Anda di halaman 1dari 36

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK II (SISTEM IMUN)

PADA KLIEN AN.”L”


DENGAN SYSTEMIC LUPUS ERITEMATOSUS (SLE)
DI RUANG MELATI 4 RSUP DR SARDJITO

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak II

Disusun Oleh:
ISRAH MANINGSIH 190402039

Dosen Pembimmbing :
NIRMAWATI DARWIS S.Kep.Ns.M.kes

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN

UNIVERSITAS PUANGRIMAGGALATUNG

SENGKANG

2021
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
“Lupus” adalah nama latin untuk “srigala”, dan dikenal luas dalam
ilmu kedokteran bahwa “ruam kupu-kupu” yang dilihat di pipi sebagai
penderita lupus serupa dengan wajah srigala sehingga disebut lupus-
erythematosus kali pertama untuk menyebut kelainan kulit oleh orang Prancis,
(Pierre Cazenave, 1851). SLE (Systemisc Lupus erythematosus) adalah
penyakit autoimun, artinya tubuh menghasilkan antibodi yang sebenarnya
untuk melenyapkan kuman atau sel kanker yang ada di tubuh, tetapi dalam
keadaan autoimun, antibodi tersebut ternyata merusak organ tubuh sendiri
(Djauzi, 2009).
SLE atau LES (lupus eritematosus sistemik) adalah penyakit
radang atau imflamasi multisystem yang penyebabnya diduga karena adanya
perubahan system imun (Albar, 2003). Secara sederhana, lupus erythemetosus
terjadi karena tubuh menjadi alergi terhadap dirinya sendiri. Dalam istilah
immunologi dapat dikatakan, lupus adalah kebalikan apa yang terjadi kanker
maupun AIDS. Pada Lupus, tubuh melakukan reaksi yang berlebihan terhadap
stimulus asing dan memproduksi banyak antibodi atau protein-protein yang
melawan jaringan tubuh sendiri. Karena itu, lupus disebut dengan penyakit
autoimun (auto berarti dengan sendirinya) (Wallace, 2007).

B. Klasifikasi
Ada 3 jenis penyakit Lupus yang dikenal yaitu:
1. Discoid Lupus
Yang juga dikenal sebagai Cutaneus Lupus, yaitu penyakit Lupus
yang menyerang kulit. Lesi berbentuk lingkaran atau cakram dan ditandai
oleh batas eritema yang meninggi, skuama, sumbatan folikuler, dan
telangiektasia. Lesi ini timbul di kulit kepala, telinga, wajah, lengan,
punggung, dan dada. Penyakit ini dapat menimbulkan kecacatan karena
lesi ini memperlihatkan atrofi dan jaringan parut di bagian tengahnya serta
hilangnya apendiks kulit secara menetap (Hahn, 2005).
2. Systemics Lupus
SLE merupakan penyakit radang atau inflamasi multisistem yang
disebabkan oleh banyak faktor (Isenberg and Horsfall,1998) dan
dikarakterisasi oleh adanya gangguan disregulasi sistem imun berupa
peningkatan sistem imun dan produksi autoantibodi yang berlebihan
(Albar, 2003). Terbentuknya autoantibodi terhadap dsDNA, berbagai
macam ribonukleoprotein intraseluler, sel-sel darah, dan fosfolipid dapat
menyebabkan kerusakan jaringan (Albar, 2003) melalui mekanime
pengaktivan komplemen (Epstein, 1998).
3. Drug-Induced
Lupus yang disebabkan oleh induksi obat tertentu khususnya pada
asetilator lambat yang mempunyai gen HLA DR-4 menyebabkan asetilasi
obat menjadi lambat, obat banyak terakumulasi di tubuh sehingga
memberikan kesempatan obat untuk berikatan dengan protein tubuh. Hal
ini direspon sebagai benda asing oleh tubuh sehingga tubuh membentuk
kompleks antibodi antinuklear (ANA) untuk menyerang benda asing
tersebut (Herfindal et al., 2000). Gejala-gejalanya biasanya menghilang
setelah pemakaian obat dihentikan.
Tabel I.1 Obat yang menginduksi SLE (Herfindal et al.,2000).
Definitely *tinggi* Possible *sedang* Unlikely
*rendah*
Hidralazin Antikonvulsan Propitiourasil
Prokainamid Metimazol
Isoniazid Penisilinamin
Klorpromazin Sulfasalazin
Metildopa Sulfonamid
Fenitoin Nitrofurantoin
Kaptropil Simetidin
Lisinopril
Enalapril
C. Etiologi
Faktor genetik mempunyai peranan yang sangat penting dalam kerentanan
dan ekspresi penyakit SLE. Sekitar 10% – 20% pasien SLE mempunyai
kerabat dekat (first degree relative) yang menderita SLE. Angka kejadian SLE
pada saudara kembar identik (24-69%) lebih tinggi daripada saudara kembar
non-identik (2-9%). Penelitian terakhir menunjukkan bahwa banyak gen yang
berperan antara lain haplotip MHC terutama HLA-DR2 dan HLA-DR3,
komponen komplemen yang berperan pada fase awal reaksi pengikatan
komplemen yaitu C1q, C1r, C1s, C3, C4, dan C2, serta gengen yang
mengkode reseptor sel T, imunoglobulin, dan sitokin (Albar, 2003) .
Faktor lingkungan yang menyebabkan timbulnya SLE yaitu sinar UV yang
mengubah struktur DNA di daerah yang terpapar sehingga menyebabkan
perubahan sistem imun di daerah tersebut serta menginduksi apoptosis dari sel
keratonosit. SLE juga dapat diinduksi oleh obat tertentu khususnya pada
asetilator lambat yang mempunyai gen HLA DR-4 menyebabkan asetilasi obat
menjadi lambat, obat banyak terakumulasi di tubuh sehingga memberikan
kesempatan obat untuk berikatan dengan protein tubuh. Hal ini direspon
sebagai benda asing oleh tubuh sehingga tubuh membentuk kompleks antibodi
antinuklear (ANA) untuk menyerang benda asing tersebut (Herfindal et al.,
2000). Makanan seperti wijen (alfafa sprouts) yang mengandung asam amino
L-cannavine dapat mengurangi respon dari sel limfosit T dan B sehingga
dapat menyebabkan SLE (Delafuente, 2002). Selain itu infeksi virus dan
bakteri juga menyebabkan perubahan pada sistem imun dengan mekanisme
menyebabkan peningkatan antibodi antiviral sehingga mengaktivasi sel B
limfosit nonspesifik yang akan memicu terjadinya SLE (Herfindal et al.,
2000).
D. Tanda Gejala
Tanda dan gejala umum dari penyakit lupus antara lain:
1. Demam
2. Lelah
3. Merasa tidak enak badan
4. Penurunan berat badan
5. Ruam kulit
6. Ruam kupu-kupu
7. Ruam kulit yang diperburuk oleh sinar matahari
8. Sensitif terhadap sinar matahari
9. Pembengkakan dan nyeri persendian
10. Pembengkakan kelenjar
11. Nyeri otot
12. Mual dan muntah
13. Nyeri dada pleuritik
14. Kejang
15. Psikosa.
16. Hematuria (air kemih mengandung darah)
17. Batuk darah
18. Mimisan
19. Gangguan menelan
20. Bercak kulit
21. Bintik merah di kulit
22. Perubahan warna jari tangan bila ditekan
23. Mati rasa dan kesemutan
24. Luka di mulut
25. Kerontokan rambut
26. Nyeri perut
27. Gangguan penglihatan. (Albar, 2003)

E. Patofisiologi
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang
menyebabkan peningkatan autoantibodi yang berlebihan. Gangguan
imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-faktor genetik,
hormonal dan lingkungan.
Aktivasi imun dari sel yang bersirkulasi atau yang terikat jaringan
diikuti dengan peningkatan sekresi proinflammatorik tumor necrosis factor
(TNF) dan interferon tipe 1 dan 2 (IFNs), dan sitokin pengendali sel B, B
lymphocyte stimulator (BLyS) serta Interleukin (IL)-10. Peningkatan regulasi
gen yang dipicu oleh interferon merupakan suatu petanda genetik SLE.
Namun, sel lupus T dan natural killer (NK) gagal menghasilkan IL-2 dan
transforming growth factor (TGF) yang cukup untuk memicu CD4+ dan
inhibisi CD8+. Akibatnya adalah produksi autoantibodi yang terus menerus
dan terbentuknya kompleks imun, dimana akan berikatan dengan jaringan
target, disertai dengan aktivasi komplemen dan sel fagositik yang menemukan
sel darah yang berikatan dengan Imunoglobulin. Aktivasi dari komplemen dan
sel imun mengakibatkan pelepasan kemotoksin, sitokin, kemokin, peptida
vasoaktif, dan enzim perusak. Pada SLE, sel tubuh sendiri dikenali sebagai
antigen. Target antibodi pada SLE adalah sel beserta komponennya yaitu inti
sel, dinding sel, sitoplasma dan partikel nukleoprotein. Karena didalam tubuh
terdapat berbagai macam sel yang dikenali sebagai antigen maka akan muncul
berbagai macam autoantibodi pada penderita SLE. Kerusakan organ
disebabkan oleh efek langsung antibodi atau melalui pembentukan komplek
imun. Kompleks imun akan mengaktifasi sistem komplemen untuk 4 istamin
yang menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskuler yang akan
memudahkan mengendapnya kompleks imun. Pembentukan kompleks imun
ini akan terdeposit pada organ sehingga menimbulkan reaksi peradangan pada
organ tersebut.
Sistem komplemen juga akan menyebabkan lisis selaput sel
sehingga akan memperberat kerusakan jaringan yang terjadi. Kondisi inilah
yang menimbulkan manifestasi klinis SLE tergantung dari organ mana yang
terkena. Inflamasi akan menstimulasi antigen yang selanjutnya serangsang
antibodi tambahan dan siklus tersebut berulang kembali. (Djauzi, 2009).

F. Manifestasi Klinis
Penyakit SLE menyerang banyak sistem dari tubuh, sehingga
kemunculan dan perjalanan penyakitnya bervariasi. Karena organ tubuh yang
diserang bisa berbeda antara penderita satu dengan lainnya, maka gejala yang
tampak sering berbeda.
Secara umum, manifestasi klinis penyakit SLE dapat dibedakan
menjadi manifestasi umum dan manifestasi khusus sesuai dengan organ
targetnya. Manifestasi SLE adalah sebagai berikut:
1. Manifestasi Umum
a. Kelelahan adalah keluhan umum pada 90% penderita SLE.
b. Demam pada SLE dapat mencapai > 40oC tanpa leukositosis. Demam
pada penyakit ini biasanya tidak disertai dengan menggigil.
c. Penurunan berat badan juga dapat terjadi akibat demam dan
menurunnya nafsu makan.
d. Gejala konstitusional lain yang sering dijumpai pada penyakit SLE,
yang timbul sebelum ataupun seiring dengan aktivitas penyakitnya
antara lain adalah rambut rontok, mual muntah dan hilangnya nafsu
makan, pembesaran kelenjar getah bening, bengkak dan sakit kepala.
Jika ditemukan trias demam, nyeri sendi dan rash pada wanita usia subur,
harus dipikirkan kemungkinan terjadinya SLE. Ini karena, ketiga gejala ini
merupakan manifestasi klinis yang paling sering pada penderita SLE.
2. Manifestasi Khusus
a. Manifestasi Muskuloskeletal
Hampir semua penderita lupus mengalami nyeri persendian dan
kebanyakan menderita artritis. Persendian yang sering terkena adalah
persendian pada jari tangan, tangan, pergelangan tangan dan lutut.
Kematian jaringan pada tulang panggul dan bahu sering merupakan
penyebab dari nyeri di daerah tersebut.
b. Kulit
Pada 50% penderita ditemukan ruam kupu-kupu pada tulang pipi dan
pangkal hidung. Ruam ini biasanya akan semakin memburuk jika
terkena sinar matahari. Ruam yang lebih tersebar bisa timbul di bagian
tubuh lain yang terpapar oleh sinar matahari.
c. Ginjal
Sebagian besar penderita menunjukkan adanya penimbunan protein di
dalam selsel ginjal, tetapi hanya 50% yang menderita nefritis lupus
(peradangan ginjal yang menetap). Pada akhirnya bisa terjadi gagal
ginjal sehingga penderita perlu menjalani dialisa atau pencangkokkan
ginjal.
d. Sistem saraf
Kelainan saraf ditemukan pada 25% penderita lupus. Yang paling
sering ditemukan adalah disfungsi mental yang sifatnya ringan, tetapi
kelainan bisa terjadi pada bagian manapun dari otak, korda spinalis
maupun sistem saraf. Kejang, psikosa, sindroma otak organik dan sakit
kepala merupakan beberapa kelainan sistem saraf yang bisa terjadi.
e. Darah
Kelainan darah bisa ditemukan pada 85% penderita lupus. Bisa
terbentuk bekuan darah di dalam vena maupun arteri, yang bisa
menyebabkan stroke dan emboli paru. Jumlah trombosit berkurang dan
tubuh membentuk antibodi yang melawan faktor pembekuan darah,
yang bisa menyebabkan perdarahan yang berarti. Seringkali terjadi
anemia akibat penyakit menahun.
f. Jantung
Peradangan berbagai bagian jantung bisa terjadi, seperti perikarditis,
endokarditis maupun miokarditis. Nyeri dada dan aritmia bisa terjadi
sebagai akibat dari keadaan tersebut.
g. Paru-paru
Pada lupus bisa terjadi pleuritis (peradangan selaput paru) dan efusi
pleura (penimbunan cairan antara paru dan pembungkusnya). Akibat
dari keadaan tersebut sering timbul nyeri dada dan sesak nafas.
h. Manifestasi Gastrointestinal
Mual, seringkali dengan muntah, dan diare dapat menjadi manifestasi
dari suatu serangan SLE, seperti nyeri abdominal difus yang
disebabkan oleh peritonitis autoimun.
i. Manifestasi Okuler
Sindrom Sicca atau Sindrom Sjögren dan konjungtivitis nonspesifik
umum terjadi pada SLE namun jarang membahayakan penglihatan.
Berbeda dengan vaskulitis retinal dan neuritis optik yang merupakan
manifestasi berat. Kebutaan dapat terjadi dalam beberapa hari atau
minggu. Manifestasi okuler pada SLE disebabkan oleh pelbagai
mekanisme. Antaranya adalah deposit kompleks imun, vaskulitis dan
thrombosis. Antibodi anti fosfolipid dapat menyebabkan penyakit
vasooklusif pada retina. Gambaran kelainan mata yang dapat
ditemukan antara lain adalah pada:
1) Palpebra : Kelainan palpebra inferior dapat merupakan bagian dari
erupsi kulit yang tak jarang mengenai pipi dan hidung.
2) Konjungtiva : Sindroma mata kering (konjungtivitis Sicca) dan
konjungtivitis nonspesifik umum terjadi pada SLE namun jarang
membahayakan penglihatan. Pada permulaannya konjungtiva
menunjukkan sedikit sekret yang mukoid disusul dengan hiperemia
yang intensif dan edema membran mukosa. Reaksi ini dapat lokal
atau difus. Reaksi konjungtiva yang berat dapat menyebabkan
pengerutan konjungtiva.
3) Sklera : Pada sklera dapat ditemukan skleritis anterior yang difus
atau noduler yang makin lama makin sering kambuh dan setiap kali
kambuh keadaan bertambah berat. Dengan bekembangnya
penyakit, skleritis berubah menjadi skleritis nekrotik yang melanjut
dari tempat lesi semula ke segala jurusan sampai dihentikan
dengan pengobatan.
4) Uvea : Terjadi kelainan akibat radang sklera. Jarang menimbulkan
sinekia.
5) Retina : Dapat menimbulkan retinopati pada kira-kira 25%
penderita. Retinopati merupakan kelainan pada retina yang tidak
disebabkan oleh proses peradangan. Keterlibatan retina pada SLE
merupakan manifestasi terbanyak kedua setelah
keratokonjungtivitis sicca. Penderita retinopati SLE memiliki
penyakit sistemik yang aktif dan penurunan angka kesembuhan
yang signifikan. Oleh karena itu, monitoring ketat dan pengobatan
yang aggresif pada pasien-pasien dengan retinopati SLE sangatlah
penting.
Keluhan nyeri pada mata atau gangguan penglihatan pada pasien SLE
memerlukan tindakan yang segera dan specialistik (Djauzi, 2009).

G. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada penyakit SLE bisa terjadi akibat
penyakitnya sendiri ataukomplikasi dari pengobatannya. Komplikasi akibat
penyakit SLE sendiri yang paling seringterjadi adalah infeksi sekunder karena
system immune penderita yang immunocompromised.Selain itu, sering juga
terjadi komplikasi penyakit aterosklerosis akibat peningkatanantiphospholidip
antibody. Komplikasi akibat pengobatan SLE adalah infeksi oportunistik
akibat terapiimunosupresan jangka panjang, osteonekrosis, dan penyakit
aterosklerosis dan infark miokardprematur
Komplikasi lupus eritematosus sistemik antara lain :
1. Serangan pada Ginjal
a. Kelainan ginjal ringan (infeksi ginjal)
b. Kelainan ginjal berat (gagal ginjal)
c. Kebocoran ginjal (protein terbuang secara berlebihan melalui urin)
2. Serangan pada Jantung dan Paru
a. Pleuritis
b. Pericarditis
c. Efusi pleura
d. Efusi pericard
e. Radang otot jantung atau Miocarditis
f. Gagal jantung
g. Perdarahan paru (batuk darah)
3. Serangan Sistem Saraf
a. Sistem saraf pusat
1) Cognitive dysfunction
2) Sakit kepala pada lupus
3) Sindrom anti-phospholipid
4) Sindrom otak
5) Fibromyalgia (kondisi kronis yang menyebabkan nyeri, kekakuan,
dan kepekaan dari otot-otot, tendon-tendon, dan sendi-sendi.).
b. Sistem saraf tepi
Mati rasa atau kesemutan di lengan dan kaki
c. Sistem saraf otonom
gangguan suplai darah ke otak dapat menyebabkan kerusakan jaringan
otak, dapat menyebabkan kematian sel-sel otak dan kerusakan otak
yang sifatnya permanen (stroke). Stroke dapat menimbulkan pengaruh
sistem saraf otonom
4. Serangan pada Kulit
Lesi parut berbentuk koin pada daerah kulit yang terkena langsung
cahaya disebut lesi diskoid.
Ciri-ciri lesi spesifik ditemukan oleh Sonthiemer dan Gilliam pada
akhir 70-an:
a. Berparut, berwarna merah (erythematosus), berbentuk koin sangat
sensitif terhadap sengatan matahari. Jenis lesi ini berupa lupus kult
subakut/cutaneus lupus subacute. Kadang menyerupai luka psoriasis
atau lesi tidak berparut berbentuk koin.
b. Lesi dapat terjadi di wajah dengan pola kupu-kupu atau dapat
mencakup area yang luas di bagian tubuh
c. Lesi non spesifik
d. Rambut rontok (alopecia)
e. Vaskullitis : berupa garis kecil warna merah pada ujung lipatan kuku
dan ujung jari. Selain itu, bisa berupa benjolan merah di kaki yang
dapat menjadi borok
f. Fotosensitivitas : pipi menjadi kemerahan jika terkena matahari dan
kadang di sertai pusing.
5. Serangan pada Sendi dan Otot
a. Radang sendi pada lupus
b. Radang otot pada lupus
6. Serangan pada Darah
a. Anemia
b. Trombositopenia
c. Gangguan pembekuan
d. Limfositopenia
7. Serangan pada Hati
a. Hepatosplenomegali non spesifik
b. Hepatitis lupoid (Djauzi, 2009).

H. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan urin, darah lengkap ( Hb, lekosit, trombosit, LED=laju endap
darah )
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada penyakit Lupus
Eritematosus Sistemik ( LES ) adalah pemeriksaan darah rutin dan
pemeriksaan urin. Hasil pemeriksaan darah pada penderita LES
menunjukkan adanya anemia hemolitik, trombositopenia, limfopenia, atau
leukopenia; erytrocytesedimentation rate (ESR) meningkat selama
penyakit aktif, Coombs test mungkin positif, level IgG mungkin tinggi,
ratio albumin-globulin terbalik, dan serum globulin meningkat. Selain itu,
hasil pemeriksaan urin pada penderita LES menunjukkan adanya
proteinuria, hematuria, peningkatan kreatinin, dan ditemukannya Cast,
heme granular atau sel darah merah pada urin.
2. ANA test, antidsDNA.
a. ANA test = Anti Nuclear Antibody test. Nuclear adalah inti sel
(nukleus). Antibodi adalah protein yang dikeluarkan oleh sel-sel
kekebalan tubuh kita (limfosit) untuk memerangi kuman-kuman yang
menyerang kita. Nah, pada Lupus, antibodi ini justru menyerang sel-
sel kita sendiri terutama inti dan struktur di dalam inti. Antibodi jahat
ini secara umum dinamakan sebagai autoantibodi. Jadi, ANA adalah
autoantibodi yang menyerang inti sel kita. ANA test termasuk dalam
salah satu kriteria penting untuk mendiagnosa lupus. ANA test positif
tidak selalu terkena lupus. Karena ANA test positif bisa terjadi pada
beberapa penyakit lain.
b. AntidsDNA = anti double stranded DNA. DNA (deoxyribonucleic
acid) adalah pembentuk gen kita, yang tersusun dalam rantai ganda
(double stranded/ double helix). Gen ada di dalam inti sel kita. Jadi
antidsDNA ini merupakan bagian dari ANA, yang menyerang DNA.
AntidsDNA ini cukup spesifik untuk Lupus. Artinya, pada penyakit
lain, jarang didapatkan.
c. Antibodi terhadap DNA, antibodi terhadap DNA (Anti ds-DNA) dapat
digolongkan dalam antibodi yang reaktif terhadap DNA natif ( double
stranded-DNA). Anti ds-DNA positif dengan kadar yang tinggi
dijumpai pada 73% SLE dan mempunyai arti diagnostik dan
prognostik.
d. Ada 11 item kriteria, dan untuk mendiagnosa Lupus, minimal
ditemukan 4 kriteria yang positif. Inilah kesebelas item kriteria itu:
1) Ruam malar/ ruam kupu-kupu (malar rash/ butterfly rash). Kulit
pada kedua pipi dan batang hidung menjadi berwarna kemerahan,
kalau menyembuh akan berwarna gelap. Jika dilihat, bentuknya
seperti kupu-kupu. Ruam ini menjadi signature sign dari Lupus,
meskipun tidak selalu  terdapat pada semua penyandang Lupus.
2) Ruam diskoid. Ruam ini berbentuk bundar, kemerahan, kalau
menyembuh akan berwarna kehitaman.
3) Luka pada mulut (oral ulcer). Luka kecil-kecil seperti sariawan,
yang berulang di mulut, kadang juga di lidah.
4) Fotosensitivitas. Foto: sinar/ cahaya. Jadi maksudnya peka
terhadap cahaya matahari, atau lebih spesifik lagi sinar ultra violet.
Kalau terkena sinar, maka kulit penyandang Lupus akan menjadi
kemerahan, dan bahkan gejala Lupusnya bisa kambuh atau
memberat.
5) Radang sendi (arthritis).  Sendi-sendi akan terasa nyeri, bahkan
kemerahan dan kadang juga bengkak.
6) Gangguan ginjal. Gangguan ginjal disini bukan batu ginjal atau
infeksi ginjal, melainkan keradangan ginjal. Lebih tepatnya lagi
keradangan pada filter ginjal (glomerulus). Gangguan ini mudah
diperiksa dengan pemeriksaan urin lengkap pada saat tidak mens.
Disini akan didapatkan protein dan  sel darah merah pada urin yang
normalnya tidak ada, atau kalau ada, dalam jumlah yang sangat
sedikit.
7) Radang pada selaput serosa. Selaput serosa adalah selaput yang
membungkus beberapa organ tertentu dari tubuh kita. Yang paling
sering adalah radang selaput pembungkus jantung (pericarditis,
pericard= selaput pembungkus jantung, itis = radang), radang
selaput paru (pleuritis). Keadaan ini dapat langsung ditemukan
oleh dokter saat pemeriksaan, tetapi kadang perlu konfirmasi
dengan foto ronsen dan echo cardiography (semacam USG khusus
untuk memeriksa jantung).
8) Gangguan pada sistem syaraf. Dapat terjadi penurunan kesadaran
bahkan sampai koma. Kejang-kejang yang kadang dikira ayan
(epilepsi). Bahkan bisa terjadi gangguan ingatan. Nyeri kepala
(nyeri yang bukan pusing, pusing = rasa berputar) tidak termasuk
salah satu kriteria ini.
9) Gangguan pada sistem darah. Gangguan ini bisa pada sel darah
merah (eritrosit), sel darah putih (lekosit) atau  trombosit (keping-
keping darah yang berfungsi untuk pembekuan darah). Anemia
hemolitik adalah hancurnya sel-sel darah merah sebelum waktunya
(sel darah merah yang normal akan dihancurkan setelah 120 hari)
dikarenakan faktor autoimun. Lekosit jumlahnya akan menurun,
trombosit juga akan menurun.
10) Pemeriksaan imunologi yang positif. Maksudnya disini adalah
pemeriksaan autoantibodi khusus. Yang paling sering diperiksa
adalah antidsDNA. Bila anti dsDNA negatif, biasanya akan
diperiksa antiSm.
Pada ANA test positif Lupus dapat didiagnosa jika minimal 4 dari 11
kriteria diatas. (Djauzi, 2009).

I. Penatalaksanaan
Tidak ada obat untuk SLE. Tujuan pengobatan adalah untuk
mengendalikan gejala.
1. Penatalaksanaan untuk SLE dengan gejala ringan:
a. NSAID : untuk mengatasi gejala reumatik, radang selaput dada dan
radang lainnya
b. Krim kortikosteroid : untuk mengatasi gejala ruam pada kulit
c. Obat anti malaria (hydroxychloroquine) : untuk mengatasi gejala di
kulit dan artritis
d. Pembatasan diet
1) Rendah garam
2) Tinggi asam folat : Alpukat, daging, kuning telur
3) Omega 3 : minyak ikan, ikan tuna, salmon
4) Cukup kalsium : susu, keju, bayam, brokoli
5) Rendah lemak : hindari gorengan, jeroan, daging berlemak tinggi,
santan
2. Penatalaksanaan untuk SLE dengan gejala berat
a. Glukokortikoid sistemik
b. Sitotoksik imunosupresif
Contoh obat: Cyclophosphamide
i. Mychophenolate Mofetil
ii. Azathioprine
3. Pendidikan Kesehatan
a. Penjelasan tentang lupus dan etiologinya
b. Klasifikasi dan gejalanya masing-masing
c. Masalah fisik
d. Masalah psikis
e. Pemakaian obat dan efek samping
f. Pemaparan pada yayasan lupus (YLI (Yayasan Lupus Indonesia))

Pendidikan Kesehatan ke keluarga dan pasien untuk perawatan di rumah


a. Pasien dianjurkan untuk cukup istirahat dan menghindari kelelahan.
Namun tidak terlalu membatasi aktifitas.
b. Pasien dianjurkan memakai baju tertutup, topi, payung dan anti UV spf
30 bila pergi ke luar ruangan.
c. Pasien dianjurkan untuk menghangatkan sendi yang sakit dengan cara
kompres lembab.
d. Pasien dianjurkan untuk berolahraga namun juga memperhatikan
tingkat kelelahan.
e. Pasien dianjurkan untuk tidak merokok dan menghindari paparan asap
rokok.
Keluarga pasien dijelaskan mengenai dampak sosial yang akan dialami
pasien. (Wallace, 2007).
BAB II
TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian
Hari, tanggal : Selasa, 02 September 2021
Jam : 11.00 WIB
Tempat : Bangsal Melati 4 RSUP Dr Sardjito
Oleh : Israh maningsih
Sumber data : Pasien, keluarga pasien, status pasien
Metode pengumpulan data : Observasi, anamnesa, studi dokumen

1. Identitas Klien
Nama : An.”L”
Tempat, tanggal lahir:Bantul, 15 April 2010
Umur : 3 tahun 4 bulan 20 hari
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku/kebangsaan : Jawa/Indonesia
Tanggal masuk RS : 5 September 2013
Dx Medis : Systemic Lupus Eritematosus
Alamat :Niten Tirtonirmolo Kasihan Bantul
No.RM : 1.55.96.04

Identitas Penanggung jawab


Nama :Tn.”N”
Pendidikan : SLTP
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Niten Tirtonirmolo Kasihan Bantul
Hub.dengan pasien : Ayah kandung

2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Pasien
1) Keluhan Utama
Ibu klien mengatakan klien masih sedikit pucat dan malas
beraktivitas karena nyeri di persendian

2) Riwayat Kesehatan Sekarang


10 hari SMRS anak batuk pilek demam tidak tinggi. 7 hari SMRS
terdapat nyeri pada kedua tungkai dan menolak berjalan, anak
belum terlalu pucat, tidak mau makan minum demam dan batuk
pilek menetap. 4 hari SMRS anak demam tinggi, suhu tidak diukur,
tidak dapat berjalan, muncul bercak merah dari perut hingga
tungkai, anak pucat. HMRS anak pucat, demam nglemeng, batuk
pilek. Hasil pemeriksaan darah AL 33.500/uL, Hb 4,6 gr/dL.

3. Riwayat Kesehatan Dahulu


a. Antenatal
Selama kehamilan ibu klien memeriksakan diri rutin di bidan. Usia
6-7 bulan plasenta menutup jalan lahir,ibu klien minum penambah
darah dan vitamin selama hamil, tidak ada riwayat penyakit selama
kehamilan.
b. Intranatal
Anak lahir spontan dengan VE, UK 36 minggu, BBL 2800 gram, PB
49 cm di PKU Bantul. Anak tidak langsung menangis, diberikan
resusitasi tahap awal.
c. Postnatal
Tidak ada trauma lahir, imunisasi lengkap di bidan
d. Penyakit yang pernah diderita
Klien menderita kekurangan zat kapur di usia 6 bulan, ISK diusia 8
bulan, flek/ TB paru di usia < 1 tahun.
e. Riwayat Hospitalisasi
Klien sebelumnya pernah dirawat di PKU Bantul dengan ISK
f. Riwayat Injury
Klien tidak mempunyai riwayat injury atau kecelakaan
g. Riwayat Alergi
Ibu klien mengatakan anak hanya alergi dingin, tidak ada alergi obat
dan makanan
h. Riwayat Imunisasi
Imunisasi dasar :
Hepatitis : 3 kali (lahir, 1 bulan, 3 bulan)
BCG : 1 kali (2 minggu)
DPT : 3 kali
Polio : 3 kali
Campak : 1 kali
i. Riwayat pengobatan
Riwayat pengobatan ISK usia 8 bulan, terapi pijat dan ekstra zat
kapur usia 6 bulan, TB paru usia <1 tahun.

4. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan


a. Personal sosial
Anak mudah berkenalan dan bergaul dengan orang lain, tidak suka
ditinggal sendiri
b. Motorik halus
Anak dapat memegang mainan pada usia 6 bulan, dan mencoret-
coret pada usia 1,5 tahun. Saat ini klien senang bermain boneka dan
menyusun lego
c. Motorik kasar
Anak malas beraktivitas terutama berjalan karena riwayat nyeri sendi
d. Bahasa
Anak dapat mengucapkan 1-3 kata namun tidak membentuk kalimat.

5. Riwayat Keluarga
a. Status ekonomi
Status ekonomi keluarga anak menengah kebawah, penghasilan Rp
700.000,00. Pembiayaan pengobatan dengan jamkesmas.
b. Lingkungan rumah
Ibu klien mangatakan rumah klien 9x6 meter lantai ubin, tembok,
atap genteng,ventilasi baik, septic tank 6 m dari sumber air. Letak
rumah berdekatan dengan tetangga, terdapat sungai didekat rumah.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Ibu klien mengatakan tidak ada anggota keluarga klien yang
mengalami penyakit kelainan kekebalan tubuh. Tidak ada riwayat
hipertensi, penyakit jantung, DM, dan penyakit menular lain.
Genogram

Ayah Tn. N 37 th Ibu Ny.N 34th

Klien An.L3 th

: meninggal
: perempuan
: laki-laki

: garis perkawinan
: garis keturunan
: tinggal serumah

6. Pola Kesehatan Fungsional


a. Aspek Fisik-biologis
1) Pola Nutrisi
Selama sakit anak makan nasi 3x sehari, klien menghabiskan diet
yang diberikan. Nafsu makan anak meningkat selama dirawat.
Klien minum susu dan air putih sampai 1,5 liter dan mulai
dibatasi minumnya.
2) Pola Eliminasi
Selama dirawat anak tidak mengalami gangguan BAK, frekuensi
6x sehari warna dan bau khas. Klien BAB setiap hari sekali
konsistensi lunak warna kuning. Sebelum dirawat anak BAB 3
hari sekali.
3) Pola Aktivitas
Selama sakit anak sempat malas beraktivitas terutama berjalan
karena nyeri sendi, aktivitas sudah mulai meningkat.
4) Kebutuhan Istirahat
Klien tidur malam dengan nyenyak 8 jam dan tidur siang 1-2 jam.
7. Aspek Persepsi dan Psikososial orang tua
a. Persepsi Orang tua
Ibu klien mengatakan sudah mengetahui tentang penyakit SLE
yang diderita anaknya, namun belum mengetahui cara
perawatannya
b. Psikososial Orang tua
Kecemasan orang tua sudah mulai berkurang karena kondisi
anaknya mulai membaik
8. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
KU : Sedang, composmentis
TTV : Suhu : 37oC
Nadi : 130x/menit
Resp : 32x/menit
Antropometri : BB : 12 kg TB : 88 cm LK : 45 cm
LLA :15 cm SG : Baik

b. Pemeriksaan Sistemik Cepalo-Caudal


1) Kepala
Bentuk kepala simetris, kesan wajah tenang, muka agak pucat,
tidak tampak kemerahan/ butterfly rash, tidak ada alopesia,
konjungtiva agak anemis, mulut bersih, mukosa lembab.
2) Integumen
Sisa bintik- bintik kemerahan di kulit daerah perut sampai
tungkai, turgor baik,CRT 2 detik, tidak ada lesi dan ruam
3) Thorax
Paru-paru
Inspeksi : ekspansi simetris, nafas pendek, tidak ada nyeri
dan batuk, tidak ada retraksi
Perkusi : Suara resonan pada intercosta 1-3 dada kiri. Suara
resonan pada intercosta 1-5 dada kanan
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak terdapat massa
abnormal, taktil fremitus simetris
Auskultasi: Bunyi nafas vesikuler, tidak ada ronkhi, stridor

Jantung
Inspeksi : Tidak ada retraksi, warna kulit merata, iktus cordis
normal
Perkusi : Suara dullness di intercosta 1-4 kiri
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak teraba masa abnormal
Auskultasi: S1tunggal, S2 split tidak konstan, tidak ada bising
jantung.
4) Abdomen
Inspeksi : supel, simetris, tidak ada spidernevi, tidak ada
asites.
Auskultasi: Terdapat bising usus normal
Perkusi :Suara timpani kuadran kiri atas, resonan di kuadran
lain
Palpasi :Tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran limfe
5) Genitalia
Genitalia bersih, tidak ada lesi, belum menarche
6) Ekstermitas
Atas : terpasang threeway, kekuatan otot (+), akral kadang
teraba dingin, palmar kadang pucat
Bawah : simetris, kekuatan otot (+), udem (-), sendi bengkak
(-)

9. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan kimia darah (14 september 2013)
No Pemeriksaan Hasil satuan
1 SGOT/AST 39 u/L
2 SGPT/ALT 33 u/L
3 BUN 7,8 Mg/dL
4 Creatine 0,30 Mg/dL

b. Pemeriksaan darah lengkap (14 september 2013)


No Pemeriksaan Hasil Nilai Satuan
Rujukan
1 WBC 17,37 3,6-11 103/uL
2 RBC 2,90 3,6-5,2 106/uL
3 HGB 8,5 11,7-15,5 g/dL
4 HCT 28,0 32-47 %
5 MCHC 30,4 32-36 fL
6 RDW 23,1 11,5-14,5 g/dL
7 HDW 3,05 2,2-3,2 %
8 EOS% 4,6 1-3 g/dL
9 LUC% 5,2 0-4 %
10 Neutrofil # 11,11 1,9-8 103/uL
11 Leukosit # 0,9 0-0,4 103/uL

c. Pemeriksaan urine (12 september 2013)


Sel Silinder
Leukosit pucat 1-2 Hialin 0
Gliter cell 0 Granuler 0
Leukosit gelap 0-1 Epitel 0
Eritrosit 0 Eritrosit 0
Ep tubuli 0 Leukosit 0
Ep. Vesika urine 3-4 Kristal 0
Ep vagina 0 Ca-oksalat 0
Ep uretra 0 Tn fosfat 0
Asam urat 0
d. Pemeriksaan imunologi (11 september 2013)
Komponen Hasil Nilai normal Metode
ANA test 44,85 UI/ml <23 IU/ml ELISA

10. Program terapi


a. Protokol SLE fase akut:
Obat Dosis Waktu Rute
Metil prednisolone 360 mg/hari 5 hari IV
30mg/kg BB/ hari
Prednison 12 mg/hari 7 hari Oral
0,5-2mg/kg BB/hari 1-1-0,5
tablet
b. Transfusi WBC Gol AB 150 cc 6 September 2013 (Hb 4,6 gr/dL)

B. Analisis Data
Nama Klien : An. L Tanggal : 02 September 2021
Usia : 3 tahun 4 bulan Jam : 10.00 WIB
Data Masalah Penyebab
DS : Gangguan penurunan
- Ibu klien mengatakan anak sering perfusi komponen
tampak pucat jaringan seluler yang
DO : diperlukan untuk
- Hb 8,5 gr/dL pengiriman
- Riwayat Hb 4,6 gr/dL dengan transfusi oksigen / nutrisi
WBC ke sel
- CRT 2”
- N : 130x/menit R: 32x/menit
- Wajah dan konjungtiva agak anemis
- Akral kadang teraba dingin
DS : Resiko Prosedur invasif
- Ibu klien mengatakan anak dipasang infeksi
infus sejak masuk RS tanggal 5
September 2013
- Ibu klien mengatakan IV line terakhir
diganti pada tanggal 16 september 2013
DO :
- Suhu : 37oC N: 130x/menit R:
32x/menit
- WBC : 17,3x103 / uL
- ANA test : 44,85 IU/mL
- Hb 8,5 gr/dL
- Terpasang IV line three way
DS : Intoleransi Nyeri pada
- Ibu klien mengatakan anak tidak mau aktivitas persendian
berjalan karena nyeri sendi tungkai
DO :
- Anak tampak sering tiduran, digendong
atau hanya di tempat tidur saja
- WBC : 17,3x103 / uL
DS : Kurang Kurang terpapar
- Ibu klien mengatakan hanya mengetahui pengetahuan informasi
anak menderita kelainan imun dan belum orang tua tentang
mengetahui perawatan anak SLE perawatan SLE
DO :
- Ibu klien tampak tidak paham dengan
perawatan SLE
- Pendidikan terakhir SLTP

C. Diagnosis Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan b.d penurunan komponen seluler yang
diperlukan untuk pengiriman oksigen / nutrisi ke sel d.d
DS :
- Ibu klien mengatakan anak sering tampak pucat
DO :
- Hb 8,5 gr/dL
- Riwayat Hb 4,6 gr/dL dengan transfusi WBC
- CRT 2”
- Wajah dan konjungtiva agak anemis
- Akral kadang teraba dingin
2. Risiko infeksi b.d prosedur invasif d.d
DS :
- Ibu klien mengatakan anak dipasang infus sejak masuk RS tanggal 5
September 2013
- Ibu klien mengatakan IV line terakhir diganti pada tanggal 16
september 2013
DO :
- Suhu : 37oC
- WBC : 17,3x103 / uL
- ANA test : 44,85 IU/mL
- Hb 8,5 gr/dL
- Terpasang IV line three way
3. Intoleransi Aktivitas b.d nyeri pada persendian d.d
DS :
- Ibu klien mengatakan anak tidak mau berjalan karena nyeri sendi
tungkai
DO :
- Anak tampak sering tiduran, digendong atau hanya di tempat tidur
saja
- WBC : 17,3x103 / uL
4. Kurang pengetahuan orang tua b.d kurang terpapar informasi d.d
DS :
- Ibu klien mengatakan hanya mengetahui anak menderita kelainan
imun dan belum mengetahui perawatan anak SLE
DO :
- Ibu klien tampak tidak paham dengan perawatan SLE
- Pendidikan terakhir SLTP
D. Rencana Keperawatan
Nama Klien : An. L
Tanggal : 02 September 2021
Usia : 3 tahun
Jam :10.00 WIB
No Diagnosis Perencanaan
Tujuan Intervensi
Keperawatan
1. Gangguan perfusi 02 Sept 2021 jam 10.00 1. Observasi TTV, warna
jaringan b.d penurunan Setelah diberi asuhan kulit,tingkat kesadaran dan
komponen seluler yang keperawatan selama 3x24 keadaan ekstermitas
diperlukan untuk anemia klien dapat teratasi 2. Atur posisi semi fowler
pengiriman oksigen / dengan kriteria : 3. Kelola pemberian transfusi
nutrisi ke sel d.d 1. TTV normal WBC bila perlu
DS : 2. Hb 10-14 gr/dL 4. Jadwalkan aktivitas –istirahat
- Ibu klien 3. CRT<2” cukup dengan melibatkan klien
mengatakan anak 4. Konjungtiva, kulit, dalam penjadwalan
sering tampak ekstermitas tidak pucat 5. Anjurkan anak makan makanan
pucat 5. Akral teraba hangat yang meningkatkan Hb
DO :
- Hb 8,5 gr/dL
- Riwayat Hb 4,6
gr/dL dengan
transfusi WBC
- CRT 2”
- Wajah dan
konjungtiva agak
anemis
- Akral kadang
teraba dingin
2. Risiko infeksi b.d 02 Sept 2021 jam 10.00 1. Kaji tanda-tanda infeksi tiap 2
prosedur invasif d.d Setelah dilakukan asuhan jam sekali
DS : keperawatan selama 3 x 2. Monitor tanda-tanda vital tia
- Ibu klien 24 jam tidak terdapat 4 jam sekali
mengatakan anak tanda-tanda infeksi dengan 3. Ganti threeway dan GV tiap
dipasang infus sejak kriteria hasil: hari sekali
masuk RS tanggal 5 1. Tidak muncul tanda- 4. Anjurkan untuk menjag
September 2013 tanda infeksi (kalor, kebersihan daerah threeway
- Ibu klien dolor, rubor dan
mengatakan IV line functio laesa)
terakhir diganti pada 2. Tanda-tanda vital
tanggal 16 september dalam batas normal
2013 (Suhu 36,5 – 37,5 C,
DO : Nadi 70 – 110)
- Suhu : 37oC
- WBC :
17,3x103 / uL
- ANA test :
44,85 IU/mL
- Hb 8,5 gr/dL
- Terpasang IV
line three way
3. Intoleransi Aktivitas b.d 02 Sept 2021 jam 10.00 1. Kaji rentang aktivitas yang
nyeri pada persendian Setelah diberi asuhan dapat dilakukan anak
d.d keperawatan selama 3x24 2. Berikan latihan gerak sesuai
DS : jam anak dapat toleransi
- Ibu klien beraktivitas sesuai 3. Anjurkan untuk mengubah
mengatakan anak tidak toleransi dengan kriteria : posisi dan tidak malas
mau berjalan karena - Nyeri sendi berkurang bergerak
nyeri sendi tungkai - TTV normal sesudah 4. Kelola pemberian Metil
DO : beraktivitas Prednisolon 360 mg dan
- Anak tampak - ADL terpenuhi sesuai Prednison 12 mg
sering tiduran, toleransi anak
digendong atau hanya
di tempat tidur saja
- WBC :
17,3x103 / uL
4 Kurang pengetahuan 02 Sept 2021 jam 11.00 1. Tentukan tingk
orang tua berhubungan WIB pengetahuan dan kesiapa
dengan kurang terpapar Setelah dilakukan asuhan belajar keluarga klien.
informasi tentang keperawatan selama 1x20 2. Gali pengetahuan klie
perawatan SLE di menit keluarga klien tentang proses penyakit
tandai dengan : paham perawatan klien 3. Jelaskan definisi, tand
DS : selama dirumah denan gejala dan proses penyak
kriteria hasil : pada keluarga.
- Ibu klien
4. Jelaskan tentang car
mengatakan hanya 1. Keluarga klien
perawatan yang haru
mengetahui anak mampu menyebutkan
dilakukan ketika dirumah
menderita kelainan definisi, tanda gejala
5. Kaji ulang informa
imun dan belum dan proses penyakit
tentang definisi, tanda geja
mengetahui perawatan dari SLE
dan proses penyakit. Doron
anak SLE 2. Keluarga klien
untuk bertanya.
DO : mampu menyebutkan
6. Kaji ulang informa
- Ibu klien tampak 5 dari 10 macam
tentang cara perawatan yan
bngung dengan perawatan klien
harus dilakukan ketika diruma
pertanyaan selama dirumah
tentang
perawatan SLE
- Tingkat
pendidikan
SLTP

E. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI


Dx
Kep Kegiatan Evaluasi
.
1. 02 Sept 2021 S : keluarga klien menyatakan
Jam 10.00 wib anak tidak demam
Memonitor tanda-tanda vital O : Suhu tubuh :37 oC
Nadi : 130x/menit, agak
anemis
A : Gangguan perfusi jaringan
P : Ukur tanda-tanda vital tiap 4
jam Sekali
02 Sept 2021 Jam 12.00 S : Ibu klien mengatakan nafsu
Menganjurkan makan makanan makan anak meningkat
yang meningkatkan kadar Hb anak O: Ibu tampak mengerti dengan
anjuran perawat
A : Gangguan perfusi jaringan
P : Periksa kadar Hb
02 Sept 2021 Jam 15.00 wib S : keluarga klien menyatakan
Memonitor tanda-tanda vital anak tidak demam
O : Suhu tubuh :36,5 oC
Nadi : 100x/menit, agak
anemis
A : Gangguan perfusi jaringan
P : Ukur tanda-tanda vital tiap 4
jam Sekali
03 Sept 2021 Jam 6.00 WIB S : keluarga klien menyatakan
Memonitor TTV anak tidak demam
O : Suhu tubuh :36 oC Nadi :
90x/menit, agak anemis
A : Gangguan perfusi jaringan
P : Ukur tanda-tanda vital tiap 4
jam Sekali
03 Sept 2021 Jam 15.00 S : keluarga klien menyatakan
Memonitor TTV anak tidak demam
O : Suhu tubuh :36,5 oC
Nadi : 110x/menit, agak
anemis
A : Gangguan perfusi jaringan
P : Ukur tanda-tanda vital tiap 4
jam Sekali
04 Sept 2021 Jam 10.00 S:-
Membentu menyiapkan spesimen O : Darah vena brachialis siap
darah vena untuk pemeriksaan darah
rutin
A : Gangguan perfusi jaringan
P : Kaji hasil pemeriksaan
2 04 Sept 2021 Jam 10.00 S:-
Mengkaji tanda infeksi O : Tidak ada tanda infeksi di
daerah threeway
A : Risiko infeksi
P : Kaji setiap hari
Rabu, 18 September 2013 S : Ibu klien mengatakan paham
Jam 14.00 tentang menjaga kebersihan
Menganjurkan menjaga kebersihan daerah threeway
daerah threeway O : Daerah threeway tampak
bersih
A : Risiko infeksi
P : Lakukan ganti lokasi
threeway setiap 3 hari
05 Sept 2021 Jam 10.00 S:-
Membantu mengganti threeway O : Tidak ada tanda infeksi,
dan balutan tidak ada plebitis
A : Risko infeksi
P : Lakukan ganti threeway dan
balutan tiap 3 hari
3 05 Sept 2021 12.00 S :-
Mengelola pemberian Prednison O : Prednison 1 tab masuk jam
12 mg tablet 12.00 rute oral
A : Intoleransi aktivitas
P : Lanjut terapi sesuai protokol
SLE
05 Sept 2021 12.00 S: Ibu klien mengatakan paham
14.00 dengan penjelasan perawat
Menganjurkan untuk O : Sendi tidak bengkak, anak
meningkatkan aktivitas gerak sendi tampak lebih aktif
A : Intoleransi aktifvitas
05 Sept 2021 12.00 S :-
06.00 O : Prednison 1 tab masuk jam
Mengelola pemberian Prednison 06.00 rute oral
12 mg tablet A : Intoleransi aktivitas
P : Lanjut terapi sesuai protokol
SLE
05 Sept 2021 12.00 S :-
Jam 12.00 O : Prednison 1 tab masuk jam
Mengelola pemberian prednison 12 12.00 rute oral
mg A : Intoleransi aktivitas
P : Lanjut terapi sesuai protokol
SLE
4 05 Sept 2021 12.00 S : ibu klien mengatakan belum
Mengkaji tingkat pengetahuan ibu banyak tahu tentang perawatan
klien tentang SLE dan SLE
perawatannnya O : Ibu lien tampak belum
paham dengan perawatan anak
dengan SLE
A : Kurang pengetahuan orang
tua
P : Berikan informasi tentang
perawtan SLE
05 Sept 2021 12.00 S : Ibu klien mengatakan lebih
Memberikan informasi tentang paham dengan perawatan anak
perawatan anak dengan SLE SLE
O : Ibu klien tampak lebih
paham
A : Kurang pengetahuan orang
tua
P : Evaluasi pengetahuan ibu
klien

PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan pada An. L dengan dx
medis Sistemik Lupus Eritematosis didapatkan 4 diagnosis keperawatan
yaitu :
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan sel
penyalur oksigen dan nutrisi
2. Risikoinfeksi berhubungan dengan prosedur invasif
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri sendi
4. Kurang pengetahuan orang tua berhubungan dengan kurang
terpapar informasi
Dari keempat diagnosis keperawatan di atas semua teratasi sebagian
dan melanjutkan tindkan keperawatan sampai tujuan tercapai
seluruhnya.
B. Saran

Untuk perawat
1. Diharapkan dapat menjaga kerjasama yang bagus yang sudah terjalin
antara sesama perawat maupun tim kesehatan lain
2. Diharapkan memeprtahankan dan meningkatkan kinerja dalam melakukan
asuhan keperawatan sesuai standar
3. Diharapkan dapat mempertahanan sikap profesional dan ramah tamah
kepada klien
Untuk praktikan
1. Diharapkan mampu menerapkan teori yangsudah dipelajari dengan praktik
nyata di Ruang Melati 4 RSUP Dr Sardjito
2. Diharapkan mampu memanfaatkan kesempatan yang singkat untuk
mendapatkan pembelajaran
3. Diharakan aktif bertanya kepada perawat maupun tim kesehatan lainnya
apabila ada hal yangbelum dimengerti
Untuk Keluarga Klien
1. Diharapkan selalu menaati program pengobatan yang ada
2. Diharakan mampu kooperatif terhadap semua instruksi dari para tenaga
kesehatan
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi
Jakarta: Penerbit buku kedokteran, EGC
FKUI. 1985. Imlu Kesehatan Anak I. Jakarta : FKUI
Herdman, Heather. 2010. Nanda Internasional Diagnosis Keperawatan.
Jakarta: Penerbit: EGC
Muscari, Mary E. 2005. Panduan Belajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Sachrim, Rosa M. 1994. Prinsip Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai