Anda di halaman 1dari 47

BAB l.

SEJARAH PERKEBUNAN

I.1. Sejarah Perkebunan

Sejarah perkembangan perekebunan di negara berkembang, termasuk Indonesia, tidak

dapat dipisahkan dari sejarah perkembangan kolonialisme, kapitalisme, dan modernisasi.

Sistem perkebunan merupakan bagian dari system perekonomian pertanian komersial dan

kapitalistik. Sistem perkebunan telah memperkenalkan berbagai pembaharuan dalam system

perekonomian pertanian yang membawa dampak perubahan penting terhadap kehidupan

masyarakat tanah jajahan atau negara-negara berkembang.

Kehadiran komunitas perkebunan di tanah jajahan, melainkan lingkungan yang

berbeda dengan lingkungan setempat. Bentuk dan orientasi lingkungan perkebunan yang

lebih tertuju ke dunia luar, menjadikan lingkungan perkembunan seolah-olah terpisah dari

lingkungan agraris setempat, dianggap telah menciptakan tipe perekonomian kantong yang

bersifat dualistis.

Dualis perekonomian timbul sebagai akibat dari adanya sektor-sektor perekonomian

yang berbeda tingkat produktivitasnya dan orientasi pemasarannya, akan tetapi hidup secara

berdampingan. Eksploitasi sumberdaya tanah dan tenaga kerja yang melimpah di sector

tradisional untuk penyelenggaraan produksi pasaran Eropa menjadi kebijaksanaan politik

perekonomian kolonial.

Sistem perkebunan di Indonesia juga diperkenalkan lewat kolonialisme Barat, dalam

hal ini kolonialisme Belanda. Sistem penyerahan paksa itu dapat diterapkan dalam usaha

eksplotasi produksi pertanian tanah jajahan yang langsung ditangani oleh pemerintah koloni.

Bedanya ialah apabila politik eksploitasi VOC dilakukan secara tidak langsung, yaitu melalui
kepala-kepala pemerintahan feodal setempat, maka politik eksploitasi pemerintah kolonial

dilakukan secara langsung, dengan menggunakan system perkebunan negara.

Kebun kurang menuntut tenaga kerja besar, karena tidak memerlukan pembangunan

dan pemerlihaan bangunan irigasi seperti yang diperlukan persawahan. Kebun juga tidak

menuntut kebutuhan lokasi yang istemewa. Sistem kebun campuran di Jawa Timur telah

berlangsung lama, yaitu sejak tahun 1200 M, dan di Jawa Tengah malahan jauh sebelumnya.

Demikian juga kebun kopi dan karet telah meluas ke perladangan kuna di daerah

Minangkabau sejak akhir abad ke-19.

1.1.1. Zaman Belanda

Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah kolonial

Belanda pada tahun 1848. Ketika itu ada empat bibit kelapa sawit yang dibawa oleh

Mauritius dari Amsterdam dan ditanam di Kebun Raya Bogor. Pada tahun 1853 keempat

tanaman tersebut telah berbuah dan bijinya disebarkan secara gratis. Pada pengamatan tahun

1858, ternyata keempat tanaman tersebut tumbuh subur dan berbuah lebat. Walaupun berbeda

waktu penanaman (asal Bourbon lebih dulu dua bulan), tanaman tersebut berbuah dalam

waktu yang sama, mempunyai tipe yang sangat beragam, kemungkinan diperoleh dari sumber

geneik yang sama

Kira-kira 10 tahun kemudian, diadakan uji coba penanaman kelapa sawit pertama di

Indonesia yang dilakukan di karesidenan Banyumas 14 acre dan di karisidenan Palembang 3

acre (Sumatera Selatan). Hasil uji coba tersebut menunjukkan bahwa tanaman kelapa telah

berbuah pada tahun keempat setelah ditanam dengan tinggi batang 1,5 m, sedangkan di

negeri asalnya baru berbuah pada tahun keenam atau ketujuh. Selanjutnya uji coba dilakukan

di Muara Enim tahun 1869, Musi Ulu 1870 dan Biliton 1890 (Van Heurn, 1948) tetapi tidak

begitu baik pertumbuhannya. Hal ini baru disadari kemudian, bahwa iklim daerah Palembang

kurang sesuai untuk pertumbuan kelapa sawit. Kemudian dikembangkan ke Sumatera Utara,
ternyata sungguh baik. Keunggulan kelapa sawit Sumatera Utara sudah dikenal sejak sebelum

perang dunia ke II dengan varietas Dura Deli (bahasa Inggirs: Deli Dura) yakni tanaman

kelapa sawit yang ditanam di Tanah Deli (Medan dan sekitarnya).

Selama 40 – 50 tahun sesudah tanaman kelapa sawit masuk ke Indonesia hanya

digunakan sebagai tanaman hias, barulah pada tahun 1911 tanaman Kelapa Sawit mulai

diusahakan dan dibudidayakan secara komersial di Aceh dan Sumatera Utara oleh Adrien

Hallet, seorang berkebangsaan Belgia, lalu diikuti oleh K. Schadt. Perkebunan kelapa sawit

pertama berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh. Luas areal perkebunan

mencapai 5.123 ha. Pusat pemuliaan dan penangkaran kemudian didirikan di Marihat

(terkenal sebagai AVROS), Sumatera Utara dan di Rantau Panjang, Kuala Selangor, Malaya

pada 1911-1912. Di Malaya, perkebunan pertama dibuka pada tahun 1917 di Ladang

Tenmaran, Kuala Selangor menggunakan benih dura Deli dari Rantau Panjang. Di Afrika

Barat sendiri penanaman kelapa sawit besar-besaran baru dimulai tahun 1910.

Indonesia mulai mengekspor minyak sawit pada tahun 1919 sebesar 576 ton ke

negara-negara eropa, kemudian tahun 1923 mulai mengekspor minyak inti sawit sebesar 850

ton. Pada masa pendudukan Belanda, perkebunan kelapa sawit mengalami perkembangan

yang cukup pesat. Indonesia menggeser dominasi ekspor negara Afrika pada waktu itu.

Namun, kemajuan pesat yang dialami oleh Indonesia tidak diikuti dengan peningkatan

perekonomian nasional. Hasil perolehan ekspor minyak sawit hanya meningkatkan

perekonomian negara asing termasuk Belanda.


1.1.2. Zaman Jepang

Memasuki masa pendudukan Jepang, perkembangan usaha perkebunan kelapa sawit

mengalami penyusutan sebesar 16% dari total luas lahan yang ada. Sempat mengekspor

250.000 ton minyak sawit di tahun 1940, produksi minyak sawit di Indonesia hanya

mencapai 56.000 ton pada tahun 1948.

Pada tahun 1957, setelah Belanda dan Jepang meninggalkan Indonesia, pemerintah

mengambil alih perkebunan (dengan alasan politik dan keamanan). Untuk mengamankan

jalannya produksi, pemerintah meletakkan perwira militer di setiap jenjang manejemen

perkebunan. Pemerintah juga membentuk BUMIL (Buruh Militer) yang merupakan kerja

sama antara buruh perkebunan dan militer. Perubahan manejemen dalam perkebunan dan

kondisi sosial politik serta keamanan dalam negeri yang tidak kondusif, menyebabkan

produksi kelapa sawit menurun dan posisi Indonesia sebagai pemasok minyak sawit dunia

terbesar tergeser oleh Malaysia.

1.1.3. Orde Lama

Pasca berakhirnya masa kolonial, investasi asing mulai masuk dan memacu

pertumbuhan perusahaan perkebunan sawit. Puncaknya adalah masa orde baru, Presiden

Soeharto membuka keran izin peraturan perundangan bagi liberalisasi ekonomi.

Sejalan dengan maraknya pembukaan hutan lewat izin pembalakan, menggeliatnya

industri minyak sawit yang bermula sejak akhir dekade 1960-an turut terdorong. Perkebunan

sawit yang dimiliki negara (PT Perkebunan Nusantara) mengalami pertumbuhan pada tahun

1970-an. Perkebunan petani kecil pun mengalami perkembangan setelah 1979, berkat

dukungan dana dari Bank Dunia.


Presiden Soeharto memang mendorong perluasan lahan kelapa sawit. Berorientasi
menciptakan kesempatan kerja, meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan sektor penghasil
devisa negara, pemerintah mendorong pembukaan lahan baru untuk perkebunan.
Hasilnya, hingga tahun 1980, lahan sawit di Indonesia mencapai 294.560 hekatre
dengan produksi CPO (Crude Palm Oil) sebesar 721.172 ton. Perkebunan kelapa sawit
Indonesia berkembang pesat terutama perkebunan rakyat dengan dukungan kebijakan
Pemerintah melalui program Perusahaan Inti Rakyat Perkebunan (PIR–BUN).
Salah satu momentum kebangkitan kelapa sawit di periode ini adalah dioperasionalkan pabrik
kelapa sawit PT Perkebunan IV Tor Gamba, di Sumatera Utara, 28 Juli 1983. Dalam
sambutannya ketika itu, Soeharto menekankan pembangunan pabrik sawit membuktikan
Indonesia mampu mengolah hasil perkebunan menjadi barang jadi.
Pembangunan industri didukung dengan pertanian yang kuat dipandangnya penting
untuk mewujudkan masyarakat sejahtera. Hal itu diartikan Soeharto, dalam melaksanakan
pembangunan, harus menggerakan bidang indutri bersamaan dengan terus dilanjutkannya
sektor pertanian.
Adanya pabrik ini berarti meningkatnya minyak kelapa sawit. Kebutuhan minyak
kelapa sawit harus terus bertambah besar. Karena pada tahun-tahun belakangan ini minyak
kelapa sawit telah dapat kita proses untuk dijadikan minyak goreng. Keseriusan pemerintah
terhadap komoditas sawit ditunjukkan melalui perluasan lahan yang dilakukan PT
Perkebunan IV. Bahkan perluasan ini menjadi program kerja pemerintah yang dimasukkan
dalam Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) IV hingga Repelita VI.
Kerjasama bilateral, salah satunya dengan India pun dijajaki. Pada tahun 1992, India
kepada pemerintah Indonesia malalui Menteri Perindustrian Hartarto meminta agar Indonesia
mendirikan pabrik minyak kelapa sawit di negara mereka. Bahan yang akan diolah oleh
pabrik tersebut adalah minyak sawit mentah (CPO) yang didatangkan dari Indonesia.
Sekjen Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Togar Sitanggang
kepada Validnews bercerita pada masa Soeharto keran industri sawit dibuka lebar. Bahkan
dirinya memandang ketika itu sebagai sejarah berkembangnya industri sawit secara benar dan
cepat. Hal itu menurutnya lantaran Soeharto sadar benar bahwa jumlah penduduk yang terus
meningkat tak dapat diimbangi dengan pasokan minyak nabati.
Soeharto mengeluarkan program perkebunan besar swasta nasional (PBSN). Dengan
kredit murah, untuk pengembangan sawit.Pada pertengahan tahun 1990-an, perusahaan-
perusahaan transnasional di industri minyak sawit masuk dengan menanamkan modal tiga
kali lebih besar, rantai produksi global, serta melakukan perluasan geografis perkebunan
minyak sawit dari Malaysia ke Indonesia.
Ekspansi perkebunan sawit transnasional semakin cepat, sejalan dengan krisis
keuangan di Asia pada akhir dekade 1990-an. Organisasi semacam IMF (International
Monetary Fund) dengan LOI (Letter of Intent) memberikan paket bagi Indonesia untuk
melakukan liberalisasi investasi asing di sektor minyak sawit.
Otonomi Daerah Lengsernya Soeharto ditandai dengan era reformasi yang
memunculkan kebijakan otonomi daerah tak pelak turut menjadikan industri sawit di
Indonesia semakin masif. Eksistensi sawit ditandai dengan diterbitkannya Keputusan Menteri
Kehutanan dan Perkebunan Nomor 107 Tahun 1999 mengenai Izin Usaha Perkebunan
menggantikan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 786 Tahun 1996. Izin usaha dengan
peningkatan pembukaan lahan berubah dari 200 hektare menjadi 1000 hektare.
Sejumlah provinsi berpotensial bahkan hingga saat ini diantaranya Sumatera Utara,
Riau, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur dan Sulawesi Selatan.
Perusahaan berskala besar dapat mengajukan izin mencapai 20.000 hektare di satu provinsi
dan 100.000 hektare di seluruh Indonesia dengan kewajiban membangun kemitraan
kerjasama dengan perusahaan skala kecil dan menengah yang dinamakan PIR-KKPA (PIR-
Kredit kepada Koperasi Primer untuk Anggotanya).
Pada tahun 2002, diterbitkan aturan baru yaitu Keputusan Menteri Pertanian Nomor
357 tahun 2002 yang menggantikan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor
107 Tahun 1999. Kepmen baru itu merupakan tanggapan terhadap pelaksanaan Undang-
Undang Otonomi Daerah Nomor 22 Tahun 1999, yang menekankan struktur desentralisasi
pemerintah.
Tahun 2007, melalui Peraturan Menteri Pertanian Nomor 26 tahun 2007 diatur perihal
cadangan lahan (land bank) secara masif di atas 100.000 hektare per perusahaan. Tak hanya
menteri, kewenangan atas pemberian izin atas lahan sawit juga dimiliki kepala daerah sebagai
efek dari diberlakukannya otonomi daerah.Tak hanya Gubernur, Bupati pun memiliki
kewenangan luas dalam pembangunan ekonomi, perencanaan tata ruang, dan otoritas
pemberian izin usaha. Banyaknya perizinan dikeluarkan akhirnya membuat ekspansi
perkebunan sawit menjadi masif. Hanya dalam kurun waktu 20 tahun (1990—2010),
perkebunan sawit di Indonesia berkembang dari sekitar 1,1 juta hektare menjadi 7,8 juta
hektare. Jumlah ini meningkat menjadi 11,9 juta hektare pada saat ini.
1.1.4. Orde Baru

Pada masa pemerintahan Orde Baru, pembangunan perkebunan diarahkan dalam

rangka menciptakan kesempatan kerja, meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan sektor

penghasil devisa Negara. Pemerintah terus mendorong pembukaan lahan baru untuk

perkebunan. Sejalan dengan maraknya pembukaan hutan lewat izin pembalakan,

menggeliatnya industri minyak sawit yang bermula sejak akhir dekade 1960-an turut

terdorong. Perkebunan sawit yang dimiliki negara (PT Perkebunan Nusantara) mengalami

pertumbuhan pada tahun 1970-an. Perkebunan petani kecil pun mengalami perkembangan

setelah 1979, berkat dukungan dana dari Bank Dunia.

Hasilnya, hingga tahun 1980, lahan sawit di Indonesia mencapai 294.560 hekatre

dengan produksi CPO (Crude Palm Oil) sebesar 721.172 ton. Perkebunan kelapa sawit

Indonesia berkembang pesat terutama perkebunan rakyat dengan dukungan kebijakan

Pemerintah melalui program Perusahaan Inti Rakyat Perkebunan (PIR–BUN).

Salah satu momentum kebangkitan kelapa sawit di periode ini adalah

dioperasionalkan pabrik kelapa sawit PT Perkebunan IV Tor Gamba, di Sumatera Utara, 28

Juli 1983. Dalam sambutannya ketika itu, Soeharto menekankan pembangunan pabrik sawit

membuktikan Indonesia mampu mengolah hasil perkebunan menjadi barang jadi.

Pembangunan industri didukung dengan pertanian yang kuat dipandangnya penting

untuk mewujudkan masyarakat sejahtera. Hal itu diartikan Soeharto, dalam melaksanakan

pembangunan, harus menggerakan bidang indutri bersamaan dengan terus dilanjutkannya

sektor pertanian. Keseriusan pemerintah terhadap komoditas sawit ditunjukkan melalui

perluasan lahan yang dilakukan PT Perkebunan IV. Bahkan perluasan ini menjadi program

kerja pemerintah yang dimasukkan dalam Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) IV

hingga Repelita VI.


Kerjasama bilateral, salah satunya dengan India pun dijajaki. Pada tahun 1992, India

kepada pemerintah Indonesia malalui Menteri Perindustrian Hartarto meminta agar Indonesia

mendirikan pabrik minyak kelapa sawit di negara mereka. Bahan yang akan diolah oleh

pabrik tersebut adalah minyak sawit mentah (CPO) yang didatangkan dari Indonesia.

Pada pertengahan tahun 1990-an, perusahaan-perusahaan transnasional di industri

minyak sawit masuk dengan menanamkan modal tiga kali lebih besar, rantai produksi global,

serta melakukan perluasan geografis perkebunan minyak sawit dari Malaysia ke Indonesia.

Ekspansi perkebunan sawit transnasional semakin cepat, sejalan dengan krisis keuangan di

Asia pada akhir dekade 1990-an. Organisasi semacam IMF (International Monetary Fund)

dengan LOI (Letter of Intent) memberikan paket bagi Indonesia untuk melakukan liberalisasi

investasi asing di sektor minyak sawit.

1.1.5. Reformasi

Lengsernya Soeharto ditandai dengan era reformasi yang memunculkan kebijakan

otonomi daerah tak pelak turut menjadikan industri sawit di Indonesia semakin masif.

Eksistensi sawit ditandai dengan diterbitkannya Keputusan Menteri Kehutanan dan

Perkebunan Nomor 107 Tahun 1999 mengenai Izin Usaha Perkebunan menggantikan

Keputusan Menteri Pertanian Nomor 786 Tahun 1996. Izin usaha dengan peningkatan

pembukaan lahan berubah dari 200 hektare menjadi 1000 hektare.Sejumlah provinsi

berpotensial bahkan hingga saat ini diantaranya Sumatera Utara, Riau, Kalimantan Tengah,

Kalimantan Barat, Kalimantan Timur dan Sulawesi Selatan.

Perusahaan berskala besar dapat mengajukan izin mencapai 20.000 hektare di satu

provinsi dan 100.000 hektare di seluruh Indonesia dengan kewajiban membangun kemitraan

kerjasama dengan perusahaan skala kecil dan menengah yang dinamakan PIR-KKPA (PIR-

Kredit kepada Koperasi Primer untuk Anggotanya).


Pada tahun 2002, diterbitkan aturan baru yaitu Keputusan Menteri Pertanian Nomor

357 tahun 2002 yang menggantikan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor

107 Tahun 1999. Kepmen baru itu merupakan tanggapan terhadap pelaksanaan Undang-

Undang Otonomi Daerah Nomor 22 Tahun 1999, yang menekankan struktur desentralisasi

pemerintah.

Tahun 2007, melalui Peraturan Menteri Pertanian Nomor 26 tahun 2007 diatur perihal

cadangan lahan (land bank) secara masif di atas 100.000 hektare per perusahaan. Tak hanya

menteri, kewenangan atas pemberian izin atas lahan sawit juga dimiliki kepala daerah sebagai

efek dari diberlakukannya otonomi daerah.

Tak hanya Gubernur, Bupati pun memiliki kewenangan luas dalam pembangunan

ekonomi, perencanaan tata ruang, dan otoritas pemberian izin usaha. Banyaknya perizinan

dikeluarkan akhirnya membuat ekspansi perkebunan sawit menjadi masif. Hanya dalam

kurun waktu 20 tahun (1990 - 2010), perkebunan sawit di Indonesia berkembang dari sekitar

1,1 juta hektare menjadi 7,8 juta hektare. Jumlah ini meningkat menjadi 11,9 juta hektare

pada saat ini.

Pada masa ini, pembangunan perkebunan diarahkan dalam rangka menciptakan

kesempatan keja, meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan sektor penghasil devisa

Negara. Pemerintah terus mendorong pembukaan lahan baru untuk perkebunan. Sampai pada

tahun 1980, luas lahan mencapai 294.560 Ha dengan produksi CPO (Crude Palm Oil) sebesar

721.172 ton. Sejak itu lahan perkebunan kelapa sawit Indonesia berkembang pesat terutama

perkebunan rakyat. Hal ini didukung oleh kebijakan Pemerintah yang melaksanakan program

Perusahaan Inti Rakyat Perkebunan (PIR – BUN).


Luas areal tanaman kelapa sawit terus berkembang dengan pesat di Indonesia. Hal ini

menunjukkan meningkatnya permintaan akan produk olahannya. Ekspor minyak sawit (CPO)

Indonesia antara lain ke Belanda, India, Cina, Malaysia dan Jerman, sedangkan untuk produk

minyak inti sawit (PKO) lebih banyak diekspor ke Belanda, Amerika Serikat dan Brasil.

Demokratisasi ini melahirkan serangkaian konsekuensi pengaturan sekaligus manfaat

tersendiri. Demokratisasi membutuhkan jaringan hubungan yang simetris dan setara di antara

semua pihak yang terkait dengan perkebunan: Perkebunan Besar Negara (PBN), Perkebunan

Besar Swasta (PBS), Perkebunan Rakyat (PR), pemerintah, konsumen di dalam dan luar

negeri, lembaga pendukung penelitian dan pengembangan, lembaga pendanaan, input

produksi, pemasaran. Tidak mengherankan pengembangan perkebunan masa kini ditegaskan

di atas pengembangan jaringan hubungan antar pihak.

Peran penting perkebunan akan semakin meningkat di masa depan. Krisis enerji dunia

telah menempatkan posisi perkebunan pada tingkat yang sangat penting. Perkebunan tak lagi

hanya terkait masalah pangan, tetapi kini perkebunan berada di persimpangan kepentingan

antara food, feed dan fuel. Seluruh dinamika sejarah perkebunan menarik perhatian terutama

dalam meletakkan dan meningkatkan peran di masa mendatang. Sejak awal kemerdekaan

sudah terpampang kuat hasrat untuk menyejahterakan rakyat sebagai pekebun, pekerja

perkebunan, maupun yang memperoleh manfaat tidak langsung dari usaha perkebunan.

Diatas itu semua perkebunan masih tetap dan akan terus menjadi sumber kemakmuran bangsa

ini.
BAB II. PEMBIBITAN

2.1. Norma-Norma Pembibitan

Pembibitan adalah suatu kegiatan budidaya bahan tanam (kecambah) yang dilakukan

di suatu lokasi tertentu sebelum ditanam ke lapangan. Pembibitan merupakan langkah awal

dari seluruh rangkaian kegiatan budidaya tanaman kelapa sawit. Melalui tahap pembibitan

sesuai standar teknis diharapkan dapat dihasilkan bibit yang baik dan berkualitas. Bibit

kelapa sawit yang baik adalah bibit yang memiliki kekuatan dan penampilan tumbuh yang

optimal serta berkemampuan dalam menghadapi kondisi cekaman lingkungan pada saat

pelaksanaan penanaman (transplanting). Menurut Setyamidjaja, (2006), untuk menghasilkan

bibit yang baik dan berkualitas seperti tersebut di atas, diperlukan pedoman kerja yang dapat

menjadi acuan, sekaligus kontrol selama pelaksanaan di lapang.

PEDOMAN STANDAR NORMA-NORMA


“PEMBIBITAN KELAPA SAWIT”

No. Uraian Pekerjaan Rotasi Satuan Jlh Satuan Keterangan

A Pre-Nursery :  
1 Buat bedengan 1 unit/hk 4  
2 Isi babybag 1 bag/hk 250  
3 Susun babybag 1 bag/hk 1.000
4 Tambah tanah 1  bag/hk 1.000
5 Tanam kecambah 1 bag/hk 1.000  
6 Konsolidasi 1 bag/hk 10.000  
7 Perawatan   bag/hk 10.000 Sesuai kebutuhan
8 Semprot bibit bag/hk 20.000 Sesuai kebutuhan
9 Seleksi 1 Bag 10.000 Sesuai kebutuhan

B Main-Nursery :
1 Pancang 1 hk/ha 10 10.000 bibit/ha
2 Isi polybag 1 bag/hk 50  
3 Susun polybag 1 bag/hk 100  
4 Tambah tanah 1  bag/hk 500
5 Tanam bibit 1  bag/hk 200
6 Konsolidasi 1  bag/hk 2.000
7 Mulsa 1 bag/hk 2.000
8 Perawatan bag/hk 2.000 Sesuai kebutuhan
9 Semprot bibit bag/hk 5.000 Sesuai kebutuhan
10 Seleksi bibit 1 bag/hk 2.000 Sesuai kebutuhan
11 Pangkas, putar dan kumpul bibit 1 bibit/hk 100 Sesuai kondisi

2.2 Persiapan

Persiapan pelaksanaan pembibitan meliputi mulai dari persiapan administrasi, teknis

Lapangan dan juga perusahaan benih unggul kelapa sawit di Indonesia. Yang pertama kita

akan membahas persiapan administrasi.

2.2.1 Persiapan Administrasi

Pelaksanaan administrasi pembibitan, mulai dari pembukaan lahan bibitan sampai

dengan pengiriman bibit yang akan ditanam oleh divisi dalam kebun itu sendiri atau dikirim

ke kebun lain. Prosedur Administrasi berikut akan menjelaskan: 

1. Penanaman Baru

Penanaman baru adalah suatu usaha budidaya tanaman yang diawali dengan pekerjaan

“Pembukaan Lahan” yang kemudian dilanjutkan dengan “Penanaman” pada lahan yang telah

dibuka tersebut. Penanaman baru ini dapat dilaksanakan pada lahan yang sama sekali belum

pernah ditanami tanaman perkebunan, atau lahan yang sudah pernah ditanami namun sudah

menjadi hutan kembali. Sedangkan untuk lahan yang sudah pernah ditanami tanaman

perkebunan dan belum menjadi hutan kembali, maka penanaman kembali pada lahan tersebut

dikategorikan dalam 2 jenis, yaitu :

1) Replanting, yaitu : apabila tanaman yang akan ditanam sama jenisnya dengan tanaman

semula.
2) Konversi, yaitu : apabila tanaman yang akan ditanam tidak sama jenisnya dengan

tanaman semula.

Kegiatan ini umumnya diserahkan kepada kontraktor, namun dapat juga dilaksanakan

oleh Perusahaan sendiri, tapi dalam prakteknya sebagian besar diserahkan kepada Kontraktor

dan hanya sebagian kecil saja yang dikerjakan Perusahaan sendiri. Periode kegiatan

Penanaman Baru meliputi mulai dari pembukaan lahan, penanaman dan perawatan tanaman

sampai ditetapkan menjadi golongan Tanaman Belum Menghasilkan (TBM).

1. Pemeliharaan Tanaman

Pemeliharaan TBM yaitu suatu usaha perawatan tanaman dan pemberian pupuk mulai

tanaman digolongkan TBM sampai tanaman digolongkan sebagai Tanaman Menghasilkan.

Pelaksana Pemeliharaan Tanaman umumnya dilaksanakan oleh tenaga kebun dan ada juga

yang menggunakan jasa Kontraktor tapi hanya sebagian kecil saja. Pengeluaran untuk

pemeliharaan TBM akan dialokasikan ke perkiraan Capital Expenditure (pengeluaran untuk

menambah aktiva tetap). Pemeliharaan TBM dan TM pada dasarnya berbeda pengalokasian

pengeluarannya saja, sedangkan jenis kegiatannya hampir  semua sama.

Pemeliharaan TM ini dimulai dari golongan Tanaman Menghasilkan sampai tanaman

akan direplanting. Pengeluaran untuk pemeliharaan TM akan dialokasikan ke perkiraan

Revenue Expenditure (pengeluaran untuk memperoleh pendapatan). Dalam kondisi tertentu

dapat terjadi tanaman yang berstatus Belum Menghasilkan namun tanaman tersebut sudah

dipanen. Bila terjadi demikian, maka biaya yang dikelarkan untuk panen dicatat ke dalam

perkiraan Biaya panen dan Angkutan Hasil Panen. Untuk biaya Pemeliharaan Tanaman

tersebut tetap dicatat ke perkiraan Pemeliharaan TBM.

Pelaksanaan kegiatan pemeliharaan tanaman baik untuk TBM maupun untuk TM dapat

dilakukan oleh SKU atau Kontraktor baik sebagian atau secara keseluruhan. Prinsipnya

adalah : tersedianya tenaga, keahlian yang dimiliki, tingkat efisiensi, dan peraturan yang
berlaku. Bila tenaga SKU yang ada masih cukup untuk melaksanakan kegiatan tersebut, maka

pelaksanaan kegiatan diserahkan kepada SKU. Untuk jenis pekerjaan tertentu yang tidak

dapat dilaksankan oleh tenaga SKU, maka pelaksanaannya diserahkan ke Kontraktor, seperti

pembuatan kontur, teras, parit, dll.

Untuk areal tanaman tua yang diperkirakan akan lebih efisien bila dikerjakan oleh

Kontraktor, maka kegiatan pemeliharaannya diserahkan kepada Kontraktor. Belum ada

ketentuan atau peraturan yang mengatakan bahwa pelaksanaan kegiatan harus diserahkan

kepada SKU atau Kontraktor. Kegiatan tenaga SKU diawasi langsung oleh petugas /

karyawan perusahaan yang ditunjuk, yaitu : para mandor, Mandor I, Kerani, Asisten Divisi,

dst keatas.

Sedangkan kegiatan tenaga Kontraktor diawasi bersama oleh petugas Kontraktor dan para

pejabat perusahaan ( mulai dari mandor sampai SVP). Cara pengawasan yang dilakukan

pejabat perusahaan tidak sama, tergantung dari sifat kegiatan yang diborongkan tersebut.

Contohnya :

 Untuk pekerjaan yang pembayarannya dihitung berdasarkan hari kerja, pengawasan

dilakukan dengan melakukan absensi, kemudian jumlah HK yang ada dibandingkan

dengan hasil kerja yang dicapai untuk menentukan kewajaran kapasitas kerjanya.

Termasuk  dalam jenis pekerjaan ini antara lain : cangkol anak kayu, tarik kacangan, dsb.

 Pengawasan dilakukan setiap hari kerja dan hasil pengawasan dicatat dalam sarana

Administrasi yang bersangkutan, akan diuraikan dalam penjelasan Sarana Administrasi.

 Untuk pekerjaan yang pembayarannya dihitung berdasarkan hasil kerja yang dicapai,

pengawasan dilakukan terhadap kualitas dan kuantitas hasil kerja

 Sedangkan tenaga kerja Kontraktor tidak terlalu dipermasalahkan sepanjang tidak

menggunakan tenaga SKU.


 Pengawasan dilakukan setiap hari kerja dan hasil pengawasan dicatat dalam sarana

Administrasi yang bersangkutan, akan diuraikan dalam penjelasan Sarana Administrasi.

Untuk melaksanakan kegiatan pemeliharaan tanaman, dibuat Rencana Kerja untuk

masing – masing divisi oleh Asisten Divisi yang bersangkutan, berdasarkan Rencana

Anggaran Belanja yang sudah disyahkan setiap akhir tahun untuk tahun berikutnya. Rencana

kerja ini dibuat untuk periode tahunan, bulanan, dan harian. Untuk membuat Rencana Kerja

Pemeliharaan dan Rencana Kerja Harian Asisten Divisi dibantu oleh Krani Divisi dan

Mandor I.

2. Sarana Administrasi

Disini disajikan sarana Prosedur Administrasi Penanaman Baru dan Pemeliharaan

Tanaman, merupakan penggabungan Prosedur Administrasi Penanaman Baru dengan

Prosedur Administrasi Pemeliharaan Tanaman. Terpisah dengan Sarana Administrasi

Pengupahan, Pembelian dan Persediaan yang akan dijelaskan dalam Buku Prosedur

Administrasi masing – masing. Sarana Administrasi Agronomi yang sifatnya umum,

disajikan tersendiri di dalam Buku Administrasi Prosedur Agronomi Umum. Dengan

diterbitkannya Buku Pedoman Administrasi dalam bentuk baru ini diharapkan memudahkan

di dalam penggunaannya.

Sarana administrasi ini meliputi bentuk – bentuk seperti di bawah ini :

1. Buku Kegiatan Mandor

2. Buku Pekerjaan Kontraktor.

3. Laporan Harian Divisi.

4. Laporan Pekerjaan Kontraktor.

5. Kemajuan Kerja Kontraktor.

6. Buku Penanaman Pokok Kelapa Sawit.

7. Laporan Penanaman Pokok Kelapa Sawit.


8. Rekapitulasi Pekerjaan Kontraktor Utama.

9. Perkembangan Penanaman Baru Program Tahun 20…

10. Laporan Pemeliharaan Tanaman.

11. Laporan Rencana dan Realisasi Pemakaian Pupuk dan Pestisida.

12. Laporan Bulanan Pemeliharaan Tanaman per Tahun Tanam.

13. Laporan Pekerjaan Kontraktor Lokal.

Sarana Administrasi lainnya yang ada kaitannya dengan administrasi Penanaman Baru

dan Pemeliharaan Tanaman adalah :

1. Rencana Kerja Bulanan – lihat Prosedur Administrasi Agronomi Umum.

2. Rekapitulasi Rencana Kerja Bulanan – lihat Prosedur Administrasi Agronomi

Umum.

3. Rencana Kerja Harian – lihat Prosedur Administrasi Agronomi Umum.

4. Berita Acara Pemeriksaan Pekerjaan - lihat Prosedur Administrasi Agronomi Umum.

5. Permintaan Pembayaran - lihat Prosedur Administrasi Agronomi Umum.

6. Kebutuhan Barang Bulanan - lihat Prosedur Administrasi Persediaan.

7. Bon Pengeluaran (BP) – lihat Prosedur Administrasi Persediaan.

8. Daftar Absensi - lihat Prosedur Administrasi Pengupahan.

9. Laporan Premi Tunas - lihat Prosedur Administrasi Pengupahan.

10. Laporan Hari Karyawan - lihat Prosedur Administrasi Personalia.

11. Kartu Gudang Divisi - lihat Prosedur Administrasi Persediaan.

12. Buku Pemakaian Alat Kerja - lihat Prosedur Administrasi Persediaan.

13. Bon Permintaan Barang (BPB) - lihat Prosedur Administrasi Persediaan.

14. Laporan Kegiatan Bulanan Divisi – Prosedur Pelaporan Divisi.


Departemen Agronomi di Kantor Besar menggunakan Seksi Administrasi Produksi

Tanaman untuk membantu administrasi agronomi termasuk membuat laporan agronomi dan

mengarsipkan dokumen – dokumen yang berhubungan dengan agronomi.

2.2.2. Teknis Lapangan

Sebelum mengetahui cara pembibitan tehnik lapangan kelapa sawit, mengetahui

syarat tumbuh kelapa sawit dan media tanam yang dibutuhkan adalah suatu hal yang sangat

penting. Karena sebaik-baiknya proses pembibitan, jika lahan yang digunakan tidak sesuai

dengan persyaratan tumbuhnya maka tanaman kelapa sawit tidak bisa hidup secara optimal

dan menghasilkan buah yang berkualitas. Tanaman kelapa sawit membutuhkan lama

penyinaran sekitar 5 sampai dengan 7 jam sehari.Tanaman ini bisa hidup dengan baik pada

daerah dengan curah hujan rata-rata 1.500-4.000 mm per tahun dengan temperatur optimal

antara 24-280 C. Tempat ideal untuk kelapa sawit adalah yang memiliki ketinggian 1 sampai

dengan 500 mdpl dan kecepatan angin rata-rata antara 5 sampai dengan 6 km.jam.

Media tanam yang baik untuk kelapa sawit adalah tanah yang mempunyai sistem

drainase baik dan permukaan air tanah yang dalam. Kelapa sawit bisa tumbuh dengan sangat

baik pada tanah yang mengandung lempung banyak, aerasi yang baik serta subur. Kedalaman

solum untuk tanaman kelapa sawit juga cukup dalam yakni 80 cm.Tanah yang digunakan

juga sebaiknya tidak berbatu dan memiliki pH antara 4 sampai dengan 6. Lahan yang bisa

dijadikan sebagai perkebunan kelapa sawit adalah yang memiliki tanah Aluvial, Ultisol,

Latosol, dataran pantai, muara sungai dan tanah gambut.Biasanya, perkebunan kelapa sawit

menyiapkan proses pembibitannya sendiri. Hal ini dilakukan untuk menekan biaya produksi.

Dalam proses pembibitan, ada beberapa hal yang harus di persiapkan, yaitu:

a. Tempat dan Lokasi Pembibitan

Pemilihan Lokasi atau tempat untuuk pembibitan harus memenuhi syarat :


 Dekat sumber air dan air tesedia cukup baanyak dengan kualitas yang sesuai (volume air

harus tersedia dala m jumlah cukup pada musim kemarau, yaitu minimal 40.000

liter/Ha/hari).

 Topografi datar dan diusahakan terletak di d ekat areal tanam.

 Tidak tergenang dan bebas dari banjir pada musim hujan.

 Tersedia top soil dalam jumlah cukup untuk pengisian polybag.

 Lokasi harus mudah dijangkau dan akses jalan ke pembibitan harus baik.

 Dekat dengan perumahan sehingga pengawasan dapat lebih intensif.

 Areal harus bebas dari sumber hama dan penyakit,

 Intensitas sinar baik dan terbuka, tidak terhalang oleh pohon besar atau bangunan.

 Aman dari pencuriaan.

Pertimbangan lokasi pembibitan yaitu dekat dengan sumber air. Ketersedian air yang

bermutu baik dan bersih (pH minimum 4, volume air minimal untuk 120.000 liter/ha/jam),

tetapi Tidak tergenang air. Areal harus rata, kering, berdarinase baik. Relative dekat dengan

areal penanaman. Jauh dari sumber hama dan penyakit tanaman.

Perhitungan luas pembibitan kelapa sawwit sebagai berikut:

- Jarak tanam antar polybag harus 90 cm dengan bentuk sama sisi.

- 1 ha lahan dapat menampung 12.000 bibit.

- Umur bibit siap tanam yanga optimum : 11 – 13 bulan

b. Pemesanan Kecambah

Kecambah dipesan pada produseen kecambah yang mempunyai reputasi baik. Prosedur

pemesanaan bibit (dibuku saku). Penjadwalan pemesanan kecambah perlu dilakukan dengan

tepat karena terkait dengan perijinan, ketersediaan kecambah oleh produsen, program

pembukaan lahan, program penanaman, ketersediaan tenaga kerja dan penyiapan sarana

produksi untuk kegiatan pemeliharaan bibit. Kebun mandiri dapat memesan sesuai dengan
rencana pembangunan kebun dan lahan yang dipersiapkan dan dilakukan 1 (satu) tahun

sebelum persiapann lahan.

Jumlah kecambah yang harus dipesaan adalah 193 – 200 kecambah per hektar areal

penanaman (planted area) dengan kerapatan tanaman 136 – 143 pokok per hektar. Waktu

pemesanan kecambah harus dilakukan dengan menggacu pada program penanaman, minimal

2 (dua) tahun sebelumnyya. Setiap papan label harus menunjukkan: Modul, Jenis Kecambah,

Jumlah kecambah ditanam, Tanggal kecambah ditanam, Asal kecambah (misal: D x P

Marihat), Nama kelompok (misal: BJ atau DA), Penanggung jawab.

Untuk jenis DP Marihat ada 12 (dua belas) kelompok utama yang harus ditanam terpisah,

yaitu BJ, DS, MA, LM, RS, YA, DS x NI, MA x NI, DS x BJ, RS x DS, MA x RS, BJ x RS.

Ke 12 kelompok utama itu mencakup 36 kategori persilangan. Untuk DP Rispa ada 2 (dua)

kelompok utama, yaitu DP dan DYP (jeniss Dumpy, lebih pendek dari DP). Untuk DP Socfin

ada 2 (dua) kelompok utama yang mencakup 22 kategori persilangan. Dibuat papan label

untuk pemisahan kelompok bibit dengan ukuran 15 x 20 cm, tinggi 30 cm dari permukaan

tanah, cat dasar warna putih daan tulisan warna hitam.

Berikut adalah tatacara dan Persyaratan yang harus dipenuhi bagi calon pembeli (petani

perorangan) dalam pembelian bibit kelapa sawit ke produsen resmi yaitu:

- Mengisi formulir pembelian kecambah (tersedia di lokasi penjualan)

- Surat Persetujuan Penyaluran Benih Kelapa Sawit (SP2BKS) dari Dinas Perkebunan

setempat.

- Fotokopi identitas diri (KTP/SIM) yang masih berlaku,

- Fotokopi Sertifikat Tanah/Surat Keterangan Kepemilikan Lahan dari Kepala Desa

setempat,
- Apabila nama pada Sertifikat Tanah tidak sesuai dengan nama pada identitas diri, maka

harus dilengkapi dengan Surat Keterangan Kepemilikan Lahan dari Kepala Desa

setempat,

- Jumlah pembelian kecambah disesuaikan dengan luas areal yang tercantum pada

Sertifikat Tanah (per Hektar = 200 butir kecambah),

- Bagi petani yang mewakilkan pengambilan kecambah agar membuat Surat Kuasa

bermaterai Rp. 6.000

Tabel 1. Perkiraan kebutuhan bahan tanaman per hektar


Deskripsi Jumlah
1. Kecambah diterima 200, seleksi 3% - 5%
2. Kecambah ditanam dipersemaian (Pre nursery) 190, seleksi 5% - 7,5%
3. Semai dipindah ke largebag (main nursery) + 180, seleksi 10%-15%
4. Bibit siap tanam, termasuk kebutuhan untuk sisipan + 150, seleksi 10%-25%

c. Kebutuhan dan Seleksi Kecambah

Tabel 2. Kebutuhan Kecambah


Uraian 130 pk/Ha 143 pk/Ha 150 pk/Ha
Bibit siap tanam 130 143 150
Seleksi kecambah (5%) 6 7 8
Seleksi Pre Nursery (10%) 12 14 15
Seleksi Transplanting (5%) 6 7 8
Seleksi M. Nursery 15% 20 22 23
Sisipan (5%) 6 7 8
Jumlah Kecambah 180 200 212

Tahapan-tahapan seleksi kecambah anttara lain:

- Kecambah yang abnormal (patah, busuk, dll) dipisahkan dengan yang baik.

- Dipilih kecambah yang normal dan sempurna differensi akar dan kuncup.

- Kelompok kiriman bibit yang kurang baik harus dipisahkan dan harus dilakukan

pengiriman surat keberatan atas bibit yang kurang baik tersebut kepada penyuplai dengan

batas toleransi 5%.


- Kecambah harus segera ditanam paling lama 2 hari setelah diterima.

- Polybag harus disiram sehari sebelum peenanaman kecambah, kecambah ditanam dengan

kedalaman 2 cm.

- Kecambah ditanam dengan mengarahkan tunas keatas.

- Tenaga kerja yang diperlukan untuk seleksii kecambah sebanyak 12.000 kecamabah

adalah = 8 -10 HK.

2.2.3. Perusahaan Benih Unggul Kelapa Sawit di Indonesia

Usaha perkebunan kelapa sawit menjadi pilihan usaha yang menjanjikan. Di

Indonesia aja ada banyak perusahaan perkebunan kelapa sawit yang beroperasi. Gak sedikit

pula yang di antaranya terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) sebagai perusahaan terbuka.

Walaupun harga crude palm oil (CPO) fluktuatif, permintaan terhadap minyak kelapa

sawit masih terbilang tinggi. Buktinya aja berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS)

tahun 2017, sejumlah negara mengimpor minyak kelapa sawit Indonesia dalam jumlah besar.

Negara-negara yang menjalin hubungan dagang minyak kelapa sawit di antaranya

India, Singapura, Malaysia, China, Vietnam, Pakistan, Mesir, Italia, Belanda, dan masih

banyak lagi. Dengan banyak permintaan tersebut, gak mengherankan kalau banyak lahan

perkebunan kelapa sawit dibuka di Indonesia.Sebagaimana data yang dipaparkan BPS pada

2017, luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia rata-rata di atas satu juta hektare. Lahan-

lahan perkebunan kelapa sawit ini tersebar di Sumatera dan Kalimantan.

DiKalimantan hampir semua wilayahnya menjadi perkebunan kelapa sawit.

Kalimantan Barat tercatat punya lahan perkebunan terluas yang mencapai 1,50 juta hektare.

Di Kalimantan Tengah luas lahannya mencapai 1,36 juta hektare dan di Kalimantan Timur

luas lahannya 1,05 juta hektare.


Begitu pun dengan Pulau Sumatera yang mayoritas wilayahnya ditanami pohon kelapa sawit.

Ada beberapa wilayah perkebunan kelapa sawit di Sumatera dengan luas di atas satu juta

hektare, yaitu Riau seluas 2,26 juta hektare, Sumatera Utara seluas 1,35 juta hektare, dan

Sumatera Selatan seluas 1,02 juta hektare. Namun, saat membeli benih kelapa sawit,

sebaiknya Anda memastikan benih kelapa sawit itu berkualitas dan berasal dari perusahaan

benih yang sudah mendapat sertifikasi dari Balai Perbenihan, Kementerian Pertanian.

Untuk menghindari benih palsu atau benih yang tidak teruji kualitasnya, alangkah

baiknya Anda mempertimbangkan untuk membeli benih sawit dari perusahaan yang sudah

terdaftar sebagai produsen benih kelapa sawit. Saat ini, produsen benih Indonesia sudah

bekerja sama dan bergabung dalam Forum Komunikasi Produsen Benih Sawit Indonesia

(FKPBSI). Sebagian dari anggota FKPBSI ini sudah mengekspor benih ke berbagai negara.

Saat ini, anggota FKPBSI sudah mencapai 10 perusahaan. Berikut daftar perusahaan benih

yang tergabung dalam FKPBSI ini:

1. Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan

2. Socfindo

3. London Sumatera (Lonsum)

4. Bina sawit Makmur (Sampoerna Agro)

5. Dami Mas (Sinar Mas Agro Resources and Technology)

6. Tunggal Yunus Estate (Asian Agri Group)

7. Tania Selatan (Wilmar International)

8. Bakti Tani Nusantara

9. Sarana Inti Pratama (Salim Grup)

10. Sasaran Eksan Mekarsari (Mekarsari).


2.3. Teknis Pembibitan Pre-Nursery

Pembibitan Awal (Pre Nursery) merupakan tempat kecambah tanamanan kelapan sawit

(Germinated seeds) ditanam dan dipelihara hingga berumur 3 bulan. Selanjutnya, bibit

tersebut akan di pidahkan kepembibitan utama (main nursery). Pembibitan pre nursery

dilakukan sealam 2-3 bulan. Hanya kecambah yang sudah lengkap

memiliki radicle dan plumule yang siap dan boleh ditanam dalam polybag.

Gambar 1. Kecambah Yang Memiliki Radikula Dan Plumula Nya

2.3.1. Persiapan Penanaman

Persiapan penanaman yang harus dilakukan dalam sebuah teknis pembibitan Pre-

Nursery ini merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan. Langkah-langkah

persiapannya adalah :

 Penyiapan Bedengan

Diusahakan arah bedengan memanjang dari Barat ke Timur. Panjang bedengan

disesuaikan dengan keadaan lapangan (10-20 m). Lebar bedengan 1,2 m. Jarak antar

bedengan 0,6-1 m. Tepi bedengan dibuat palang dari papan, dengan panjang 10-20 m, tinggi

10 cm dan tebal 2 cm atau bambu atau balok kaayu berdiameter 5 cm.

Norma Kerja: Tenaga kerja yang diperluukan untuk pembuatan bedengan untuk

menampung sebanyak 12.000 kecambah adalah = 7 - 9 HK, pembuatan peneduh = 3-5 HK.
 Penyiapan Media Tanam

Tanah yang digunakan untuk media adalah tanah lapisan atas (topsoil) dan tidak

bercampur dengan batu–batu/ kerikil. Tekstur tanah sebaiknya lempung berliat (40% debu,

300% pasir dan 30% liat) dan mempunyai sifat drainase yang baik. Top soil diayak dengan

lubang ayakan 1 cm x 1 cm untuk memisahkkan bongkah-bongkah tanah dan sisa-sisaakar/

kerikil. Tumpukan tanah yang telah diayak ditutup dengan terpal plastik agar tidak

kehujanan. Tanah yang teelah diayak dicampur merata dengan pupuk RP sebanyak 15 g/

babybag (1 m3 tanah dicampur 15 kg pupuk RP untuk 1000 babybag).

Pada waktu pencampuran tanah dengan pupuk RP harus merata, dan tanah harus

kering. Apabila top soil tidak tersedia, maka dapat digunakan tanah sub soil dicampur dengan

POME, dengan perbandingan volume 1 : 0,5 (tanah : POME). Babybag yang telah diisi

dengan campuran ini segera disiram dengan air pada kapasitas lapang dan harus dibiarkan

selama satu mingguu, sebelum ditanami.

Apabila top soil dan POME tidak tersedia, maka dapat digunakan 1 m3 tanah sub soil

dicampur dengan 15 kg pupuk compound 15:15:6:4 dan 5 kg pupuk RP untuk 1000 babybag.

Babybag yang telah diisi dengan campuran ini segera disiram dengan air pada kapasitas

lapang dan harus dibiarkan selama satu minggu, sebelum ditanami. Norma Kerja: Tenaga

kerja yang diperlukan untuk pengumpulan top soil dan pengayakan untuk 12.000 polybag

adalah = 9-12 HK.

Gambar 2. Penyiapan Media Tanam


 Pengisian dan Penyusunan Babybag

Jangan sekali-kali mengisi tanah basah apalagi yang berkadar liat tinggi ke dalam

polybag karena akan terjadi pemadatan yang akan berakibat buruk terhadap pertumbbuhan

akar. Babybag yang digunakan harus sesuai standar, dengan ukuran lebar 14 cm x panjang 23

cm x tebal 0,1 mm, warna hitam dan terdapat lubang-lubang drainase.

Kebutuhan babybag untuk per hektar taanaman di lapangan = 200 lembar + 2%.

Babybag diisi dengan media tanam yang telah disiapkan. Isikan tanah tersebut ke babybag (±

1 kg/ babybag) dan dipadatkan. Babybag disusun rapat dan rapi sehingga membentuk

bedengan selebar ± 120 cm (12 babybaag) dan panjangnya bergantung pada jumlah bibit per

nomor kelompok.

Penyiraman dilakukan setiap hari pada kapasitas lapang. Pinggiran bedeng diberi

palang kayu/ bambu agar baby bag tidak roboh. Antara bedengan dibuat jalan kontrol dengan

lebar ± 50 cm memanjang persemaian. Barisan babybag yang paling pinggir diusahakan

terletak ± 50 cm dari tepi atap naungan. Baby bag harus siap minimal 1 (satu) minggu

sebelum keccambah ditanam dan disiram setiap hari pada kapasitas lapang sampai waktu

penanaman kecambah.

Norma Kerja: Tenaga kerja yang diperlukan untuk pengisian polybag dan penyusunan di

bedengan sebanyak 12.000 polybag adalah = 75-85 HK.

Gambar 3. Lay Out Bedengan pada Pre Nursery


Gambar 4. Lahan Pembibitan Pre Nursery

 Penyiapan Naungan

Naungan untuk pre-nursery tidak mutlak dan dapat ditiadakan jika penyiraman

terjamin baik dan teratur. Naungan hanya direkomendasikan apabila penyiraman tidak

terjamin atau kurang baik. Untuk bahan atap naungan bisa dipakai pelepah daun sawit

ataupun plastik net dengan 60% shading (naungan). Tinggi tiang atap sekitar 2 m (dengan

bagian tiang sedalam 0,33m tertanam di dalam tanah) dan lebar jarak antara 2 tiang sekitar

1,5m.

Sekitar 10 minggu setelah tanam (dua daun) naungan berangsur-angsur dikurangi

sehingga dala m waktu 2 minggu kemudian naungan sama sekali dihilangkan (ssetiap selang

waktu 4 hari naungan dikurangi seperempatnya). Jangan memakai naungan yang terlalu gelap

dan naungan harus dibongkkar setelah 12 minggu dari penanaman kecambah.

Norma Keja: Tenaga kerja yang diperlukan untuk Pembuatan Naungan bedengan yang

menampung sebanyak 12.000 polybag adalah = 3- 5 HK.

 Seleksi Kecambah

Kecambah diseleksi sebelum ditanam. Ciri kecambah normal dilihat pada

diferensiasinya yaitu pucuk (Plumula) dan akar (Radicula). Plumula bentuknya meruncing

berwarna putih sedangkan radicula bentuknya agak tumpul, panjangnya ± 8 – 25 mm

berwarna gading dengan posisi saling bertolak belakaang. Apabila plumula kembar, plumula

yang lebih lemah harus dibuang. Kemudian kecambah ditanam seperti biasa.
Kecambah yang harus dibuang dengan kondisi sebagai berikut :

 Kecambah abnormal.

 Radicula dan atau plumula busuk/ rusak.

 Radicula dan plumula searah.

 Terdapat jamur.

Norma Kerja: Tenaga kerja yang diperlukan untuk seleksi kecambah sebanyak 12.000

kecamabah adalah = 8 -10 HK.

 Penanaman Kecambah

Kecambah yang diterima harus disimpan dan dibuka ditempat yang ternaungi/ tidak

terkena sinar matahari secara langsung. Kecambah yang masih dalam bungkusan plastik

sebelum dibuka terlebih dulu dipisah-pisahkan sesuai dengan nomor kelompoknya. Sebelum

ditanam, semua bungkusan plastik kecambah dibuka dan disimpan ditempat yang sejuk.

Kecambah harus segera ditanam pada hari itu juga atau paling lama 1 (satu) hari setelah

penerimaan kecambah. Penanaman kecambah harus dilakukan per kelompok. Sebelum

penanaman kecambah, babybag yang telah diisi tanah harus disiram terlebih dahulu.
Gambar 5. Orientasi dan Kedalaman Tanam Benih
Penanaman kecambah harus dilakukan dengan hati-hati/ teliti agar akar dan pucuk tidak

patah, dengan cara sebagai berikut:

 Buat lubang tepat di tengah babybag sedalaam 2 – 2,5 cm dengan menggunakan jari.

 Letakkan kecambah dengan posisi bagian akar di sebelah bawah dan pucuk menghadap

keatas.

 Timbun kembali dengan tanah setebal 1 – 1,5 cm dan tidak boleh dipadatkan.

 Kecambah yang belum jelas perbedaan bakal akar dan daunnya dapat ditunda

penanamannya, sedangkan yang terlalu panjang akarnya dapat dipertahankan sampai 5

cm dari pangkalnya, selebihnya harus dipotong.

 Setelah penanaman, papan label harus dipasang dengan mencantumkan nama

kelompok kecambah yang ditanam.

Norma Kerja: Tenaga kerja yang diperlukan untuk penanaman kecambah sebanyak 12.000

kecambah adalah = 15 -18 HK.

2.3.2. Pemeliharaan

Pemeliharaan penanaman harus kita lakukan dalam sebuah teknis pembibitan Pre-

Nursery ini merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan. Langkah-langkah

pemeliharaan penanaman adalah :

 Penyiraman

Penyiraman bibit dilakukan 2 kali sehari (pagi dan sore). Bila pada malam hari turun

hujan > 8 mm, maka besok paginya tidak perlu disiram. Kebutuhan air adalah 0,2 – 0,3 liter

per babybag per hari. Penyiraman dilakukan dengan menggunakan selang air yang dilengkapi

dengan kepala gembor di ujungnya, agar tanah tidak keluar dari babybag atau selang air lay

flat.
Penyiraman dapat juga dilakukan dengan gembor dan persediaan air diambil dari

drum yang ditempatkkan pada setiap modul pre-nursery. Penyiraman adalah salah satu

perlakuan pemeliharaan yang terpenting dan harus dilaksanakan deengan sebaik-baiknya

terutama dalam fase awal di pre-nursery

Norma Kerja: Tenaga kerja yang diperlukan untuk penyiraman bibit pre nursery sebanyak

12.000 polybag adalah = 40-44 HK.

 Pemupukan

Aplikasi pemupukan harus disesuaikan dengan program yang telah

direkomendasikan. Di Pre Nursery selalu dilakukan pemupukan dengan cara menyiramkan

larutan pupuk (dengan menggunakan gembor).

Penyiraman dengan larutan pupuk baru dapat dilakukan jika penyiraman dengan air

pada sore hari telah selesai. Untuk memudahkan pelaksanaan pemberian pupuk dalam bentuk

larutan, maka direkomendasikan untuk membuat larutan stok terlebih dahulu. Larutan stok ini

harus diencerkan sebelum diseemprotkan/ disiramkan ke bibit. Larutan stok Urea merupakan

larutan 300 g Urea dalam 3 liter air. Untuk membuat larutan semprot/ siram sebanyak 15 liter

(setara dengan volume 1 knapsak sprayer),, tambahkan 300 ml larutan stock Urea ke dalam

14.700 ml air, lalu diaduk merata. Larutan ini cukup untuk 300 bibit.

Larutan stok NPK merupakan larutan 300 g NPK 15.15.6.4 dalam 3 liter air. Untuk

larutan semprot/ siraam sebanyak 15 liter (setara dengan volume 1 knapsak sprayer)

tambahkan 300 ml larutan stok NPK ke dalam 14.700 ml air, lalu diaduk merata. Larutan ini

cukup untuk 300 bibit.

Pemberian larutan pupuk dapat dilakukan dengan pompa semprot (knapsack sprayer)

atau dengan gembor (disiram). Gunakan pompa semprot yang bebas dari herbisida dan atau

pestisida. Penyemprotan larutan pupuk dapat digabung dengan fungisida atau insektisida.
Apabila muncul gejala akibat defisiensi unsur hara yang spesifik atau gejala-gejala

lain karena efek pe mupukan, maka harus segera dilakukan penanganan, riwayat peerlakuan

sebelumnya dengan disertai foto dari gejala yang dimaksud. Gejala defisiensi hara yang

spesifik dari unsur tersebut dibawah ini, dapat diperlakukan sebagai berikut:

 Boron

Dilakukan penyemprotan dengan 2,5 grram HGFB per liter (konsentrasi 0,25%).

 Magnesium

Dilakukan penyemprotan dengan 10 gram (MgSO4 . 7H2O) per liter (konsentrasi 1%).

 Copper

Dilakukan penyemprotan dengan 0,5 gramm (CuSO4 5H2O) per liter (konsentrasi

0,05%).

Setelah umur bibit 12 minggu di babybag pindahkan ke largebag. Jika pada umur 12

minggu bibit beelum dipindahkan dari babybag, maka pemupukan harus tetap dilanjutkan

dengan dosis umur 11 minggu yaitu 30 gram urea/ 15 liter air/ 300 bibit setiap minggu

sampai bibit dipindahkan. Jangan memberikan pupuk dalam bentuk granular pada babybag.

Norma Kerja:Tenaga kerja yang diperlukkan untuk pemupukan bibit pre nursery sebanyak

12.000 polybag adalah = 38-42 HK.

 Pemberian Mulsa dan Pengendalian OPT

Mulsa berupa cangkang diitabur dalam babybag disekitar bibit setebal 2,5 cm

menutupi permukaaan tanah (mulsa tidak boleh menyentuh bibit). Mulsa yang terbawa air

hujan atau penyiraman segera diganti. Fiber atau alang-alang (yang tidak berbunga) dapat

juga digunakan untuk mulsa dengan catatan air penyiraman masih dapat masuk kedalam

tanah. Pemberian mulsa dapat mencegah petumbuhan gulma di dalam polybag. Norma Kerja:

Tenaga kerja yang diperlukan untuk pembeerian mulsa bibit pre nursery sebanyak 12.000

polybag adalah = 14 HK.


Pengendalian gulma di pre-nusery hanya dilakukan dengan cara manual yaitu dengan

mencabuti seluruh jenis gulma yang tumbuh di dalam babybag. Gulma yang telah dicabuti,

dikumpulkan dan disingkirkan dari areal pembibitan. Bersamaan dengan pengendalian gulma

tersebut, untukk bibit yang doyong dilakukan penegakan, sedangkan untuk bibit yaang

akarnya tersembul dilakukan penambahan tanah ke dalam babybag. Norma Kerja: Tenaga

kerja yang diperlukan untuk pengenddalian gulma bibit pre nursery sebanyak 12.000 polybag

adalah = 15-18 HK.

Waspada terhadap gejala serangan hama dan penyakit, agar tidak terjadi out break.

Untuk pembibitan diperlukan stok insektisida dan fungisida di gudang kebun adalah 4 x 3,5

liter/ ha atau 3,5 kg/ ha per jenis insektisida maupun fungisida. Hindari penyimpanan

insektisida dan fungisida tercampur dengan bahan lainnya, seperti herbisida dan pupuk.

Pompa semprot yang dipakai untuk insektisida/ fungisida harus khusus dan tidak boleh

dipakai untuk keperluan lainnya. Norma Kerja: Tenaga kerja yang diperlukan untuk

pengendalian HPT bibit pre nursery sebanyak 12.000 polybag adalah = 10-12 HK.

 Seleksi Bibit

Seleksi bibit atau afkir di pre-nursery dilakukan sebelum bibit ditransplanting ke main

nursery (umur 2,5 - 3 bulan). Seleksi bibit dilakukan untuk membuang bibit yang mempunyai

bentuk dan pertumbuhan yang abnormal serta bibit yang terserang hama dan penyakit.

Tabel Standar Fisik Bibit Kelapa Sawit Pre Nursery berikut .


Diameter Batang
Umur (Bulan) Jumlah Daun Tinggi (cm)
(cm)
2-3 3 0.9 13.3
3-4 4 1.2 21.5
4-5 5 1.4 30.7
5-6 7 1.8 39.9
6-7 9 2.7 52.2
7-8 11 3.5 64.3
8-9 13 4.5 88.3
9-10 14 5.9 101.1
10-11 15 5.9 114.1
11-12 15 6.0 126.9
12-13 16 6.2 139.6
13-14 16 6.4 153.2

Bibit yang abnormal dikumpulkan secarra terpisah, dan harus diperiksa kembali untuk

kemudian segera dimussnahkan. Pada kondisi normal, seleksi selama di pre-nursery + 5 – 10

% dari populasi bibit. Seleksi bibit dilakukan petak per petak dengan membandingkannya

pada pertumbuhan rata-rata di petak tersebut.

Bibit yang normal mempunyai bentuk daun “Lanceolate”, dimana tiap daun yang

keluar pada akhirnya pertumbuhannya akan lebih besar dari daun yang terdahulu. Norma

Kerja: Tenaga kerja yang diperlukan untuk Seleksi bibit pre nursery sebanyak 12.000

polybag adalah = 8-10 HK.

 Pemisahan dan Perawatan Doubletone

Pada saat transplanting bibit ke pemmbibitan utama (MN), semua bibit kembar

dipisahkan dan ditempatkan segera pada tempat terpisah. Babybag bibit doubletone disiram

dengan air supaya cukup lembab, kemudian dibelah pada bagian tengaah (diantara dua bibit

doubletone tersebut) dengan menggunakan pissau yang tajam, untuk menghasilkan 2 bibit.

Setiap bibit memiliki seetengah bagian tanah babybag. Kemudian bibit tersebut dimasukkan

dalam babybag yang baru dan ditambahkan tanah yang sudah dicampur dengan pupuk RP (1

m3 tanah dicampur 10 kg pupuk RP).


Bibit ditaruh dalam bedengan yang diberi naungan dan papan dengan label sesuai

dengan label asalnya. Bibit disiram dengan sistem kabut. Penyiraman dilakukan selama 10

jam per hari selama 14 hari. Jika sistem penyiraman kabut tidakk ada, dapat disiram dengan

air empat kali dari standar penyiraman di pre nursery.

Pemupukan dilakukan dengan aturan yang berlaku di pre nursery. Penyemprotan

insektisida dan fungisida dilaksanakan setiap minggu sekali. Jaringan tanaman yang mati

digunting, dikumpulkan untuk selanjutnya dibakar dilluar lokasi pembibitan. Apabila

pertumbuhan bibit doubletone telah stabil dan daun baru jelas telah tumbuh (± 1 bulan) maka

naungan dapat diambil secara progresif (bertahap). Apabila bibit telah benar-benar kuat,

lakukan seleksi (1,5 bulan setelah pemisahan doubletone), kemudiaan pindahkan ke Main

Nursery.

2.3.3 Seleksi

Seleksi dilakukan sebelum bibit dipindahkan ke main nursery. Seleksi bibit

diprenursery bertujuan untuk mencari bibit yang menyimpang. Bibit menyimpang dapat

diakibatkan oleh faktor genetis, kerusakan mekanis, serangan hama dan penyakit, serta

kesalahan kultur teknis. Saat berumur tiga bulan, bibit kelapa sawit yang normal biasanya

berdaun 3-4 helai dan telah sempurna bentuknya. Pengurangan bibit sejak kecambah diterima

hingga dipindahkan ke main nursery dapat mencapai 12% atau lebih. Bibit yang mati terlebih

dahulu harus dikeluarkan, kemudian bibit yang tidak normal harus dimusnahkan. Ciri bibit

kelapa sawit tidak normal sebagai berikut.

1. Anak daun sempit dan memanjang seperti daun lalang (narrow leaves)

2. Anak daunnya bergulung kearah longitudinal (rolled leaves)


3. Pertumbuhan bibit memanjang (erreted), terputar (twisted shoot), tumbuh kerdil,

lemah, dan lambat (insufficient growth, dwarfish)

4. Daunnya kusut (crinkled), anak daun tidak mengembang, membulat, dan menguncup

(collante)

5. Rusak karena serangan penyakit tajuk (crown disease)

Pertumbuhan bibit yang tidak normal juga terjadi karena kesalahan kultur teknis.

Berikut beberapa kesalahan teknis penanaman yang menyebabkan bibit tumbuh abnormal

(Sunarko, 2009).

1. Penanaman kecambah terbalik, bakal daun ditanam ke arah bawah.

2. Kecambah ditanam terlalu dalam sehingga pertumbuhan terlambat atau terlalu

dangkal sehingga akar menggantung.

3. Tanah mengandung bebatuan (tidak disaring), sehingga menggangu akar

4. Tanah terlalu basah, karena air tidak terbuang dari kantong plastik atau penyiraman

tidak sempurna (terlalu keras dan banyak atau terlalu sedikit).

Seleksi bibit atau afkir di pre-nursery dilakukan sebelum bibit ditransplanting ke

main nursery (umur 2,5 - 3 bulan). Seleksi bibit dilakukan untuk membuang bibit yang

mempunyai bentuk dan pertumbuhan yang abnormal serta bibit yang terserang hama dan

penyakit.
Standar Fisik Bibit Kelapa Sawit Pre Nursery.

Diameter Batang
Umur (Bulan) Jumlah Daun Tinggi (cm)
(cm)
2-3 3 0.9 13.3
3-4 4 1.2 21.5
4-5 5 1.4 30.7
5-6 7 1.8 39.9
6-7 9 2.7 52.2
7-8 11 3.5 64.3
8-9 13 4.5 88.3
9-10 14 5.9 101.1
10-11 15 5.9 114.1
11-12 15 6.0 126.9
12-13 16 6.2 139.6
13-14 16 6.4 153.2

Bibit yang abnormal dikumpulkan secarra terpisah, dan harus diperiksa kembali untuk

kemudian segera dimussnahkan. Pada kondisi normal, seleksi selama di pre-nursery + 5 – 10

% dari populasi bibit. Seleksi bibit dilakukan petak per petak dengan membandingkannya

pada pertumbuhan rata-rata di petak tersebut.

Bibit yang normal mempunyai bentuk daun “Lanceolate”, dimana tiap daun yang

keluar pada akhirnya pertumbuhannya akan lebih besar dari daun yang terdahulu. Norma

Kerja: Tenaga kerja yang diperlukan untuk Seleksi bibit pre nursery sebanyak 12.000

polybag adalah = 8-10 HK.

Pemisahan dan Perawatan Doubletone

Pada saat transplanting bibit ke pemmbibitan utama (MN), semua bibit kembar

dipisahkan dan ditempatkan segera pada tempat terpisah. Babybag bibit doubletone disiram

dengan air supaya cukup lembab, kemudian dibelah pada bagian tengaah (diantara dua bibit

doubletone tersebut) dengan menggunakan pissau yang tajam, untuk menghasilkan 2 bibit.

Setiap bibit memiliki seetengah bagian tanah babybag. Kemudian bibit tersebut dimasukkan
dalam babybag yang baru dan ditambahkan tanah yang sudah dicampur dengan pupuk RP (1

m3 tanah dicampur 10 kg pupuk RP).

Bibit ditaruh dalam bedengan yang diberi naungan dan papan dengan label sesuai

dengan label asalnya. Bibit disiram dengan sistem kabut. Penyiraman dilakukan selama 10

jam per hari selama 14 hari. Jika sistem penyiraman kabut tidakk ada, dapat disiram dengan

air empat kali dari standar penyiraman di pre nursery.

Pemupukan dilakukan dengan aturan yang berlaku di pre nursery. Penyemprotan

insektisida dan fungisida dilaksanakan setiap minggu sekali. Jaringan tanaman yang mati

digunting, dikumpulkan untuk selanjutnya dibakar dilluar lokasi pembibitan. Apabila

pertumbuhan bibit doubletone telah stabil dan daun baru jelas telah tumbuh (± 1 bulan) maka

naungan dapat diambil secara progresif (bertahap). Apabila bibit telah benar-benar kuat,

lakukan seleksi (1,5 bulan setelah pemisahan doubletone), kemudiaan pindahkan ke Main

Nursery.

Pengangkutan Bibit

Pengangkutan atau pengiriman bibit dari dari prenursery ke main nurserydengan

memasukkan babybag ke dalam peti kayu berukuran 66,5 x 42 x 27,5 cm. Setiap peti kayu

dapat memuat 35 bibit. Pengangkutan harus berhati-hati dan bibit harus segera ditanam di

main nursery (Sunarko, 2009).


2.4. Teknik Pembibitan Main-Nursery

Main nursery merupakan tahapan selanjutnya dari pembibitan pre nursery, Untuk

mendapatkan pertumbuhan bibit yang baik dan mempermudah perawatannya, maka

persyaratan tempat / lokasi pembibitan dll.

2.4.1. Persiapan Penanaman

Transplanting ke main nursery dilakukan pada bibit yang berumur 3 – 4 bulan atau

memiliki 4 – 5 helai daun. Persiapan tempat untuk menyusun seluas 1 hektar dilakukan

dengan tenaga manusia dengan cara pembersihan lahan, bebas tunggul dan lahan dapat

disusun polybag besar. Norma Kerja: Tenaga kerja yang dibutuhkan untuk persiapan lahan

pembibitan utama sebanyak = 70-80 HK.

 Penentuan Lokasi

Lokasi sebaiknya dekat atau berada di pinggir jalan besar, agar pengangkutan bibit

dan pengawasannya lebih mudah. Lokasi harus bebas genangan atau banjir dan dekat dengan

sumber air untuk penyiraman. Debit dan mutu air yang tersedia harus baik. Areal pembibitan

sebisa mungkin rata atau memiliki kemiringan maksimum 5%, tempat terbuka atau tanah

lapang dan lapisan tahah topsoil cukup tebal. Letak lokasimain nursery dekat dengan area

yang ditanam dan harus jauh dari sumber hama dan penyakit (Sunarko, 2009

 Luas, Lay Out, dan Pancang

Satu hektar pembibitan main nursery dapat menyediakan bibit untuk sekitar 50-60

hektar lahan penanaman. Setelah area diratakan menggunakan alat berat, sekaligus untuk

mengambil topsoil, tentukan dan buat jaringan jalan, parit, dan saluran pembuangan air

(drainase). Buat lay out petak atau bedengan memanjang dengan arah timur ke barat. Ukuran

panjang dam lebarnya disesuaikan dengan kondisi lapangan dan jaringan irigasinya (Sunarko,

2009).
 Jaringan Irigasi

Jaringan irigasi diperlukan sebagai sarana pengairan untuk menyiram bibit dimain

nursery. Alat dan bahan untuk sistem penyiraman harus sudah terpasang dan siap pakai

sebelum penanaman. Instalasi penyiraman di main nursery sebagai berikut

1. Secara manual, air dihisap dari sungai menggunakan pompa air dan dialirkan ke

lokasi pembibitan melalui pipa dan selang.

2. Sprinkler menggunakan pipa induk, pipa utama, dan pipa distribusi.

3. Setiap sambungan dilengkapi stand pipes yang terpasng berdiri dan ujungnya

dilengkapi dengan nozzle yang memancarkan air secara berputar.

4. Setiap pipa distribusi memiliki 8-9 sprinkler yang berjarak 9-18 meter.

5. Kebutuhan air sekitar 75 m3 /ha/hari, efisiensi 30-40% dengan pompa air berdaya

pancar 45 psi. kekuatan pompa 18-20 horse power untuk 8 hektar pembibitan

(Sunarko, 2009).

 Penyiapan Polibag

Polibag yang digunakan sebaiknya berwarna hitam (100% carbon black) dengan

panjang 42 cm, lebar 33 cm atau berdiameter 23 cm, dan tebal 0,15 cm. polibag diberi lubang

berdiameter 0,5 cm sebanyak dua baris. Jarak antarlubang 7,5 x 7,5 cm. Media tanam bibit

menggunakan topsoil yang memiliki struktur remah atau gembur. Jika terpaksa, gunakan

topsoil yang berupa tanah liat.

Namun, media tersebut perlu dicampur dengan pasir kasar dengan perbandingan 3:2.

Polibag diisi media tanam hingga penuh (sekitar 16 kg), lalu hentakkan tiga kali agar media

tanam memadat. Pengisian polibag harus selesai dikerjakan dalam waktu dua minggu

sebelum pemindahan dari prenursery(Sunarko, 2009).


 Ukuran Polybag dan Media Tanam

Ukuran polybag besar adalah adalah 0,15 cm x 40 mm x50 cm lay flat (Setelah diisi

tanah diameter ± 255 cm dan tinggi ±29 cm ) berwarna hitam dengan 4 baris lubang

peerforasi berjarak 5 cm. Letak lubang perforasi berdiameter 5 mm dalaam barisannya

dimulai dari 15 cm dari bagian atas kantong plastic kearah bawah sebanyak 5 lubang dengan

jarak masing- masing lubang 5 cm. Total lubang perforasi sebanyak 80 buah.

Untuk sisipan dicadangkan 1 bibit APM per hektar ditanam pada polybag ukuran

0,18mm x 50cm x 60 cm. Ketebalan polybag harus merata, hal ini dapat dilihat dengan cara

mengamatinya dibalik sinar matahari, tidak ada bagian yang terang kaarena tipis. Kelenturan

polybag harus cukup agar tidak rusak atau mudah robek akibat terik matahari.

Tanah 1 m3 untuk 55 polybag. Tanah di polybag besar harus dilubangi dan selanjutnya

dimasukkan 1000 gram pupuk rock phosphate ke lubang polybag. Norma Kerja: Penggalian

tanah topsoil dan pengangkutan untuk pengisian 12.000 polybag diperlukan tenaga kerja 160

– 170 HK, Pengayakan tanah dibutuhkan 60-70 HK.

 Pengisian Polybag

Polybag harus sudah siap diisi tanah minimal 4 minggu sebelum pemin-dahan bibit

dari pre-nursery, untuk mendapatkan tingkat kepadatan tanah yang stabil setelah dilakukan

penyiraman setiap hari.

Cara pengisian polybag besar:

- Polybag harus dibalik sebelum diisi tanah agar polybag dapat berdiri tegak dan silendris.

- Media tanah harus disaring melalui saringan 1,5 cm x 1,5 cm untuk menghindari adanya

gumpalan-gumppalan tanah, sampah, akar tana-man dll.

- Persiapkan media tanam dan isikan ke dalam polybag. Hindarkan pemadatan tanah dalam

polybag dengan cara menekan kuat ke arah bawah.


- Guncang polybag pada waktu pengisian untuk memadatkan tanah dan mencegah agar

tidak ada bagian yang mengkerut/terlipat. Isilah sampai mencapai ketinggian 2,5 cm daari

bibir polybag.

Norma Kerja: pengisian tanah di polybag besar untuk pembibitan utama dibutuhkan 120-130

HK.

 Penempatan Polybag

Bibit ditanam dengan jarak tanam 90 cm segitiga sama sisi, sedangkan bibit APM

untuk sisipan ditanam denngan jarak 150 cm segitiga sama sisi. Untuk dapat menempatkan

polybag dengan rapi, terlebih dahulu dilakukan pemancangan di dua sisi petak memakai alat

meteran dan kawat licin atau tali rami, dengan menggunakan bahan cat dan anak pancang.

Sewaktu menyusun polybag, kedua tangan pekerja harus berada pada dasar polybag.

Norma Kerja: Tenaga kerja untuk pengaajiran dan penempatan polybag di pembibitan utama

adalah, peengajiran 10-12 HK, penempatan polybag 120-130 HK.

Gambar 6. Penyusunan Polybag di Areal Pembibitan

 Transplanting di Polybag Besar

Tata cara pelaksanaan transplanting dari polybag kecil ke polybag besar dilakukan

sebagai berikut:
- Untuk tempat pemindahan bibit polybag kecil dibuat beberapa kotak kayu, dan dapat

menggunakan pisau silet/cutter untuk menyayat polybag kecil. Dibutuhkan kereta sorong

atau trailer mini tractor untuk memindahkan kotak berisi bibit kecil dari pre-nursery.

- Pastikan polybag besar sudah tersusun benar dengan posisi tegak dan telah diisi tanah.

- Satu hari sebelum transplanting, siram tanah di polybag besar sampai jenuh air, guna

memudahkan pembuatan lubang tanam pada keesokan harinya.

- Buat lubang di tengah polybag dengann menggunakan alat pelubang yang sudah

dipersiapkan. Kedalamman lubang dibuat ± 20 cm atau disesuaikan dengan tinggi tanah

di polybag kecil.

- Siram bibit di pre-nursery sebelum dipindahkan.

- Angkat bibit pre-nursery hati-hati dan disuusun ke atas masing-masing kotak kayu

sebagai tempat pengangkutannya dan diangkut ke lokasi polybag besar.

- Turunkan bibit dilokasi polybag besar dan letakkan hati-hati satu demi satu di samping

masing-masing polybag besar.

- Apabila menggunakan cutter, sayat polybag kecil secara vertikal di sepanjang sisinya,

keluarkan bibit lengkap dengan tanahnya dari polybag kecil secara hati-hati, masukkan ke

dalam lubang tanam di polybag besar. (Bila lubang terlalu dalam harus terlebih dahulu

diisi tanah untuk disesuaikan kedalamannya, dan bila lubang terlalu dangkal harus

terlebih dahulu didalaamkan). Tekan sedikit untuk memadatkan tanah dan lakukan

penambahan tanah sehingga permukaan tanah dari polybag kecil sama dengan permukaan

tanah polybag besar atau ± 5 cm di bawah bibir polybag besar.

- Lakukan penyiraman secukupnya segera sesudah transplanting.

Norma Kerja: Tenaga kerja untuk pemindahan bibit kepolybag besar di pembibitan utama

adalah: 130- 140 HK.


2.4.2. Pemeliharaan

Bibit yang yang telah ditanam di main nursery perlu dipelihara dengan baik agar

pertumbuhannya sehat dan subur, sehingga bibit akan dapat dipindahkan ke lapang sesuai

dengan umur dan saat tanam yang tepat, pemeliharaan bibit meliputi :

 Penyiraman

Penyiraman. Penyiraman setara dengan 6 m m curah hujan untuk setiap kali

penyiraman. Penyiraman harus dilakukan pagi dan sore dengan menggunakan gembor.

Penjelasan lebih lanjut lihat butir. Norma TK = 320-340 HK.

 Penambahan Tanah.

Penambahan tanah di dalam polybag dilakukan seperlunya untuk mem-pertahankan

permukaan tanah ± 5 cm di bawah bibir polybag. Norma TK = 60-70 HK

 Pemberian Mulsa.

Mulsa diberikan secara merata di atas permukaan tanah dalam polybag segera setelah

penaanaman. Mulsa yang dianjurkan adalah cangkang, apabila tidak tersedia cangkang dapat

juga digunakan fiber atau potongan lalang kering.

 Seleksi Bibit

Memastikan bibit yang ditandai sesuai dengan kriteria afkir dan Unit Head melakukan

cross-check untuk memastikan sebelum dilakukan afkir. Seleksi dilaksanakan dengan

tahapan:

- Pada umur bibit 6 bulan.

- Pada umur bibit 9 bulan.

- Pada umur bibit 12 bulan.

- Pada saat persiapan pengiriman bibit ke lapaangan

Tata cara pelaksanaan seleksi bibit:

 Berikan tanda dengan cat warna putih di polybag setiap bibit afkir/ abnormal.
 Unit Head memastikan bibit yang ditandai sesuai dengan kriteria afkir.

 Catat dan buat berita acara semua bibit yang diafkir.

 Bibit afkir dikeluarkan dari blok bibitan dan dimusnahkan, jumlah bibit afkir selama di

main nursery antara 10 – 15 %.

Ciri bibit abnormal di main nursery:

 Kerdil (Runt/Stunted)

Bibit yang pertumbuhan vegetatifnya jauh lebih kecil dibandingkan dengan bibit sehat

seumurnya.

 Bibit erect

Akibat faktor genetik, daun tumbuh dengan sudut yang sangat sempit/ tajam terhadap

sumbu vertikal sehhingga terlihat tumbuh tegak. Biasa-nya anak daun tumbuh dengaan

sudut yang sangat sempit terhadap tulang daun (rachis) dan terllihat sangat kaku.

 Bibit yang layu dan lemah (Limp)

Pelepah dan helai daun terlihat lemah/laayu, penampilan bibit secara keseluruhan pucat dan

pertum buhan daun muda cenderung lebih pendek dari yang seharusnyya.

 Bibit flat top

Akibat faktor genetik, daun yang baru tumbuh dengan ukuran yang makin pendek dari

daun yang lebih tua, sehingga tajuk bibit terlihat rata.

 Short internode

Jarak antara anak daun pada tulang pelepah (rachis) terlihat sangat dekat dan bentuk

pelepah tampak pendek.

 Wide internode

Jarak antara anak daun pada rachis terlihat sangat lebar. Bibit terlihat sangat terbuka dan

lebih tinggi dari normal.


 Anak daun yang sempit (Narrow leaf)

Bentuk helai anak daun tampak sempit dann tergulung sepanjang alur utamanya (lidi)

sehingga berbentuk sepperti jarum. Anak daun ini biasanya tumbuh membentuk sudut

yang tajam dengan rachis.

 Anak daun tidak pecah (Juvenile)

Helai anak daun tetap bersatu seluruhnya atau tidak pecah.

 Daun berkerut (Crinkle leaf)

Bentuk daun ini memperlihatkan berbagai tingkatan kerutan dan pada tingkat yang lebih

berat akan terlihat kerutan tersebut pecah menyi-lang. Gejala berat disebabkan olehh

faktor genetik, dan gejala ringan disebabkan oleh kekurangan air (water stress).

 Chimaera

Sebagian atau seluruh daun secara seraggam berubah menjadi pucat atau bergaris kuning

terang yang sangat kontras dengan warna hijau gelap dari jaringan yang normal.

 Bibit terserang crown disease

Akibat faktor genetik, pelepah menjadi bengkok, melintir dan mudah patah.

 Blast

Bibit biasanya berubah secara progressif ke arah coklat dan mati perlahan-lahan dimulai

dari daun yang lebih tua dan bergerak keatas ke daun yang lebih muda.

Bibit yang terserang berat oleh hama dan penyakit. Bibit yang terserang busuk pucuk dan

hama/penyakit lainnya harus dipisahkan. Bibit-bibit afkir hasil penyeleksian harus segeera

dimusnahkan dan polybag bekas bibit dikumpulkan pada tempat tersendiri. Norma kerja

seleksi bibit = 20-25 HK.


2.4.3. Seleksi

Seleksi di main nursery dilakukan 4 tahap yaitu tahap I umur 4 bulan, tahap II umur 6

bulan, tahap III umur 8 bulan dan tahap IV saat akan transplanting ke lapangan.

Abnormalitas di main nursery yakni :

1. Pokok streril (erect) dengan ciri bibit tegak dan kaku, sudut pelepah dengan sumbu

batang sempit dan sering lebih tinggi dari bibit sekitarnya. Pada umumnya menjadi

pokoksteril atau tidak berproduksi. Penyebabnya faktor genetik. 

2. Pokok kerdil (stunted/runt) yaitu pokok yang terhambat pertumbuhannya.

Penyebabnya bisa genetis atau pemeliharaan yang kurang baik seperti media tanah

yang salah, kekurangan atau kelebihan air yang menyebabkan defisiensi nitrogen.

3. Permukaan tajuk rata (flat top)  dengan ciri daun muda tumbuh lebih pendekdari daun

yang lebih tua sehingga terbentuk tajuk yang rata pada bagian atasnya. Dapat

disebabkan faktor genetik atau defisiensi boron.

4. Pokok loyo (limp/flacit) dengan ciri daun muda tumbuh lebih panjang dari daun tua,

tetapi pelepah dan helai anak daun lemas/loyo dan terkulai. Hal ini disebabkan oleh

faktor genetik.

5. Pokok juvenile  yaitu bibit yang anak daunnya tidak berdiferensiasi (belum terbentuk),

tetap seperti daun tanaman muda (bifurcate). Sedang pada bibit normal anak

daun (pinnate) sudah terbentuk.

6. Jarak anak daun pendek (short internode) dengan ciri jarakantara anak daun lebih

sempit dibanding dengan daun normal. Bibit ini kelihatannya lebih pendek dari bibit

sekitarnya. Penyebabnya faktor genetik.

7. Jarak anak daun lebar (wide internode) dengan ciri jarakantara anakdaun lebih lebar

dibanding daun normal Bibit kelihatannya lebih tinggi dan kurus dibanding bibit

sekitarnya. Penyebabnya faktor genetik.


8. Anak daun sempit (narrow pinnae)  dengan ciri helaian anak daun sempit seperti

jarum dibanding dengan daun normal. Biasanya menggulung dan membentuksudut

yang tajam dengan pelepah daun. Penyebabnya faktor genetik.

9. Anak daun lebar dan pendek (short board leaf) dengan ciri anak daun lebih lebar dan

pendek dibanding dengan tanaman normal, sehingga terbentuk tanaman yang kerdil

Penyebabnya faktor genetik.

10. Sudut anak daun sempit (Acute pinnae Insertion) dengan ciri sudut anak daun dengan

pelepah daun sempit/kecil sehingga bibit berkembang menjadi steril. Biasanya gejala

initerjadi bersama dengan anak daun yang mengecil Penyebabnya faktor genetik.

11. Pokok raksasa (giant plant) yaitu bibit dengan pertumbuhan yang sangat

jagur (vegetative vigorous). Percabangan pada bagian dasar lebar dan sering menjadi

pohon tidak produktif (steril). Penyebabnya faktor genetik.

12. Daun dengan strip kuning (chimera) dengan ciri pada helaian daun terdapat bagian

yang berwarna kuning, bisa berupa strip kecil atau menyerupai pita (partial).

Penyebabnya faktor genetik karena tidak adanya cholorophyl pada jaringan daun.

13. Crown Diases atau disebut penyakit tajuk, daun muda berputar/bengkok dan anak

daun pada bagian yang berputar/ bengkokrusakatau kering dan sering seperti kena

serangan busuk pucuk.


BAB III. LAND CLEARING

3.1. Norma-norma Land Clearing

Anda mungkin juga menyukai