Anda di halaman 1dari 9

Terapi Obat Untuk Hipotiroidisme dan

Hipertiroidsme

Oleh:
Agiel Fahlevie CN
dr. Tjahja Aryasa EM, Sp. An

BAGIAN/SMF ILMU ANESTESI DAN TERAPI INTENSIF


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
RSUP SANGLAH DENPASAR
2017

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iii
TERAPI OBAT UNTUK HIPOTIROIDSME DAN HIPERTIROIDISME ... 1
Hipotiroidisme .......................................................................................... 1
Tiroksin Sintetis ................................................................................... 1
Formulasi T3 ........................................................................................ 2
Hipertiroidisme ......................................................................................... 2
Thionamide .......................................................................................... 2
Efek Samping ....................................................................................... 3
Iodium .................................................................................................. 4
Iodium Radioaktif ................................................................................ 5
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 6

iii
Terapi Obat Untuk Penatalaksanaan Hipotiroidisme dan
Hipertiroidisme
Diterjemahkan dari: “Drugs For the Treatment of Hypothyroidsm
and Hyperthyroidsm”
Vivek K. Moitra
dalam buku: Flood P, Rathmell JP, Shafer S. Stoelting’s Pharmacology &
Physiology in Anesthetic Practice 5th Edition. Wolter Kluwer Health. 2016;
Chapter 39 Halaman 758-760

HIPOTIROIDISME
Terapi utama untuk mengatasi hipotiroidisme dengan terapi pengganti hormon.
Pada hipotiroidisme primer, konsentrasi Thyroid-stimulating hormone (TSH) bisa
digunakan sebagai acuan untuk memantau terapi. T4 bebas adalah indikator yang
kurang sensitif dan bisa berada pada batas normal walaupun TSH dihambat.
Namun, pengukuran T4 bebas bisa menjadi acuan pada hipotiroidisme sekunder
ketika pengeluaran TSH terganggu. Tujuan dari terapi hipotiroidisme adalah
mengoreksi hipotiroidisme menjadi kondisi eutiroid (mengurangi gejala dan
normalisasi sekresi TSH), mengurangi ukuran gondok dan/atau prevensi
kambuhnya kanker tiroid.

Tiroksin Sintetis (T4 : Levothyroxine)


Tiroksin Sintetis (T4) adalah pilihan terapi untuk hipotiroidisme primer. Pada
jaringan perifer, T4 mengalami proses deiodinasi menjadi Triiodotironin (T3)
yaitu bentuk aktif dari hormon tiroid (Gambar 39-1). Pada pasien muda yang sehat,
dosis awal dimulai dari 50 sampai 200 mcg per hari. Meskipun formula dari T4
(Synthroid, Levoxyl, bentuk generik) mungkin memiliki sedikit perbedaan dalam
hal bioavailabilitasnya, namun sebuah penelitian mengatakan bahwa bioekivalensi
antara masing-masing formula bisa sama/setara.1,2 Dosis obat dapat dikurangi
untuk pasien yang lebih tua dan ditambah untuk pasien yang sedang hamil. 3,4
Karena T4 memiliki waktu paruh 7-10 hari, pasien hipotiroid bisa melewatkan
beberapa hari tanpa T4 dan tidak akan menimbulkan konsekuensi buruk. Apabila

1
pasien tidak dapat makan lebih dari seminggu, T4 parenteral (80% dari dosis oral
pasien) bisa diberikan.

Gambar 39-1 Hormon Kelenjar Tiroid

Formulasi T3 (Liothyronine)
Liothyronine adalah isomer levorotasi dari T3 yang bersifat 2.5 sampai 3.0 kali
lebih poten dari levothyroxine. Onsetnya yang cepat dan durasi kerja yang singkat
menyebabkan penggunaan Liothyronine untuk terapi penggantian tiroid jangka
panjang jarang dilakukan. Terapi kombinasi T4-T3 dapat memperbaiki gejala
pada sekelompok kecil pasien dengan polimorfisme deiodinasi tipe 2, dimana T4
diubah menjadi T3.

HIPERTIROIDISME
Pengobatan untuk hipertiroidisme adalah dengan menggunakan obat anti-tiroid,
radioiodine dan/atau pembedahan. Kadar TSH berguna untuk mendiagnosis
hipertiroidisme, namun tidak dapat menentukan tingkat keparahannya. Oleh sebab
itu, pengukuran kadar T3 dan T4 bebas sangatlah diperlukan untuk menilai
efektivitas dari terapi. Sejumlah besar substansi dapat mengganggu sintesis dari
hormon tiroid ataupun mengurangi jumlah jaringan tiroid. Senyawa tersebut
adalah (a) Thionamide, (b) Penghambat transpor iodida, (c) Iodida, dan (d)
Iodium Radioaktif.

Thionamide (Methimazole, Propylthiouracil, Carbimazole)


Thionamide adalah obat anti-tiroid yang menghambat pembentukan hormone
tiroid dengan cara menghambat enzim tiroid peroksidase sehingga mencegah
penggabungan iodium ke residu tirosin dari tiroglobulin (Gambar 39.2).
Thionamide memakai efek imunosupresif lewat pengurangan konsentrasi antibody
reseptor antitirotropin. Selain memblokir sintesis hormone, propiltiourasil (PTU)
juga menghambat deiodinasi perifer dari T4 dan T3.6 Obat anti tiroid berguna
untuk mengobati hipertiroidisme sebelum dilakukannya tiroidektomi elektif.
Kadar serum thionamide memuncak 1-2 jam setelah ingesti.6 Thionamide tidak
tersedia dalam bentukan parenteral. Waktu paruh dari methimazole (4-6 jam,
dosis 1x sehari) lebih panjang dibandingkan waktu paruh propiltiourasil (75 menit,
dosis beberapa kali sehari). Penurunan aktifitas tiroid berlebih yang diakibatkan
oleh obat biasanya membutuhkan waktu beberapa hari, karena hormon yang telah
dibentuk sebelumnya harus habis terlebih dahulu sebelum gejalanya mulai
berkurang. Pada sebagian kecil pasien, terutama pasien yang mengalami
hipertiroidisme berat, perbaikan baru terlihat jelas dalam waktu 1-2 hari.

Gambar 39-2 Obat Anti Tiroid

Efek Samping
Efek samping minor dari terapi thionamide terlihat pada sekitar 5% dari pasien,
yaitu urtikaria atau ruam kulit berbentuk makula, arthralgia dan gangguan
gastrointestinal.6 Granulositopenia dan agranulositosis adalah salah satu efek
samping yang serius namun jarang terjadi, dan paling sering timbul pada 3 bulan
pertama setelah dilakukannya terapi obat anti-tiroid.6 Pengukuran sel darah putih
secara berkala, meskipun sangat bermanfaat untuk mendeteksi kenaikan jumlah
leukosit, namun tidak dapat dijadikan acuan untuk mendeteksi agranulositosis
karena komplikasi tersebut berlangsung sangat cepat. Demam atau faringitis bisa
menjadi manifestasi awal dari perkembangan agranulositosis. Pemulihan akan
terjadi ketika obat antitiroid ini di stop ketika tanda pertama dari efek samping ini
muncul. Toksisitas pada hepar juga pernah dilaporkan setelah penggunaan
thionamide, secara khusus propiltiourasil.7,8 Methimazole dapat melewati plasenta
dan ditemukan pada ASI. Akan tetapi, jalur plasenta ini tidak bisa dilewati oleh
propiltiourasil, sehingga membuat obat ini menjadi pilihan bagi pasien yang akan
melahirkan.6

Iodium (Larutan Kalium Iodium Pekat, Larutan Iodium - Kalium Iodida


[Larutan Lugol])
Iodium adalah terapi tertua yang pernah ada untuk mengatasi hipertiroidisme,
menjadi salah satu terapi yang efektif namun belum sepenuhnya dimengerti.
Respon pasien hipertiroidisme terhadap iodium bersifat akut dan sering kali dapat
terlihat setelah 24 jam, menekankan bahwa pengeluaran hormon ke sirkulasi
sangat cepat untuk di interupsi. Efek klinis yang paling penting dari pemberian
iodium dosis tinggi adalah Inhibisi pengeluaran hormon tiroid. Ini dapat
tercerminkan dari kemampuan iodium untuk melawan kemampuan TSH dan
adenosine monofosfat siklik (cAMP) untuk menstimulasi pengeluaran hormon.
Iodium sangat berguna untuk mengobati hipertiroidisme, sebelum dilakukannya
tiroidektomi elektif. Kombinasi antara kalium iodide oral dan propranolol
memang menjadi salah satu yang di rekomendasikan. 9 Vaskularitas dari kelenjar
tiroid akan menurun akibat terapi iodium.10 Terapi kronik dengan menggunakan
iodium, seringkali dikaitkan dengan kembalinya aktivitas berlebih dari kelenjar
tiroid yang sebelumnya telah ditekan.11
Reaksi alergi dapat juga dapat menyertai terapi iodium atau bentukan organik
lainnya yang mengandung iodium. Angioedema dan edema laring bisa menjadi
salah satu efek yang mengancam nyawa.
Iodium Radioaktif
Radioiodium umumnya diberikan sebagai terapi pilihan dari hipertiroidisme yang
diakibatkan oleh penyakit Graves.12 Banyak klinisi memberikan terapi iodium
radioaktif kepada pasien setelah kondisi eutiroid tercapai dengan thionamides.4
Diantara isotop radioaktif dari Iodium, 131I adalah yang paling sering diberikan.
Isotop ini akan secara cepat dan efisien diserap oleh kelenjar tiroid, dan pancaran
yang bersifat destruktif sinar β selanjutnya akan bekerja secara khusus pada
jaringan-jaringan ini, dengan sedikit atau tanpa terjadi kerusakan pada jaringan
sekitar. Kelenjar tiroid mampu dihancurkan secara utuh oleh 131I dalam kurun
waktu 6-18 minggu. Hipotiroidisme memang akan terjadi pada sekitar 10% pasien
yang menjalani terapi dalam 1 tahun pertama setelah 131I diberikan, dan akan
meningkat sekitar 2-3% per tahun setelahnya. Oleh sebab itu, hipotiroid iatrogenik
haruslah di pertimbangkan sebelum operasi pada pasien yang pernah mendapat
terapi 131I.
131
Hipertiroidisme di terapi dengan pemberian I secara oral, dan akan
menimbulkan gejala berupa penurunan aktivitas kelenjar tiroid berlebih dalam
waktu 2-3 bulan. Setengah hingga dua pertiga dari pasien sembuh dengan
pemberian isotop dosis tunggal, dan sisanya membutuhkan tambahan 1-2 dosis.
131
Penggunaan I tidak boleh diberikan selama kehamilan karena kelenjar tiroid
janin dapat mengkonsentrasikan isotopnya. Sebagian besar kanker tiroid, kecuali
kanker folikuler, hanya dapat mengakumulasikan sedikit dari iodium radioaktif.
131
Sebagai hasilnya, efektivitas terapi dengan I pada pasien kanker tiroid bersifat
sempit/terbatas.
DAFTAR PUSTAKA

1. Dong BJ, Hauck WW, Gambertoglio JG, et al. Bioequivalence of generic and
brand-name levothyroxine products in the treatment of hypothyroidism.
JAMA. 1997; 277: 1205–1213.
2. American Thyroid Association, Endocrine Society, American Association of
Clinical Endocrinologists. Joint statement on the U.S. Food and Drug
Administration’s decision regarding bioequivalence of levothyroxine sodium.
Th roid. 2004;14:486.
3. Sawin CT, Herman T, Molitch ME, et al. Aging and the thyroid. Decreased
requirement for thyroid hormone in older hypothyroid patients. Am J Med.
1983;75:206–209.
4. Abalovich M, Guiterrez S, Alcaraz G, et al. Overt and subclinical
hypothyroidism complicating pregnancy. Th roid. 2002;12:63–68.
5. Panicker V, Saravanan P, Vaidya B, et al. Common variation in the DIO2
gene predicts baseline psychological well-being and response to combination
thyroxine plus triiodothyronine therapy in hypothyroid patients. J Clin
Endocrinol Metab. 2009;94:1623–1629.
6. Cooper DS. Antithyroid drugs. N Engl J Med. 2005;352:905–917.
7. Cooper DS. The side effects of antithyroid drugs. Endocrinologist.
1999;9:457– 476.
8. Williams KV, Nayak S, Becker D, et al. Fifty years of experience with
propylthiouracil-associated hepatotoxicity: what have we learned? J Clin
Endocrinol Metab. 1997;82:1727–1733.
9. Feek CM, Stewart J, Sawers A, et al. Combination of potassium iodide and
propranolol in preparation of patients with Grave’s disease for thyroid
surgery. N Engl J Med. 1980;302:883–885.
10. Erbil Y, Ozluk Y, Giris M, et al. Effect of lugol solution on thyroid gland
blood flow and microvessel density in the patients with Graves’ disease. J
Clin Endocrinol Metab. 2007;92:2182–2189.
11. Philippou G, Koutras DA, Piperingos G, et al. The effect of iodide on serum
thyroid hormone levels in normal persons, in hyperthyroid patients, and in
hypothyroid patients on thyroxine replacement. Clin Endocrinol.
2002;36:573–578. 12. Burch HB, Burman KD, Cooper DS. A 2011 survey of
clinical practice patterns in the management of Graves’ disease. J Clin
Endocrinol Metab. 2012;97:4549–4558. 13. Franklyn JA. The management of
hyperthyroidism. N Engl J Med. 1994;330:1731–1738.

Anda mungkin juga menyukai