Anda di halaman 1dari 53

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEBIDANAN KOLABORASI


PADA PERSALINAN PATOLOGI DAN KOMPLIKASI
DI PUSKESMAS TUNJUNGAN

Untuk Memenuhi Persyaratan Target Praktik Semester II


Stage Kolaborasi Pada Kasus Patologi dan Komplikasi

Disusun Oleh :

DESY ARIYANTI
P1337424821312

PRODI PROFESI BIDAN SEMARANG


JURUSAN KEBIDANAN SEMARANG
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
TAHUN 2022
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan Asuhan Kebidanan Kolaborasi Pada Persalinan Patologi


dan Komplikasi Telah diperiksa dan disahkan pada :

Hari :
Tanggal :

Dalam Rangka Praktik Klinik Kebidanan Stase Kolaborasi Pada Kasus Patologi
dan Komplikasi yang telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing klinik dan
pembimbing institusi Prodi Profesi Kebidanan Jurusan Kebidanan Politeknik
Kesehatan Kementerian Kesehatan Semarang.

Semarang, 2021
Pembimbing Klinik Praktikan

Sof.Khasanah, SST Desy Ariyanti


NIP. 196304181989122001 NIM. P1337424821312

Mengetahui
Pembimbing Institusi

Dewi Andang Prastika, S.ST., M.Kes.


NIP. 199102252018012001
TINJAUAN TEORI

A. KONSEP DASAR PERSALINAN


1. Pengertian Persalinan
Persalinan normal menurut WHO adalah persalinan yang dimulai
secara spontan, berisiko rendah pada awal persalinan dan teteap demikian
selama proses persalinan, bayi lahir secara spontan dalam presentasi
belakang kepala pada usia kehamilan 37-42 minggu lengkap dan setelah
persalinan ibu maupun bayi berada dalam kondisi sehat. (Oktarina,
2015).
Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang
dapat hidup di luar uterus melalui vagina ke dunia luar. Persalinan
normal atau persalinan spontan adalah bila bayi lahir dengan letak
belakang kepala tanpa melalui alat-alat atau pertolongan istimewa serta
tidak melukai ibu dan bayi, dan umumnya berlangsung dalam waktu
kurang dari 24 jam (Wiknjosastro, 2012).
Dasar asuhan pesalinan normal adalah asuhan yang bersih dan
aman selama persalinan dan setelah bayi lahir, serta upaya pencegahan
komplikasi terutama perdarahan pasca persalinan, hipotermia, dan
asfiksia bayi baru lahir. Sementara itu, fokus utamanya adalah mencegah
terjadinya komplikasi. Hal ini merupakan suatu pergeseran paradigma
dari sikap menunggu dan menangani komplikasi menjadi mencegah
komplikasi yang mungkin terjadi (Prowirohardjo, 2018).
2. Teori Penyebab Terjadinya Persalinan
Beberapa teori yang mempengaruhi terjadinya persalinan, antara
lain (Oktarina, 2015):
a. Teori penurunan hormon
1-2 minggu sebelum persalinan, terjadi penurunan kadar hormon
estrogen dan progesteron. Progesteron selama kehamilan berfungsi
untuk memperhatankan ketenangan dari otot polos Rahim. Penurunan
kadar progestron menyebabkan konstriksi pembuluh darah dan rahim
mulai kontraksi (Sulis, 2019). Rangsangan estrogen menyebabkan
iribility myometrium, estrogen memungkinkan sintesa prostaglandin
pada desidua dan selaput ketuban sehingga menyebabkan kontraksi
uterus (myometrium).

Gambar 1. Sintesa hormon penyebab persalinan


b. Teori oksitosin
Perubahan keseimbangan estrogen dan progesteron mengakibatkan
aktivitas oksitosin yang dihasilkan kelenjar hipofisis posterior
meningkat dan menimbulkan kontraksi Braxton Hicks.
c. Teori Keregangan
Rahim yang menjadi besar dan meregang menyebabkan iskemia otot-
otot Rahim, sehingga menggangu sirkulasi utero plasenter.
d. Teori Fetal Membran
Meningkatnya hormone estrogen menyebabkan terjadinya esterified
yang menghasilkan arachnoid acid, arachnoid acid bekerja untuk
pembentukan prostaglandin yang mengakibatkan kontraksi
myometrium.
e. Teori Prostaglandin
Konsentrasi prostaglandin yang dihasilkan oleh desidua meningkat
sejak usia kehamilan 15 minggu. Prostaglandin dianggap sebagai
pemicu terjadinya persalinan, semakin tua usia kehamilan maka
konsentrasi prostaglandin semakin meningkat. Peningkatan
konsentrasi ini akan menimbulkan kontraksi otot Rahim (Sulis, 2019).
f. Teori Placenta Sudah Tua
Pada umur kehamilan 40 minggu mengakibatkan sirkulasi pada
placenta menurun segera terjadi degenerasi trofoblast maka akan
terjadi penurunan produksi hormone.
g. Teori Tekanan Cerviks
Fetus yang berpresentasi baik dapat merangsang akhiran syaraf
sehingga serviks menjadi lunak dan terjadi dilatasi internum yang
mengakibatkan SAR (Segmen Atas Rahim) dan SBR (Segmen Bawah
Rahim) bekerja berlawanan sehingga terjadi kontraksi dan retraksi.
3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Proses Persalinan
Menurut Bobak (2012) terdapat 5 faktor essensial yang
mempengaruhi persalinan yaitu 5P: power (kekuatan), passage (jalan
lahir), passanger (penumpang: janin dan plasenta), potition (posisi
ibu) dan psychologic respon ( respon psikologis ibu).
a. Power
Kekuatan yang dapat mendorong kelahiran janin adalah his
(kontraksi ritmis otot polos uterus) sebagai kekuatan primer
dan kekuatan mengejan ibu sebagai kekuatan sekunder. Kontraksi
uterus berirama teratur dan involunter serta mengikuti pola yang
berulang. Kekuatan kontraksi uterus bergantung pada frekuensi,
intensitas dan durasi kontraksi. Setiap kontraksi uterus memiliki tiga
fase yaitu:
1) increment (ketika intensitasnya terbentuk),
2) acme (puncak atau maksimum),
3) decement (ketika relaksasi).
Kontraksi uterus terjadi karena adanya penimbunan dan
pengikatan kalsium pada Retikulum Endoplasma (RE) yang
bergantung pada Adeno Triphospat (ATP) dan sebaliknya E2 dan F2
mencegah penimbunan dan peningkatan oleh ATP pada RE, RE
membebaskan kalsium ke dalam intra selular dan menyebabkan
kontraksi miofibril. Setelah miofibril berkontraksi, kalsium
kembali lagi ke RE sehingga kadar kalsium intraselular akan
berkurang dan menyebabkan relaksasi miofibril.
Peregangan serviks oleh kepala janin akhirnya menjadi
cukup kuat untuk menimbulkan daya kontraksi korpus uteri
dan akan mendorong janin maju sampai janin dikeluarkan. Ini
sebagai umpan balik positif, kepala bayi meregang serviks, regangan
serviks merangsang kontraksi fundus mendorong bayi ke bawah dan
meregangkan serviks lebih lanjut, siklus ini berlangsung terus
menerus. Kontraksi uterus bersifat otonom artinya tidak dapat
dikendalikan oleh parturien, sedangkan saraf simpatis dan
parasimpatis hanya bersifat koordinatif.
1) Kekuatan his kala I bersifat:
a) Kontraksi bersifat simetris.
b) Fundus dominan.
c) Involunter artinya tidak dapat diatur oleh parturien.
d) Kekuatan makin besar dan pada kala pengeluaran diikuti
dengan reflek mengejan.
e) Diikuti retraksi artinya panjang otot rahim yang berkontraksi
tidak akan kembali ke panjang semula.
f) Setiap kontraksi mulai dari “pace maker” yang terletak
sekitar insersi tuba dengan arah penjalaran ke daerah serviks
uteri dengan kecepatan 2 cm per detik.
2) Kekuatan his kala II Kekuatan his pada akhir kala pertama atau
permulaan kala dua mempunyai amplitudo 60 mmHg, interval 3-
4 menit, durasi berkisar 60-90 detik. Kekuatan his
menimbulkan putaran paksi dalam, penurunan kepala atau
bagian terendah menekan serviks di mana terdapat fleksus
frikenhauser sehingga terjadi reflek mengejan. Kekuatan his dan
reflek mengejan mengakibatkan ekspulsi kepala sehingga
berturut-turut lahir ubun-ubun besar, dahi, muka, kepala
seluruhnya. Kekuatan his kala III Setelah istirahat sekitar 8-10
menit berkontraksi untuk melepaskan plasenta dari insersinya.
3) Kekuatan his kala IV Setelah plasenta lahir kontraksi rahim tetap
kuat dengan amplitudo sekitar 60-80 mmHg. Kekuatan kontraksi
ini tidak diikuti oleh interval pembuluh darah tertutup rapat dan
terjadi kesempatan membentuk trombus. Melalui kontraksi yang
kuat dan pembentukan trombus terjadi penghentian pengeluaran
darah postpartum.
b. Passage
Passage adalah keadaan jalan lahir, jalan lahir mempunyai
kedudukan penting dalam proses persalinan untuk mencapai
kelahiran bayi. Jalan lahir terdiri bagian tulang dan bagian lunak.
Bagian tulang meliputi tulang-tulang panggul seperti os coxae, os
sacrum dan os coccygeus sedangkan bagian lunak terdiri dari otot-
otot dan ligamen, Evaluasi ukuran panggul dalam merupakan salah
satu faktor yang menentukan apakah persalinan dapat berlangsung
pervaginam atau sectio sesaria. Ligamen dan otot memiliki fugsi dan
tugas masing-masing dalam mendukung keberhasilan proses
persalinan. Otot bergerak untuk menggerakkan tulang sementara
ligament memberikan stabilitas antara tulang, sehingga tetap selaras
satu sama lain (Aprilia, 2017). Keseimbangan dan kelenturan otot-
otot panggul dan uterus, ligament dan persendian berfungsi sebagai
navigasi sehingga dapat membantu janin bergerak turun dan keluar
dari jalan lahir dengan optimal. Hal ini meningkatkan kemampuan
untuk mendukung persalinan fisiologis serta meningkatkan bounding
antara janin dan orangtua.
c. Passanger
Passenger meliputi janin, amnion dan plasenta. Janin memiliki
bagian yang paling besar dan keras adalah kepala janin, posisi dan
besar kepala dapat mempengaruhi jalan persalinan, kepala janin ini
pula yang paling banyak mengalami cedera pada persalinan,
sehingga dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal.
Beberapa variabel dari janin mempengaruhi proses kelahiran dan
persalinan, seperti:
1) Tafsiran berat janin yang bisa dinilai melalui palpasi atau
pemeriksaan dengan USG, makrosomia janin yaitu berat
badan lebih dari 4500 gram sesuai definisi dari ACOG,
meningkatkan kemungkinan kegagalan saat trial of labour dan
dapat menyebabkan distosia dalam persalinan.
2) Letak janin
Yaitu hubungan antara sumbung panjang (punggung) janin
terhadap sumbu panjang (punggung ibu). Letak juga disebut
sebagai hubungan antara aksis panjang badan janin dengan
abdomen ibu yang digambarkan dengan membujur, melintang
dan miring. Letak janin normal adalah membujur dengan kepala
janin berada di dibawah.
3) Presentasi
Presentasi digunakan untuk menentukan bagian janin yang ada
di bagian bawah rahim yang dapat dijumpai pada palpasi atau
pemeriksaan dalam. Misalnya presentasi kepala (vertex),
presentasi bokong, presentasi bahu, dan lain-lain.
4) Sikap
Sikap mengacu pada posisi kepala serta hubungan bagian-bagian
janin dengan sumbu janin, biasanya terhadap tulang
punggungnya. Janin umumnya dalam sikap fleksi, di mana
kepala, tulang punggung, dan kaki dalam keadaan fleksi, serta
lengan bersilang di dada. Fleksi kepala penting untuk
menyesuaikan dengan panggul ibu, saat dagu janin optimal
menempel di dada, sub occipito bregmatika berada dalam
diameter terkecil pada presentasi kepala.
5) Posisi janin
Posisi merupakan indikator untuk menetapkan arah bagian
terbawah janin apakah sebelah kanan, kiri, depan atau belakang
terhadap sumbu ibu (maternal pelvis). Misalnya pada letak
belakang kepala ubun-ubun kecil (UUK) kiri depan/ left oksiput
anterior (LOA), UUK kanan belakang/ Right oksiput posterior
(ROP). Malposisi jika letak ubun- ubun selain LOA, ROA atau
OA.
6) Station
Stasion adalah penilaian penurunan kepala melewati bidang
panggul dengan titik tengah adalah spina ischiadika sebagai
stasion 0 melalui pemeriksaan dalam. Jika kepala lebih tinggi
dari spina ischiadika diberi angka negatif dan jika lebih rendah
dari spina ischiadika diberi angka positif. Stasion +3 kepala janin
sudah crowning yaitu terlihat di introitus vagina.
Air ketuban dan selaput ketuban merupakan ruangan yang
dilapisi selaput janin (selaput ketuban) berisi air ketuban (liquar
amnii).
1) Volume
Volume air ketuban dalam kehamilan cukup bulan adalah
1000-1500 cc, bila kurang dari 1000 cc disebut oligohidromnion.
Namun bila volume air ketuban lebih dari 1500 cc disebut
polihidromnion.
2) Bentuk
Air ketuban berwarna putih kekeruhan khas amis dan berasa
manis. Bila air ketuban berwarna hijau ini adalah indikasi adanya
ketidaknormalan.
3) Komposisi
Terdiri atas 98% air, sisanya albumin sel-sel epitel. Rambut
lanugo, verniks caseosa dan garam-garam organik. Kadar
protein 2 gr/l terutama di bagian albumin. Diproduksi oleh
kencing janin, transudasi dari epitel amnion sekresi dari epitel
amnion asal campuran (mixed arigin).
Plasenta (uri) adalah alat transportasi darah, nutrisi, oksigen
dan juga sisa buangan dari ibu kepada janin. Uri berbentuk
bundar atau oval, ukuran diameter 15-20 cm tebal 2-3 cm berat
500-600 gram.
1) Komponen plasenta: Plasenta terdiri dari desidua kompektel
atas beberapa lobus dan terdiri dari 15-20 kotiloden.
2) Tali pusat: Tali pusat merentang dari pusat janin ke uri
bagian permukaan janin. Panjang tali pusat antara 50-55 cm
diameternya 1-2,5 cm dan terdiri atas 2 buah arteri,
umbilicalis dan 1 buah vena umbilicalis. Selain panjangnya
tali pusat yang terpenting lagi adalah insersi nya kepada
plasenta, hal ini sering menjadi masalah ketika insersi itu
tidak pada tempatnya.
d. Potition
Posisi menentukan prestasi. Posisi ibu mempengaruhi adaptasi
anatomi dan fisiologi persalinan. Menurut Bobak (2012) mengubah
posisi memberi rasa nyaman, menghilangkan kepenatan, dan
memperbaiki sirkulasi. Posisi yang nyaman adalah sesuai kehendak
ibu. Posisi yang dianjurkan adalah posisi tegak, meliputi posisi
berdiri, berjalan, duduk dan jongkok. Posisi tegak memiliki
keuntungan dengan alasan memanfaatkan gaya gravitasi dapat
membantu penurunan kepala janin, mengurangi terjadinya kompresi
tali pusat, mengurangi kompresi vena cava inferior, dan membuat
kerja otot-otot myometrium berkontrkasi lebih sinkron saat ibu
mengejan.
e. Pysichologic Respon
Persalinan memerlukan persiapan psikologis, pikiran, hati dan
kesiapan mental. Penting melatih mental dan psikologis bagi setiap
ibu hamil agar memiliki pengalaman positif saat melahirkan, nyaman
dan terhindar dari rasa traumatis. Pemberdayaan diri bisa dilakukan
dengan bekal pengetahuan dan berlatih secara kontinue dimanapun
dan dalam kondisi apapun tentang nafas, berlatih fokus dengan
menyatukan tubuh, pikiran dan jiwa, ketenangan jiwa,
penyembuhan trauma, keseimbangan antara pikiran, janin dan tubuh,
pergerakan dan gravitasi saat kehamilan dan persalinan serta
dukungan dari pasangan serta provider (Aprilia, 2017). Persiapan ini
tidak hanya dilakukan oleh ibu, tetapi juga melibatkan peran suami
dan keluarga dengan bekal pengetahuan serta memberikan dukungan
positif dalam setiap proses mulai dari perencanaan, kehamilan,
persalinan dan melaksanakan peran sebagai orangtua.
4. Tanda-tanda persalinan
a. Tanda-tanda menjelang persalinan
1) Lightening atau settling atau dropping, yaitu kepala turun
memasuki pintu atas panggul, pada primigravida terjadi menjelang
minggu ke-36. Lightening disebabkan oleh:
a) Kontraksi braxton hicks
b) Ketegangan dinding perut
c) Ketegangan ligamentum rotundum
d) Gaya berat janin.
2) Terjadinya his permulaan
Makin tua usia kehamilan, pengeluaran progesterone dan estrogen
semakin berkurang sehingga oksitosin dapat menimbulkan
kontraksi, yang lebih sering disebut his palsu. Sifat his palsu yaitu
rasa nyeri ringan dibagian bawah, datangnya tidak teratur, tidak
ada perubahan serviks, durasinya pendek dan tidak bertambah jika
beraktivitas.
b. Tanda-tanda Persalinan
1) Terjadinya his persalinan
His persalinan mempunyai sifat yaitu:
a) Pinggang terasa sakit, yang menjalar ke depan.
b) Sifat teratur, interval makin pendek dan kekuatannya makin
besar.
c) Kontraksi uterus mengakibatkan perubahan uterus.
d) Makin beraktivitas (jalan), kekuatan makin bertambah.
2) Bloody show (pengeluaran lendir disertai darah melalui vagina)
Adanya his permulaan terjadi perubahan serviks yang
menimbulkan pendataran dan pembukaan, lendir yang tedapat di
kanalis servikalis lepas, kapiler pembuluh darah pecah, yang
menjadikan perdarahan sedikit.
3) Pengeluaran cairan
Terjadi akibat pecahnya ketuban atau selaput ketuban robek.
Sebagian besar ketuban baru pecah menjelang pembukaan
lengkap tetapi kadang pecah pada pembukaan kecil akibat
kontraksi yang sering terjadi.
4) Terdapat penipisan dan pembukaan serviks
Penipisan dan pembukaan serviks merupakan akibat dari
kontraksi yang timbul (Nurasiah et al, 2012).
5. Tahap Persalinan
Tahapan persalinan dibagi menjadi 4 fase atau kala, itu (Oktarina, 2015):
a. Kala I
Kala I disebut juga dengan kala pembukaan yang berlangsung antara
pembukaan nol sampai pembukaan lengkap. Pada permulaan his, kala
pembukaan berlangsung tidak begitu kuat sehingga pasien masih
dapat berjalan-jalan. Proses pembuakan serviks sebagai akibat his
dibagi menjadi 2 fase, yaitu:
1) Fase laten
Berlangsung selama 8 jam. Pembukaaan terjadi sangat lambat
sampai mencapai ukuran diameter 3 cm.
2) Fase aktif
a) Fase akselerasi, dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm tadi
menjadi 4 cm
b) Fase dilatasi maksimal, dalam waktu 2 jam pembukaan
berlangsung sangat cepat, dari 4 cm menjadi 9 cm
c) Fase deselerasi, pembukaan menjadi lambat sekali. Dalam
waktu 2 jam pembukaan dari 9 cm menjadi lengkap
Fase-fase tersebut dijumpai pada primigravida. Pada
multigravida pun terjadi demikian, tetapi fase laten, fase aktif,
dan fase deselesari terjadi lebih pendek. Mekanisme pembukaan
serviks berbeda antara primi dan multigravida. Pada
primingravida ostium uteri eksternum membuka. Pada
primigravida ostium internum sudah sedikit terbuka. Ostium uteri
internum dan eksternum serta penipisan dan pendataran serviks
terjadi dalam saat yang sama. Pada primigravida kala I
berlangsung kira-kira 12 jam, sedangkan pada mulyigravida kira-
kira 7 jam.
b. Kala II
Kala II disebut juga dengan kala pengeluaran. Periode persalinan
dimulai dari pembukaan lengkap (10 cm) sampai lahirnya bayi. Proses
ini berlangsung 2 jam pada primigravida dan 1 jam pada multigravida.
Pada kala ini his lebih cepat dan kuat, kurang lebih 2-3 menit sekali.
Dalam kondisi normal kepala janin sudah dalam rongga panggul
(Diana, 2019).
Gejala utama kala II adalah (Oktarina, 2015) :
1) His semakin kuat, dengan interval 2 sampai 3 jam dengan durasi
50 sampai 100 detik
2) Menjelang akhir I ketuban pecah yang ditandai dengan
pengeluaran cairan secara mendadak
3) Ketuban pecah pada pembukaan mendeteksi lengkap diikuti
keinginan mengejan, karena tertekannya fleksus frankenhauser
4) Kedua kekuatan, his dan mengejan lebih mendorong kepala bayi
sehingga terjadi: kepala membuka pintu, subocciput bertindak
sebagai hipomoglion berurut-turut lahir ubun-ubun besar, dahi,
hidung, dan muka serta kepala seluruhnya
5) Kepala lahir seluruhnya dan diikuti oleh putar paksi luar, yaitu
penyesuaian kepala pada punggung
6) Setelah putar paksi luar berlangsung, maka persalinan bayi
ditolong dengan jalan:
a) Kepala dipegang pada osocciput dan dibawah dagu,ditarik
cunam ke bawah untuk melahirkan bahu belakang
b) Setelah kedua bahu lahir, ketiak dikaitkan untuk melakukan
sisa badan bayi
c) Bari lahir diikuti oleh air ketuban
7) Pada primigravida kala II berlangsung rata-rata 1,5 jam dan pada
multipara rata-rata 0,5 jam
c. Kala III
Setelah kala II, kontraksi uterus berhenti sekitar 5 sampai 10 menit.
Dengan lahirnya bayi, sudah mulai pelepasan placenta pada lapisan
Nitabusch, karena sifat retraksi otot Rahim. Lepasnya placenta sudah
dapat diperkirakan dengan memperhatikan tanda-tanda:
1) Uterus menjadi bundar
2) Uterus terdorong keatas karena placenta lepas ke segmen bawah
Rahim
3) Tali pusat bertambah panjang
4) Terjadi perdarahan
Melahirkan placenta dilakukan dengan dorongan ringan secara
erede pada fundus uteri. Biasanya placenta lepas dalam 6 sampai 15
menit setelah bayi lahir.
d. Kala IV
Kala IV dimaksudkan untuk melakukan observasi karena
pendarahan postpartum paling sering terjadi 2 jam pertama. Observasi
yang dilakukan adalah pemerikssan tanda-tanda vital, kontraksi uterus
dan perdarahan
6. Tanda dan Gejala Persalinan
Ada sejumlah tanda dan gejala peringatan yang akan meningkatkan
kesiagaan bahwa seorang wanita sedang mendekati waktu bersalin.
Tanda dan gejala menjelang persalinan antara lain (Diana, 2019):
a. Lightening
Lightening, yang dimulai dirasa kira-kira dua minggu sebelum
persalinan, adalah penurunan bagian presentasi bayi ke dalam pelvis
minor. Pada presentasi sefalik, kepala bayi biasanya menancap
(engaged) setelah lightening, yang biasanya oleh wanita awam disebut
“kepala bayi sudah turun”. Sesak napas yang dirasakan sebelumnya
selama trimester III akan berkurang, penurunan kepala menciptakan
ruang yang lebih besar di dalam abdomen atas untuk ekspansi paru.
Lightening menimbulkan perasaan tidak nyaman yang lain
akibat tekanan pada bagian presentasi pada struktur di area pelvis
minor. Hal-hal spesifik berikut akan dialami ibu:
1) Ibu jadi sering berkemih
2) Perasaan tidak nyaman akibat tekanan panggul yang menyeluruh,
membuat ibu merasa tidak enak dan timbul sensasi terus-menerus
bahwa sesuatu perlu dikeluarkan atau perlu defekasi
3) Kram pada tungkai yang disebabkan oleh tekanan bagian
presentasi pada saraf yang menjalar melalui foramina iskiadika
mayor dan menuju tungkai
4) Peningkatan statis vena yang menghasilkan edema dependen
akibat tekanan bagian presentasi pada pelvis minor menghambat
aliran balik darah dari ekstremitas bawah. Lightening
menyebabkan tinggi fundus menurun ke posisi yang sama dengan
posisi fundus pada usia kehamilan 8 bulan. Pada kondisi ini bidan
tidak dapat lagi melakukan pemeriksaan ballotte pada kepala
janin yang sebelumnya dapat digerakkan di atas simpisis pada
palpasi abdomen. Pada Leopold IV jari-jari bidan yang
sebelumnya merapat sekarang akan memisah lebar. Pada
primigravida biasanya lightening terjadi sebelum persalinan. Hal
ini kemungkinan disebabkan oleh peningkatan intensitas
kontraksi Braxton hicks dan tonus otot abdomen yang baik, yang
memang lebih sering ditemukan pada primigravida.
b. Pollakisuria
Pada akhir bulan ke-9 hasil pemeriksaan didapatkan epigastrium
kendor, fundus uteri lebih rendah dari pada kedudukannya, dan kepala
janin sudah mulai masuk ke dalam pintu atas panggul. Keadaan ini
menyebabkan kandung kencing tertekan sehingga merangsang ibu
untuk sering kencing.
c. Fase Labor
Persalinan palsu terdiri dari kontraksi uterus yang sangat nyeri,
yang memberi pengaruh signifikan terhadap serviks. Kontraksi pada
persalinan palsu sebenarnya timbul akibat kontraksi Braxton hicks
yang tidak nyeri, yang telah terjadi sejak sekitar enam minggu
kehamilan. Persalinan palsu dapat terjadi selama berhari0hari atau
secara inrermiten bahkan tiga atau empat minggu sebelum permulaan
persalinan sejati. Persalinan palsu sangat nyeri. Wanita dapat
mengalami kurang tidur dan kehilangan energi dalam menghadapinya.
Bagaimanapun persalinan palsu juga mengindikasikan bahwa
persalinan sudah dekat.
d. Perubahan Serviks
Mendekati persalinan, serviks semakin “matang”. Kalau tadinya
selama hamil, serviks masih lunak, dengan konsistensi seperti pudding
dan mengalami sedikit penipisan (effacement) dan kemungkinan
sedikit dilatasi. Perubahan serviks diduga akibat peningkatan
intensitas kontraksi Braxton hiks. Serviks menjadi matang selama
periode yang berbeda-beda sebelum persalinan. Kematangan serviks
mengindikasikan kesiapan untuk persalinan.
e. Bloody Show
Plak lendir disekresi sebagai hasil proliferasi kelenjar lendir
serviks pada awal kehamilan. Plak ini menjadi sawar pelindung dan
menutup jalan lahir selama kehamilan. Pengeluaran plak lendir inilah
yang dimaksud dengan bloody show.
f. Energy Spurt
Banyak wanita mengalami lonjakan energy kurang lebih 24 jam
sampai 48 jam sebelum permulaan persalinan. Umumnya para wanita
ini merasa energik selama beberapa jam sehingga bersemangat
melakukan berbagai aktivitas diantaranya pekerjaan rumah tangga dan
berbagai tugas lain yang sebelumnya tidak mampu mereka
laksanakan. Akibatnya, mereka memasuki persalinan dalam keadaan
letih dan sering sekali persalinan menjadi sulit dan lama. Terjadinya
lonjakan energy ini belum dapat dijelaskan selain bahwa hal tersebut
terjadi secara alamiah yang memungkinkan wanita memperoleh
energy yang diperlukan untuk menjalani persalinan. Wanita harus
diinformasikan tentang kemungkinan lonjakan energu ini dan
diarahkan untuk menahan diri dan menggunakannya untuk persalinan.
g. Gangguan Saluran Pencernaan
Ketika tidak ada penjelasan yang tepat untuk diare, kesulitan
mencerna, mual, dan muntah. Diduga hal-hal ini merupakan gejala
menjelang persalinan walaupun belum ada penjelasan untuk hal ini.
Beberapa wanita mengalami satu atau beberapa gejala tersebut
7. Perubahan Fisiologis pada Ibu Bersalin
Sejumlah perubahan fisiologis yang normal akan terjadi selama
persalinan anatar lain (Diana, 2019):
a. Perubahan Uterus
Selama persalinan uterus berubah bentuk menjadi dua bagian
yang berbeda, yaitu segmen atas dan segmen bawah Rahim lebih jelas
lagi. Segmen atas memegang peranan yang aktif karena berkontraksi
dan dindingnya bertambah tebal dengan majunya persalinan.
Sebaliknya akibat menipisnya segmen bawah uterus dan
bersamaan dengan menebalnya segmen atas, batas antara keduanya
ditandai oleh suatu lingkaran pada permukaan dalam uterus yang
disebut sebagai cincin retraksi fisiologik. Jadi, secara singkat segmen
atas berkontraksi, mengalami retraksi, menjadi tebal, dan mendorong
janin keluar sebagai respon terhadap gaya dorong kontraksi pada
segmen atas, sedangkan segmen bawah uterus dan serviks
mengadakan relaksasi, dilatasi, serta menjadi saluran yang tipis dan
teregang yang akan dilalui janin.
Setelah kontraksi maka otot tersebut tidak berelaksasi kembali
ke keadaan sebelum kontraksi tapi menjadi sedikit lebih pendek
walaupun tonusnya seperti sebelum kontraksi. Kejadian ini disebut
retraksi. Dengan retraksi ini maka rongga Rahim mengecil, anak
berangsur di dorong ke bawah, dan tidak banyak naik lagi ke atas
setelah his hilang. Akibatnya retraksi ini segmen atas semakin tebal
dengan majunya persalinan apalagi setelah bayi lahir.
Kontraksi tidak sama kuatnya, tapi paling kuat di daerah fundus
uteri dan berangsur berkurang ke bawah dan paling lemah pada
segmen bawah Rahim. Jika kontraksi di bagian bawah sama kuatnya
dengan kontraksi bagian atas, maka tidak aka nada kemajuan dalam
persalinan. Telah dikatakan bahwa sebagai akibat retraksi, segmen
atas semakin mengecil karena pada permulaan persalinan serviks
masih tutup, maka tentu isi Rahim dapat di dorong ke dalam vagina.
Pengecilan segmen atas hanya mungkin jika diimbangi oleh
relaksasi segmen bawah Rahim. Sebagian dari isi Rahim keluar dari
segmen atas tetapi diterima oleh segmen bawah. Jadi, segmen atas
makin lama makin mengecil, sedangkan segmen bawah makin
direnggang makin tipis da nisi Rahim sedikit demi sedikit pindah ke
segmen bawah. Karena segmen atas makin tebal dan segmen bawah
makin tipis, maka batas antara segmen atas dan segmen bawah
menjadi jelas. Batas ini disebut lingkaran retraksi yang fisiologis.
Kalau segmen bawah sangat diregang maka lingkaran retraksi lebih
jelas lagi dan naik mendekati pusat dan disebut lingkaran retraksi yang
patologis atau lingkaran bandl. Lingkaran bandl adalah tanda ancaman
sobekan Rahim dan terdapat kalau bagian depan tidak dapat maju,
misalnya karena panggul sempit.
b. Perubahan Serviks
Tenaga yang efektif pada kala I persalinan adalah kontraksi
uterus, yang selanjutnya akan mengasilkan tekanan hidrostatik
keseluruh selaput ketuban terhadap serviks dan segmen bawah uterus.
Bila selaput ketuban sudah pecah, bagian terbawah janin dipaksa
langsung mendesak serviks dan segmen bawah uterus. Sebagai
akibatnya kegiatan daya dorong ini, terjadi 2 perubahan mendasar
yaitu pendataran dan dilatasi pada serviks yang sudah melunak. Pada
nulipara penurunan bagian bawah janin terjadi secara khas agak
lambat tetapi pada multipara, khususnya yang paritasnya tinggi,
penurunan bisa berlangsung sangat cepat.
Pendataran dari serviks ialah pemendekatan dari canalis
cervikslid, ysng semula berupa sebuah saluran yang panjangnya 1-2
cm, menjadi suatu lubang saja dengan pinggir yang tipis. Serabut-
serabut setinggi osserviks internum ditarik ke atas atau dipendekkan
menuju segmen bawah uterus, kondisi oseksternum untuk sementara
tidak berubah. Pinggiran osinternum di tarik ke atas beberapa
sentimeter sampai menjadi bagian (baik secara anatomi maupun
fungsional) dari segmen bawah uterus.
Sebenarnya pendataran serviks sudah dimulai dalam kehamilan
dan serviks yang pendek (lebih dari setengahnya telah merata)
merupakan tanda dari serviks yang matang.
Dilatasi adalah pelebaran os serviks eksternal dari muara dengan
diameter berukuran beberapa millimeter sampai muara tersebut cukup
lebar untuk dilewati bayi. Ketika kontraksi ueterus menimbulkan
tekanan pada selaput ketuban, tekanan hidrostatik kantong amnion
akan melebarkan serviks. Dilatasi secara klinis dievaluasu dengan
mengukur diameter serviks dalam sentimeter, 0-10cm dianggap
pembukaan lengkap. Kalau pembukaan telah mencapai ukuran 10 cm,
maka dikatakan pembukaan lengkap. Pada pembukaan lengkap tidak
teraba lagi bibir portio; segmen bawah Rahim, serviks, dan vagina
telah merupakan satu saluran.faktor-faktor yang menyebabkan
pembukaan serviks adalah:
1) Mungkin otot-otot serviks menarik pada pinggir ostium dan
membesarkannya
2) Waktu kontraksi segmen bawah Rahim dan serviks diregang oleh
isi Rahim terutama air ketuban dan ini menyebabkan tarikan pada
serviks.
Waktu kontraksi, bagian selaput yang terdapat di atas canalis
servikalis ialah ketuban, menonjol ke dalam canalis servikalis, dan
membukanya.
Selaput ketuban yang pecar dini tidak mengurangi dilatasi
serviks selama bagian terbawah janin berasa pada posisi meneruskan
tekanan terhadap serviks dan segmen bawah uterus. Pola dilatasi
serviks yang terjadi selama berlangsungnya persalinan normal
mempunyai bentuk kurva sigmois, dibagi 2 fase dilatasi serviks adalah
fase laten dan fase aktif. Fase aktif dibagi menjadi fase akselerasi, fase
lereng maksimum, dan fase deselerasi. Lengkapnya dilatasi serviks
pada fase aktif persalinan dihasilkan oleh retraksi serviks di sekeliling
bagian terbawah janin.
c. Perubahan Kardiovaskuler
Penurunan yang mencolok selama acme kontraksi uterus tidak
terjadi jika ibu berada dalam posisi miring bukan posisi terlentang.
Denyut jantung diantara kontraksi sedikit lebih tinggi dibandingkan
selama periode persalinan atau belum masuk persalinan. Hal ini
mencerminkan kenaikan dalam metabolisme yang terjadi selama
persalinan, denyut jantung yang sedikit naik merupakan hal yang
normal. Meskipun normal perlu dikontrol secara periodic untuk
mengidentifikasi infeksi. Detak jantung akan meningkat cepat selama
kontraksi berkaitan juga dengan peningkatan metabolisme. Sedangkan
antara kontraksi detak jantung mengalami peningkatan sedikit
dibandingkan sebelum persalinan.
d. Perubahan Tekanan Darah
Perubahan tekanan darah meningkat selam kontraksi uterus
dengan kenaikan sistolik rata-rata sebesar 10-20 mmHg dan kenaikan
diastolic rata-rata 5-10 mmHg. Pada waktu diantara kontraksi, tekanan
darah kembali ke tingkat sebelum persalinan. Dengan mengubah
posisi tubuh dari terlentang ke posisi miring, perubahan tekanan darah
selama kontraksi dapat dihindari. Nyeri, rasa takut, dan kekhawatiran
dapat semakin meningkatkan tekanan darah.
Diantara kontraksi-kontraksi uterus, tekanan darah akan turun
seperti sebelum masuk persalinan dan akan naik lagi bila terjadi
kontraksi. Penting untuk memastikan tekanan darah yang
sesungguhnya, sehingga diperlukan pengukuran di antara kontraksi.
Jika seorang ibu dalam keadaan yang sangat takut/khawatir, rasa
takutnyalah yang menyebabkan kenaikan tekanan darah.
Dalam hal ini perlu dilakukan pemeriksaan lainnya untuk
mengesampingkan preeklamsia. Oleh karena itu, diperlukan asuhan
yang mendukung yang dapat menimbulkan ibu rileks/santai. Posisi
tidur terlwntang selama bersalin akan menyebabkan penekanan uterus
terhadap pembuluh darah besar (aorta) yang menyebabkan sirkulasi
darah baik untuk ibu maupun janin akan terganggu. Ibu dapat terkena
hipotensi dan janin dapat asfiksia.
e. Perubahan Nadi
Frekuensi denyut jantung nadi di antara kontraksi sedikit lebih
tinggi dibandingkan selama periode menjelang persalinan. Hal ini
mencerminkan peningkayan metabolisme yang terjadi selama
persalinan.
f. Perubahan Suhu
Suhu badan akan sedikit meningkat selama persalinan, suhu
mencapai tertinggi selama persalinan dan segera setelah persalinan.
Kenaikan ini dianggap normal asal tidak melebihi 0,5o-1oC. Suhu
badan yang naik sedikit merupakan hal yang wajar, tetapi keadaan ini
berlangsung lama, keadaan suhu ini mengindikasikan adanya
dehidrasi. Parameter lainnya yang aharus diperiksa, anatara lain
selaput ketuban pecah atau belum karena hal ini merupakan tanda
infeksi.
g. Perubahan Pernapasan
1) Terjadi peningkatan laju pernafasan dianggap normal
2) Hiperventilasi yang lama dianggap tidak normal dan bisa
menyebabkan alkologis. Sistem pernapasan juga beradaptasi.
Peningkatan aktivitas fisik dan peningkatan pemakaian oksigen
terlihat dari peningkatan frekuensi pernapasan. Hiperventilasi
dapat menyebabkan alkalosis respiratorik (pH meningkat),
hipoksia dan hipokapnea (karbondioksida menurun) pada tahap
kedua persalinan. Jika ibu tidak diberi obat-obatan, maka ia akan
mengkonsumsi oksigen hamper dua kali lipat. Kecemasan juga
menigkatkan pemakaian oksigen.
Kenaikan pernapasan dapat disebabkan karena adanya rasa
nyeri, kekhawatiran, serta penggunaan teknik pernaoasan yang tidak
benar.
h. Perubahan Metabolisme
Selama persalinan, metabolisme karbohidrat aerob maupun
anaerob meningkat dengan kecepatan tetap. Peningkatan ini terutama
disebabkan oleh anxietas dan aktiitas otot rangka. Peningkatan
aktivitas metabolic terlihat dari peningkatan sushu tubuh, denyut nadi,
pernapasan, curah jantung dan cairan yang hilang.
Peningkatan curah jantung dan cairan yang hilang
mempengaruhi fungsi ginjal dan perlu mendapatkan perhatian serta
ditindak lanjuti guna mencegah terjadinya dehidrasi.
Peran bidan disini dapat menganjurkan ibu untuk mendapatkan
asupan (makanan ringan dan minum air) selama persalinan dan
kelahiran bayi sebagian ibu masih ingin makan selama fase laten
persalinan, tetapi setelah memasuki fase aktif, mereka hanya
menginginkan cairan saja. Anjurkan anggota keluarga menawarkan
ibu minum sesering mungkin dan makanan ringan selama persalinan.
Makanan dan cairan yang cukup selama persalinan akan
memberikan lebih banyak energy dan mencegah dehidrasi. Dehidrasi
bisa memoerlambat kontraksi atau membuat kontraksi menjadi tidak
teratur dan kurang efektif.
i. Perubahan Ginjal
Poliuria sering terjadi selama persalinan. Kondisi ini dapat
mengakibatkan peningkatan lebih lanjut curah jantung selama
persalinan dan kemungkinan penigkatan laju filtrasi glomelurus dan
aliran plasma ginjal. Polyuria menjadi kurang jelas pada posisi
terlentang karena poisi ini membuat aliran urine berkurang selama
kehamilan. Sedikit proteinuria (rek, 1+) umum ditemukan pada
sepertiga sampai setengah jumlah wanita bersalinan. Proteinuria 2+ da
lebih adalah abnormal.
Kandung kemih harus sering dievaluasi (setiap dua jam) unyuk
mengetahui adanya distensi juga harus dikosongkan untuk mencegah
1) Obstruksi persalinan akibat kandung kemih yang penuh, yang
akan mencegah penurunan bagian presentasi janin
2) Trauma pada kandung kemih akibat penekanan yang lama, yang
akan menyebabkan hipotonia kandung kemil dan retensi urine
selama periode pascapartum awal. Lebih sering terjadi pada
wanita primipara, wanita yang mengalami anemia, atau yang
persalinannya lama. Mengidentifikasikan preeklamsia.
Peran bidan dapat menganjurkan ibu untuk mengkosongkan
kantung kemihnya secara rutin selama persalinan, paling sedikit setiap
2 jam atau lebih dan jika terasa ingin berkemih atau jika kantung
kemih dirasakan penuh. Anjurkan dan antarkan ibu berkemih di kamar
mandi. Jika ibu tidak dapat berjalan ke kamar mandi berikan wadah
penampung urine. Kandung kemih yang penuh akan:
1) Memperlambat penurunan baguan terbawah janin dan mungkin
menyebabkan ibu tidak nyaman
2) Meningkatkan risiko perdarahan pascapersalinan yang disebabkan
atonia uteri
3) Menggangu penatalaksanaan distosia bahu
4) Menigkatkan risiko infeksi kandung kemih pascapersalinan
j. Perubahan Gastrointestinal
Motilitas dan absorbsi lambung terhadao makanan oadat jauh
berkurang. Apabila kondisi ini diperburuk oleh penurunan lebih lanjut
sekresi asam lambung selama persalinan, maka saluran cerna bekerja
dengan lambat sehingga waktu pengosongan lambung menjadi lebih
lama. Makanan yang diingesti selama periode menjelang persalinan
atau fase laten, persalinan cenderung akan tetap berasa di dalam
lambung selama persalinan. Mual dan muntah umum terjadi selama
fase transisi, yang menandai akhir fase pertama persalinan.
Lambung yang penuh dapat menimbulkan ketidaknyamanan dan
penderitaan umum selama masa transisi. Oleh karena itu, wanita harus
dianjurkan untuk tidak makan dalam porsi besar atau minum
berlebihan, tetapi makan dan minum ketika keinginan timbul guna
mempertahankan energi dan hidrasi.
k. Perubahan Hematologi
Hemoglobin meningkat rata-rata 1,2 gr/100ml selama persalinan
dan kembali kekadar sebelum persalinan pada hari pertama
pascapartum jika tidak ada kehilangan darah yang abnolmal. Waktu
koagulasi darah berkurang dan terdapat peningkatan fibrinogem
plasma lebih lanjut selama persalinan. Sel darah putih selama
progresif meningkat selama kala I persalinan sebesar kurang lebih
5.000 hingga jumlah rata-rata 15.000 pada saat pembukaan lengkap,
tidak ada peningkatan lebih lanjut setelah ini. Gula darah menurun
selama persalinan, menurun drastis pada persalinan yang lama dan
sulit, kemungkinan besar akibat peningkatan aktivitas otot dan rangka.
8. Perubahan Psikologis pada Ibu Bersalin
a. Perubahan Psikologis pada Ibu Bersalin Kala I
Kondisi psikologis yang sering terjadi pada wanita dalam persalinan
kala I adalah (Legawati, 2018):
1) Kecemasan dan ketakutan pada dosa-dosa atau kesalahan-
kesalahan sendiri. Ketakutan tersebut berupa rasa takut jika yang
akan dilahirkan dalam keadaan cacat, serta takhayul lain.
Walaupun pada jaman ini kepercayaan pada ketakutan-ketakutan
gaib selama proses reproduksi sudah sangat berkurang sebab
secara biologis, anatomis, dan fisiologis kesulitan-kesulitan pada
peristiwa partus bisa dijelaskan dengan alasan-alasan patologis
atau sebab abnormalitas.
2) Timbulnya rasa tegang, takut, kesakitan, kecemasan dan konflik
batin. Hal ini disebabkan oleh semakin membesarnya janin dalam
kandungan yang dapat mengakibatkan calon ibu mudah capek,
tidak nyaman badan, dan tidak bisa tidur nyenyak, sering
kesulitan bernafas dan macam-macam beban jasmaniah lainnya
diwaktu kehamilannya.
3) Seing timbul rasa jengkel, tidak nyaman dan selalu kegerahan
serta tidak sabaran. Ini disebabkan karena kepala bayi sudah
memasuki panggul dan timbulnya kontraksi-kontraksi pada
Rahim sehingga bayi yang semula diharapkan dan dicintai secara
psikologis selama berbulan bulan itu kini dirasakan sebagi beban
yang amat berat.
4) Ketakutan menghadapi kesulitan dan resiko bahaya melahirkan
bayi yang merupakan hambatan dalam proses persalinan:
a) Adanya rasa takut dan gelisah terjadi dalam waktu singkat
dan tanpa ada sebab yang jelas
b) Ada keluhan sesak nafas atau rasa tercekik, jantung berdebar-
debar
c) Takut mati atau merasa tidak dapat pertolongan saat
persalinan
d) Muka pucat, pandangan liar, pernafasan pendek, cepat dan
takikardi
5) Adanya harapan mengenai jenis kelamin yang akan dilahirkan
6) Sikap bermusuhan terhadap bayinya
a) Keinginan untuk memiliki janin yang unggul
b) Cemas kalau bayinya tidak aman di luar rahim
c) Belum mampu bertanggung jawab sebagai seorang ibu
7) Kegelisahan dan ketakutan menjelang kelahiran bayi
a) Takut mati
b) Trauma kelahiran
c) Perasaan bersalah
d) Ketakutan riil
b. Perubahan Psikologis pada Ibu Bersalin Kala II
Adapun perubahan psikologis yang terjadi pada kala II adalah sebagai
berikut (Legawati, 2018):
1) Panik dan terkejut dengan apa yang terjadi pada saat pembukaan
lengkap
2) Bingung dengan adanya apa yang terjadi pada saat pembuakaan
lengkap
3) Frustasi dan marah
4) Tidak memperdulikan apa saja dan siapa saja yang ada di kamar
bersalin
5) Rasa lelah dan sulit mengikuti perintah
6) Fokus pada dirinya sendiri
c. Masalah Psikologis yang Terjadi pada Masa Persalinan
Masalah psikologis yang terjadi pada masa persalinan adalah
kecemasan. Pada masa persalinan seorang wanita ada yang tenang dan
bangga akan kelahiran bayinya, tetepi ada juga yang merasa takut.
Kecemasan berbeda dengan rasa takut. Cemas adalah respon
emosi tanpa obyek yang spesifik yang secara subyektif dialami dan
dikomunikasikan interpersonal secara langsung. Kecemasan dapat
diekspresikan melalui respon fisiologis dan psikologis.
Secara fisiologis, respon tubuh terhadap kecemasan adalah
dengan mengaktifkan sistem syaraf otonom (simpatis dan
parasimpatis). Sistem saraf simpatis akan mengaktivasi proses tubuh,
sedangkan sistem parasimpatis akan menimbulkan respons tubuh. Bila
korteks otak menerima rangsang, maka rangsangan akan dikirim
melalui saraf simpatis ke kelenjar adrenal yang akan melepaskan
adrenal/epineprin sehingga efeknya antara lain nafas menjadi lebih
dalam, nadi meningkat, dan tekanan darah meningkat. Darah akan
tercurahkan terutama ke jantung, susunan saraf pusat dan otak. Dengan
peningkatan glikogenolisis maka gula darah akan meningkat. Secara
psikologis, kecemasan akan mempengaruhi koordinasi atau gerak
reflex, kesulitan mendengar atau mengganggu hubungan dengan orang
lain. Kecemasan dapat membuat individu menarik diri dan
menurunkan keterlibatan orang lain.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan kecemasan diantaranya
yaitu:
1) Nyeri
Nyeri pada persalinan kala I adalah perasaan sakit dan tidak
nyaman yang dialami ibu sejak awal mulainya persalinan sampai
serviks berdilatasi maksimal (10 cm). Nyeri ini disebabkan oleh
dilatasi serviks, hipoksia otot uterus, iskemia korpus uteri,
peregangan segmen bawah uterus dan kompresi saraf di serviks
(gangglionik servikalis). Subyektif nyeri ini dipengaruhi paritas,
ukuran dan posisi janin, tidakan medis, kecemasan, kelelahan,
budaya dan mekanisme koping, serta lingkungan.
Nyeri melibatkan dua komponen yaitu fisiologis dan
psikologis. Secara psikologis pengurang nyeri akan menurunkan
tekanan yang luar biasa bagi ibu dan bayinya. Ibu mungkin akan
menurunkan kesulitan untuk berinteraksi setelah lahir karena ini
mengalami kelelahan saat menghadapi nyeri persalinan.
Ada berbagai upaya yang dapat dilakukan untuk menurunkan
intensitas nyeri pada saat persalinan. Massage dan relaksasi
merupakan salah satu metode nonfarmakologi yang dilakukan
untuk mengurangi nyeri persalinan. Menurut penelitian, terjadinya
penurunan intensitas nyeri ibu bersalin sebelum dan setelah
diberikan massage maupun relaksasi dikarenakan kedua intervensi
tersebut memberikan efek yang hampir sama yaitu menghilangkan
nyeri. Tehnik massage diberikan dengan melakukan pijatan ringan
pada bagian abdomen ibu yangbmerupakan pusat dari nyeri akibat
kontraksi uterus. Sedangkan teknik relaksasi dilakukan saat
kontraksi sedang berlangsung, penghirupan udara yang maksimal
mengakibatkan suplai oksigen pada uterus cukup sehingga hal
tersebut dapat mengurangi ketegangan pada otot juga mengurangi
rasa takut atau kecemasan yang ada pada diri pasien (Sunarsih,
2017).
Teknik lain yang dapat diberikan ibu bersalin untuk
mengurangi nyeri persalinan adalah menggunakan terapi birthing
ball. Menurut (Siregar, 2020) birth ball adalah bola terapi fisik
yang membantu ibu inpartu kala I dalam kemajuan persalinan yang
dapat digunakan dalam berbagai posisi. Salah satu gerakannya
yaitu dengan duduk diatas bola dan bergoyang-goyang membuat
rasa nyaman dan membantu kemajuan persalinan dengan
menggunakan gravitasi sambil meningkatkan pelepasan endorphin
karena elasitetes dan lengkungan bola merangsang reseptor
dipanggul yang bertanngung jawa untuk mensehresi. Hal ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2020) bahwa birth
ball exercise berpengaruh terhadap penurunan intensitas nyeri
persalinan kala I fase laten pada ibu inpartu di BPM “LM” Desa
Giri Emas. Birth ball exercise yang dilakukan ibu bersalin dengan
cara duduk dengan santai dan bergoyang di atas bola, memeluk
bola selama kontraksi memiliki manfaat membantu ibu dalam
mengurangi raa nyeri saat persalinan. Manfaat lain dari latihan ini
adalah untuk mengurangi angka kejadian kala I fase laten dan
mempercepat penurunan kepala janin.
Menurut (Silfia, 2019) pelaksanaan pelvic rocking dengan
birthing ball berpengaruh terhadap pengurangan nyeri pinggang
persalinan kala I di Puskesmas Mamboro Kota Palu, karena dengan
pelaksanaan pelvic rocking dengan birthing ball ini responden
merasa lebih rileks sehingga keadaan psikis tidak berfokus dengan
rasa nyeri yang dirasakan. Pelvic rocking adalah salah satu bentuk
latihan menggoyangkan panggul yang dapat memperkuat otot-otot
perut dan pinggang. Latihan ini dapat mengurangi tekanan pada
pinggang dengan menggerakkan janin kedepan dari pinggang ibu
secara sementara. Latihan birthing ball yang dilakukan dengan cara
duduk dengan santai dan bergiyang di atas bola dapat membantu
ibu dalam mengurangi rasa nyeri saat persalinan.
Hal lain yang dapat mengurangi nyeri persalinan apabila
pasien seorang muslim dapat menggunakan kombinasi murotal Al
Qur’an Ar Rahman dan rileksasi dzikir. Lantunan ayat suci Al
Qur’an dapat menstimulasi gelombang Delta yang menyebabkan
pendengarannya merasa tenang, tenram, dan nyaman. Sedangkan
dzikir kepada Allah akan menimbulkan perasaan tenang, tentram
dan nyaman. Hasil penelitian menunjukkan sebelum intensitas
nyeri rerata sebesar 7,5 dan sesudah intensitas nyeri berkurang
menjadi 5,9 (Trianingsih, 2019).
2) Keadaan Fisik
Penyakit yang menyertai ibu dalam kehamilan adalah salah
satu faktor yang menyebabkan kecemasan. Seseorang yang
menderita suatu penyakit akan mengalami kecemasan
dibandingkan dengan orang yang tidak sedang menderita sakit.
3) Riwayat Pemeriksaan Kehamilan
Ibu hamil dapat memeriksakan kehamilannya pada dokter
ahli kandungan, dokter umum, dan bidan. Tujuan pemeriksaan dan
pengawasan ibu hamil adalah sebagai berikut:
a) Mengenali dan menangani penyulit-penyulit yang mungkin
dijumpai dalam kehamilan, persalinan dan nifas
b) Mengenali dan mengobati penyakit-penyakit yang mungkin
diderita ibu sedini mungkin
c) Menurunkan angka morbiditas dan mortalitas ibu dan anak
d) Memberikan nasehat-nasehat tentang cara hidup sehari-hari
dan keluarga berencana, kehamilan, perslainan, nifas dan
laktasi.
Dalam setiap kunjungan pemeriksaan kehamilan ke petugas
kesehatan, selain pemeriksan fisik, ibu akan mendapatkan
informasi/pendidikan kesehatan tentang perawatan kehamilan
yang baik, persiapan menjelang persalinan baik fisik maupun
psikis, serta informasi mengenai proses persalinan yang akan
dihadapi nanti. Dengan demikian, ibu diharapkan dapat lebih siap
dan lebih percaya diri dalam menghadapi proses persalinan. Untuk
itu selama hamil hendaknya ibu memeriksakan kehamilannya
secara teratur ke petugas kesehatan.
4) Pengetahuan
Pengetahuan adalah apa yang diketahui oleh seseorang
tentang suatu hal secara formal maupun nonformal. Selanjutnya
dikatakan bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan
lebih permanen dianut seseorang dibandingkan dengan perilaku
yang biasa berlaku.
Penetahuan yang rendah mengakibatkan seseorang mudah
mengalami kecemasan. Ketidaktahuan tentang suatu hal yang
dianggap sebagai tekanan yang dapat mengakibatkan krisis
sehingga dapat menimbulkan kecemasan. Kecemasan dapat terjadi
pada ibu dengan pengetahuan rendah mengenai proses persalinan,
serta hal-hal yang akan dan harus dialami oleh ibu sebagai dampak
dari kemajuan persalinan. Hal ini disebabkan karena kurangnya
informasi yang diperoleh.
Menurut Kristianti (2020) kecemasan terjadi pada ibu dengan
pengetahuan yang rendah mengenai proses persalinan. Hal ini
dikarenakan kurangnya informasi yang diperoleh, tidak adanya
gambaran bagaimana persalinan yang akan dilaluinya. Hasil
penelitian menunjukkan ada pengaruh pendidikan kesehatan pada
ibu promigravida trimester III tentang persalinan dengan media
video terhadap kecemasan menghadapi persalinan di wilayah kerja
Puskesmas Blabak Kediri.
5) Dukungan Lingkungan Sosial (Dukungan Suami)
Dukungan suami kepada ibu saat bersalin merupakan bagian
dari dukungan social. Dukungan keluarga, terutama suami saat ibu
melahirkan sangat dibutuhkan seperti kehadiran keluarga dan
suami untuk mendampingi istri dengan penuh perasaan sehingga
istri akan merasa lebih tenang untuk menghadapi proses persalinan.
Selain itu kata-kata yang mampu memotivasi dan memberikan
keyakinan pada ibu bahwa proses persalinan yang dijalani ibu akan
berlangsung dengan baik, sehingga ibu tidak perlu merasa cemas,
tegang atau ketakutan.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Puspitasari (2019)
menunjukan bahwa ada hubungan antara dukungan suami dan
keluarga terhadap intensitas nyeri Kala I. Semakin tinggi dukungan
suami dan keluarga maka semakin rendah intensitas nyeri
persalinan yang dirasakan oleh ibu bersalin. Dukungan yang baik
akan membantu ibu menurunkan rasa nyeri yang diderita. Dalam
kondisi relaks, tubuh akan memprosuksi hormone bahagia yang
disebut endorphin yang akan menekan hormone stressor sehingga
rasa nyeri yang dirasakan akan berkurang. Dukungan diberikan
oleh suami akan membuat ibu lebih nyaman dan lebih menikmati
setiap perjalanan persalinan, semakin ibu menikmati proses
persalinan maka ibu akan merasa lebih relaks akibatnya ibu tidak
lagi terasa.

B. KETUBAN PECAH DINI


1. Pengertian
Keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan . Bila
ketuban pecah dini terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu disebut
ketuban pecah dini pada kehamilan prematur (Sarwono, 2012).
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat
tanda persalinan.Waktu sejak pecahnya ketuban sampai terjadi kontraksi
rahim disebut kejadian ketuban pecah dini (Manuaba, 2011).
Ketuban pecah dini dapat diartikan pecahnya atau ruptur selaput
amnion sebelum dimulainya persalinan yang sebenarnya, atau pecahnya
selaput amnion sebelum usia kehamilan mencapai 37 minggu dengan
atau tanpa kontraksi (Mitayani, 2011).
Kesimpulan dari ketiga pengertian tersebut ketuban pecah dini
adalah pecah /ruptur selaput amnion sebelum mulainya proses persalinan
dengan atau tanpa kontraksi.
2. Patofisiologi
Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh
kontraksi uterus dan peregangan berulang.Selaput ketuban pecah karena
pada derah tertentu terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan
selaput ketuban inferior rapuh,bukan karna seluruh selaput ketuban
rapuh.Terdapat keseimbangan antara sintetis dan degradasi ekstraseluler
matriks.Perubahan struktur, jumlah sel dan katabolisme kolagen
menyebabkan aktivitas kolagen berubah dan menyebabkanselaput
ketuban pecah (Prawirohardjo,S. 2012).
3. Etiologi
Menjelang usia kehamilan cukup bulan kelemahan terjadi pada
selaput janin diatasservik internal yang memicu robekan dilokasi ini.
Beberapa proses patologis( termasuk perdarahan dan infeksi) dapat
menyebabkan terjadinya KPD (Yulianti,2010).
Menurut Anik Maryunani (2013) penyebab KPD masih belum diketahui
secara pasti, namun faktor faktor yang lebih berperan sulit diketahui.
Kemungkinan yang menjadi faktor predisposisi adalah:
a. Infeksi : infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban
maupun dari vagina atau infeksi pada cairan ketubanbisa
menyebabkan KPD.
b. Serviks yang inkompeten karna ada kelainan pada servik uteri.
c. Tekanan intra uteri yang meninggi atau peningkatan secara
berlebihan ( overdistensi uterus) misalnya trauma, hidramnion.
4. Diagnosis
Tentukan pecahnya selaput ketuban ditandai dengan adanya cairan
ketuban di vagina .Jika tidak ada dapat dicoba dengan menggerakkan
sedikit bagian terendah janin.Penentuan cairan ketuban dapat dilakukan
dengan tes laksmus ( kertas laksmus berubah warna) Tentukan adanya
tanda infeksi yaitu bila ditemukan suhu ibu 38ºC disertai cairan ketuban
keruh dan berbau, janin mengalami takikardi mungkin mengalami infeksi
intra uterin.Mekanisme ketuban pecah dini adalah terjadi pembukaan
prematur serviks dan membran terkait dengan pembukaan terjadi
devaskularisasi dan nekrosis serta dapat diikuti pecah spontan. Jaringan
ikat yang menyangga membran ketuban makin berkurang.Melemahnya
daya tahan ketuban dipercepat dengan infeksi yang mengeluarkan enzim
(enzim proteolitik, enzim kolagenase). Masa interval sejak ketuban pecah
sampai terjadi kontraksi disebut fase laten. Makin panjang fase laten,
makin tinggi kemungkinan infeksi. Makin muda kehamilan, makin sulit
upaya pemecahannya tanpa menimbulkan morbiditas janin (Manuaba,
2011).
5. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala pada kehamilan yang mengalami KPD adalah
keluarnya cairan ketuban melalui vagina. Aroma air ketuban berbau amis
dan seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut masih merembes atau
menetes. Cairan ini tidak akan berhenti sampai proses persalinan. Tetapi
bila posisi ibu duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak di
bawah biasanya akan mengganjal atau menyumbat kebocoran untuk
sementara. Demam, bercak vagina yng banyak, nyeri perut, denyut
jantung janin bertambah cepat merupakan tanda tanda infeksi yang
terjadi ( Manuaba,2011).
6. Komplikasi
Menurut Prawirohardjo, S (2012) komplikasi yang timbul akibat
ketuban pecah dini tergantung usia kehamilan . Dapat terjadi infeksi
maternal maupun neonetal, persalinan prematur, hipoksia karena
kompresi tali pusat,deformitas janin,meningkatnya insiden SC atau
gagalnya persalinan normal:
a. Infeksi
Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada Ketuban Pecah
Dini.Pada ibu terjadi Korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi
septikemia, pneumonia, Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum
janin terinfeksi. Pada ketuban Pecah Dini premature, infeksi lebih
sering dari pada aterm. Secara umum insiden infeksi pada KPD
meningkat sebanding dengan lamanya periode laten.
b. Hipoksia dan asfiksia
Pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali
pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubunganantara
terjadinya gawat janin dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit
air ketuban, janin semakin gawat (Prawirohardjo, S. 2012).
c. Syndrom deformitas janin
KPD yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan
janinterhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota
badan janin, serta hipoplasi pulmonal.
7. Penanganan
Menurut Prawirohardjo, S (2012) penatalaksanaan ketuban pecah
dini meliputi:
a. Konservatif
1) Pengelolan konservatif dilakukan bila tidak ada penyulit baik ibu
maupun janin dan harus dirawat di rumah sakit.
2) Jika umur kehamilan < 32-34 minggu dirawat selama air ketuban
masih keluar atau sampai air ketuban tidak lagi keluar.
3) Jika usia kehamilan 32-37 minggu belum inpartu ,tidak ada
infeksi dirawat,diberikan dexametason,observasi tanda tanda
infeksi dan kesejahteraan janin.
4) Jika usia kehamilan 32-37 minggu sudah inpartu, tidak ada tanda
infeksi berikan dexametson dan lakukan induksi sesudah 24 jam.
5) Jika usia kehamilan 32-37 minggu ada infeksi berikan antibiotik
dan lakukan induksi ,nilai tanda tanda infeksi (suhu, leukosit,
tanda tanda infeksi intra uteri).
6) Pada usia kehamilan 32-37 minggu diberikan steroid untuk
memacu kematangan paru janin
b. Aktif
1) Kehamilan >37 minggu dilakukan induksi dengan oksitosin,bila
gagal dilakukan seksio sesarea,bila ada tanda tanda infeksi
persalina diakhiri.
2) Bila ada tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi dan
persalinan diakhiri.
Menurut Manuaba (2009) penatalaksanaan Ketuban pecah dini pada
aterm meliputi:
1) Mempertahankan kehamilan sampai cukup bulan kususnya
maturitas paru sehingga mengurangi kejadian kegagalan
perkembangan paru yang sehat.
2) Terjadi infeksi dalam rahim, yaitu korioamniotis yang menjadi
pemicu sepsis, meningitis janin dan persalinan prematuritas.
3) Dengan perkiraan janin sudah cukup besar dan persalinan
diharapkan berlangsung dalam waktu 72 jam dapat diberikan
kortikosteroid sehingga kematangan paru janin dapat terjamin.
4) Pada kehamilan 24-32 minggu yang menyebabkan menunggu
berat badan janin cukup, perlu dipertimbangkan untuk melakukan
induksi persalinan dengan kemungkinan janin tidak dapat
diselamatkan.
5) Menghadapi KPD diperlukan penjelasan kepada ibu dan keluarga
sehingga terdapat pengertian bahwa tindakan mendadak mungkin
dilakukan dengan pertimbangan untuk menyelamatkan ibu dan
harus mengorbankan bayinya.
6) Pemeriksaan USG penting untuk mengukur distansia biparietal
dan perlu melakukan aspirasi air ketuban untuk pemeriksaan
kematangan paru.
7) Waktu terminasi pada kehamilan aterm dapat dianjurkan selang
waktu 6-24 jam bila tidak terjadi his spontan.
8. Pathway Ketuban Pecah Dini

Peeriksaan penunjang : KPD Etiologi :


Keluarnya cairan .Melemahnya selaput janin
ketuban dari jalan lahir di kehamilan cukup bulan.
Kertas lakmus berubah perdarahan dan infeksi
warna

Konservatif Aktif

37 mg
< 32 mg 32-37 mg

Dirawat Belum inpartu


-Bedrest Sudah inpartu : Induksi > 6 jam
sampai air
-Dexametason -Dexametason
ketuban
-Observasi -Induksi sesudah
tidak keluar
tanda infeksi 24 jam
dan usia
-Observasi
kehamilan
kesejahteraan
mencapai
janin
aterm

Gagal Gagal

Gagal Berhasil

SC
Penanganan
bbl
2.Perawatan
ibu nifas

Sumber: Manuaba (2011), Sarwono,( 2012 ), Anik maryunani (2013 )


C. KONSEP MANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN PADA
PERSALINAN FISIOLOGIS
1. Pengkajian
a. Data subjektif
1) Identitas
Usia aman reproduksi sehat untuk persalinan adalah 20-35
tahun (Saifuddin, 2012). Umur ibu >35 tahun merupakan umur
risiko untuk ibu bersalin dengan penyakit kronis penyerta atau
komplikasi kehamilan yang menyebabkan komplikasi hingga
kematian (Alya, 2014). Menurunnya kualitas sel telur dan pola
hidup tidak sehat pada wanita umur >35 tahun turut meningkatkan
risiko komplikasi (Sulistyawati, 2011).
2) Pendidikan
Tingkat pendidikan dapat mempengaruhi sikap dan perilaku
kesehatan seseorang. Ibu yang memiliki pengetahuan yang baik
akan mampu untuk memahami masalah yang dialaminya sehingga
kecemasan dalam menghadapi masalah menurun dan tercapai
derajat kesehatan yang lebih baik (Sulistyawati, 2011).
3) Keluhan utama
Beberapa keluhan yang biasa dialami saat masa bersalin,
antara lain:
a) Kala 1:
(1) Ibu merasakan kontraksi yang semakin lama semakin
sering dan bertahan lama.
(2) Ibu merasakan nyeri yang melingkar dari punggung
menjalar ke perut bagian depan
(3) Keluarnya lendir bercampur darah dari jalan lahir.
Keluarnya cairan banyak dengan sekonyong-konyong dari
jalan lahir jika ketuban sudah pecah
b) Kala II
(1) Adanya keinginan untuk mengejan yang kuat dan tidak bisa
ditahan.
(2) Adanya keinginan buang air besar.
(3) Ibu merasakan tekanan pada anus dan atau vagina.
c) Kala III
Ibu mengeluhkan perut terasa mules
d) Kala IV
Ibu mengeluh lemas, dan lapar, mengantuk setelah proses
persalinan (JNPK-KR, 2014).
4) Riwayat menstruasi
Riwayat menstruasi dikaji untuk menentukan tanggal tafsiran
persalinan dan memperkirakan usia kehamilan saat itu. Siklus haid
teratur atau tidak merupakan salah satu syarat untuk dapat
menggunakan rumus Neagle dalam menentukan tanggal taksiran
persalinan (Ari dan Nugraheny, 2010).
5) Riwayat obstetri yang lalu
a) Jumlah gravida/ para mempengaruhi durasi persalinan
(primigravida berlangsung lebih lama dibandingkan multipara);
disamping itu paritas >3 memiliki besar risiko 3 kali untuk
mengalami komplikasi persalinan. Bahaya yang dapat terjadi
pada ibu yang pernah melahirkan 4 kali atau lebih yakni antara
lain: kelainan letak, persalinan lama, perdarahan pasca
persalinan (Rochjati, 2011).
b) Berat bayi: berat bayi sebelumnya membantu memperkirakan
kesesuaian panggul dan janin.
c) Jarak kehamilan: ibu dengan kejadian komplikasi persalinan
menunjukkan terdapat hubungan antara jarak kehamilan ibu
dengan kejadian komplikasi persalinan. Jarak kelahiran optimal
adalah antara 2 tahun sampai dengan 5 tahun. Jarak kehamilan
>10 tahun membuat ibu kembali menjalani persalinan seperti
primapara sehingga berisiko mengalami persalinan yang lama.
Menurut anjuran yang dikeluarkan oleh badan koordinasi
keluarga berencana (BKKBN) jarak kelahiran yang ideal
adalah 2 tahun. (BKKBN, 2019).
d) Riwayat komplikasi: riwayat kehamilan dan persalinan yang
buruk sebelumnya merupakan penyebab komplikasi obstetrik
tidak langsung. Termasuk riwayat obstetrik sebelumnya yang
buruk meliputi abortus, partus prematur, IUFD, perdarahan
postpartum, riwayat pre eklamsia, riwayat mola hidatidosa,
perdarahan antepartum, gemeli, hidramnion, riwayat persalinan
dengan tindakan. Ibu yang pernah mengalami komplikasi
sebelumnya berisiko mengalami komplikasi pada kehamilan
atau persalinan berikkutnya (Manuaba, 2010).
e) Riwayat persalinan sebelumnya: ibu yang sebelumnya
melakukan persalinan dengan seksio sesarea akan mengalami
risiko ruptur uteri; solusio plasenta; preeklamsia; persalinan
prematur spontan; dan yang mengalami persalinan dengan
seksio sesarea kembali dibandingkan dengan yang mengalami
persalinan pervaginam.
6) Riwayat kehamilan sekarang
Frekuensi kunjungan antenatal yang diharapkan adalah
minimal 4 kali sebagai upaya untuk mengetahui sedini mungkin
risiko komplikasi sehingga penyulit dan komplikasi pada
persalinan dapat diminalkan, yaitu 1 kali pada trimester I, 1 kali
pada trimester II, dan 2 kali di trimester III (Kemenkes, 2013).
7) Riwayat kesehatan ibu
a) Jantung
Penyakit jantung pada kehamilan akan mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan janin dalam kandungan.
Kehamilan dapat memperberat penyakit jantung.
Kemungkinan timbulnya payah jantung (dekompensasi
cordis) pun dapat terjadi. Pada ibu hamil yang rentan
terhadap gangguan jantung, stres pada perubahan fisiologis
normal dapat mencetuskan dekompensasi jantung. Tanda dan
gejala penyakit jantung (palpitasi, frekuensi jantung sangat
cepat, sesak napas ketika beraktivitas, dispnea, dan nyeri
dada) harus dapat diketahui agar dapat dilakukan
penatalaksaan yang tepat (Kriebs JM and Gegor CL, 2010).
b) Hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik dan diastolik
≥140/90 mmHg. Penyebab hipertensi dalam kehamilan belum
dapat diketahui dengan jelas. Hipertensi merupakan salah
satu dari tiga penyebab tertinggi mortalitas dan morbiditas
ibu bersalin. Beberapa kalisifikasi hipertensi antara lain;
hipertensi kronik, preeklamsia, eklampsia (preeklampsia
disertai kejang dan atau koma), hipertensi kronik dengan
superimposed preeklampsia (hipertensi kronik disertai tanda-
tanda preeklamsia) (Prawirohardjo, 2018).
c) Asma
Asma ialah penyakit kronis saluran pernapasan, dimana
peningkatan respon inflamasi menyebabkan obstruksi
reversibel akibat kontraksi otot polos bronkus, hipersekresi
muskus, dan edema mukosa pada saluran pernapasan.
Adanya iritan, infeksi virus, udara dingin, dan olahraga dapat
menstimulasi respon inflamasi (Saifuddin, 2010). Selama
kehamilan, penyakit asma dapat berkurang atau bertambah
keparahannya. Untuk menghindari bertambah parahnya
penyakit, hindarilah kemungkinan terjadinya infeksi
pernapasan dan upayakan tekanan emosional tetap stabil.
d) Diabetes Melitus (DM)
Diabetes militus pada masa kehamilan dapat menimbulkan
dampak buruk untuk janin seperti kelainan bawaan, gangguan
pernapasan bahkan kematian janin. Ibu hamil dengan anemia
akan mempersulit persalinan ibu hamil dengan diabetes
militus.
e) Ginjal
Penyakit ginjal meningkatkan tekanan darah. Hal ini
disebabkan oleh adanya peradangan pada beberapa bagian
ginjal yang akut atau kronis. Biasanya, peradangan ini akan
disertai dengan meningkatnya suhu badan dan gangguan
buang air kecil.
f) Hepatitis
Pengaruh infeksi hepatitis terhadap kehamilan bersumber dari
gangguan fungsi hati dalam mengatur dan mempertahankan
metabolism tubuh, sehingga aliran nutrisi ke janin dapat
terganggu atau berkurang. Pengaruhnya dalam kehamilan
dapat dalam bentuk keguguran atau persalinan prematuritas
dan kematian janin dalam rahim. (Prawirohardjo, 2018)
8) Riwayat kesehatan keluarga
Kemungkinan adanya penyakit genetik yang diderita keluarga
dapat ditularkan atau diturunkan sehingga dapat memperburuk
kondisi ibu. Riwayat kesehatan keluarga yang perlu dikaji seperti:
jantung, TBC, hepatitis, DM, asma, ginjal, hipertensi, dan gemelli.
Contohnya riwayat gamelli pada keluarga memungkinkan menurun
pada ibu dan pada saat persalinan dijumpai kesulitan.
Kemungkinan adanya penyakit genetik yang diderita keluarga
dapat ditularkan atau diturunkan sehingga dapat memperburuk
kondisi ibu, contohnya ibu hamil memiliki risiko munculnya
beberapa gangguan akibat penyakit jantung keturunan. Bagi suami
dengan riwayat genetic pribadi atau dalam keluarga, terdpat
peningkatan resiko penularan pada anak, sehingga harus lebih
waspada terhadap risiko mendapatkan anak dengan kelainan
kromosom (Varney, 2017)
9) Pola fungsional kesehatan
a) Nutrisi, pemenuhan nutrisi penting bagi ibu bersalin untuk
memberikan kekuatan pada ibu saat meneran.
b) Eliminasi
Kandung kemih wanita harus dievaluasi untuk melihat
adanya distensi paling sedikit setipa dua jam selama fase aktif
kala satu persalinan. Kandung kemih memerlukan perhatian
karena merupakan organ panggul. Seiring penurunan bagian
presentasi janin ke dalam pelvis minor, kandung kemih
mengalami penekanan sehingga terjadi distensi meskipun
jumlah urine didalam kandung kemih baru sekitar 100 ml.
Apabila kandung kemih tidak dikosongkan, melainkan
dibiarkan menjadi distensi, maka dapat terjadi hal-hal berikut:
(1) Persalinan terhambat: distensi kandung kemih yang
berlebihan dapat menghambat kemajuan persalinan karena
mencegah penurunan janin
(2) Ketidaknyamanan: kandung kemih yang distensi
meningkatkan ketidaknyamanan atau nyeri pada abdomen
bawah, yang sering kali dialami wanita selama persalinan
(3) Selama persalinan bladder sebaiknya dikosongkan tiap 1,5-
2 jam sekali. Bladder yang penuh dapat menghambat
masuknya kepala janin ke pelvis, hal ini juga dapat
menghambat keefektifan kontraksi (Varney, 2017).
c) Istirahat dan tidur
Tiga hingga empat minggu sebelum awitan persalinan sejati,
dapat terjadi kontraksi palsu. Kontraksi palsu sangat nyeri dan
wanita dapat megalami kurang tidur dan kekurangan energi
dalam menghadapinya (Varney, 2017).
d) Aktivitas
Adanya kontraksi palsu yang sifatnya nyeri tanpa ada
pembukaan serviks menyebabkan aktivitas ibu terganggu.
Menjelang persalinan, intensitas kontraksi semakin sering dan
semakin lama sehingga bertambah nyeri. Hal ini menyebabkan
aktivitas ibu menjadi semakin terbatas (Varney, 2017).
e) Kebiasaan
Merokok dapat menyebabkan berbagai gangguan
terhadap hasil akhir kehamilan. Gangguan-gangguan tersebut
adalah berat badan lahir rendah akibat persalinan premature
atau gangguan pertumbuhan janin, kematian janin dan bayi,
serta solusio plasenta. Mekanisme patofiologi yang
diperkirakan berperan terhadap gangguan kehamilan ini adalah
meningkatnya kadar karbooksihemoglobin janin, berkurangnya
aliran darah uteroplasenta serta hipoksia janin.
Pemakaian alkohol selama kehamilan dapat
menyebabkan sindrom alkohol janin. Selain etanol yang
terkandung dalam alkohol meyebabkan gangguan
pertumbuhan janin. Penggunaan kronik obat-obatan terlarang
termasuk turunan opium, barbiturate dan amfetamin dalam
dosis besar selama hamil membahayakan janin. Gawat janin,
BBLR, dan gangguan akibat putus obat banyak dilaporkan.
Sebagian obat yang dikonsumsi selama kehamilan
kemungkinan mempunyai efek samping pada janin. Hampir
semua obat yang menimbulkan efek sistemik pada ibu akan
menembus plasenta untuk mencapai mudigah atau janin.
Adanya binatang peliharaan perlu dikaji karena pada binatang
peliharaan seperti kucing atau anjing dapat menularkan
toxoplasmosis.
Jamu-jamuan: Ibu yang selama hamil mengkonsumsi
jamu mempunyai risiko 7 kali untuk melahirkan bayi asfiksia
dibandingkan ibu yang tidak mengkonsumsi jamu selama
hamil. Jamu kunyit asem (Curcuma domesticaval) memiliki
efek stimulan pada kontraksi uterus dan abortivum
(Cunningham, 2017).
f) Pola seksual
Apabila ada ancaman abortus atau partus prematurus,
koitus harus dihindari. Diluar itu, hubungan seks pada wanita
hamil yang sehat umumnya dianggap tidak berbahaya sebelum
sekitar 4 minggu terakhir kehamilan. Menurut Vaginal
Infection and Prematurity Study Group, ada penurunan
frekuensi hubungan seks yang bermakna seiring dengan
peningkatan usia gestasi. Pada minggu ke 36, 72 persen
melaporkan frekuensi hubungan seks kurang dari sekali
seminggu. Hal ini disebabkan oleh berkurangnya hasrat
seksual dan khawatir akan bahaya terhadap kehamilan. Infeksi
cairan ketuban dan mortalitas perinatal meningkat secara
bermakna apabila ibu hamil berhubungan seks sekali atau lebih
setiap minggu selama bulan terakhir kehamilan (Cunningham,
2017).
g) Riwayat psikosial dan budaya
Untuk mengetahui respon ibu dan keluarga terhadap
kodisi kehamilannya saat ini, penerimaan kehamilan dan
pengambil keputusan dalam proses persalinan.
b. Data objektif
1) Pemeriksaan umum
a) Keadaan umum: baik
b) Kesadaran: composmentis
c) Tanda-tanda vital
(1) Tekanan darah: Normalnya 90/60 hingga 140/90mmHg dan
tidak banyak meningkat selama kehamilan (Saifuddin,
2010).
(2) Nadi: Nadi: normalnya 60-100 kali/menit, denyut: kuat.
Jika nadi Ibu >100x/menit mungkin ibu mengalami salah
satu atau lebih keluhan seperti gangguan Thyroid.
(3) Suhu: normalnya 36,5oC-37,5 oC. Suhu 38°C dianggap tidak
normal dan ada tanda infeksi
(4) Respirasi: Frekuensi pernapasan sedikit berubah selama
kehamilan dari nilai normal 14 atau 15 kali/menit,
pernapasan lebih dalam bahkan ketika istirahat (Fraser,
2009).
(5) Denyut nadi: bradikardia HR <120x/ menit
d) Antopometri
(1) LILA: >23,5 cm. Untuk melihat status gizi ibu. Pada ibu
yang memiliki LilA <23,5cm termasuk kurang gizi dan
berisiko melahirkan bayi BBLR.
(2) Bila berat badan sebelum hamil dan kenaikan berat badan
selama hamil berlebih, bayi berisiko terhambat
pertumbuhannya akibat penyempitan pembuluh darah dan
juga berisiko mengalami komplikasi, baik selama
kehamilan maupun persalinan; seperti perdarahan, tekanan
darah tinggi, atau keracunan kehamilan (preeklampsia)
(Kemenkes, 2013).
(3) Penurunan BB atau BB yang tidak naik dapat disebabkan
karena kekurangan nutrisi yang dapat menyebabkan
terjadinya anemia, abortus, partus prematurus dan insersia
uteri.
Berikut adalah rekomendasi penambahan berat badan
selama kehamilan berdasarkan indeks masa tubuh:
Rata-rata
kenaikan pada
Kategori IMT Rekomendasi (kg)
Trimester 2 dan 3
(kg)
Rendah <18,5 12,5-18 0,5
Normal 18,5-24,5 11,5-16 0,4
Tinggi 25-29,5 7-11,5 0,3
Obesitas ≥30 5-9 0,2
Gemeli - 16-20,5 -
Sumber : Saifuddin (2010)
(4) TB: TB yang normal yaitu >145cm. Pada ibu yang
memiliki TB <145cm (low high) akan meningkatkan resiko
panggul sempit.
2) Pemeriksaan fisik
a) Wajah: Keadaan muka pucat merupakan salah satu tanda
anemia, yang akan berpengaruh pada proses persalinan dan
masa nifas. Oedem pada muka bisa menunjukkan adanya
masalah serius jika muncul dan tidak hilang setelah beristirahat
dan diikuti dengan keluhan fisik yang lain. Hal ini bisa
merupakan pertanda gagal jantung atau preeclampsia .
b) Mata: Tidak ada oedema, conjungtiva merah muda, sklera
putih.
c) Leher: Tidak ada pembengkakan kelenjar getah bening, vena
jugularis dan kelenjar tiroid.
d) Payudara tidak teraba benjolan abnormal, puting susu menonjol
dan bersih, pengeluaran kolostrum atau cairan lain dari puting
susu (kolostrum dapat dikeluarkan pada minggu ke 16 dan pada
akhir kehamilan kolostrum dapat menetas dari payudara)
(Manuaba, 2010).
e) Abdomen: tidak terdapat luka bekas operasi
(1) Leopold I:
Pada letak membujur di fundus teraba lunak tidak
bulat dan tidak melenting. Menurut Sielberg Leopold I
digunakan untuk mengetahui tinggi fundus uteri (TFU).
Tabel 4. Ukuran TFU berdasarkan Umur Kehamilan
Umur Kehamilan Tinggi fundus uteri
22-28 minggu 24-25 cm diatas symphisis
28 minggu 26,7 cm diatas symphisis
30 minggu 29,5-30 cm diatas symphisis
32 minggu 29,5-30 cm diatas symphisis
34 minggu 31 cm di atas symphisis
36 minggu 82 cm di atas symphisis
38 minggu 33 cm di atas symphisis
40 minggu 37,7 cm di atas symphisis
Mengukur TFU menurut Mc Donald untuk
menghitung taksiran berat janin yaitu tempatkan metline
skala 0 di atas simfisis dan ukur TFU dengan melihat
metline dalam cm. Jika belum masuk panggul cara
menghitungnya (TFU – 12) x 155, jika sudah masuk (TFU
– 11) x 155 dalam gram (Sulistyawati, 2011).
(2) Leopold II: teraba panjang keras seperti papan pada
bagian kanan/ kiri perut ibu, dan teraba bagian-bagian kecil
janin pada bagian kanan/ kiri perut ibu.
(3) Leopold III: pada bagian bawah perut ibu teraba lunak,
bulat, melenting, masih dapat digoyangkan/ susah untuk
digoyangkan.
(4) Leopold IV: divergen. Leopold IV dilakukan apabila usia
kehamilan >36 minggu.
(5) DJJ: normal DJJ 120-160x/menit, jika 120 atau 160
merupakan tanda fetal distress.
(6) His: dihitung frekuensi dan lamanya dalam 10 menit.
f) Genitalia: Vulva bersih tidak ada pengeluaran pervaginam
(darah), tidak ada varises, tidak ada pembengkakan kelenjar
bartolin dan skene, tidak ada benjolan abnormal yang
menentukan kelancaran jalan lahir. Ada pengeluaran per
vaginam seperti darah, darah lendir, cairan ketuban dan
pengeluaran lainnya. Anus tidak ada hemorrhoid.
Pemeriksaan VT:
(1) Pembukaan : 1-10 cm (evaluasi tiap 4 jam). Pada
primigravida, pembukaan pada fase aktif 1 cm/jam. Pada
multigravida, pembukaan pada fase aktif 2 cm/jam.
(2) Penipisan / efficement: (25, 50, 75, 100%)
(3) Ketuban: utuh (u) / sudah pecah (jernih, keruh, atau
mekonium)
(4) Presentasi: kepala
(5) Denominator : UUK/UUB, kidep/kadep
(6) Pada pembukaan 1-3, yang menjadi denominator adalah
sutura sagitalis. Pada pembukaan 4-lengkap, yang menjadi
denominator adalah ubun-ubun kecil.
(7) Tidak ada penyusupan/ moulage
(8) Hodge: I – IV
Periksa Luar Periksa Dalam Keterangan
5/5 Kepala di atas PAP, mudah
digerakkan
4/5 Hodge I-II Sulit digerakkan, bagian
terbesar kepala belum masuk
panggul
3/5 Hodge II-III bagian terbesar kepala belum
masuk panggul
2/5 Hodge III+ bagian terbesar kepala sudah
masuk panggul
1/5 Hodge III-IV Kepala di dasar panggul
0/5 Hodge IV Kepala di perineum
g) Ekstermitas: hangat/ dingin, waktu pengisian kapiler normal/
memanjang. Nadi lemah/ kuat
3) Pemeriksaan penunjang
Meliputi laboratorium (Hb, Golongan darah, Reduksi urin,
Albumin urin), USG, NST.
2. Interpretasi data
Langkah awal dari perumusan diagnosa atau masalah adalah
pengolahan data dan analisa dengan menggabungkan data satu dengan
yang lainnya sehingga tergambar fakta (Saifuddin, 2010).
a. Diagnosa kebidanan
Paritas adalah riwayat reproduksi seorang wanita yang berkaitan
dengan kehamilannya (jumlah kehamilan). Dibedakan dengan
primigravida dan multigravida. Contoh penulisan diagnosa pada
primigravida yaitu: G…P…A…, usia kehamilan, tunggal, hidup,
intrauterine, presentasi kepala, keadaan umum ibu dan janin baik,
inpartu kala I fase aktif/laten atau inpartu kala II/III/IV
b. Masalah
Masalah yang timbul pada pasien yaitu nyeri kontraksi
c. Kebutuhan
Kebutuhan yang diperlukan adalah KIE mengenai teknik mengurangi
nyeri, menganjurkan ibu untuk memilih posisi yang nyaman.
3. Diagnosa potensial
Pada langkah ini bidan menganalisa data dasar yang diperoleh pada
langkah pertama, menginterpretasikan secara logis sehingga dapat
dirumuskan diagnosa dan masalah. Diagnosa potensial: syok hipovolemik,
plasenta akreta, perdarahan pasca partum, kelainan letak janin, robekan
serviks, kelahiran premature, gawat janin, infeksi, mortalitas.
4. Kebutuhan tindakan segera
Tahap ini dilakukan bidan dengan melakukan identifikasi perlunya
tindakan segera untuk mengatasi kondisi yang mengancam nyawa
(Varney, 2017).
a. Mandiri dengan melakukan pembebasan jalan napas, pemberian
oksigen, perbaikan keadaan umum
b. Kolaborasi dengan dokter spesialis obestetri untuk terapi
(medikamentosa) atau penatalaksanaan lebih lanjut
5. Perencanaan
Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh ditentukan
oleh langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan
manajemen terhadap masalah atau diagnosis yang telah diidentifikasi atau
diantisipasi.
a. Kala 1 fase laten
1) Informasikan hasil pemeriksaan.
R/ Memberikan kesempatan ibu untuk mengetahui kondisinya.
2) Lakukan informed consent terkait tindakan pertolongan persalinan.
R/ Sebagai bentuk persetujuan terhadap asuhan yang akan
diberikan.
3) Berikan dukungan emosional.
R/ Dukungan emosional membantu ibu lebi rileks dan mengurangi
kecemasan yang dialami.
4) Anjurkan ibu untuk beristirahat di sela-sela kontraksi dengan
miring kiri atau posisi senyaman ibu.
R/ posisi miring ke kiri mencegah tertekannya vena cava inferior
sehingga memperlancar sirkulasi darah ibu. Istirahat dapat
menghindari terjadinya kelelahan.
5) Bantu ibu memenuhi kebutuhan makan dan minum.
R/ Makanan dan minuman bisa memberikan tenaga selama
persalinan dan mencegah dehidrasi.
6) Anjurkan ibu untuk tidak menahan kencing.
R/ kandung kemih yang penuh dapat menghalangi penurunan
kepala janin dan mengganggu kontraksi.
7) Ajari ibu teknik relaksasi dengan menarik nafas panjang saat ada
kontraksi.
R/ nafas panjang dapat membuat ibu menjadi lebih rileks dan tidak
kaku dalam menjalani persalinan.
8) Lakukan observasi kemajuan persalinan dan kesejahteraan janin
pada lembar observasi.
R/ sebagai upaya dalam meninjau kemajuan persalinan.
b. Kala 1 fase aktif
1) Informasikan hasil pemeriksaan.
R/ Memberi kesempatan ibu untuk mengetahui kondisinya.
2) Anjurkan ibu untuk beristirahat di sela-sela kontraksi dengan
miring kiri atau posisi senyaman ibu.
R/ posisi miring ke kiri mencegah tertekannya vena cava inferior
sehingga memperlancar sirkulasi darah ibu. Istirahat dapat
menghindari terjadinya kelelahan.
3) Bantu ibu memenuhi kebutuhan makan dan minum.
R/ Makanan dan minuman bisa memberikan tenaga selama
persalinan.
4) Anjurkan ibu untuk tidak menahan kencing.
R/ kandung kemih yang penuh dapat menghalangi penurunan
kepala janin dan mengganggu kontraksi.
5) Ajari ibu teknik relaksasi dengan menarik nafas panjang saat ada
kontraksi.
R/ nafas panjang dapat membuat ibu menjadi lebih rileks dan tidak
kaku dalam menjalani persalinan.
6) Lakukan masase punggung.
R/ Masase punggung dapat mengurangi nyeri persalinan.
7) Lakukan observasi kemajuan persalinan dan kesejahteraan janin
pada lembar partograf.
R/ sebagai upaya dalam meninjau kemajuan persalinan.
8) Siapkan alat dan perlengkapan APN.
R/ Pertolongan persalinan dilakukan sesuai dengan prosedur.
c. Kala II
1) Informasikan hasil pemeriksaan.
R/ Memberi kesempatan ibu untuk mengetahui kondisinya.
2) Bantu ibu memilih posisi yang nyaman.
R/ Pemilihan posisi yang nyaman membantu mewujudkan
persalinan yang lancar.
3) Fasitasi pendamping persalinan.
R/ Dukungan dari keluarga yang mendampingi ibu selama proses
persalinan sangat membantu mewujudkan persalinan yang lancar.
4) Libatkan pendamping persalinan dalam memberikan asuhan
(memberikan makan dan minum, membantu dalam mengatasi rasa
nyeri dengan masase pinggang)
R/ Untuk memaksimalkan asuhan yang diberikan.
5) Ajari ibu cara meneran efektif.
R/ Meneran efektif dapat memperlancar proses persalinan.
6) Lakukan pertolongan sesuai langkah APN.
R/ Pertolongan APN meminimalkan resiko terjadinya penyulit atau
komplikasi selama persalinan.
7) Cek DJJ di sela-sela kontraksi.
R/ Memastikan kesejahteraan janin.
d. Kala III
1) Informasikan hasil pemeriksaan.
R/ Memberi kesempatan ibu untuk mengetahui kondisinya.
2) Beritahu ibu akan disuntik oksitosin untuk membantu kelahiran ari-
ari.
R/ Agar ibu mengetahui tujuan dilakukan penyuntikan oksitosin.
3) Suntikkan oksitosin 1 ampul IM pada 1/3 anterolateral paha kanan
ibu.
R/ Agar menimbulkan kontraksi yang efektif untuk melepas dan
melahirkan plasenta, mencegah perdarahan dan terjadinya retensio
plasenta.
4) Lakukan penjepitan, pemotongan, dan pengikatan tali pusat.
R/ Agar tidak terjadi perdarahan pada tali pusat.
5) Lakukan IMD.
R/ Kontak pertama untuk meningkatkan bonding attachment ibu-
bayi.
6) Lakukan penegangan tali pusat terkendali.
R/ Membantu proses pengeluaran plasenta.
7) Lakukan masase fundus selama 15 detik.
R/ Merangsang uterus tetap berkontraksi dengan baik agar tidak
terjadi perdarahan.
e. Kala IV
1) Informasikan hasil pemeriksaan.
R/ Memberi kesempatan ibu untuk mengetahui kondisinya.
2) Lakukan penjahitan pada perineum yang rupture.
R/ Mencegah terjadinya perdarahan.
3) Bersihkan tubuh ibu.
R/ ibu merasa nyaman dan mencegah infeksi.
4) Dekontaminasi alat-alat.
R/ Sebagai bentuk upaya pencegahan infeksi.
5) Ajarkan ibu cara memeriksa kontraksi uterus dan masase uterus.
R/ Pemantauan terhadap kontraksi uterus diperlukan untuk
menghindari bahaya komplikasi dan waspada kemungkinan atonia.
6) Lakukan observasi kala IV.
R/ Mendeteksi penyulit/komplikasi sedini mungkin.
7) Berikan HE tentang tanda bahaya masa nifas.
R/ Menambah wawasan ibu tentang deteksi dini komplikasi.
8) Anjurkan ibu mobilisasi dini secara bertahap (miring kanan/kiri).
R/ Mobilisasi dini dapat mempercepat proses involusi uteri.
9) Bantu ibu memenuhi asupan nutrisi dan cairan.
R/ Memulihkan kembali tenaga ibu pasca persalinan dan mencegah
dehidrasi.
f. 2 jam post partum
1) Informasikan hasil pemeriksaan.
R/ Memberi kesempatan ibu untuk mengetahui kondisinya.
2) Antarkan ibu ke ruang nifas.
R/ Memberikan kesempatan bagi ibu dan bayi untuk rawat gabung.
3) Berikan HE tentang nutrisi, personal higiene, perawatan luka
perineum (bila ada), penggunaan kontrasepsi pasca salin.
R/ Supaya ibu bisa merawat dirinya dengan baik.
4) Fasilitasi pemberian terapi (Fe, analgetik).
R/ Membantu mencegah terjadinya anemia, mengurangi nyeri
pasca salin maupun nyeri luka jahitan perineum.
5) Ajarkan ibu cara menyusui dan menyendawakan bayi dengan
benar.
R/ Ibu dapat menyusui dan menyendawakan bayi dengan benar.
6. Implementasi
Langkah ini berisi tentang asuhan yang telah diberikan kepada klien
berdasarkan rencana yang telah disusun sebelumnya untuk menangani
diagnosa/ masalah yang telah terindentifikasi.
7. Evaluasi
Melakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan
meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar telah
terpenuhi sesuai kebutuhan yang telah diidentifikasi dalam diagnosa dan
masalah. Dapat ditulis di catatan perkembangan dan evaluasi dengan
dokumentasi:
S: (Data subjektif, data yang didapat dari pasien melalui anamnesa)
O: (Data objektif, hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
yang dibutuhkan)
A: (Hasil analisis diagnosa masalah)
P: (Penatalaksanaan yang dilakukan)
Evaluasi rencana didalamnya termasuk :
a) Asuhan mandiri
b) Kolaborasi
c) Test diagnostik/ laboratorium
d) Konseling
e) Follow up
(1) Evaluasi sesaat: ibu paham tentang HE yang dierikan dan dapat
menjelaskan kembali, nyeri yang dirasakan ibu dapat berkurang
(2) Evalusasi keberlanjutan: catatan perkembangan dan kunjungan
ulang
DAFTAR PUSTAKA

Alya, D. (2014) Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Bayi Berat Lahir


Rendah (BBLR) di Rumah Sakit Ibu dan Anak Banda Aceh Tahun 2013.
Skripsi. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan U’budiyah. Diperoleh dari
https://simtakp.uui.ac.id/docjurnal/DIAN_ALYA-jurnal_dian_alya.pdf
[diakses pada 31 Januari 2021].

Aprilia Y. 2017. Bebas Takut Hamil dan Melahirkan. Jakarta: Gramedia


Pustaka Utama

Ari, Sulistyawati dan Esty Nugraheny. 2010. Asuhan Kebidanan pada Ibu
Bersalin. Jakarta: Salemba Medika.

BKKBN. 2019. Laporan Kinerja BKKBN Jateng: BKKBN Jawa Tengah.


https//www.bkkbn.go.id/po-content/upload/LKIP_JATENG_2019.pdf
[diakses pada 31 Jabuari 2021]

Bobak I., Lowdermilk m., Jensen. 2012. Buku Ajar Keperawatan


Maternitas, Edisi 6. Jakarta: EGC

Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL et al. 2017. Williams Obstetri


nd
21 . Jakarta: EGC

Dewi, Putu Indah Sintya, dkk. 2020. Intensitas Nyeri Persalinan Kala I Fase
Laten pada Ibu Inpartu menggunakan Birth Ball Exercise. Buleleng:
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Buleleng.
https://journal.ipm2kpe.or.id/index.php/JKS/article/view/1050 [diakses
pada 30 Januari 2021]

Diana, Sulis, Erfiani Mail, Zulfa Rufaida. 2019. Asuhan Kebidanan Persalinan
dan Bayi Baru Lahir. Surakarta: CV OASE GRUP.

Fraser, Diane M and Cooper, Margaret A. 2009. Myles Buku Ajar Bidan
Myles Buku Ajar Bidan ed.14 alih bahasa Sri Rahayu, Jakarta: EGC.

JNPK-KR. 2014. Buku Acuan Asuhan Persalinan Normal. Jakarta:


Jaringan Nasional Pelatihan Klinik.

Kemenkes RI. 2013. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 42


Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Imunisasi. Jakarta: DepKes RI.

King, Tekoa L. 2019. Varney’s Midwifery. Burlington, Massachustte\s: Jones &


Barlett Learning.

Kriebs, J. M. & Gegor, C. L., 2010. Buku Saku Asuhan Kebidanan Varney. 2
penyunt. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Kristianti, Shinta, Suwoyo, Ika Yuni Pratiwi. 2020. Pengaruh Pendidikan


Kesehatan Melalui Media Video Terhadap Kecemasan Menghadapi
Persalinan Pada Ibu Primigravida Trimester III Di Wilayah Kerja
Puskesmas Blabak Kediri. Malang: Poltekkes Kemenkes Malang.
http://jurnalmu.poltekkes-mataram.ac.id/index.php/jurnalmu/article/view/
92/77 [diakses pada 30 Januari 2021]

Legawati. 2018. Asuhan Persalinan dan Bayi Baru Lahir. Malang: Wineka
Media.

Manuaba, I.B.G. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan & Keluarga


Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC.

Nurasiah, A; Ani, R; Dewi, L.B. 2012. Asuhan Persalinan Normal Bagi Bidan.
Bandung: PT. Refika Aditama.

Oktarina, Mika. 2015. Buku Ajar Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru Lahir.
Yogyakarta: Deepublish.

Prawirohardjo, 2018. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo.

Puspitasari, Elika. 2019. Hubungan Dukungan Suami dan Keluarga dengan


Intensitas Nyeri Persalinan Kala I. Yogyakarta: Universitas ‘Aisyiyah
Yogyakarta. http://journals.ums.ac.id/index.php/jk/article/view/9768
[diakses pada 30 Januari 2021]

Rochjati, Poedji. 2011. Skrining Antenatal Pada Ibu Hamil. Jakarta : EGC

Saifuddin, A., 2012. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Silfia, Niluh Nita, Anna Veronica Pont, Sulasmi. 2019. Pengaruh Pelaksanaan
Pelvic Rocking dengan Birthing Ball Terhadap Pengurangan Nyeri
Pinggang Persalinan Kala I Di Wilayah Puskesmas Mamboro Kota Palu.
Palu: Poltekkes Kemenkes Palu.
http://ejournal.uhb.ac.id/index.php/VM/issue/archive [diakses pada 30
Januari 2021]

Sulistyawati, Ari. 2011. Asuhan Kebidanan Pada Masa Kehamilan. Jakarta:


Salemba Media.

Sunarsih, Ernawati. 2017. Perbedaan Terapi Massage dan Terapi Relaksasi


dalam Mengurangi Nyeri Persalinan di Bidan Praktik Swasta (BPS)
Ernawati Kecamatan Banyumas. Bandar Lampung: Universitas
Malahayati Bandar Lampung.
http://www.ejurnal.poltekkes-tjk.ac.id/index.php/JK/article/view/243
[diakses pada 30 Januari 2021]

Trianingsih, Indah. 2019. Pengaruh Murotal Al Qur’an dan Dzikir Terhadap


Intensitas Nyeri Kala I Persalinan. Bandar Lampung: Poltekkes
Tanjungkarang.
http://www.ejurnal.poltekkes-tjk.ac.id/index.php/JKEP/article/view/
1283/943 [diakses pada 30 Januari 2021]

Varney, Helen. 2017. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4 Volume 2. Jakarta:
EGC.
Wiknjosastro, Hanifa. 2012. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono.

Moegni, E. M. & Ocviyanti, D., 2013. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di
Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Pertama ed. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, World Health Organization, Himpunan
Obstetri dan Ginekologi Indonesia - Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi
Indonesia dan Ikatan Bidan Indonesia.

Siregar, Wilda Whyuni, dkk. 2020. Pengaruh Pelaksanaan Teknik Birth Ball
Terhadap Kemajuan Persalinan. Medan: Universitas Tjut Nyak Dhien.
https://ejournal.delihusada.ac.id/ejournal/index.php/JPK2R/article/
download/426/209 [diakses pada 8 Februari 2021]

Nurjasmi, Emi. 2016. Buku Acuan Midwifery Update. Cetakan Pertama. Jakarta:
Pengurus Pusat Ikatan Bidan Indonesia..

Anda mungkin juga menyukai