Anda di halaman 1dari 40

PROSEDUR PENATALAKSANAAN PRE-EKLAMPSIA BERAT

22.58 Teguh Subianto No comments


Share :

PROSEDUR PENATALAKSANAAN PRE-EKLAMPSIA BERAT


(Tag: PEB, Pre Eklamsia, Maldaptation syndrome, Hipertensi dalam kehamilan, hamil dengan hipertensi)
A. Definisi
BATASAN
Suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya hipertensi >= 160/110 disertai
protein urine dan atau edema, pada kehamilan 20 minggu atau lebih.

PATOFISIOLOGI
Penyebabnya sampai sekarang belum jelas. Penyakit ini dianggap sebagai suatu
"Maldaptation syndrome" dengan akibat suatu vasospasme general dengan segala
akibat-akibatnya.

GEJALA KLINIS
Kehamilan 20 minggu atau lebih dengan tanda:
1. Desakan darah systole >= 160 mmHg
diastole .>= 110 mm Hg
desakan darah ini tidak menurun meski ibu hamil sudah dirawat inap di rumah sakit dan
menjalani tirah baring.
2. Proteinuria >= 5 gram/24 jam atau kwalitatif 4+ (++++)
3. Oliguria. Jumlah produksi urine <= 500 cc/24 jam atau disertai kenaikan kadar kreatinin
darah. 4. Adanya gejala-gejala impending eklampsia : gangguan visus, gangguan serebral,
nyeri epigastrium, hiperrefleksia. 5. Adanya Sindroma HELLP ( H : Hemolysis , EL :
Elevated Liver Enzymes, LP : Low Platelet Count ) 6. Edema pada : pretibia, dinding perut,
lumbosakral, wajah/tangan. PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS 1. Kehamilan 20 minggu
atau lebi 2 . Didapatkan satu atau lebih gejala-gejala pre-eklamsia berat (Gejala klinis)
DIAGNOSIS BANDING 1. Kronik hipertensi dan kehamilan 2. Kehamilan dengan sindrom
nefrotik 3. Kehamilan dengan payah jantung.

B.PROSEDUR
Perawatan konservatif
1. Indikasi Pada kehamilan <> = 180 mmHg atau diastole > = 110 mm Hg

2. Pengobatan
a. Di kamar bersalin (selama 24 jam)
1. Tirah baring
2. Infus RL (Ringer Laktat) yang mengandung 5% dekstrosa, 60-125 cc/jam,
3. 10 gr MgS04 50% i.m. sebagai dosis awal diulangi dengan dosis 5 gr MgSO4 50% i.m.
setiap 6 jam, s/d 24 jam pascapersalinan (kalau tidak ada kontra indikasi pemberian MgS04 )
4. Diberikan anti hipertensi:
Yang digunakan:
Klonidin suntikan i.v. (1 ampul mengandung 0,15 mg/cc), tersedia di kamar bersalin,
dilanjutkan tablet Nifedipin 3 x 10 mg (pilihan pertama) atau tablet Metildopa 3 x 250 mg)
Bila sistole > = 180 mmHg atau diastole > = 110 mm Hg digunakan injeksi 1 ampul Klonidin
yang mengandung 0,15 mg/cc. Klonidin 1 ampul dilarutkan dalam 10 cc lar.aquadest (untuk
suntikan).
Disuntikan : mula-mula 5 cc i.v. perlahan-lahan selama 5 menit. 5 menit kemudian tekanan
darah diukur, bila belum ada penurunan maka diberikan lagi sisanya 5 cc i.v. dalam 5 menit
sampai tekanan darah diastole normal.

5. Dilakukan pemeriksaan lab. tertentu (fungsi hepar dan ginjal) dan produksi urine 24 jam.
6. konsultasi dengan spesialis Mata, Jantung atau yang lain sesuai indikasi.

b. Pengobatan dan evaluasi selama rawat tinggal di Ruang Bersalin


setelah 24 jam masuk ruangan bersalin)
1. Tirah baring
2. Obat-obatan:
- Roboransia: multivitamin
- Aspirin dosis rendah 1 x 87,5 mg per hari
- Antihipertensi (Klonidin 0,15 mg i.v. dilanjutkan Nifedipin 3 x 10 mg atau Metildopa 3 x
250 mg)
3.Pemeriksaan lab.:
- Hb, PCV dan hapusan darah tepi
- Asam urat darah
- Trombosit
- Fungsi ginjal/hepar
- Urine lengkap
- Produksi urine per 24 jam, penimbangan BB setiap hari
- Diusahakan pemeriksaan AT III
- Pemeriksaan Lab dapat diulangi sesuai dengan keperluan.
4. Diet tinggi protein, rendah karbohidrat
5. Dilakukan penilaian kesejahteraan janin.

3. Perawatan konservatif dianggap gagal bila:


- Adanya tanda-tanda impending eklampsia
- Kenaikan progresif dari tekanan darah
- Adanya Sindrom Hellp
- Adanya kelainan fungsi ginjal
- Penilaian kesejahteraan janin jelek.

4. Penderita boleh pulang bila:


- Penderita sudah mencapai perbaikan dengan tanda-tanda pre-eklamsia ringan, perawatan
dilanjutkan sekurang-kurangnya selama 3 hari lagi (diperkirakan lama perawatan 1-2
minggu)
- Bila keadaan tetap, tidak bertambah berat/buruk

Catatan:
Sebagai pertimbangan : bila perawatan konservatif berhasil dan didapatkan
kematangan paru janin (Shake test + ) sebaiknya kehamilan diterminasi.
I. Perawatan aktif
1. Indikasi
1.1. Hasil penilaian kesejahteraan janin jelek
1.2. Adanya gejala-gejala impending eklamsia
1.3. Adanya Sindrom Hellp
1.4. Kehamilan aterm ( > 38 mg)
Apabila perawatan konservatif gagal (lihat I.3)

2. Pengobatan medisinal
2.1. Segera rawat inap
2.2. Tirah baring miring kesatu sisi
2.3. Infus RL yang mengandung 5% Dekstrosa dengan 60-125 cc/jam
2.4. Pemberian anti kejang: MgS04
Dosis awal:
MgSO4 20% 2 gr.i.v.
MgSO4 50% 10 gr i.m.
pada bokong kanan/kiri (masing-masing 5 gr)
Dosis ulangan:
MgSO4 50% 5 gr.i.m.diulangi tiap 6 jam setelah dosis awal s/d 6
jam pasca persalinan
Syarat pemberian:
- Refleks patela (+)
- respirasi > 16/menit
- urine sekurang-kurangnya 150 cc/6 jam
- harus selalu tersedia kalsium glukonas 1 gr 10%(diberikan i.v. pelan-pelan pada intoksikasi
MgS04)
2.5. Antihipertensi dapat dipertimbangkan diberikan bila:
(Klonidin i.v. dilanjutkan Nifedipin 3 x 10 atau Metildopa 3 x 250
mg)
- systole > 180 mmHg
- diastole > 120 mmHg

3. Pengobatan obstetrik
3.1. Sedapat mungkin sebelum perawatan aktif pada tiap penderita
dilakukan pemeriksaan "Non Stres Test"

3.2. Tindakan seksio sesar dikerjakan bila:


- "Non Stres Test" jelek
- penderita belum inpartu dengan skor pelvik jelek (Skor Bishop <> 5)

C. Referensi
1. Angsar M. Dikman. Hipertensi dalam kehamilan Simposium Era baru pengobatan
gagal jantung dan hipertensi. Surabaya, 4 Agustus 1984.
2. Angsar M. Dikman. Panduan Pengelolaan Hipertensi dalam kehamilan di Indonesia. Sat
Gas Gestosis POGI Edisi I, 1985.
3. Ferri T.F. Toxemia and Hypertension Medical Complication during pregnancy. WB
Saunders & Co Philadelphia 1982.
4. H. Sumampouw, et al. Pre Eklampsia. Pedoman Diagnosis dan Terapi Lab/ UPF Ilmu
Kebidanan dan Penyakit Kandungan RS Dr. Soetomo 1994 : 43 47.
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
World Health Organization (WHO) memperkirakan 585.000 perempuan meninggal
setiap hari akibat komplikasi kehamilan, proses kelahiran dan aborsi yang tidak aman. Di
Indonesia, angka kematian maternal per 100.000 kelahiran hidup adalah 390 pada tahun 1992
dan 307 pada tahun 2002 (WHO, 2009). Menurut data-data rumah sakit pendidikan di
sebagian wilayah Indonesia, angka kematian maternal berkisar antara 51,6 sampai 206,3 per
10.000 persalinan. Angka kematian maternal di RS Pirngadi Medan per 10.000 persalinan
adalah 140,2 (1965-1969), 102 (1970-1974) dan 92,3 (1975-1979) (Mochtar, 1998).
Sepsis, perdarahan dan preeklampsia-eklampsia masih menjadi tiga penyebab utama
kematian ibu hamil dan morbiditas obstetri (Benson, 1982). Menurut WHO (2004) secara
keseluruhan, preeklampsia dan eklampsia sangat bertanggung jawab terhadap kurang lebih 14
% kematian maternal per tahun yaitu sekitar 50.000-75.000 kematian. Preeklampsia
merupakan penyakit yang bisa mengakibatkan 17,6 % kematian maternal di Amerika Serikat
(Lim, 2009). Tahun 2005 Angka Kematian Maternal (AKM) di Rumah Sakit seluruh
Indonesia akibat preeklampsia dan eklampsia sebesar 4,91 % (8.397 dari 170.725) (Desi
Risthiana Wati, 2009).
Preeklampsia terjadi sekitar 8 % dari seluruh populasi, insiden bervariasi sesuai
dengan lokasi geografis (Pernol, 1987). Di negara berkembang, insiden preeklampsia
dilaporkan hingga 4 18 % (Lim, 2009). Pada penelitian yang dilakukan di RSUD Dr
Pirngadi, Medan pada tanggal 1 Maret 2001-31 Januari 2002 didapatkan lebih dari 100 kasus
preeklampsia berat menurut Dina (2003) dalam Wati (2009).
Menurut Sudhaberata (2000) dalam Istichomah (2004) preeklampsia juga dapat
menyebabkan resiko persalinan prematur 2,67 kali lebih besar, persalinan buatan 4,39 kali
lebih banyak dan mempunyai kecenderungan lebih tinggi untuk mendapatkan bayi dengan
berat bayi lahir rendah.
Preeklampsia bisa menyebabkan kelahiran awal dan komplikasi fetus termasuk bayi
prematur. Preeklampsia sangat bertanggung jawab terhadap 15 % kelahiran prematur di
Amerika Serikat (Penoll, 1982). Melalui penelitian oleh Meis, dkk pada tahun 1995 1998
dalam menganalisis kelahiran sebelum usia gestasi 37 minggu yang dilakukan di NICHD
maternal-fetal medicine Units Network, kelahiran prematur yang diindikasikan 43%-nya
disebabkan oleh preeklampsia (Cunningham, 2005). WHO pada tahun 1961 mengganti istilah
bayi prematur dengan bayi berat lahir rendah (BBLR) karena disadari tidak semua bayi
dengan berat badan kurang dari 2500 gram pada waktu lahir adalah bayi prematur (Mochtar,
1998). Berat bayi lahir rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir selamat dengan berat 2500
gram atau lebih kecil pada saat lahir (Pernoll, 1982). Frekuensi berat bayi lahir rendah di
negara maju berkisar antara 3,6 - 10,8 % dan di negara berkembang berkisar antara 10 43
%. Rasio antara negara maju dan negara berkembang adalah 1: 4 (Mochtar, 1998).
Berat bayi lahir rendah dan kelahiran prematur merupakan kontributor utama dalam
kematian bayi. Berat bayi lahir rendah dan kelahiran prematur semakin meningkat selama
dua dekade kecuali perawatan neonatal yang sangat baik, kelahiran ini akan berlanjut menjadi
penyebab utama mortalitas dan morbiditas pada bayi (Fried, 2008).

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian pre eklampsia berat?
2. Apa tanda gejala pre eklampsia berat?
3. Bagaimana penatalaksanaan pre eklampsia berat?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu pre eklampsia berat.
2. Untuk mengetahui tanda gejala pre eklampsia berat.
3. Untuk mengetahui penatalaksanaan pre eklampsia berat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Preeklampsia adalah kelainan multisystem spesifik pada kehamilan yang ditandai oleh
timbulnya hipertensi dan proteinuria setelah umur kehamilan 20 minggu. Kelainan ini
dianggap berat jika tekanan darah dan proteinuria meningkat secara bermakna atau terdapat
tanda-tanda kerusakan organ (termasuk gangguan pertumbuhan janin)

B. Etiologi
Penyebab pasti Preeklampsia masih belum jelas. Hipotesa faktor-faktor etiologi Preeklampsia
bisa diklasifikasikan menjadi 4 kelompok, yaitu : genetic, imunologik, gizi dan infeksi serta
infeksi antara factor-faktor tersebut.
Ada beberapa teori yang mencoba menjelaskan perkiraan etiologi dari kelainan tersebut
sehingga kelainan ini sering dikenal dengan The disease of theory
Adapun teori-teori itu anatar lain
1. Peran prostasiklin dan tromboksan S
Pada Preeklampsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler sehingga terjadi penurunan
produksi prostasiklin (PGI-2) yang pada kehamilan normal meningkat, aktivasi
penggumpalan dan fibrinolisis. Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan
(TxA2) dan serotonin sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel.
2. Peran faktor imunologis
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama, hal ini dihubungkan dengan
pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta yang tidak sempurna. Beberapa
wanita dengan Preeklampsia mempunyai kompleks imun dalam serum. Beberapa study yang
mendapati aktivasi komplemen dan system imun humoral pada Preeklampsia.
3. Peran faktor genetik / familial
Beberapa bukti yang mendukung factor genetik pada Preeklampsia antara lain:
a. Preeklampsia hanya terjadi pada manusia
b. Terdapat kecenderungan meningkatnya frekuensi Preeklampsia pada anak-anak dari ibu
yang menderita Preeklampsia.
c. Kecenderungan meningkatnya frekuensi Preeklampsia pada anak cucu ibu hamil dengan
riwayat Preeklampsia dan bukan ipar mereka.
d. Peran Renin-Angiotensin-Aldosteron-System (RAAS).
Apa yang menjadi penyebab preeklampsia sampai saat ini belum diketahui dengan pasti.
Telah banyak teori yang mencoba menerangkan sebab-musabab penyakit ini, akan tetapi
tidak ada yang dapat memberikan jawaban yang memuaskan.
Teori yang dapat diterima harus dapat menerangkan hal-hal berikut:
1. Sebab bertambahnya frekuensi pada primigravitas, kehamilan ganda, hidramnion dan mola
hidatidosa.
2. Sebab bertambahnya frekuensi dengan makin tuanya kehamilan.
3. Sebab dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin dalam uterus.
4. Sebab jarangnya terjadi eklampsia pada kehamilan-kehamilan berikutnya.
5. Sebab timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang dan koma.
Teori yang dewasa ini banyak diterima sebagai penyebab preeklampsia adalah iskemia
plasenta.

C. Faktor Predisposisi
1. Diabetes melitus
2. Mola hidatidosa
3. Kehamilan ganda
4. Hidrops fetalis
5. Umur di atas 35 tahun
6. Obesitas.

D. Gejala Klinis
Gejala Preeklampsia adalah:
1. Hipertensi
2. Edema
3. Proteinuria
4. Gejala subjektif berupa sakit kepala, nyeri ulu hati dan gangguan penglihatan.
Dikatakan preeklampsia berat apabila dijumpai satu atau lebih tanda/gejala berikut: 2,3,4
1. Tekanan darah 160/110 mmHg
2. Proteinuria > 5 gr/24 jam atau kualitatif +3 atau +4.
3. Oliguria 500 ml/24 jam
4. Nyeri kepala prontal atau gangguan penglihatan
5. Nyeri epigastrium
6. Edema paru atau sianosis
7. Pertumbuhan janin intra uterine yang terhambat (IUFGR)
8. HELLP Syndrome (H = Hemolysis, EL = Elevated Liver Enzyme, LP = Low Platelet
Counts).
E. Kriteria Diagnosistik PEB:

Peningkatan tekanan darah: tekanan darah sistolik > 160mmHg atau tekanan darah
diastolik > 110mmHg dalam dua kali pengukuran dengan interval 6 jam pada wanita
dalam keadaan istirahat

Proteinuria: kadar protein dalam urin 24 jam >5g atau >3+ pada pemeriksaan urin
menggunakan dipstick. Urin diperiksa dua kali secara terpisah dengan interval 4 jam

Oliguria: jumlah urin 24 jam kurang dari 500mL

Gangguan serebral atau pengelihatan

Edema paru atau sianosis

Nyeri epigastrium atau kuadran kanan atas abdomen

Gangguan fungsi hati

Trombositopenia

Restriksi pertumbuhan intrauterin

Perdarahan retina
Diagnosis preeklampsia ditegakkan jika terdapat minimal hipertensi dan proteinuria.
Pemeriksaan Fisik:
Tekanan darah harus diukur dalam setiap ANC
Tinggi fundus harus diukur dalam setiap ANC untuk mengetahui adanya retardasi
pertumbuhan intrauterin atau oligohidramnion
Edema pada muka yang memberat
Peningkatan berat badan lebih dari 0,5 kg per minggu atau peningkatan berat badan
secara tiba-tiba dalam 1-2 hari
Pemeriksaan Penunjang
Saat ini belum ada pemeriksaan penyaring yang terpercaya dan efektif untuk preeklampsia.
Dulu, kadar asam urat digunakan sebagai indikator preeklampsia, namun ternyata tidak
sensitif dan spesifik sebagai alat diagnostik. Namun, peningkatan kadar asam urat serum pada
wanita yang menderita hipertensi kronik menandakan peningkatan resiko terjadinya
preeklampsiasuperimpose.
Pemeriksaan laboratorium dasar harus dilakukan di awal kehamilan pada wanita dengan
faktor resiko menderita preeklampsia, yang terdiri dari pemeriksaan kadar enzim hati, hitung
trombosit, kadar kreatinin serum, dan protein total pada urin 24 jam.
Pada wanita yang telah didiagnosis preeklampsia, harus dilakukan juga pemeriksaan kadar
albumin serum, LDH, apus darah tepi, serta waktu perdarahan dan pembekuan. Semua
pemeriksaan ini harus dilakukan sesering mungkin untuk memantau progresifitas penyakit.
Prognosis
Kematian ibu antara 9.8%-25.5%, kematian bayi 42.2% -48.9%.

F. Komplikasi

Solusio plasenta: Biasa terjadi pada ibu dengan hipertensi akut.

Hipofibrinogenemia

Hemolisis: Gejala kliniknya berupa ikterik. Diduga terkait nekrosis periportal hati
pada penderita pre-eklampsia.

Perdarahan otak: Merupakan penyebab utama kematian maternal penderita eklampsia.

Kelainan mata: Kehilangan penglihatan sementara dapat terjadi. Perdarahan pada


retina dapat ditemukan dan merupakan tanda gawat yang menunjukkan adanya
apopleksia serebri.

Edema paru

Nekrosis hati: Terjadi pada daerah periportal akibat vasospasme arteriol umum.
Diketahui dengan pemeriksaan fungsi hati, terutama dengan enzim.
Sindrom HELLP (hemolisis, elevated liver enzymes, dan low platelet).

Prematuritas

Kelainan ginjal: Berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan sitoplasma sel


endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Bisa juga terjadi anuria atau
gagal ginjal.

DIC (Disseminated Intravascular Coagulation): Dapat terjadi bila telah mencapai


tahap eklampsia.

G. Perbedaan Preeklampsia dengan penyakit hipertensi dalam kehamilan lainnya


Riwayat:
Adanya faktor resiko terjadinya preeklampsia berat:
Faktor yang berhubungan dengan kehamilan: kelainan kromosom, mola hidatidosa, hidrops
fetalis, kehamilan multipel, kelainan kongenital struktural, infeksi saluran kemih, inseminasi
buatan atau donasi oosit
Faktor dari ibu: usia > 35 tahun atau < 20 tahun, orang kulit hitam, riwayat preeklampsia
dalam keluarga, nulipara, preeklampsia pada kehamilan sebelumnya, diabetes pada
kehamilan, diabetes tipe I, obesitas, hipertensi kronik, penyakit ginjal, trombofilia, stress
Faktor dari ayah: ayah pertama, sebelumnya memiliki istri lain yang menderita preeklampsia
dalam kehamilan
Pada ANC setelah usia kehamilan 20 minggu, ibu hamil harus ditanyakan mengenai adanya
keluhan gangguan pengelihatan, sakit kepala persisten, nyeri epigastrium atau kuadran kanan
atas, dan edema yang meberat

H. Pencegahan
Beberapa fakta dibawah ini dapat menggambarkan cara-cara pencegahan preeklampsia:
a. Istirahat tirah baring
Istirahat tirah baring pada wanita hamil tidak mencegah preeklampsia ringan. Namun istirahat
baring dapat mencegah preeklampsia ringan menjadi preeklampsia berat.
b. Diet rendah garam dan pemberian diuretik
Restriksi garam pada kehamilan tidak mencegah terjadinya preeklampsia.
Pemberian diuretik juga tidak dapat mencegah terjadinya preeklampsia, sekedar
menghilangkan udema dan penurunan tekanan darah.
c. Suplementasi Magnesium
Defisiensi magnesium pada diet oleh beberapa peneliti mempunyai asosiasi terhadap
pathogenesis preeclampsia, pertumbuhan janin terlambat dan persalinan preterm. Namun
demikian peranan magnesium dalam pencegahan terjadinya preeklampsia masih kontroversi.
d. Defisiensi Zinc
Beberapa peneliti telah melaporkan bahwa defisiensi zinc mempunyai hubungan dengan
pathogenesis preeclampsia. Hal ini terbukti bahwa pada preeklampsia kadar zinc dalam
plasma, leukosit, dan plasenta menurun. Penelitian pemberian zinc pada masyarakat
Meksiko-Amerika ternyata terjadi penurunan resiko preeklampsia. Tetapi penelitan
pemberian zinc pada wanita hamil di Inggris ternyata tidak memberikan efek penurunan
insidens preeklampsia.

e. Suplementasi Minyak Ikan


Telah dilakukan penelitian pemberian minyak ikan pada wanita hamil yang secara teoritis
dapat memungkinkan terjadinya insidens preeklampsia. Minyak ikan ini mengandung asam
lemak tidak jenuh yang berpengaruh terhadap metabolisme prostaglandin sehingga tidak
terbentuk thromboxane A2, tetapi terbentuk thromboxane A3 yang merupakan
vasokonstriktor lemah.
f. Suplementasi Kalsium
Pada preeklampsia terjadi penurunan eskrisi kalsium dalam urine. Namun terjadi hal yang
sebaliknya bila terjadi defisiensi kalsium maka resiko terjadinya preeklampsia lebih besar.
Dosis kalsium diberikan bervariasi dari 375 mg, 1500 mg atau 2000 mg. Masih diperlukan
penelitian besar.
g. Pemberian Aspirin Dosis Rendah
Beberapa peneliti telah melaporakan bahwa pemberian anti thrombotik berupa Aspirin dosis
rendah, dapat menurunkan insidens preeklampsia dan pertumbuhan janin terlambat. Dosis
yang diberikan berkisar antara 50 mg 150 mg/hari. Hasil penelitian dari beberapa center
menggambarkan hasil yang kontroversi. Penelitian uji klinik terbesar yang dikerjakan oleh
The Collaborative Low-Dose Aspirin Study in Pregnancy (CLAPS-1994), melibatkan 9364
wanita hamil dari beberapa negara, dengan dosis Aspirin 60 mg/hari dibandingkan dengan
placebo, secara acak, tersamar ganda. Hasil uji klinik ini membuktikan tidak ada perbedaan
bahwa antara pemberian aspirin dan pemberian placebo setelah terjadinya preeklampsia,
pertumbuhan janin terhambat dan penyulit ibu yang lain (misal: solusio plasenta).
h. Pemberian Antioksidant
Vitamin C, vitamin E, -carotine, CoQ10 , N-Acetylcysteine

I. Penatalaksanaan
Dapat ditangani secara aktif atau konservatif.
Aktif berarti : kehamilan diakhiri / diterminasi bersama dengan pengobatan medisinal.
Konservatif berarti : kehamilan dipertahankan bersama dengan pengobatan medisinal.

1. Penanganan aktif.
Penderita ditangani aktif bila ada satu atau lebih kriteria ini :
- ada tanda-tanda impending eklampsia
- ada HELLP syndrome
- ada kegagalan penanganan konservatif
- ada tanda-tanda gawat janin atau IUGR
- usia kehamilan 34 minggu atau lebih

Pengobatan medisinal : diberikan obat anti kejang MgSO4, Cara pemberian MgSO4 : dosis
awal 4 gram intravena diberikan dalam 10 menit, dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan
sebanyak 1 gram per jam

Syarat pemberian MgSO4/Sulfas Magnesikus :


- frekuensi napas lebih dari 16 kali permenit
- tidak ada tanda-tanda gawat napas
- diuresis lebih dari 100 ml dalam 4 jam sebelumnya
- refleks patella positif.

MgSO4 dihentikan bila :


- ada tanda-tanda intoksikasi
- atau setelah 24 jam pasca persalinan
- atau bila baru 6 jam pasca persalinan sudah terdapat perbaikan yang nyata.
Siapkan antidotum MgSO4 yaitu Ca-glukonas 10% (1 gram dalam 10 cc NaCl 0.9%,
diberikan intravena dalam 3 menit).
Obat anti hipertensi diberikan bila tekanan darah sistolik lebih dari 160 mmHg atau tekanan
darah diastolik lebih dari 110 mmHg. Obat yang dipakai umumnya nifedipin dengan dosis 3-
4 kali 10 mg oral. Bila dalam 2 jam belum turun dapat diberi tambahan 10 mg lagi.
Terminasi kehamilan : bila penderita belum in partu, dilakukan induksi persalinan dengan
amniotomi, oksitosin drip, kateter Folley, atau prostaglandin E2. Sectio cesarea dilakukan
bila syarat induksi tidak terpenuhi atau ada kontraindikasi partus pervaginam. Pada persalinan
pervaginam kala 2, bila perlu dibantu ekstraksi vakum atau cunam.

2. Penanganan konservatif
Pada kehamilan kurang dari 35 minggu tanpa disertai tanda-tanda impending eclampsia
dengan keadaan janin baik, dilakukan penanganan konservatif.
Medisinal : sama dengan pada penanganan aktif. MgSO4 dihentikan bila ibu sudah mencapai
tanda-tanda pre-eklampsia ringan, selambatnya dalam waktu 24 jam. Bila sesudah 24 jam
tidak ada perbaikan maka keadaan ini dianggap sebagai kegagalan pengobatan dan harus
segera dilakukan terminasi.

Tujuan penanganan
Tujuan penanganan preeklampsia berat yakni:
(1) Mencegah kejang
(2) Menjaga tekanan darah ibu
(3) Menginisiasi kelahiran.
Pencegahan kejang
Magnesium sulphate sebaiknya dipertimbangkan pada wanita dengan pre-eklampsia yang
memiliki risiko eklampsia, Magnesium sulphate selalu diberikan kepada wanita dengan pre-
eklampsia berat ketika keputusan untuk melahirkan bayi diambil, dan pada periode
postpartum yang segera, sedangkan pada kasus dengan pre-eklampsia yang kurang parah,
keputusan untuk diberikan magnesium sulphate menjadi kurang jelas dan bergantung kepada
kasus yang dihadapi masing-masing. Sebagai pengobatan untuk mencegah timbulnya kejang-
kejang dapat diberikan: (1) Larutan larutan Sulfas magnesikus 40% sebanyak 10 ml (4 gram)
sebagai loading dose, disuntikkan intramuscular sebagai dosis permulaan dan dengan
Lanjutan diberikan 1gram/jam setelah 24 jam kejang terakhir.
Pada kasus kejang berulang dapat ditatalaksana dengan pemberian dari salah satu metode
yakni: pemberian bolus 2 gram magnesium sulphate atau meningkatkan rata-rata infuse
menjadi 1,5 gram atau 2.0 gram/jam.
Menurut penelitian MAGPIE menunjukkan pemberian magnesium sulfate terhadap wanita
dengan pre-eclampsia menurunkan resiko terjadinya kejang eklamptik. Wanita yang diberikan
magnesium sulphat memiiki resiko kejang eklamptik 58% lebih kecil (95% CL 40 71%).
Magnesium sulphate adalah terapi pilihan, sedangkan diazepam dan phenytoin sebaiknya
tidak digunakan sebagai terapi lini pertama. Pemberian secara intravena memili resiko efek
samping yang lebih kecil.
Magnesium sulphate diekresikan melalui urine, sehingga sebaiknya bila dilakukan observasi
urine dan jika terjadi penurunan di bawah 20 ml/jam, infuse magnesium sebaiknya
dihentikan.
Kecendrungan toksisitas magnesium dapat diperiksa secara klinis yakni terjadi hilangnya
refleks tendon dalam dan depresi pernapasan.
Pengontrolan tekanan darah
Pemberian antihipertensi sebaiknya dimulai pada wanita dengan tekanan darah sistolik lebih
dari 160 mmHg atau tekanan darah diastlik lebih dari 110 mmHg.
Pemberian Labetalol secara oral atau intravena, nifedipine secara oral atau intravena
hydralazine dapat diunakan untuk penatalaksaan akut dari hipertensi berat.
Terdapat consensus bersama bila tekanan darah lebih dari 170/110 mmHg, membutuhkan
penanganan tehadap tekanan darah ibu. Obat terpilih yang digunakan Labetalol, nifedipine,
atau hydralazine. Labetalol memiliki keuntungan dapat diberikan awal lewat mulut pada
kasus hipertensi berat dan kemudian,jika diperlukan, bisa secara intavena.
Terdapat konsesus, bila tekanan darah dibawah 160/100, tidak dibutuhkan secara mendesak
pemberian terapi antihipertensi. Terdapat perkecualian, bila ditemukan indikasi untuk
penyakit dengan gejala yang lebih berat, yakni: potenuria berat atau gangguan hati, atau hasil
tes darah, oleh karena itu pada kondisi emikian, peningkatan tekanan darah dapat diantisipasi,
dengan diberikan terapi antihiperteni pada tekanan darah level tekanan darah yang lebih
rendah yang telah disesuaikan.
Penggunaan obat hipertensif pada pre-eklampsia berat diperlukan karena dengan menurunkan
tekanan darah kemungkinan kejang dan aplopeksia serebri menjadi lebih kecil.
Perencananan kelahiran
Pada umumnya pada pre-eklampsia berat sesudah bahaya akut berakhir menjadi lebih baik,
sebaiknya dipertimbangkan untuk menghentikan kehamilan oleh karena dalam keadaan
demikian harapan janin dalam uterus menghambat sembuhnya penderita dari penyakitnya.
Perencanaan pengeluaran bayi disesuaikan dengan tingkat keparahan gejala pre-eklampsia
dan usia kehamilan. Pada preeklampsia ringan dengan usia kehamilan 40 minggu, sebaiknya
dilahirkan. Pada usia kehamilan 38 minggu, wanita dengan pre-eklampsia ringan dapat
diindukusi kelahiran. Pada usia kehamilan 32-34 minggu dengan pre-eklampsia berat
sebaiknya dipertimbangkan untuk dilahirkan, dan fetus sebaiknya diberikan kortikosteroid.
Pada pasien dengan usia kehamilan 23-32 minggu dengan preeklmapsia berat, kelahiran
dapat ditunda untuk memperkecil tingkat morbiditas dan mortilitas bayi, ibu tersebut
sebaiknya diberikan magnesium sulfat pada 24 jam pertama ketika diagnosis dibuat, tekanan
darah sebaiknya dikontrol dengan menggunakan pengobatan, pasien sebaiknya diberikan
kortikoseteroid untuk mematangkan organ paru bayi.
Jika usia kehamilan kurang dari 23 minggu, pasien sebaiknya diberikan induksi persalinan
untuk diterminasi kelahirannya.
Bila usia kehamilan kurang dari 34 minggu dan proses persalinan dapat ditunda untuk
sementara waktu, kortikosteroid sebaiknya diberikan, walaupun setelah 24 jam manfaat dari
penatalaksaan konservatif ini harus dinilai kembali.
Bila usia kehamilan lebih dari 34 minggu, setelah dilakukan stabilisasi, proses persalinan
direkomendasikan. Jika usia kehamilan kurang dari 34 minggu dan kehamilan dapat
diperpanjang hingga lebih dari 24 jam,pemberian steroid dapat membantu menurunkan
tingkat kematian bayi akibat gangguan pernapasan. Terdapat kemungkinan manfaat dari
pemberian terapi steroid walaupn proses kelahiran terjadi kurang dari 24 jam setelah
pemberian steroid. Pengeluaran bayi melewati vagina lebih baik dibandingkan dengan
operasi sesar. Jika pengeluaran bayi secara vagina tidak tercapai selama kurun waktu tertentu,
maka segera dilakukan operasi sesar.
Pengontrolan keseimbangan cairan
Pembatasan cairan disarankan untuk menurunkan resiko overload cairan pada peride
kehamilan dan setelah kehamilan. Dalam keadaan biasa, total cairan sebaiknya dibatasi 80
ml/jam atau 1 ml/kg/jam.
Pada penanganan cairan yang tidak tepat pada kasus pre-eklampsia diperkirakan memiliki
keterkaitan dengan timbulnya kasus edema paru. Selama kurang lebih 20 tahun, edema paru
menjadi penyebab kematian ibu yang signifikan.
Pengeluaran bayi melewati vagina lebih baik dibandingkan dengan operasi sesar. Jika
pengeluaran bayi secara vagina tidak tercapai selama kurun waktu tertentu, maka segera
dilakukan operasi sesar.
Penanganan setelah kehamilan
Pada kasus pre-eklampsia berat pada masa setelah kelahiran dapat terjadi eklmpalsia.
Dilaporkan lebih dari 44 % eklamsia dapat terjadi, terutama pada wanita yang melahirkan
pada usia kehamilan aterm. Wanita yang timbul hipertensi atau gejala pre-eklampsia setelah
kehamilan (sakit kepala, gangguan penglihatan, mual dan muntah, nyeri epigastrium)
sebaiknya dirujuk ke spesialis.
Wanita dengan kelahiran yang disertai pre-eklampsia berat (atau eklampsia) sebaiknya
dilakukan pemantauan dengan optimal pasca melahirkan. Dilaporkan dapat terjadi eklampsia
setelah minggu ke-4.
Terapi anti-hipertensi sebaiknya tetap dilanjutkan pasca kehamilan. Walaupun, pada awalnya,
tekanan darah turun, biasanya kan kembali naik kurang lebih 24 jam setelah kehamilan.
Pengurangan terapi anti-hipertensi sebaiknya dilakukan secara berjenjang.
Corticosteroid digunakan pada pasien dengan sindrom HELLP. Hasil dari penelitian terbaru
memperkirakan corticosteroid dapat memicu perbaikan gangguan biokimia dan hematology
secara cepat, tetapi tidak ada bukti yang menunjukkan kortikosteroid dapat menurunkan
morbiditas
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Preeklampsia adalah kelainan multisystem spesifik pada kehamilan yang ditandai oleh
timbulnya hipertensi dan proteinuria setelah umur kehamilan 20 minggu. Kelainan ini
dianggap berat jika tekanan darah dan proteinuria meningkat secara bermakna atau terdapat
tanda-tanda kerusakan organ (termasuk gangguan pertumbuhan janin)
Tanda gejala PEB:
1. Tekanan darah 160/110 mmHg
2. Proteinuria > 5 gr/24 jam atau kualitatif +3 atau +4.
3. Oliguria 500 ml/24 jam
4. Nyeri kepala prontal atau gangguan penglihatan
5. Nyeri epigastrium
6. Edema paru atau sianosis
7. Pertumbuhan janin intra uterine yang terhambat (IUFGR)
8. HELLP Syndrome (H = Hemolysis, EL = Elevated Liver Enzyme, LP = Low Platelet
Counts).
Penatalaksanaan PEB
Dapat ditangani secara aktif atau konservatif.
1. Aktif berarti : kehamilan diakhiri / diterminasi bersama dengan pengobatan medisinal.
2. Konservatif berarti : kehamilan dipertahankan bersama dengan pengobatan medisinal.

B.Saran
Kepada pembaca khususnya calon ibu hamil dan ibu hamil agar lebih memahami apa
itu pre eklampsia berat serta gejala apa saja yang timbul sehingga dapat melalukan
pencegahan terhadap pre eklampsia berat.
Kepada tenaga kesehatan untuk memahami secara mendalam mengenai pre eklampsia
berat sehingga dapat memeberi KIE kepada klien serta dapat mendeteksi dini kemungkinan
yang dapat terjadi sehingga akan lebih cepat mendapat penannganan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Preeklampsia
Preeklampsia adalah kelainan malafungsi endotel pembuluh darah atau
vaskular yang menyebar luas sehingga terjadi vasospasme setelah usia
kehamilan
20 minggu, mengakibatkan terjadinya penurunan perfusi organ dan
pengaktifan
endotel yang menimbulkan terjadinya hipertensi, edema nondependen, dan
dijumpai proteinuria 300mg per 24 jam atau 30mg/dl (+1 pada dipstick)
dengan
nilai sangat fluktuatif saat pengambilan urin sewaktu (Brooks MD, 2011).
2.2. Klasifikasi Preeklampsia
Dari berbagai gejala, preeklampsia dibagi menjadi preeklampsia ringan
dan
preeklampsia berat.
2.2.1. Kriteria preeklampsia ringan :
~ Hipertensi dengan sistolik/diastolik > 140/90 mmHg, sedikitnya enam
jam
pada dua kali pemeriksaan tanpa kerusakan organ.
~ Proteinuria > 300 mg/24
jam atau > 1 + dipstik.
~ Edema generalisata yaitu pada lengan, muka, dan perut.
Preeklampsia berat dibagi menjadi : preeklampsia berat tanpa
impending
eclampsia
dan preeklampsia berat dengan
impending eclampsia
.
2.2.2. Kriteria preeklampsia bera
t:
~ Tekanan darah sistolik/diastolik > 160/110 mmHg sedikitnya enam jam
pada
dua kali pemeriksaan. Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu
hamil sudah
dirawat di rumah sakit dan telah menjalani tirah baring.
~ Proteinuria > 5 gram/24 jam atau > 3
+ dipstik pada sampel urin sewaktu yang
dikumpulkan paling sedikit empat jam sekali.
~ Oliguria < 400 ml / 24 jam.
~ Kenaikan kadar kreatinin plasma > 1,2 mg/dl.
Universitas
Sumatera
Utara
~ Gangguan visus dan serebral : penurunan kesadaran, nyeri kepala
persisten,
skotoma, dan pandangan kabur.
~ Nyeri epigastrium pada kuadran kanan atas abdomen akibat teregangnya
kapsula glisson.
~ Edema paru dan sianosis.
~ Hemolisis mikroangipatik ka
rena meningkatnya enzim laktat dehidrogenase.
~ Trombositopenia ( trombosit < 100.000 mm
3
).
~ Oligohidroamnion, pertumbuhan janin terhambat, dan abrupsio plasenta.
~ Gangguan fungsi hepar karena peningkatan kadar enzim ALT dan AST.
2.3. Faktor yang
berperan pada preeklampsia
Etiologi terjadinya preeklampsia hingga saat ini belum diketahui secara
pasti.
Terdapat banyak teori yang ingin menjelaskan tentang penyebab
preeklampsia
tetapi tidak ada yang memberikan jawaban yang memuaskan.
Tetapi, ada
beberapa
faktor yang berperan, yaitu:
2.3.1
. Peran Prostasiklin dan Tromboksan
Pada preeklampsia dijumpai kerusakan pada endotel vaskuler, sehingga
sekresi vasodilatator prostasiklin oleh sel
-
sel endotelial plasenta berkurang,
sedangkan pada kehami
lan normal, prostasiklin meningkat. Sekresi tromboksan
oleh trombosit bertambah sehingga timbul vasokonstriksi generalisata dan
sekresi
aldosteron menurun. Perubahan aktivitas tromboksan memegang peranan
sentral
terhadap ketidakseimbangan prostasiklin dan tromboksan.Hal ini
mengakibatkan
pengurangan perfusi plasenta sebanyak 50%, hipertensi, dan penurunan
volume
plasma.
2.3.2. Peran Faktor Imunologis
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama karena pada
kehamilan
pertama terjadi pembentukan
blocking antibodies
terhadap antigen plasenta tidak
sempurna. Pada preeklampsia terjadi kompleks imun humoral dan aktivasi
komplemen. Hal ini dapat diikuti dengan terjadinya pembentukan
proteinuria.
Universitas
Sumatera
Utara
2.3.3. Peran Faktor Genetik
Bukti yang mendukung berperannya faktor genetik pada penderita
preeklampsia adalah peningkatan Human leukocyte antigen (HLA).
Menurut
beberapa peneliti,wanita hamil yang mempunyai HLA dengan haplotipe A
23/29,
B 44 dan DR 7 memiliki resiko lebih tinggi menderita preeklampsia dan
pertumbuhan janin terhambat.
2.3.4. Disfungsi endotel
Kerusakan sel endotel vaskuler maternal memiliki peranan pada terjadinya
preeklampsia. Kerusakan endotel vaskular pada preeklampsia dapat
menyebabkan
penurunan produksi prostasiklin, peningkatan aktivitas agregasi trombosit
dan
fibrinolisis, kemudian diganti oleh trombin dan plasmin. Trombin akan
mengkonsumsi antitrombin III sehingga terjadi deposit fibrin. Aktivitas
trombosit
menyebabkan pelepasan tromboksan A2 dan serotonin sehingga terjadi
vasospasme dan kerusakan endotel.
2.4. Gejala dan tanda P
reeklampsia
Gejala dan tandanya dapat berupa :
2.4.1. Hipertensi
Hipertensi merupakan kriteria paling penting dalam diagnosa penyakit
preeklampsia. Hipertensi ini sering terjadi sangat tiba
-
tiba. Banyak primigravida
dengan usia muda memiliki
tekanan darah sekitar 100
-110/60-
70 mmHg selama
trimester kedua. Peningkatan diastolik sebesar 15 mmHg atau peningkatan
sistolik
sebesar 30 mmHg harus dipertimbangkan (William obstetri, 2010).
2.4.2.
Hasil pemeriksaan laboratorium
Proteinuria merup
akan gejala terakhir timbul. Proteinuria berarti konsentrasi
protein dalam urin yang melebihi 0,3 gr/liter dalam urin 24 jam atau
pemeriksaan
kualitatif menunjukan (+1 sampai 2+ dengan metode dipstik) atau > 1
gr/liter
melalui proses urinalisis dengan meng
gunakan kateter atau
midstream
yang
Universitas
Sumatera
Utara
diambil urin sewaktu minimal dua kali dengan jarak waktu 6 jam
(Wiknjosastro,
2006).
Hemoglobin dan hematokrit meningkat akibat hemokonsentrasi.
Trombositopenia biasanya terjadi. Terjadi peningkatan FDP, fibronektin
dan
penurunan antitrombin III. Asam urat biasanya meningkat diatas 6 mg/dl.
Kreatinin serum biasanya normal tetapi bis
a meningkat pada preeklampsia berat.
Alkalin fosfatase
meningkat hingga 2
-
3 kali lipat.
Laktat dehidrogenase
bisa
sedikit meningkat dikarenakan hemolisis. Glukosa darah dan elektrolit
pada
pasien preeklampsia biasanya dalam batas normal. Urinalisis ditemuk
an
proteinuria dan beberapa kasus ditemukan
hyalin
e
cast
.
2.4.3. Edema
Edema pada kehamilan normal dapat ditemukan edema dependen, tetapi
jika
terdapat edema independen yang djumpai di tangan dan wajah yang
meningkat
saat bangun pagi merupakan edema yang patologis. Kriteria edema lain
dari
pemeriksaan fisik yaitu: penambahan berat badan > 2 pon/minggu dan
penumpukan cairan didalam jaringan secara generalisata yang disebut
pitting
edema
> +1 setelah tirah baring 1 jam.
2.5. Akibat Preeklampsia pad
a ibu
Akibat gejala preeklampsia, proses kehamilan maternal terganggu karena
terjadi perubahan patologis pada sistem organ, yaitu :
2.5.1. Jantung
Perubahan pada jantung disebabkan oleh peningkatan
cardiac afterload
akibat hipertensi dan akt
ivasi endotel sehingga terjadi ekstravasasi cairan
intravaskular ke ekstraselular terutama paru. Terjadi penurunan
cardiac preload
akibat hipovolemia.
Universitas
Sumatera
Utara
2.5.2. Otak
Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan autoregulasi tidak
berfungsi.
Jika autoregulasi tidak berfungsi, penghubung penguat endotel akan
terbuka
menyebabkan plasma dan sel-
sel darah merah keluar ke ruang ekstravaskular.
2.5.3. Mata
Pada pre
eklampsia tampak edema retina, spasmus menyeluruh pada satu atau
beberapa arteri, jarang terjadi perdarahan atau eksudat. Spasmus arteri
retina yang
nyata dapat menunjukkan adanya preeklampsia yang berat, tetapi bukan
berarti
spasmus yang ringan adalah pre
eklampsia yang ringan.
Skotoma, diplopia dan ambliopia pada penderita preeklampsia merupakan
gejala yang menunjukan akan terjadinya eklampsia. Keadaan ini
disebabkan oleh
perubahan aliran darah pada pusat penglihatan di korteks serebri maupun
didala
m
retina (Wiknjosastro, 2006).
2.5.4. Paru
Edema paru biasanya terjadi pada pasien preeklampsia berat yang
mengalami
kelainan pulmonal maupun non
-
pulmonal setelah proses persalinan. Hal ini terjadi
karena peningkatan cairan yang sangat banyak, pe
nurunan tekanan onkotik koloid
plasma akibat proteinuria, penggunaan kristaloid sebagai pengganti darah
yang
hilang, dan penurunan albumin yang diproduksi oleh hati.
2.5.5. Hati
Pada preeklampsia berat terdapat perubahan fungsi dan integritas hepa
r,
perlambatan ekskresi
bromosulfoftalein,
dan peningkatan kadar
aspartat
aminotransferase serum
. Sebagian besar peningkatan fosfatase alkali serum
disebabkan oleh fosfatase alkali tahan panas yang berasal dari plasenta.
Pada
penelitian yang dilakukan Oosterhof dkk, dengan menggunakan sonografi
Doppler pada 37 wanita preeklampsia, terdapat resistensi arteri hepatika.
Nekrosis hemoragik periporta di bagian perifer lobulus hepar
menyebabkan
terjadinya peningkatan enzim hati didalam serum. Perdarahan pa
da lesi ini dapat
Universitas
Sumatera
Utara
mengakibatkan ruptur hepatika, menyebar di bawah kapsul hepar dan
membentuk
hematom subkapsular (Cunningham, 2005).
2.5.
6. Ginjal
Lesi khas pada ginjal pasien preeklampsia terutama glomeruloendoteliosis,
yaitu pembengkakan dari kapiler endotel glomerular yang menyebabkan
penurunan perfusi dan laju filtrasi ginjal. Konsentrasi asam urat plasma
biasanya
meningkat terutama pada preeklampsia berat. Pada sebagian besar wanita
hamil
dengan preeklampsia, penurunan ringan sampai sedang la
ju filtrasi glomerulus
tampaknya terjadi akibat berkurangnya volume plasma sehingga kadar
kreatinin
plasma hampir dua kali lipat dibandingkan dengan kadar normal selama
hamil
(sekitar 0,5 ml/dl). Namun pada beberapa kasus preeklampsia berat,
kreatinin
plas
ma meningkat beberapa kali lipat dari nilai normal ibu tidak hamil atau
berkisar hingga 2
-
3 mg/dl. Hal ini disebabkan perubahan intrinsik ginjal akibat
vasospasme yang hebat (Cunningham, 2005).
Kelainan pada ginjal biasanya dijumpai proteinuria akib
at retensi garam dan
air. Retensi garam dan air terjadi karena penurunan laju filtrasi natrium di
glomerulus akibat spasme arteriol ginjal. Pada pasien preeklampsia terjadi
penurunan ekskresi kalsium melalui urin karena meningkatnya reabsorpsi
di
tubulus (Cunningham,2005).
Kelainan ginjal yang dapat dijumpai berupa glomerulopati, terjadi karena
peningkatan permeabilitas terhadap sebagian besar protein dengan berat
molekul
tinggi, misalnya: hemoglobin, globulin, dan transferin. Protein

protein mole
kul
ini tidak dapat difiltrasi oleh glomerulus.
2.5.7. Darah
Kebanyakan pasien preeklampsia mengalami koagulasi intravaskular
(DIC)
dan destruksi pada eritrosit (Cunningham, 2005). Trombositopenia
merupakan
kelainan yang sangat sering, biasanya juml
ahnya kurang dari 150.000/l
ditemukan pada 15

20 % pasien. Level fibrinogen meningkat pada pasien


preeklampsia dibandingkan dengan ibu hamil dengan tekanan darah
normal. Jika
Universitas
Sumatera
Utara
ditemukan level fibrinogen yang rendah pada pasien preeklampsia,
biasanya
berh
ubungan dengan terlepasnya plasenta sebelum waktunya (
placental
abruption).
Pada 10 % pasien dengan preeklampsia berat dapat terjadi
HELLP syndrome
yang ditandai dengan adanya anemia hemolitik, peningkatan enzim hati
dan
jumlah platelet rendah.
2.5.8
. Sistem Endokrin dan Metabolisme Air dan Elektrolit
Pada preeklampsia, sekresi renin oleh aparatus jukstaglomerulus
berkurang
,
proses sekresi aldosteron pun terhambat sehingga menurunkan kadar
aldosteron
didalam darah.
Pada ibu hamil dengan preeklampsia kadar peptida natriuretik atrium
juga
meningkat
. Hal ini terjadi akibat ekspansi volume yang menyebabkan peningkatan
curah jantung dan penurunan resistensi vaskular perifer.
Pada pasien preeklampsia
terjadi
pergeseran cairan dari intravaskuler ke
interstisial yang disertai peningkatan hematokrit, protein serum, viskositas
darah
dan penurunan volume plasma. Hal ini mengakibatkan aliran darah ke
jaringan
berkurang dan terjadi hipoksia.
2.6. Akibat preeklampsi
a pada janin
Penurunan aliran darah ke plasenta mengakibatkan gangguan fungsi
plasenta.
Hal ini mengakibatkan hipovolemia, vasospasme, penurunan perfusi
uteroplasenta
dan kerusakan sel endotel pembuluh darah plasenta sehingga mortalitas
janin
mening
kat (Sarwono prawirohardjo, 2009).
Dampak preeklampsia pada janin,
antara lain:
Intrauterine growth restriction
(IUGR) atau pertumbuhan janin
terhambat, oligohidramnion, prematur, bayi lahir rendah, dan solusio
plasenta.
2.7. Penatalaksanaan Preeklampsia
Tujuan utama penanganan preeklampsia adalah mencegah terjadinya
eklampsia, melahirkan bayi tanpa asfiksia dengan skor APGAR baik, dan
mencegah mortalitas maternal dan perinatal.
Universitas
Sumatera
Utara
2.7.1. Preeklampsia ringan
Istirahat di tempat tidur merupakan ter
api utama dalam penanganan
preeklampsia ringan. Istirahat dengan berbaring pada sisi tubuh
menyebabkan
aliran darah ke plasenta dan aliran darah ke ginjal meningkat, tekanan
vena pada
ekstremitas bawah menurun dan reabsorpsi cairan
bertambah.Selain itu den
gan
istirahat di tempat tidur mengurangi kebutuhan volume darah yang beredar
dan
juga dapat menurunkan tekanan darah. Apabila preeklampsia tersebut tidak
membaik dengan penanganan konservatif, dalam hal ini kehamilan harus
diterminasi jika mengancam nyawa maternal (Wiknjosastro, 2006).
2.7.2.
Preeklampsia berat
Pada pasien preeklampsia berat segera harus diberi obat sedatif kuat untuk
mencegah timbulnya kejang. Apabila sesudah 12

24 jam bahaya akut sudah


diatasi, tindakan terbaik adalah menghentikan kehamilan.
Sebagai pengobatan
mencegah
timbulnya kejang, dapat diberikan larutan
magnesium sulfat
(
MgSO4) 20% dengan dosis 4 gram secara intravena
loading
dose
dalam 4
-
5 menit.
Kemudian dilanjutkan dengan MgSO4 40% sebanyak 12
gram dalam 500 cc
ringer laktat (RL) atau sekitar 14 tetes/menit.
Tambahan
magnesium sulfat
hanya dapat diberikan jika diuresis pasien baik, refleks
patella
positif dan frekuensi pernafasan lebih dari 16 kali/menit. Obat ini memiliki
efek
menenangkan, menurunkan tekanan darah dan meningkatkan diuresis.
Selain
magnesium sulfat
, pasien dengan preeklampsia dapat juga diberikan
klorpromazin
dengan dosis 50 mg secara intramuskular ataupun
diazepam
20 mg secara
intramuskular (Wiknjosastro, 2006).
2.8. Defenisi eklampsia
Ekl
ampsia adalah gejala preeklampsia berat yang disertai dengan kejang tonik
klonik generalisata atau menyeluruh bahkan koma.
Universitas
Sumatera
Utara
2.9. Gambaran klinis eklampsia
Penderita tidak mengalami aura dan mengalami serangan kejang dengan
interval tidak sadar yang bervariasi. Permulaan kejang tonik ditandai
dengan
gerakan kejang
twitching
dari otot

otot muka khususnya sekitar mulut, beberapa


detik disusul kontraksi o
tot

otot tubuh menegang sehingga seluruh tubuh kaku.


Pada kondisi ini, wajah penderita mengalami distorsi, bola mata menonjol,
kedua
lengan fleksi, tangan menggenggam, dan kedua tungkai posisi
inverse
. Setelah
berlangsung
selama 15

30 detik, kejang tonik segera disusul kejang klonik.
Kejang klonik ditandai terbukanya rahang secara tiba

tiba dan tertutup kembali


dengan kuat, terbuka dan tertutupnya kelopak mata kemudian diikuti
kontraksi
intermitten otot

otot muka maupun seluruh tubuh. Gejala

gejal
a yang lain
yaitu wajah membengkak karena kongesti, bintik

bintik perdarahan pada


konjungtiva, mulut mengeluarkan liur berbusa disertai bercak

bercak darah, dan


lidah tergigit akibat kontraksi otot rahang terbuka dan tertutup. Setelah
lebih
kurang 1 menit, kejang klonik berangsur melemah, diam dan penderita
terjadi
koma. Setelah kejang berakhir, frekuensi pernapasan meningkat cepat
mencapai
50 kali per menit sebagai respon terjadinya hiperkarbia akibat asidemia
laktat,
asidosis respiratorik, dan hipoksia. Terjadinya demam dengan suhu 39
0
C,
merupakan tanda yang sangat buruk akibat manifestasi perdarahan dari
sistem
saraf pusat.
2.10. Penatalaksanaan eklampsia
Tujuan utama penanganan eklampsia adalah menstabilisasi fungsi vital
penderita dengan terap
i suportif
Airway, Breathing, Circulation
(ABC),
mengendalikan kejang, mengendalikan tekanan darah khususnya jika
terjadi
hipertensi krisis sehingga penderita mampu melahirkan janin dengan
selamat
pada kondisi optimal. Pengendalian kejang dapat diterapi dengan
pemberian
magnesium sulfat pada dos
is muatan (
loading dose
)4

6 gram IV diikuti 1,5

2
g/jam dalam 100 ml infus rumatan IV. Hal ini dilakukan untuk mencapai
efek
terapeutik 4,8

8,4 mg/dl sehingga kadar magnesium serum dapat dipertahankan


dari efek toksik.
Universitas
Sumatera
Utara

4.8. HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN, PREEKLAMPSIA, DAN


EKLAMPSIA
Definisi
Hipertensi adalah tekanan darah sekurang-kurangnya 140 mmHg sistolik atau 90 mmHg
diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 4-6 jam pada wanita yang sebelumnya
normotensi.

Bila ditemukan tekanan darah tinggi (140/90 mmHg) pada ibu hamil, lakukan pemeriksaan
kadar protein urin dengan tes celup urin atau protein urin 24 jam dan tentukan diagnosis.

Faktor predisposisi

Kehamilan kembar

Penyakit trofoblas

Hidramnion

Diabetes melitus

Gangguan vaskuler plasenta

Faktor herediter

Riwayat preeklampsia sebelumnya

Obesitas sebelum hamil

1. HIPERTENSI KRONIK

Definisi
Hipertensi tanpa proteinuria yang timbul dari sebelum kehamilan dan menetap setelah
persalinan

Diagnosis

Tekanan darah 140/90 mmHg

Sudah ada riwayat hipertensi sebelum hamil, atau diketahui adanya


hipertensi pada usia kehamilan <20 minggu

Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urin)

Dapat disertai keterlibatan organ lain, seperti mata, jantung, dan ginjal

Tatalaksana

a. Tatalaksana Umum

Anjurkan istirahat lebih banyak.


Pada hipertensi kronik, penurunan tekanan darah ibu akan mengganggu
perfusi serta tidak ada bukti-bukti bahwa tekanan darah yang normal akan
memperbaiki keadaan janin dan ibu.

o Jika pasien sebelum hamil sudah mendapat obat antihipertensi, dan


terkontrol dengan baik, lanjutkan pengobatan tersebut

o Jika tekanan diastolik >110 mmHg atau tekanan sistolik >160


mmHg, berikan antihipertensi

o Jika terdapat proteinuria atau tanda-tanda dan gejala lain,


pikirkan superimposedpreeklampsia dan tangani seperti
preeklampsia

o Bila sebelumnya ibu sudah mengkonsumsi antihipertensi, berikan penjelasan


bahwa antihipertensi golongan ACE inhibitor (misalnya kaptopril), ARB
(misalnya valsartan), dan klorotiazid dikontraindikasikan pada ibu hamil.
Untuk itu, ibu harus berdiskusi dengan dokternya mengenai jenis
antihipertensi yang cocok selama kehamilan.

Berikan suplementasi kalsium1,5-2 g/hari dan aspirin 75 mg/hari mulai


dari usia kehamilan 20 minggu

Pantau pertumbuhan dan kondisi janin.

Jika tidak ada komplikasi, tunggu sampai aterm.

Jika denyut jantung janin <100 kali/menit atau >180 kali/menit,


tangani seperti gawat janin.

Jika terdapat pertumbuhan janin terhambat, pertimbangkan


terminasi kehamilan.

b. Tatalaksana Khusus : -

2. HIPERTENSI GESTASIONAL

Definisi
Hipertensi tanpa proteinuria yang timbul setelah kehamilan 20 minggu dan menghilang
setelah persalinan

Diagnosis

Tekanan darah 140/90 mmHg

Tidak ada riwayat hipertensi sebelum hamil, tekanan darah normal di usia
kehamilan <12 minggu

Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urin)


Dapat disertai tanda dan gejala preeklampsia, seperti nyeri ulu hati di
trombositopenia

Diagnosis pasti ditegakkan pascapersalinan

Tatalaksana

a. Tatalaksana Umum

Pantau tekanan darah, urin (untuk proteinuria), dan kondisi janin setiap
minggu.

Jika tekanan darah meningkat, tangani sebagai preeklampsia ringan.

Jika kondisi janin memburuk atau terjadi pertumbuhan janin


terhambat, rawat untuk penilaian kesehatan janin.

Beri tahu pasien dan keluarga tanda bahaya dan gejala preeklampsia dan
eklampsia.

Jika tekanan darah stabil, janin dapat dilahirkan secara normal.

3. PREEKLAMPSIA DAN EKLAMPSIA

Diagnosis

Preeklampsia Ringan

Tekanan darah 140/90 mmHg pada usia kehamilan > 20 minggu

Tes celup urin menunjukkan proteinuria 1+ atau pemeriksaan protein


kuantitatif menunjukkan hasil >300 mg/24 jam

Preeklampsia Berat

Tekanan darah >160/110 mmHg pada usia kehamilan >20 minggu

Tes celup urin menunjukkan proteinuria 2+ atau pemeriksaan protein


kuantitatif menunjukkan hasil >5 g/24 jam

Atau disertai keterlibatan organ lain:

o Trombositopenia (<100.000 sel/uL), hemolisis mikroangiopati

o Peningkatan SGOT/SGPT, nyeri abdomen kuadran kanan atas

o Sakit kepala , skotoma penglihatan


o Pertumbuhan janin terhambat, oligohidramnion

o Edema paru dan/atau gagal jantung kongestif

o Oliguria (< 500ml/24jam), kreatinin > 1,2 mg/dl

Superimposed preeklampsia pada hipertensi kronik

Ibu dengan riwayat hipertensi kronik (sudah ada sebelum usia kehamilan
20 minggu)

Tes celup urin menunjukkan proteinuria >+1 atau trombosit <100.000


sel/uL pada usia kehamilan > 20 minggu

Eklampsia

Kejang umum dan/atau koma

Ada tanda dan gejala preeklampsia

Tidak ada kemungkinan penyebab lain (misalnya epilepsi, perdarahan


subarakhnoid, dan meningitis)

Tatalaksana

a. Tatalaksana Umum
Ibu hamil dengan preeklampsia harus segera dirujuk ke rumah sakit.

Pencegahan dan tatalaksana kejang

Bila terjadi kejang, perhatikan jalan napas, pernapasan (oksigen), dan


sirkulasi (cairan intravena).

MgSO4 diberikan secara intravena kepada ibu dengan eklampsia


(sebagai tatalaksana kejang) dan preeklampsia berat (sebagai
pencegahan kejang). Cara pemberian dapat dilihat di halaman berikut.

Pada kondisi di mana MgSO4 tidak dapat diberikan seluruhnya,


berikan dosis awal (loading dose) lalu rujuk ibu segera ke fasilitas
kesehatan yang memadai.
Lakukan intubasi jika terjadi kejang berulang dan segera kirim ibu ke
ruang ICU (bila tersedia) yang sudah siap dengan fasilitas
ventilator tekanan positif.

Antihipertensi

Ibu dengan hipertensi beratselama kehamilan perlu mendapat terapi


antihipertensi.
Pilihan antihipertensi didasarkan terutama pada pengalaman dokter dan
ketersediaan obat. Beberapa jenis antihipertensi yang dapat digunakan
misalnya:

Antihipertensi golongan ACE inhibitor (misalnya kaptopril), ARB (misalnya


valsartan), dan klorotiazid dikontraindikasikan pada ibu hamil.

Ibu yang mendapat terapi antihipertensi di masa antenatal dianjurkan


untuk melanjutkan terapi antihipertensi hingga persalinan

Terapi antihipertensi dianjurkan untuk hipertensi pascasalin berat.

Pemeriksaan penunjang tambahan

o Hitung darah perifer lengkap (DPL)

o Golongan darah ABO, Rh, dan uji pencocokan silang

o Fungsi hati (LDH, SGOT, SGPT)

o Fungsi ginjal (ureum, kreatinin serum)

o Profil koagulasi (PT, APTT, fibrinogen)

o USG (terutama jika ada indikasi gawat janin/pertumbuhan


janin terhambat)

Pertimbangan persalinan/terminasi kehamilan

Pada ibu dengan eklampsia, bayi harus segera dilahirkan dalam 12 jam
sejak terjadinya kejang.
Induksi persalinan dianjurkan bagi ibu dengan preeklampsia berat dengan
janin yang belum viable atau tidak akan viable dalam 1-2 minggu.

Pada ibu dengan preeklampsia berat, di mana janin sudah viable namun
usia kehamilan belum mencapai 34 minggu, manajemen ekspektan
dianjurkan, asalkan tidak terdapat kontraindikasi (lihat algoritma di
halaman berikut). Lakukan pengawasan ketat.

Pada ibu dengan preeklampsia berat, di mana usia kehamilan antara 34


dan 37 minggu, manajemen ekspektan boleh dianjurkan, asalkan tidak
terdapat hipertensi yang tidak terkontrol, disfungsi organ ibu, dan gawat
janin. Lakukan pengawasan ketat.

Pada ibu dengan preeklampsia berat yang kehamilannya sudah aterm,


persalinan dini dianjurkan.

Pada ibu dengan preeklampsia ringan atau hipertensi gestasional ringan


yang sudah aterm, induksi persalinan dianjurkan.

Tidak ada bukti yang menunjukkan manfaat dari pembatasan aktivitas (istirahat di
rumah), pembatasan asupan garam, dan pemberian vitamin C dan E dosis tinggi
b. Tatalaksana Khusus

EDEMA PARU

Diagnosis

Sesak napas, hipertensi, batuk berbusa, ronki basah halus pada basal paru
pada ibu dengan preeklampsia berat
Tatalaksana

Posisikan ibu dalam posisi tegak

Berikan oksigen

Berikan furosemide 40 mg IV.

Bila produksi urin masih rendah (<30 ml/jam dalam 4 jam), pemberian
furosemid dapat diulang.

Ukur keseimbangan cairan. Batasi cairan yang masuk.

SINDROMA HELPP

Diagnosis
Hemolisis, peningkatan kadar enzim hati, dan trombositopeni

Tatalaksana

Lakukan terminasi kehamilan.

http://eprints.undip.ac.id/18342/1/ROZIKHAN.pd FAKTOR-FAKTOR
RISIKO
TERJADINYA PREEKLAMPSIA
BERAT DI RUMAH SAKIT Dr
. H. SOEWONDO KENDAL

Anda mungkin juga menyukai