
Penyebab teriadinya gizi kurang pada anak diketahui dengan
melakukan wawancara pada ibu anak oleh konselor. Konselor perlu
mengajukan beberapa pertanyaan yang sesuai dengan umur anak,
mendengarkan dengan baik semua jawaban yang diberikan ibu,
mengajukan pertanyaan lanjutan untuk melengkapi informasi dalam
memahami penyebab kurang gizi anak, kemudian mencatat penyebab
terjadinya gizi kurang tersebut. Apabila terdapat banyak faktor yang
menyebabkan anak menderita gizi kurang, temukan dan cari penyebab
utamanya bersama-sama dengan ibu (Holil muhammad,2017).
Apabila pada saat wawancara anak sakit atau menderita sakit
yang kronis sebagai penyebab gizi kurang, anak harus mendapat
perawatan dan pengobatan dengan cara dirujuk, dan wawancara
dihentikan. Berikan nasihat kepada ibu, mengenai cara pemberian
makan anak sesuai dengan umurnya. Anak dapat mengalami trauma,
seperti kematian salah satu anggota keluarga atau pergantian pengasuh
yang dapat mengakibatkan menurunnya nafsu makan anak. Dalam
keadaan seperti ini, wawancara lebih baik dihentikan untuk kemudian
dilakukan di lain waktu (Holil muhammad,2017).
Di dalam buku Modul Pelatihan Pertumbuhan Anak dari
Kemenkes RI (2011) secara garis besar terdapat delapan langkah
untuk melakukan konseling bagi ibu yang anaknya menderita gizi
kurang, yaitu :
Langkah 1 : Menentukan apakah anak sakit pada saat kunjungan
atau menderita sakit yang kronis.
Langkah 2 : Jika anak tidak sakit, mulai mencari penyebab
mengapa anak menderita gizi kurang.
Langkah 3 : Menanyakan perubahan pola makan dan/atau
menyusui saat ini.
Langkah 4 : Menanyakan tentang pemberian makan sesuai
umurnya.
Langkah 5 : Menanyakan apakah anak sering menderita
penyakit yang berulang
Langkah 6 : Mengkaji kemungkinan penyebab masalah sosial
dan lingkungan
Langkah 7 : Menentukan penyebab utama anak menderita gizi
kurang yang dilakukan bersama ibu.

Langkah 8 : Memberikan nasihat pada ibu untuk menanggulangi


gizi kurang anak.
4. Memberikan nasihat sesuai penyebab gizi kurang
Nasihat yang diberikan kepada ibu adalah atas dasar penyebab
utama anak menderita gizi kurang yang dirasakan ibu. Selanjutnya,
mendiskusikan apa yang dapat dilakukan oleh ibu dan siapa yang kira-
kira dapat membantu ibu. Selain itu, pahami kemungkinan kesulitan
yang hadapi ibu, dan berikan dukungan untuk menghadapinya (Holil
muhammad,2017).
Apabila ada banyak penyebab yang mengakibatkan anak
mengalami gizi kurang, mungkin akan ada banyak nasihat yang perlu
diberikan. Namun, harus diperhatikan bahwa kemampuan ibu untuk
dapat mengingat dan memahami, mungkin hanya untuk beberapa
nasihat saja. Oleh sebab itu, nasihat yang diberikan sebaiknya tidak
terlalu banyak, cukup dua atau tiga nasihat yang paling mungkin dapat
dilakukan oleh ibu (Holil muhammad,2017).
Anak yang pendek, tetapi nilai z-skor indikator BB/TB atau
BB/PB atau IMT/U tergolong nomal memerlukan asupan gizi yang
dapat meningkatkan panjang dan tinggi badan anak. tanpa
meningkatkan berat berlebih yang dapat menyebabkan kelebihan berat
badan. Nasihat untuk anak seperti ini adalah memperbaiki jumlah dan
bioavailabilitas zat gizi mikro dalam makanan, dengan cara
meningkatkan konsumsi makanan sumber protein hewani. Makanan
yang berasal dari protein hewani umumnya mengandung zat gizi
mikro yang tinggi dan kandungan mineralnya dapat diabsorpsi lebih
baik dibanding makanan nabati (Holil muhammad,2017).
Beberapa nasihat tentang masalah pemberian makan pada anak
ialah (Holil muhammad,2017) :
a. Jika pemberian makan tidak sesuai anjuran, berikan nasihat pada ibu
tenang cara pemberian makan yang sesuai dengan umur anak.
b. Jika ibu kesulitan memberikan ASI Pada bayinya. Berikan konseling
menyusui, yaitu melakukan penilaian cara ibu menyusui
menunjukkan cara menyusui yang benar, serta memberikan contoh
tindakan yang benar jika ada masalah menyusui.
c. Jika bayi berumur kurang dari 6 bulan mendapat susu formula
makanan lain, anjurkan ibu untuk melakukan relaktasi, dengan cara
membangkitkan rasa percaya diri bahwa ibu mampu memproduksi
ASI sesuai kebutuhan bayinya. Ajak ibu menyusui bayi lebih sering
lagi, lebih lama, pada pagi, siang, maupun malam dan secara
bertahap mengurangi pemberian susu formula atau makanan lain.
d. Jika umur bayi lebih dari 6 bulan dan ibu menggunakan botol untuk
memberikan susu pada anaknya, minta ibu untuk mengganti botol
dengan cangkir atau mangkuk atau gelas, peragakan cara
memberikan susu dengan cangkir atau gelas, dan berikan makanan
pendamping ASI sesuai dengan kelompok umur.
e. Jika anak tidak diberi makan secara aktif, nasihati ibu agar duduk
dekat anak, membujuk anak agar mau makan, jika perlu menyuapi
anak. Memberi anak makan bergizi dengan jumlah yang cukup dan
yang disukai anak.
f. Jika ibu mengubah pemberian makan selama anak sakit. Ibu tidak
perlu merubah pemberian makan anak, memberi makan pada anak
sesuai dengan kelompok umur.
Hal-hal yang harus diperhatikan pada waktu memberikan
nasihat kepada ibu antara lain memberikan nasihat tidak terlalu
banyak, cukup 2 atau 3 nasihat; memberikan pujian apabila ibu sudah
mulai mengerjakannya; memberikan pertanyaan pemahaman untuk
mengetahui apakah ibu betul-betul sudah memahami nasihat yang
diberikan; serta membuat janji bertemu kembali untuk melihat
perkembangan anak setelah mendapat intervensi (Holil
muhammad,2017).

B. TINJAUAN MANAJEMEN KEBIDANAN


Menurut Helen Varney (Kebidanan Teori dan Asuhan, 2017: Vol 1,Hal : 25-
28), langkah-langkah manajemen kebidanan tersebut adalah:
a) Langkah I: Tahap pengumpulan data dasar
Pada langkah ini dikumpulkan semua informasi yang akurat dan
lengkap yang berkaitan dengan kondisi klien. Pendekatan ini harus bersifat
komprehensif meliputi data subjektif, objektif, dan hasil pemeriksaan.
b) Langkah II : Interpretasi data dasar
Pada langkah ini dilakukan identifikasi terhadap diagnosis atau
masalah dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang benar atas dasar
data-data yang telah dikumpulkan. Data dasar yang telah dikumpulkan
diinterpretasikan sehingga dapat merumuskan diagnosa dan masalah yang
spesifik.
c) Langkah III : Mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial dan
mengantisipasi penanganannya
Pada langkah ini kita mengidentifikasi masalah atau diagnosa
potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosis yang telah
diidentifikasikan.

d) Langkah IV : Menetapkan kebutuhan terhadap tindakan segera


Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter
dan atau untuk dikonsulkan atau ditangani bersama dengan anggota tim
kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi klien.
e) Langkah V : Menyusun rencana asuhan yang menyeluruh
Pada langkah ini dilakukan perencanaan yang menyeluruh,
ditentukan langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan
kelanjutan manajemen terhadap diagnosis atau masalah yang telah
diidentifikasi atau diantisipasi, pada langkah ini informasi/data dasar yang
tidak lengkap dapat dilengkapi.
f) Langkah VI : Pelaksanaan langsung asuhan efisien dan aman
Pada langkah ini, rencana asuhan yang menyeluruh di langkah
kelima harus dilaksanakan secara efisien dan aman.
g) Langkah VII: Mengevaluasi hasil tindakan
Pada langkah ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang
sudah diberikan. Rencana dapat dianggap efektif jika memang benar efektif
dalam pelaksanaannya.

BAB II.TINJAUAN KASUS


ASUHAN KEBIDANAN PADA KELUARGA TN. ”R”
DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS BULILI KOTA PALU

A. PENGKAJIAN DATA
Nama pengkaji : Rosdiana Sitohang,S.Tr.Keb
Nim : 202006090247
Tanggal : 17 Januari 2022
Tempat : Jalan Tangkasi No 10B,Kel.Birobuli Selatan,Kota Palu,Selawesi Tengah.
DATA SUBJEKTIF
1. Data Umum
Identitas Keluarga
Nama Kepala Keluarga : Tn. “R”
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 32 tahun
Agama : Kristen Protestan
Suku Bangsa : Indonesia
Pendidikan : SMA
Status Pernikahan
Usia menikah suami : 28 Tahun, istri : 23 Tahun.
Lama pernikahan : 3 Tahun.
Jumlah Anak : 1
Alamat : Jalan Tangkasi No 10B Kel.Birobuli Selatan,Kota
Palu,Sulawesi Tengah
Anggota Keluarga

No. Nama Umur L/P Hub. Kel Pendidikan Pekerjaan Ket


Tn. R 32 th L KK SMA Kary.
1.
Swasta
2. Ibu. D 25 th P Istri SMA IRT
3 An. S 1 th 6 bln L Anak - -

GENOGRAM

Suami Istri

Anak
Keterangan gambar : Hubungan perkawinan
Anak

a. Tipe keluarga : merupakan keluarga inti (nuclear family) yang terdiri dari ayah,ibu
dan anak kandung
b. Tipe bangsa: suku bangsa Timor yang masih menjunjung tinggi hormat kepada ayah
(ayah selalu diutamakan), patrilineal.
c. Agama: Katolik, dan masing – masing anggota keluarga taat menjalankan ibadah
d. Status sosial ekonomi: Kepala keluarga bekerja sebagai karyawan pada salah satu
perkebunan kelapa sawit sebagai pemanen, yang berpenghasilan antara 2.000.000 -
4.000.000 rupiah
2. Aktifitas rekreasi: keluarga memanfaatkan waktu luang dengan menonton tv dan
bermain dengan anak setelah seharian beraktifitas sebagai sarana rekreasi
3. Riwayat dan tahap perkembangan keluarga
a. Tahap perkembangan keluarga saat ini: Tahap kedua keluarga dengan kelahiran
anak pertama (child bearing family)
b. Tugas perkembangan keluarga: Keluarga bisa memenuhi tugas perkembangan sesuai
tahap perkembangan, yaitu tugas perkembangan keluarga untuk berkumpul dalam
satu keluarga,
c. Riwayat kesehatan keluarga inti:
- Riwayat penyakit keturunan: anggota keluarga tidak ada yang sedang menderita
sakit
- Riwayat imunisasi: anak pertama mendapat imunisasi dasar lengkap,
- Sumber pelayanan kesehatan yang biasa digunakan: Klinik Perusahaan,
Puskesmas pembantu, dan Puskesmas
d. Riwayat kesehatan keluarga lainnya: dalam keluarga suami dan istri tidak ada yang
sedang menderita penyakit.

4. Pengkajian Lingkungan
a. Karakteristik rumah: Tipe rumah semi permanen (kayu ulin) dengan bentuk
bangsalan/memanjang, atap alumunium (sakura roof), ukuran rumah 6x10 m,
rumah bersih, ventilasi berada pada ruang tamu dan dapur sedangkan kamar tidak
memiliki jendela dikarenakan rumah saling terhubung dengan rumah tetangga.
Denah rumah.
wc
Dapur
Tetangga Tetangga

R. Tamu Kamar
1C

Kamar
1C

b. Karakteristik tetangga dan komunitas : budaya setempat tidak ada yang merugikan
kesehatan, kerukunan lingkungan baik yaitu misalnya adanya kegiatan kerja bakti,
gotong royong
c. Mobilitas geografis keluarga: Keluarga belum menetap. Perkumpulan keluarga &
interaksi dengan masyarakat : keluarga berinteraksi dengan baik dengan tetangga
meskipun tidak mengikuti organisasi masyarakat.
d. Sistem pendukung keluarga: Keluarga mempunyai pendanaan untuk kesehatan, dan
terdaftar sebagai peserta jaminan kesehatan melalui jaminan kesehatan yang di
danai oleh perusahaan tempat berkerja.
5. Struktur Keluarga
a. Pola komunikasi keluarga: bahasa yang digunakan bahasa daerah (timor dan bahasa
Indonesia.
b. Struktur kekuatan keluarga: keluarga tidak mempunyai kekuatan untuk
mempengaruhi perilaku lingkungan karena sebagai perantau (pendatang) dan
kesibukan dalam bekerja.
c. Struktur peran: peran masing- masing anggota keluarga telah sepenuhnya sesuai
dengan peran masing- masing, Ayah sebagai pencari nafkah sedangkan tugas
perkembangan ibu adalah pengasuhan anak sehari-hari.
d. Nilai atau norma keluarga: tidak ada kebiasaan atau adat dalam keluarga yang
merugikan kesehatan
6. Fungsi keluarga
a. Fungsi Afektif: keluarga saling menghargai diantara sesama anggota keluarga,
hubungan suami istri terjalin dengan baik.
b. Fungsi social: keluarga menerapkan norma norma sosial yang ada pada masyarakat
dan tidak ada aturan khusus dalam keluarga. Pergaulan dengan ligkungan baik.
c. Fungsi perawatan kesehatan
- Keluarga belum memahami masalah kesehatan yang ada
- Keluarga kurang memahami pentingnya pemenuhan kebutuhan gizi pada
anaknya.
- Anak Tn. “R” masih minum ASI dan menolak (tidak suka) makan makanan
tambahan lain
- Ibu “D” mengetahui bahwa anaknya mengalami kekurangan gizi, namun tidak
dapat mengatasinya.
- Ibu “D” mengatakan telah berusaha memberikan susu formula untuk nutrisi
tambahan, tetapi anak menolak (tidak suka).
d. Fungsi reproduksi: jumlah anak satu, dan Ibu “D” merupakan akseptor KB suntik 3
bulan.
e. Fungsi ekonomi: penghasilan keluarga cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup
sehari hari dan bisa menabung untuk keperluan mendadak.
7. Stres dan Koping keluarga
a. Stres jangka pendek: ibu mengetahui bahwa anaknya mengalami kekurangan gizi
dan tidak tahu bagaimana mengatasinya.
b. Kemampuan berespon terhadap situasi stressor: Keluarga tahu bahwa kekurangan
gizi pada anaknya merupakan suatu masalah dan pernah berkonsultasi dengan bidan
desa dan nutritionis dari puskesmas untuk mengatasi masalah tersebut.
c. Strategi koping yang digunakan: berdiskusi dengan suami dan orang terdekat bila
mengalami masalah.
8. Harapan keluarga terhadap petugas kesehatan: bisa membantu masalah kesehatan
keluarga
9. Pemeriksaan Fisik
Nama : An. “S”
Usia : 18 Bulan
a. Pemeriksaan Umum
1) Keadaan umum : Baik
2) Kesadaran : Composmentis
3) TTV : Nadi : 90 x/menit
Rr : 28 x/menit
S : 36, 7 0c
4) Pemeriksaan Antropometri
Berat badan saat ini : 7,7 kg
Berat badan seharusnya : 9,8-10,8 kg
Standar Deviasi :-3,0 SD
Lila : 12 cm
Panjang badan : 76 cm
LK : 45 cm
LD : 43 cm
b. Pemeriksaan Fisik
Kepala : Bulat, bentuk simetris, rambut hitam, bersih, sedikit
Mata : Simetris, konjungtiva merah muda, tidak ikterik
Hidung : Simetris, bersih, tidak ada secret.
Mulut : Simetris, tidak ada stomatitis, tidak ada caries dentist.
Telinga : Simetris, bersih
Leher : Tidak ada gangguan gerak, tidak ada pembesaran veba
jugularis
Dada : Tidak ada tarikan intercostal
Perut : Bulat, tidak ada pembesaran abnormal
Punggung : Normal, tidak ada tonjolan abnormal
Ekstermitas Atas : lengkap
Ekstermitas Bawah : lengkap
Pergerakan : Aktif
Genetalia :
Jenis kelamin : Laki-laki
Lubang anus : Ada
Bentuk : Normal

B. DIAGNOSA KEBIDANAN
Analisa data
No Data ( S & O ) Penyebab Masalah
Masalah
1. Data Subjektif: Ibu mengatakan: ketidakmampuan Nutrisi kurang
1. Ibu mengatakan anaknya masih keluarga dari kebutuhan
minum ASI dan menolak (tidak suka) merawat anggota tubuh.
makan makanan tambahan lain keluarga yang
2. Ibu mengetahui bahwa anaknya mengalami
mengalami kekurangan gizi, namun kurang gizi.
tidak dapat mengatasinya.
3. Pola makan anak tidak teratur karena
selalu menolak ketika diberi makan.
4. Ibu “D” mengatakan telah berusaha
memberikan susu formula untuk
nutrisi tambahan, tetapi anak menolak
(tidak suka).
Data Objektif:
Berat badan saat ini : 7,7 kg
Standar Deviasi :-3,0 SD
Lila : 12 cm
Panjang badan : 76 cm

PerumusanDiagnosa
DIAGNOSA
Diagnosa Kebidanan: An. “S” Usia 18 Bulan dengan BGM
Masalah:
1.    Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh pada An. “S” berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang mengalami kurang gizi.
Resiko
1.    Gizi Buruk

Prioritas Masalah Dan Scoring


Diagnosa Kriteria Skor Pembenaran
Baduta dengan nutrisi kurang 1. Sifat masalah: 3/3x1=1 Baduta merupakan
dari kebutuhan tubuh Tidak sehat salah satu kelompok
(BGM) rawan gizi.
Kekurangan gizi
pada baduta dapat
menimbulkan
gangguan tumbuh
kembang secara
fisik, mental, sosial,
dan intelektual yang
sifatnya menetap dan
terus dibawa sampai
anak menjadi
dewasa.
2. Kemungkinan 1/2x2=1 Sumber daya ada,
masalah bisa Usia anak belum
diatasi: genap 2 tahun,
Sebagian merupakan anak
pertama dimana ibu
belum memiliki
pengetahuan untuk
merawat anggota
keluarga yang
mengalami
kekurangan gizi.
3. Potensial 2/3x1=2/3 Usia anak belum
masalah bisa genap 2 tahun,
dicegah setidaknya masih ada
:cukup waktu untuk
memperbaiki pola
makan dan
memperkenalkan
jenis makanan yang
bervariasi dan
disukai anak.

4. Menonjolnya 2/2x1=1 Masa baduta (bawah


masalah: dua tahun)
Masalah berat merupakan “window
harus segera of opportunity”.
diatasi Pada masa ini,
seorang anak
memerlukan asupan
zat gizi yang
seimbang baik dari
segi jumlah maupun
proporsinya untuk
mencapai berat dan
tinggi badan yang
optimal
Jumlah skor 3 2/3
Resiko terjadinya Gizi 1. Sifat masalah: 2/3x1=2/3 Baduta dengan BGM
Buruk berhubungan Ancaman (Bawah Garis
dengan ketidakmampuan Merah) adalah bayi
keluarga merawat anggota dibawah dua tahun
keluarga yang mengalami dengan berat badan
kurang gizi. menurut umur (BB /
U) berada di bawah
garis merah pada
KMS. Balita BGM
dapat di jadikan
salah satu indikator
awal bahwa balita
tersebut mengalami
masalah gizi yang
perlu segera
ditangani.

2. Kemungkinan 1/2x2=1 Sumber daya ada,


masalah bisa Usia anak belum
diatasi: genap 2 tahun,
sebagian merupakan anak
pertama dimana ibu
belum memiliki
pengetahuan untuk
merawat anggota
keluarga yang
mengalami
kekurangan gizi.
3. Potensial 2/3x1=2/3 Usia anak belum
masalah bisa genap 2 tahun,
dicegah: setidaknya masih ada
cukup waktu untuk
memperbaiki pola
makan dan
memperkenalkan
jenis makanan yang
bervariasi dan
disukai anak sesuai
dengan tahapan
usianya.

4. Menonjolnya 0/1x1=0 Keluarga tahu bahwa


masalah: anaknya mengalami
Masalah tidak kekurangan gizi,
dirasakan tetapi an. “S” selalu
menolak bila
diberikan makanan,
dan merasa cukup
dengan hanya ASI
Jumlah skor 2 1/3

Dari hasil skor diatas dapat dirumuskan bahwa prioritas masalah yang ada adalah Baduta
dengan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (BGM)

C.
Tanggal Diagnosa Implementasi Evaluasi Respon
dan Waktu
17 Januari Ketidaktahuan 1. Mendiskusikan tentang Keluarga mampu
2022 keluarga - Anemia kehamilan menjelaskan pengertian
Jam. 13.00 mengenali - Tanda penyebab tentang anemia,penyebab
Wita. anemia anemia kehamilan dan dan cara mengatasinya
kehamilan cara mengatasinya
berhubungan - Bahaya yang
dengan ditimbulkan dari
kurangnya anemia kehamilan
informasi 2. Menjelaskan pada ibu Ibu mengerti tentang
tentang tentang cara konsumsi Fe dan
anemia  Cara mengkonsumsi pentingnya tablet Fe.
kehamilan dan tab Fe Ibu bersedia
pentingnya  Konsumsi mengkonsumsi
talet Fe sayur/makanan yang sayur/makanan yang
membantu penyerapan membantu penyerapan
tab Fe Fe, misalnya sayuran
 Menghindari berwarna hijau,buah
makanan/minuman buahan.
yang menghambat Ibu mau menghindari
penyerapan zat besi makanan/minuman yang
yaitu kebiasaan ibu dapat menghambat
minum teh. penyerapan zat besi yaitu
3. Menunjukkan cara kebiasaan ibu minum teh
konsumsi tab Fe, yaitu Ibu mengerti cara
pada malam hari mengkonsumsi tablet
diminum degan air fe,yaitu pada malam hari,
putih di minum dengan air
4. Menjelaskan putih
kebutuhan istirahat Ibu bersedia meluangkan
ibudan meluangkan waktu untuk beristirahat
waktu untuk sesuai kebutuhannya
beristirahat
5. Memberitahu ibu
bahwa bidan akan Ibu bersedia dilakukan
melakukan kunjungan kunjungan ulang pada
ulang 2 minggu yang tanggal 31 Januari 2022.
akan datang dan
melakukan
pemeriksaan Hb ibu.
6. Menganjurkan ibu
untuk melibatkan Ibu bersedia melibatkan
anggota keluarga yang nenek untuk ikut merawat
lain (nenek) untuk ikut kehamilannya dan ikut
memantau mengingatkan pentingnya
kehamilannyamisalnya konsumsitablet Fe dan
menemani periksa gizi ibu hamil
kehamilan ataupun
mengingatkan
pentingnya konsumsi
tablet Fe dan gizi ibu
hamil
7. Menganjurkan ibu
untuk memanfaatkan Ibu bersedia
sarana kesehatan yang memanfaatkan sarana
terdekat, yaitu bidan kesehatan yang terdekat
desa untuk membantu yaitu bidan desa untk
masalah kesehatan membantu masalah
yang dialaminya kesehatan yang
dialaminya

D. EVALUASI
Tanggal Diagnosa SOAP
dan waktu
31 Januari Ketidak tahuan S:
2022 keluarga tentang Pernyataan keluarga bahwa Fe telah dikonsumsi
Jam. 11.00 bahaya gauta sesuai anjuran dan klien juga mengkonsumsi
Wita. keluarga yang sakit makanan yang membantu penyerapan Fe
(hamil dengan Keluarga selalu mengingatkan Ny.D untuk
anemia) mengkonsumsi tab Fe dan bersedia menemani ibu
berhubungan untukmelakukan kunjungan ulang
dengan kurangya O:
informasi tentang nenek menemani ibu saat bidan melakukan
anemia kehamilan kunjungan ulang
Kadar Hb ibu 9,8 gr%
A:
Keluarga menunjukan kemampuan merawat
anggauta keluarganya yang hamil dengan anemia.
P:
Pantau kemajuan yang dicapai keluarga
Pastikan Fe dikonsumsi sesuai anjuran
Anjurkan ibu untuk melakukan kunjungan ulang
ke bidan sesuai jadwal yaiu 4 minggu kemudian
Penkes tentang tanda bahaya pada kehamilan
trimester I
DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2019.Asuhan Kebidanan Komunitas.http://id.wikipedia.org/wiki/askeb. Diakses


pada: 10 Mei 2013.
Maita Liva,Dkk. 2015. Asuhan Kebidanan Bagi Para Bidan Komunitas. CV Budi
Utama:Yogyakarta.

Meilani, Niken.2009.Kebidanan Komunitas.Fitrimaya:Yogyakarta

Riyanti .208.Etikologi Dalam Praktek Kebidanan.Winek Media: Malang

Simatupang E.J, 2012, ”Penerapan Unsur-Unsur Manajemen”, Penerbit Buku Awan Indah,
Jakarta

Dokumentasi Askeb Komunitas

Anda mungkin juga menyukai