Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hipertiroidisme merupakan salah satu penyakit gangguan kelenjar

endokrin yang disebabkan karena peningkatan produksi hormone tiroid secara

berlebihan oleh kelenjar tiroid. Penyakit ini ditemukan pada 2% wanita dan

0,2% pria di seluruh populasi dengan insiden munculnya kasus pertahun

sebanyak dua puluh orang penderita tiap satu juta populasi.1

Penyakit hipertiroid merupakan penyakit hormonal yang menempatu

urutan kedua terbesar di Indonesia setelah penyakit diabetes mellitus.

Berdasarkan data Riskesdas pada tahun 2013 menunjukkan prevalensi

hipertiroid di Indonesia sebesar 0,4%. Di Negara Indonesia, kejadian hipertiroid

berkisar antara 44-48% dari seluruh kelainan kelenjar tiroid yang ditemui pada

tahun 1990.2

Berbagai manifestasi klinik yang muncul akibat penyakit ini dapat

mengganggu aktivitas pasien sehari-hari. Manifestasi klinik yang dirasakan

pasien dapat berupa gangguan psikiatrik seperti rasa cemas berlebihan dan

1
emosi yang mudah berubah, gangguan pencernaan berupa diare, hingga

gangguan kardiovaskuler berupa takikardi dan palpitasi.3

Pasien dengan peningkatan kadar hormone tiroid yang tidak diobati

akan berisiko penurunan kualitas hidup, atrial fibrilasi dan osteoporosis. Pada

pasien hipertiroidisme, terapi yang diberikan dapat berupa terapi konservatif

dengan pemberian obat anti tiroid maupun terapi pengurangan atau ablasi

kelenjar tiroid dengan iodine radioaktif dan tiroidektomi (pengangkatan

kelenjar tiroid) yang disesuaikan dengan etiologi penyakit dan pilihan pasien.

Dari ketiga pilihan terapi tersebut, terapi dengan obat anti tiroid merupakan

salah satu terapi yang banyak digunakan. Obat anti tiroid yang digunakan secara

luas sebagai lini pertama adalah golongan thionamide, yang terdiri dari

propylthiouracil dan methimazole.

Propylthiouracil dan methimazole dapat digunakan sebagai terapi

tunggal pada hipertiroidisme yang diakibatkan oleh Graves disease maupun

pada pasien yang akan menerima terapi radioiodine dan tiroidektomi (Bahn et

al, 2011). Pengobatan hipertiroidisme kategori autoimun atau Graves disease,

obat anti tiroid dapat mengembalikan fungsi tiroid karena adanya sifat

imunosupresan. Obat anti tiroid dapat memacu apoptosis limfosit intratiroid,

menekan ekspresi HLA kelas 2, sel T dan natural killer cells.4

2
Obat anti tiroid umumnya digunakan selama lebih dari enam bulan

hingga pasien mencapai remisi dan pengobatan dapat dihentikan. Selama

menggunakan obat anti tiroid pasien dapat mengalami efek samping berupa

munculnya ruam kulit, gangguan hepar dan agranulositosis.1

B. Rumusan Masalah

Bagaimana penggunaan Propylthiouracil (PTU) sebagai obat anti tiroid?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Mengetahui penggunaan Propythiouracil (PTU) sebagai obat anti tiroid.

2. Mendapatkan pengalaman serta pengetahuan yang sangat penting tentang

penggunaan Propythiouracil (PTU) sebagai obat anti tiroid.

3. Untuk memenuhi tugas term paper Kepaniteraan Klinik Farmasi Fakultas

Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.

3
BAB II

FARMASI – FARMAKOLOGI

A. Sifat Fisiko – Kimia dan Rumus Kimia Obat

Gambar 2.1. Rumus Kimia Propylthiouracil

Propylthiouracil adalah salah satu senyawa thiocarbamide. Ini adalah

zat kristal putih yang memiliki rasa pahit dan sangat sedikit larut dalam air.

Propylthiouracil adalah obat antitiroid yang diberikan secara oral. Setiap tablet

mengandung Propylthiouracil 50 mg dan bahan tidak aktif seperti berikut,

laktosa monohidrat, pati jagung, silikon dioksida koloid, povidone, pati jagung

pregelatinized, dan magnesium stearat.

B. Farmasi Umum

1. Dosis

Propylthiouracil tersedia dalam bentuk tablet 50 mg. Biasanya

diberikan dengan dosis 100 mg setiap 8 jam. Dosis awal adalah 300 mg

setiap hari. Pada pasien dengan hipertiroidisme berat, gondok yang sangat

besar, atau keduanya, dosis awal dapat ditingkatkan menjadi 400 mg setiap

hari; seorang pasien sesekali akan membutuhkan 600 hingga 900 mg setiap

4
hari pada awalnya. Dosis pemeliharaan biasa adalah 100 hingga 150 mg

setiap hari.

Propylthiouracil umumnya tidak dianjurkan untuk digunakan untuk

pasien anak kecuali dalam kasus yang jarang terjadi dimana terapi alternatif

lain tidak sesuai pilihan. Studi yang mengevaluasi rejimen dosis yang tepat

belum dilakukan pada populasi pediatrik meskipun praktek umum akan

menyarankan inisiasi terapi pada pasien 6 tahun atau lebih pada dosis 50

mg setiap hari dengan titrasi ke atas yang hati-hati berdasarkan respon klinis

dan evaluasi TSH dan T4. Meskipun kasus penyakit hati berat telah

dilaporkan dengan dosis serendah 50 mg/hari, sebagian besar kasus

dikaitkan dengan dosis 300 mg/hari dan lebih tinggi. Jangka waktu

pemberian tergantung masing-masing penderita (6 - 24 bulan) dan

dikatakan sepertiga sampai setengahnya (50 - 70%) akan mengalami

perbaikan yang bertahan cukup lama. Apabila dalam waktu 3 bulan tidak

atau hanya sedikit memberikan perbaikan, maka harus dipikirkan beberapa

kemungkinan yang dapat menggagalkan pengobatan (tidak teratur minum

obat, struma yang besar, pernah mendapat pengobatan yodium sebelumnya

atau dosis kurang).12

C. Farmakologi Umum

Walaupun bergantung pada kondisi fisiologis dan patologis pasien,

namun keadaan eutiroid pada terapi dengan propylthiouracil (PTU) umumnya

baru dapat terkapsulai setelah terapi selama 2 - 4 bulan. PTU diabsorpsi dengan

5
cepat dari pencernaan. Pada pemberian per oral, konsentrasi puncak

dalam serum terkapsulai dalam waktu 1 - 2 jam setelah pemberian. PTU

terkonsentrasi dalam kelenjar tiroid, dan karena efek kerjanya lebih ditentukan

oleh kadarnya dalam kelenjar tiroid dibandingkan dengan kadarnya dalam

plasma, maka hal ini menyebabkan perpanjangan atau prolongasi aktivitas

antitiroidnya. Oleh sebab itu, interval dosis dapat 8 jam atau lebih, bahkan

dapat diberikan dalam dosis tunggal harian. Fraksiterikat protein dari PTU

cukup besar, yaitu sekitar 70-80%, dan sebagian besar terionisasi pada pH

fisiologis normal. Akibatnya, transport lintas plasenta dan distribusi ke dalam

air susu tidak sebesar obat antiroid lain, misalnya methimazole. Waktu paruh

plasma sekitar 1-2 jam. Waktu paruh eliminasi kemungkinan akan bertambah

apabila terdapat gangguan fungsi hati atau ginjal. Kurang dari 10% PTU yang

diekskresikan dalam bentuk senyawa`asal (tak berubah), sebagian besar (lebih

dari 50%) mengalami metabolisme hepatik yang ekstensif melalui reaksi

glukuronidasi.

1. Khasiat

Keuntungan penggunaan anti tiroid antara lain mengurangi tindakan

operatif dan segala komplikasi yang mungkin timbul, serta mengurangi

terjadinya mixedema karena penggunaan yodium radioaktif. Anti tiroid

pada umumnya reversible, sehingga obat ini bisa diberikan sebagai terapi

sementara sambil menunggu tindakan yang lebih tepat.5

6
Guna menghindarkan hyperplasia dan kemungkinan hipotirosis,

terapi dengan golongan thionamida selalu dikombinasi dengan dosis ringan

tiroksin. Disamping itu, tiroistatika juga berkhasiat sebagai imunosupresif.6

2. Indikasi dan Kontra Indikasi

Anti tiroid digunakan sebagai terapi hipertiroid, untuk mengatasi

gejala klinis sambil menunggu remisi spontan, sebagai persiapan operasi,

dan dapat digunakan dalam kombinasi dengan yodium radioaktif untuk

mempercepat perbaikan klinis sementara menunggu efek terapi yodium

radioaktif.5

Selain itu, anti tiroid dapat digunakan untuk terapi hipertiroid yang

disertai dengan pembesaran kelenjar tiroid bentuk difus maupun noduler.

Efek terapi pada umumnya tampak setelah 3-6 minggu terapi. Dosis terapi

biasanya tidak sampai menghambat fungsi tiroid secara total.5

Pada ibu hamil dan hipertiroidisme, anti tiroid merupakan obat

terpilih (propylthiouracil). Anti tiroid pada umumnya tidak memiliki efek

buruk pada kehamilan, tetapi sebaiknya dosis obat ini dikurangi terutama

pada trimester ketiga kehamilan untuk menghindari terjadinya goiter pada

fetus.6

Propylthiouracil merupakan kontraindikasi pada pasien yang telah

menunjukkan hipersensitivitas terhadap obat atau salah satu komponen

produk lainnya. Penyakit hati yang mengakibatkan gagal hati, transplantasi

hati, atau kematian, telah dilaporkan dengan terapi Propylthiouracil pada

7
pasien dewasa dan anak-anak. Tidak ada kasus gagal hati yang dilaporkan

dengan penggunaan methimazole pada pasien anak. Untuk alasan ini,

Propylthiouracil tidak dianjurkan untuk pasien anak kecuali ketika

methimazole tidak ditoleransi dengan baik dan pembedahan atau terapi

yodium radioaktif bukanlah terapi yang tepat.5

Pada bayi bila terjadi efek hipotiroid, pemberian hormon tiroid

tambahan pada ibu tidak bermanfaat mengingat hormon tiroid kurang

menembus plasenta. Pembedahan dilakukan bila dengan pemberian obat

antitiroid tidak memungkinkan. Sebaiknya pembedahan ditunda sampai

trimester I kehamilan untuk mencegah terjadinya abortus spontan. 13

Pengobatan hipertiroidi diduga mempengaruhi derajat

pengembangan eksoflmus. Selain itu pada eksoftalmus dapat diberikan

terapi istirahat dengan berbaring terlentang, kepala lebih tinggi; mencegah

mata tidak kering dengan salep mata atau larutan metil selulose 5%;

menghindari iritasi mata dengan kacamata hitam; dan tindakan operasi;

dalam keadaan yang berat bisa diberikan prednison peroral tiap hari.

Krisis tiroid merupakan suatu keadaan tirotoksikosis yang menjadi

hebat. Untuk mengendalikan tirotoksikosis dapat digunakan terapi

kombinasi dengan dosis tinggi misalnya PTU 300 mg tiap 6 jam, KJ 10 tetes

tiap 6 jam, propranolol 80 mg tiap 6 jam (IV 2 - 4 mg tiap 4 jam) dan dapat

diberikan glukokortikoid (hidrokortison 300 mg). Sedangkan untuk

mengatasi komplikasinya tergantung kondisi penderita dan gejala yang ada.

8
Tindakan hams secepatnya karena angka kematian penderita ini cukup

besar.

D. Farmakodinamik

Propylthiouracil merupakan anti tiroid golongan thionamida yang

mempunyai mekanisme kerja menghambat proses inkorporasi yodium pada

residu tirosil dari thyroglobulin, juga menghambat penggabungan residu

yodotirosil ini untuk membentuk yodotironin. Kerjanya dengan menghambat

enzim peroksidase sehingga oksidasi ion yodida dan gugus yodotirosil

terganggu. Propylthiouracil menghambat deyodinasi tiroksin menjadi

triyodotironin di jaringan perifer, sedangkan methimazole tidak memiliki efek

ini.5

Propylthiouracil mnghambat secara langsung sintesa hormon tiroid

dengan mencegah pengikatan iod pada tirosin atau penggandengan mono- dan

diiodtirosin menjadi T3 atau T4. Juga pengubahan T4 menjadi T3 di jaringan

perifer dihambat. Kelenjar masih tetap aktif, pelepasan hormon yang tersedia

tidak dihambat, hanya produksinya terhenti. Oleh karena itu, hipofisis

kehilangan kendalinya dan meningkatkan sekresi TSH, dengan akibat tiroid

diragsang berlebihan dan tumbuh membesar.6

E. Farmakokinetik

Derivat pirimidin (1948) ini adalah analogon dari metilthiouracil, yaitu

zat anti tiroid pertama (1945). Khasiat tiroistatiknya lebih kurang 10 kali leih

lama daripada karbimazol. Thiouracil didistribusi ke seluruh jaringan tubuh dan

9
diekskresi melalui urine dan air susu ibu, tetapi tidak melalui tinja.

Propylthiouracil pada dosis 100 mg mempunyai masa kerja 6-8 jam, sedangkan

methimazole pada dosis 30-40 mg bekerja selama kira-kira 24 jam. Dengan

dosis diatas, keadaan eutiroid biasanya tercapai dalam waktu 12 minggu.5

Farmakokinetik Propylthiouracil Methimazole

Ikatan protein plasma 75% -

T1/2 75 menit 4-6 jam

Volume distribusi 20 L 40 L

Metabolisme pada Normal Menurun

gangguan hati

Dosis 1-4x/hari 1-2x/hari

Daya tembus sawar Rendah Rendah

plasenta

Jumlah yang Sedikit Sedikit

diekskresikan dalam ASI

Tabel 2.1 Farmakokinetik Propylthiouracil dan Methimazole

F. Toksisitas

Efek samping umumnya berkaitan dengan rasa gatal, mual, muntah,

hilang rasa pengecap, nyeri sendi dan otot, sakit kepala. Yang jarang terjadi

namun serius yaitu penurunan leukosit darah (agranulositosis),

10
trombositopenia, kerusakan hati berat dan kegagalan hati sehingga

menyebabkan sebagian pasien memerlukan transplantasi hati.7

Propylthiouracil jarang sekali menimbulkan efek samping dan bila

timbul biasanya mempunyai gambaran yang sama dengan methimazole,

frekuensinya kira-kira 3% untuk propylthiouracil. Agranulositosis akibat

propylthiouracil hanya timbul dengan frekuensi 0,44%. Meski jarang,

agranulositosis merupakan efe samping serius, untuk propylthiouracil efek

samping ini tidak tergantung dosis. Reaksi yang paling sering timbul antara lain

purpura dan popular rush yang kadang-kadang hilang sendiri. Gejala lain yang

jarang timbul antara lain nyeri dan kaku sendi, terutama pada tangan dan

pergelangan.5

11
BAB III

PENELITIAN YANG PERNAH DILAKUKAN ORANG LAIN

Beberapa penelitian menunjukkan hasil masih adanya ketidaktepatan dalam

penggunaan obat anti tiroid pada pasien hipertiroid. Hasil penelitian yang dilakukan

terkait studi penggunaan obat anti tiroid pada pasien hipertiroid di Poli Tiroid Unit

Penyakit Dalam instalasi rawat jalan RSUD Dr. Soetomo Surabaya ditemukan 2 jenis

DRP yang teridentifikasi yaitu dosis dan frekuensi penggunaan yang tidak tepat sebesar

12,7% dan interaksi obat potensial sebesar 5,4% (Sagitha IGE, 2013). Penelitian lain

yang dilakukan terhadap pola pengunaan anti tiroid pada pasien hipertiroid di Rumkital

Dr. Ramelan Surabaya ditemukan bahwa propylthiouracil sebesar 71% lebih banyak

dari methimazole yaitu 38% serta penggunaan methimazole pada pasien hamil dengan

dosis yang cukup besar sebesar 4%.8

Penelitian yang dilakukan Dian Ayu dkk pada tahun 2018 yang dilakukan di

RSUP Dr. M. Djamil Padang menunjukkan banyaknya pasien hipertiroid yang berjenis

kelamin perempuan karena adanya pengaruh hormone estrogen yang bersifat dominan

pada perempuan. Dimana hormone estrogen dianggap sebagai factor pendorong

timbulnya reaksi autoimun yang dikenal sebagai penyebab hipertiroid. Dari hasil

penelitian terlihat bahwa dari 887 kali kunjungan, penggunaan obat PTU sebanyak 734

12
obat (82,75%) lebih banyak dari penggunaan thyrozol (dengan zat aktif methimazole)

sebanyak 153 obat (17,25%).

Secara umum, obat anti tiroid digunakan dalam dua cara, yaitu sebagai

pengobatan utama untuk hipertiroid atau sebagai terapi persiapan sebelum radioterapi

atau pembedahan. Obat anti tiroid juga digunakan dalam terapi primer pada pasien

dalam kehamilan, anak, maupun orang dewasa. Mekanisme utama obat anti tiroid

adalah blockade sintesis hormone tiroid melalui penghambatan sistem enzim

peroksidase tiroid dari kelenjar tiroid. PTU menghambat konversi perifer T4 menjadi

T3, sedangkan MMI tidak memiliki efek tersebut.

Di Amerika Serikat, PTU hanya digunakan apabila pasien alergi atau

dikontraindikasikan terhadap methimazole dan hamil. PTU tidak menjadi terapi lini

pertama pada pengobatan hipertiroid karena kepatuhan pasien yang rendah dan efek

samping berat seperti heptotoksik. Methimazole merupakan lini pertama pengobatan

hipertiroid karena efek samping yang relative lebih rendah dari propylthiouracil.9

Hipertiroid selama kehamilan hamper semuanya disebabkan oleh Graves

disease sekitar 0,1% - 0,4% dari kehamilan. PTU dianggap sebagai obat plihan selama

trimester pertama kehamilan untuk wanita yang menderita hipertiroid, karena

kekhawatiran tentang efek teratogenik dari MMI. MMI yang diberikan pada ibu hamil

semester pertama dilaporkan dapat menyebabkan kelainan janin, berupa kelainan pada

kulit. Oleh sebab itu pada ibu hamil semester pertama tersebut, obat anti tiroid diganti

dengan PTU untuk sementara. Dosis obat PTU selama kehamilan yang digunakan

adalah dosis terendah untuk mengendalikan gejala klinis dan mempertahankan T4 ibu

13
pada kisaran normal dengan tujuan memulihkan fungsi tiroid ibu, tetapi memastikan

bahwa fungsi tiroid janin sedikit berpengaruh.10

BAB VI

DISKUSI

Propylthiouracil merupakan anti tiroid golongan thionamida. Penggunaan obat

ini didasari pada mekanisme kerja yang dapat menghambat secara langsung sintesa

hormon tiroid dengan mencegah pengikatan iod pada tirosin atau penggandengan

mono- dan diiodtirosin menjadi T3 atau T4. Juga pengubahan T4 menjadi T3 di

jaringan perifer dihambat.

Efektifitas obat ini dapat dibuktikan berdasarkan hasil penelitian penelitian

yang pernah dilakukan diantaranya studi penggunaan Propylthiouracil pada pasien

hipertiroid di Poli Tiroid Unit Penyakit Dalam instalasi rawat jalan RSUD Dr. Soetomo

Surabaya ditemukan 2 jenis DRP dan pengunaan anti tiroid pada pasien hipertiroid di

Rumkital Dr. Ramelan Surabaya ditemukan bahwa propylthiouracil sebesar 71% lebih

banyak dari methimazole yaitu 38%.

Secara umum, obat anti tiroid digunakan dalam dua cara, yaitu sebagai

pengobatan utama untuk hipertiroid atau sebagai terapi persiapan sebelum radioterapi

atau pembedahan. Obat anti tiroid juga digunakan dalam terapi primer pada pasien

dalam kehamilan, anak, maupun orang dewasa.

14
Efektivitas obat ini bervariatif dapat dipengaruhi oleh penggunaan yang tidak

rasional. Dimulai dari belum tepatnya pemilihan obat antitiroid yang spesifik untuk

kasus tertentu, penentuan dosis yang kurang atau berlebihan, pemilihan sediaan yang

tidak sesuai, waktu pemberian obat yang belum jelas, dan tidak tepat pada indikasi

penderita. Maka hendaknya harus mengetahui lebih spesifik target penggunaan obat

ini. Dosis Propylthiouracil dianjurkan

15
BAB V

RINGKASAN DAN KESIMPULAN

Salah satu pengobatan konservatif yang paling banyak digunakan untuk

pengobatan pada kasus peningkatan hormon tiroid adalah penggunaan obat anti tiroid

golongan thionamida yaitu Propyltiouracil dan Methimazole. Dan beberapa penelitian

menguraikan obat yang sering dipakai yaitu Propyltiouracil. Mekanisme kerjanya

Propylthiouracil yaitu menghambat secara langsung sintesa hormon tiroid dengan

mencegah pengikatan iod pada tirosin atau penggandengan mono- dan diiodtirosin

menjadi T3 atau T4. Juga pengubahan T4 menjadi T3 di jaringan perifer dihambat.

Kelenjar masih tetap aktif, pelepasan hormon yang tersedia tidak dihambat, hanya

produksinya terhenti.

16
BAB VI

SUMMARY AND COLCLUSION

One of the most conservative treatments used for treatment in cases of increased

thyroid hormone is use of thionamide anti-thyroid drugs was called Propyltiouracil and

Methimazole. And several studies describe the drugs that often used, namely

Propyltiouracil. The mechanism of action of Propylthiouracil is that it directly inhibits

the synthesis of thyroid hormones by preventing binding of iodine to tyrosine or mono-

and diiodtirosine coupling to T3 or T4. Also the conversion of T4 to T3 in the

peripheral tissues is inhibited. The gland still remains active, available hormone release

is not inhibited, only production stops.

17
DAFTAR PUSTAKA
1. Fumarola, A., A. Di Fiore, M. Dainelli, G. Grani., dan A. Calvanese, 2010,
Medical Treatment of Hyperthyroidism: State of the Art, Exp Clin Endocrinol
Diabetes

2. Dian Ayu Juwita, Suhati, Risa H. 2018. Evaluasi penggunaan obat antitiroid
pada pasien hipertiroid di RSUP Dr. M. Djamil Padang Indonesia. Vol. 5
No.1 (April 2018), pp. 49-54.

3. Bahn, R.S., Burch, H.B., Cooper, D.S., Garber, J.R., Greenlee, M.C., Klein,
Laurberg, P., McDougall, I.R., Montori, V.M., Rivkees, S.A., Ross, D.S.,
Sosa, J.A., dan Stan, M.N. 2011. Hyperthyroidism and Other Causes of
Thyrotoxicosis; Management Guidelines of The american Thyroid
Association and American Association of Clinical Endocrinologists. Endocr
Pract. 17 (No.3)

4. Bartalena, L. 2011. Antithyroid Drugs. Thyroid International 2, 3-15

5. Farmakologi dan Terapi. 2007. Departemen Farmakologi dan Terapeutik


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Edisi 5.

6. Tan, HJ., Kirana, Rahardja. 2008. Obat-Obat Penting. Edisi ke 7.

7. Ryantia., Sandra, Utami. 2013. Drug-Induced LiverInjury (DILI) pada


penggunaan propylthiouracil (PTU). Vol. 40, No. 4

8. Fiddarain, NF. 2014. Pola penggunaan antitiroid da penyekat-B


Adrenoreseptor pada pasien hipertiroid; penelitian dilakukan pada pasien
rawat jalan di Rumkital Dr. Ramelan Surabaya.

9. Cooper DS. Antithyroid drugs. 2005. New England Journal of Medicine.


352(9); 905-917.

10. Marx H, Amin P, Lazarus JH. 2008. Hyperthyroidsm ad pregnancy. BMJ


(CR). 336(7645): 663-667.

11. Sagitha IGE. 2013. Studi penggunaan obat anti tiroid pada pasien hipertiroid.

12. Robbins J, Rall JE, Gordon P. 2000. The Thyroid and Iodine Metabolism, In:
Duncan’s Diseases of Metabolism. Bondy PK, Rosenberg LE. Eds. 7th. Ed.
Philadelphia, London, Toronto. WB Saunders Co. Tokyo: Igaku Shoin Ltd; p.
1009.

18
13. Werner, SC., Inghar, SH. 2000. Hyperthyroidism; Introduction. In: The
Thyroid, a fundamental and clinical text. Eds. 4th Ed. Maryland; Harper and
Row. P: 591.

19

Anda mungkin juga menyukai