Anda di halaman 1dari 53

PENGARUH STORY TELLING TERHADAP PERILAKU

CUCI TANGAN PADA SISWA KELAS 1 DI MI


BUSTANUN NASYI’IEN DESA DUKUH TURI
KABUPATEN BREBES
TAHUN 2022

OLEH :
SITI INAYAH
4201.0118.A.029

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes) CIREBON
2022
PENGARUH STORY TELLING TERHADAP PERILAKU
CUCI TANGAN PADA SISWA KELAS 1 DI MI BUSTANUN
NASYI’IEN DESA DUKUH TURI
KABUPATEN BREBES
TAHUN 2022

PROPOSAL PENELITIAN
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memenuhi Sidang Proposal

OLEH :
SITI INAYAH
4201.0118.A.029

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes) CIREBON
2022
PERNYATAAN PERSETUJUAN
PROPOSAL SKRIPSI

Proposal penelitian ini telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan Tim Penguji
Seminar Proposal Program Studi S1 Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Cirebon.

Cirebon, 12 Februari 2022

Menyetujui,
Pembimbing I, Pembimbing II,

Sumarni, M.Kep Dr. Awis Hamid Dani. M. MPd.


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat-nya

penulis dapat menyelesaikan proposal yang berjudul “Pengaruh Story

Telling Terhadap Perilaku Cuci Tangan Pada Siswa Kelas 1 di MI

Bustanun Nasyi’ien Desa Dukuh Turi Kabupaten Brebes Tahun 2022”.

Proposal ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk melakukan

penelitian pada Program Studi Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu

Kesehatan (STIKes) Cirebon.

Dalam penulisan dan penyusunan proposal ini, penulis

mendapatkan petunjuk, saran dan masukan dari berbagai pihak sehingga

proposal ini dapat penulis selesaikan dengan baik. Penulis menyampaikan

rasa terima kasih kepada :

1. Drs. H. E. Jumhana Cholil, MM. Selaku Ketua Yayasan Rise

Indonesia Cirebon.

2. Dr. Awis Hamid Dani. M. MPd. Selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu

Kesehatan (STIKes) Cirebon.

3. Muntamar, S.Pd.I Selaku Kepala Sekolah yang telah memberikan

izin kepada peneliti untuk melakukan penelitian.

4. R.Nur Abdurakhman, S.Kep., Ners., MH. Selaku Ketua Program

Studi Ilmu Keperawatan STIKes Cirebon.

5. Sumarni, M.Kep Selaku Pembimbing Utama terimakasih untuk

meluangkan waktu dan pikiran dengan kesabaran dan penuh


tanggung jawab dalam memberikan bimbingan, motivasi dan

pengarahan.

6. Dr. Awis Hamid Dani. M. MPd. Selaku Pembimbing Pendamping

yang telah banyak memberi bimbingan, masukan, dan arahan.

7. Bapak dan ibu dosen serta staf STIKes Cirebon

8. Kepada Kedua Orangtua dan Kakak yang senantiasa selalu

mendoakan, memberi motivasi, memberikan support doa maupun

material dan memberi semangat sampai sekarang kepada penulis.

Peneliti sadar bahwa proposal ini jauh dari kata sempurna, untuk itu

hanya kritik dan saran yang membangun dapat menjadikan proposal ini

menjadi sempurna. Semoga proposal ini bermanfaat bagi kemajuan

keperawatan pada umumnya dan bagi peneliti pada khususnya.

Cirebon, Maret 2022

SITI INAYAH
DAFTAR ISI

PERNYATAAN PERSETUJUAN PROPOSAL................................

KATA PENGANTAR...........................................................................

DAFTAR ISI..........................................................................................

BAB I PENDAHULUAN....................................................................1

1.1 Latar Belakang..........................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.....................................................................6

1.3 Tujuan Penelitian.......................................................................6

1.3.1 Tujuan Umum..................................................................6

1.3.2 Tujuan khusus..................................................................6

1.4 Ruang Lingkup Penelitian ........................................................7

1.5 Manfaat Penelitian ..........................................................................7

1.5.1 Manfaat Teoritis......................................................................7

1.5.2 Manfaat Praktis....................................................................... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................................................10

2.1 Perilaku Cuci Tangan...............................................................10

2.1.1 Definisi Cuci Tangan.......................................................10

2.1.2 Jenis Penyakit Dapat Dicegah Dengan Cuci Tangan......11


2.1.3 Langkah-langkah Cuci Tangan........................................12

2.2 Story Telling.............................................................................13

2.2.1 Definisi Story Telling......................................................13

2.2.2 Hal-hal Penting dalam Story Telling...............................16

2.2.3 Jenis-jenis Story Telling..................................................18

2.2.4 Tujuan Story Telling........................................................19

2.2.5 Manfaat Story Telling......................................................20

2.2.6 Struktur Umum Bercerita................................................21

2.3 Anak Sekolah............................................................................22

2.3.1 Definisi Anak Sekolah.....................................................22

2.3.2 Perkembangan Fisik.........................................................24

2.3.3 Karakteristik Anak Sekolah.............................................25

2.4 Penelitian Yang Relevan...........................................................27

2.5 Kerangka Teori.........................................................................29

BAB III KERANGKA KONSEP,HIPOTESIS, DAN DEFINISI

OPERASIONAL.....................................................................30

3.1 Kerangka Konsep........................................................................30

3.2 Hipotesis.................................................................................30

3.3 Definisi Operasional................................................................31


BAB IV METODE PENELITIAN.......................................................32

4.1 Rancangan Penelitian...............................................................32

4.2 Variabel Penelitian...................................................................32

4.3 Populasi dan Sampel................................................................32

4.3.1 Populasi...........................................................................32

4.3.2 Sampel.............................................................................33

4.4 Instrumen Penelitian................................................................33

4.5 Metode Pengumpulan Data......................................................34

4.6 Uji Validitas dan Reabilitas.....................................................35

4.6.1 Uji validitas......................................................................35

4.6.2 Uji reabilitas.....................................................................36

4.7 Pengolahan Data......................................................................36

4.8 Analisa Data.............................................................................37

4.8.1 Analisa Univariate...........................................................38

4.8.2 Analisa Bivariate.............................................................38

4.9 Lokasi Dan Waktu Penelitian..................................................39

4.10 Etika Penelitian......................................................................39

DAFTAR PUSTAKA............................................................................

LAMPIRAN...........................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebiasaan menjaga kebersihan diri dengan mencuci tangan sering

menjadi hal yang dianggap remeh dan kurangnya perhatian oleh

masyarakat, padahal kebiasaan mencuci tangan dapat berdampak positif

dan bisa memberi peningkatan pada status kesehatan baik individu

maupun masyarakat. Berdasarkan fenomena yang terjadi di masyarakat

terlihat bahwasannya anak-anak usia sekolah ini mempunyai kebiasaan

yang buruk terhadap pentingnya menjaga kesehatan dengan mencuci

tangan pada kehidupan sehari- hari, terutama di lingkungan sekolah dan

tempat bermain. Kebiasaan yang terjadi pada anak usia dini yaitu

langsung memakan makanan yang mereka dapatkan di sekitar sekolah

tanpa melakukan kegiatan mencuci tangan terlebih dahulu. Perilaku ini

yang tentunya sangat berpengaruh dan dapat memberikan kontribusi yang

besar terhadap angka kejadian timbulnya penyakit diare.(1)

Cuci tangan merupakan tindakan mendasar dalam perilaku hidup

bersih dan sehat. Perilaku cuci tangan tidak akan terbentuk pada anak,

tanpa ada pembiasaan sejak dini. Perilaku cuci tangan akan berhasil

ketika sudah tertanam kebiasaan dan juga tersedia sarana dan prasarana

untuk cuci tangan.(2) Kegiatan membersihkan tangan atau mencuci tangan


juga merupakan kegiatan yang kecil tetapi memiliki dampak yang besar

selain menghindarkan resiko penularan covid 19. Untuk Kegiatan ini

dapat menghindarkan dari beberapa penyakit diantaranya: mudah

terserang batuk pilek, diare, dan keracunan makanan dengan gejala sakit

perut dan muntah-muntah pada anak.(3)

Anak sekolah menurut definisi WHO (World Healt Organization)

ialah golongan anak yang berusia antara 7-15 tahun, sedangkan di

Indonesia pada umumnya dikatakan anak sekolah adalah anak pada usia

7-12 tahun. Pada tahap usia ini juga disebut sebagai usia kelompok di

mana anak mulai mengalihkan perhatian dalam keluarga, kerjasama antar

teman dan sikap terhadap belajar.(4)

Menurut WHO setiap tahunnya 100 ribu anak Indonesia

meninggal karena penyakit Diare, dan cuci tangan pakai sabun dapat

mengurangi angka kejadian penyakit Diare sampai 47%, namun tingkat

kesadaran masyarakat untuk Cuci Tangan Pakai Sabun baru mencapai

rata-rata 12% .(5) Di Afrika Selatan pada tahun 2010, 50 % keluarga

perkotaan cenderung mempraktekkan cuci tangan, dibandingkan dengan

hanya 26 % di daerah pedesaan. Di Afrika Timur hanya 2 % dari populasi

mencuci tangan. Riset Kesehatan Dasar (Rikesdas), tahun 2018,

menunjukan bahwa proporsi perilaku mencuci tangan dengan benar pada

penduduk umur >10 tahun di Indonesia adalah sebanyak 49,8% padahal

mencuci tangan hanya menggunakan air hanya menghilangkan 58,4%


mikroorganisme ditangan. Jumlah tersebut masih belum mencapai target

yang dicapaikan oleh Kemenkes RI pada capaian kinerja promkes tahun

2018 yang sebesar 70%.(6) Ketua tim penggerak PKK (Pemberdayaan

Kesehatan Keluarga) Provinsi Jawa Tengah Atikoh Ganjar Pranowo

melalui wakil ketua IV Tjondrorini mengungkapkan berdasarkan data

pada tahun 2014, sebanyak 75,5% masyarakatnya tidak terbiasa mencuci

tangan karena menganggap tangan mereka bersih. Kalaupun mereka

mencuci tangan, tidak jarang yang dilakukan hanya membilas tangan

dengan air tanpa sabun atau hanya cuci tangan dikobokan / baskom kecil.

Di Kabupaten Brebes baru 50% sekolah dasar yang memiliki fasilitas cuci

tangan. Dari jumlah ini, baru 10% sekolah yang sudah menyediakan

fasilitas sabun untuk mencuci tangan, padahal Kabupaten Brebes

merupakan salah satu kabupaten yang mendapatkan program STBM

(Sanitasi Total Berbasis Masyarakat) yang sampai saat ini masih berjalan.
(7)

Mengajarkan cuci tangan kepada anak usia SD bisa menggunakan

beberapa cara, salah satu cara agar terlihat menarik yaitu dengan metode

story telling. Story telling ialah penyampaian cerita kepada pendengar

yang tepat dijadikan sebagai metode pembelajaran bagi anak karena dapat

mengembangkan imajinasi anak. Edukasi meliputi pemaparan materi

mengenai langkah mencuci tangan yang baik dan benar menurut

Kemenkes RI, serta kapan saja waktu yang tepat untuk mencuci tangan.(8)
Penggunaan metode story telling atau bisa juga dengan

demonstrasi juga pernah diterapkan pada penelitian yang dilakukan oleh

Itsna. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa promosi kesehatan dengan

penggunaan metode tersebut dianggap lebih efektif diakibatkan

pemahaman akan hal konkrit lebih mudah dipahami oleh siswa

dibandingkan dengan hal abstrak dalam meningkatkan pengetahuan dan

keterampilan siswa melakukan kebiasaan mencuci tangan.(9)

Beberapa penelitian juga mendukung bahwa metode story telling

dengan bercerita, demonstrasi atau audio visual dapat berpengaruh

terhadap pelaksanaan CTPS atau cuci tangan pakai sabun (Ruby,

Tafwidhah, & Hidayah, 2015) hal yang serupa juga diungkap dalam

penelitian (Wati, Yuniar, & Paridah, 2017), mengungkapkan ada

perbedaan pengetahuan, sikap dan tindakan siswa sebelum dan sesudah

intervensi.(10)

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada

tanggal 23 November 2021, data siswa/i yang ada di MI bustanun

nasyi’ien desa dukuh turi kecamatan ketanggungan yaitu mencapai 106

orang. Berdasarkan informasi dari wali kelas 1 yaitu berjumlah 22 orang.

Dan berdasarkan hasil dari wawancara peneliti terhadap siswa/i di kelas 1

tidak mengetahui cara mencuci tangan yang baik dan benar, dan tidak

mengetahui dampak dari tidak mencuci tangan dan sangat koperatif untuk

dilakukan pembelajaran cuci tangan.


Alasan memilih judul ini adalah karena saya sudah melakukan

analisa mengenai fenomena yang terkait dengan judul ini dan masih

banyak masyarakat yang mengabaikan tindakan cuci tangan. Apalagi

pada masa pandemi covid-19 tindakan cuci tangan ini dinilai penting

sebagai cara pencegahan suatu penyakit. Memilih objek penelitian ini

karena melihat atau menemukan bahwa disekolah ini ada permasalahan

atau fenomena yang sesuai dengan judul yang saya angkat, selain itu

didukung juga dengan data penelitian yang saya temukan dilapangan.

Untuk sampel mengambil kelas 1 karena ingin meningkatkan kebersihan

diri atau personal hygiene pada anak-anak agar perilaku cuci tangan ini

tertanam dan menjadi kebiasaan yang baik. Penelitian ini menggunakan

metode story telling karena bisa memberi pengalam baru dengan

mengedukasi anak-anak mengenai kesehatan dalam bahasa yang

digunakan mudah dipahami dan juga melatih konsentrasi bagi pendengar.

Adapun peran sebagai seorang perawat terkait masalah ini yaitu

mengidentifikasi dan mengedukasi perilaku mencuci tangan yang baik

dan benar. Dan menganjurkan untuk membiasakan mencuci tangan

sebelum dan sesudah makan atau setelah anak-anak bermain.

Berdasarkan pemaparan latar belakang diatas maka peneliti

tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Pengaruh Story Telling

Terhadap Perilaku Cuci Tangan Pada Siswa Kelas 1 Di MI Bustanun

Nasyi’ien Desa Dukuh Turi Kabupaten Brebes Tahun 2022”.


1.2 Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang penelitian tentang pengaruh story

telling terhadap perilaku cuci tangan pada siswa kelas 1 di atas maka

dapat dirumuskan masalah berikut ini. Apakah ada pengaruh dari story

telling terhadap perilaku cuci tangan pada siswa kelas 1?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Menganalisa adanya pengaruh story telling terhadap cuci tangan

pada siswa kelas 1 di MI Bustanun Nasyi’ien Desa Dukuh Turi

Kabupaten Brebes Tahun 2022.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengidentifikasi perilaku cuci tangan sebelum pemberian

intervensi story telling pada siswa kelas 1 di MI Bustanun Nasyi’ien.

2. Untuk mengidentifikasi perilaku cuci tangan sesudah pemberian

intervensi story telling pada siswa kelas 1 di MI Bustanun Nasyi’ien.

3. Untuk mengetahui pengaruh storytelling terhadap perilaku cuci

tangan pada siswa kelas 1 di MI Bustanun Nasyi’ien.


1.4 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian tentang perbedaan perilaku

sebelum dan sesudah intervensi cuci tangan pakai sabun dengan metode

story telling di MI Bustanun Nasyi'ien Desa Dukuh Turi Kabupaten

Brebes tahun 2022 Dari 106 siswa kelas 1 berjumlah 22 siswa untuk

diberikan pemahaman perilaku cuci tangan. Penelitian ini akan dilakukan

kepada murid kelas 1 di MI Bustanun Nasyi'ien Desa Dukuh Turi

Kabupaten Brebes tahun 2022. Penelitian ini menggunakan metode

kuantitatif menggunakan penelitian Quasi Eksperimental dengan

rancangan one group prettest-posttest design . Data penelitian ini

diperoleh dengan cara memberikan test sebanyak dua kali yaitu sebelum

dan sesudah pemberian intervensi story telling kepada siswa/i kelas 1.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Teoritis

1. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai masukan untuk pengembangan ilmu pengetahuan

khususnya tentang pengaruh story telling terhadap perilaku cuci

tangan pada siswa kelas 1, serta dapat dijadikan sebagai

perbandingan pada peneliti selanjutnya. Hasil penelitian ini dapat

dijadikan sebagai gambaran sejauh mana pengetahuan dan sikap

siswa Sekolah Dasar terhadap mencuci tangan pakai sabun dan


untuk dapat digunakan sebagai pertimbangan untuk menentukan

kebijakan tentang mencuci tangan pakai sabun.

2. Bagi Peneliti

Peneliti mendapat pengetahuan baru berdasarkan kebenaran

yang diteliti tentang pengaruh story telling terhadap perilaku cuci

tangan pada siswa sekolah dan diharapan dapat memberikan data

baru yang relevan. Dan digunakan sebagai sarana untuk

menerapkan dan mengembangkan Ilmu yang secara teoritik

diperoleh di perkuliahan serta untuk meningkatkan ilmu

pengetahuan.

3. Bagi Ilmu Keperawatan

Sebagai informasi dan meningkatkan pengetahuan guna

untuk memperkaya ilmu pengetahuan khususnya dalam ilmu

keperawatan. Dapat dijadikan sebagai bahan informasi untuk

kepentingan perkuliahan maupun sebagai data dasar dalam

penelitian di bidang keselamatan dan kesehatan kerja.

1.5.2 Manfaat Praktis

1. Bagi Responden

Sebagai masukan dengan adanya kemampuan motorik

seorang anak dalam perilaku cuci tangan sehingga menimbulkan

rasa tanggung jawab terhadap kebersihan dirinya sendiri.


2. Bagi Peneliti Selanjutnya

Bagi peneliti selanjutnya dapat mengembangkan penelitian

tentang story telling terhadap perilaku cuci tangan pada tahap

selanjutnya. Dapat menjadi rujukan, sumber informasi dan bahan

referensi penelitian selanjutnya agar bisa lebih dikembangkan

dalam materi-materi yang lainnya untuk meningkatkan kualitas

pembelajaran.

3. Bagi Mahasiswa

Dapat diterapkannya teori-teori yang telah diterima secara

langsung di dalam kondisi riil di lapangan. Sehingga hasil penelitian

akan diharapkan berupa kebenaran obyektif serta dapat

dipertanggungjawabkan melalui pemikiran yang logis rasional.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perilaku Cuci Tangan

2.1.1 Pengertian Perilaku Cuci Tangan

Cuci tangan merupakan tindakan mendasar dalam perilaku hidup

bersih dan sehat. Perilaku cuci tangan tidak akan serta merta terbentuk

pada anak, tanpa ada pembiasaan sejak dini. Perilaku cuci tangan akan

berhasil ketika sudah tertanam kebiasaan dan juga tersedia sarana dan

prasarana untuk cuci tangan. (2)

Perilaku cuci tangan merupakan bagian dari program Perilaku

Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di rumah tangga. Program PHBS

dilaksanakan sebagai upaya pemberdayaan anggota rumah tangga agar

sadar, mau, dan mampu melakukan kebiasaan hidup bersih dan sehat.

Dengan menjalankan perilaku perilaku melakukan PHBS, masyarakat

berperan aktif dalam gerakan kesehatan di masyarakat seperti memelihara

dan meningkatkan kesehatan, mencegah risiko terjadinya penyakit, dan

melindungi diri dari ancaman penyakit. Perserikatan Bangsa-Bangsa

(PBB) telah menetapkan 15 Oktober sebagai Hari Cuci Tangan Pakai

Sabun Sedunia. Kegiatan tersebut memobilisasi jutaan orang di lima

benua untuk mencuci tangan pakai sabun. Semakin luas budaya mencuci

tangan dengan sabun akan membuat kontribusi signifikan untuk

memenuhi target Millenium Development Goals (MDGs) yakni


mengurangi tingkat kematian anak-anak di bawah usia lima tahun pada

2015 hingga sekitar 70 persen.(10)

Mencuci tangan pakai sabun adalah salah satu upaya pencegahan

melalui tindakan sanitasi dengan membersihkan tangan dan jari jemari

menggunakan air dan sabun. Tangan manusia seringkali menjadi agen

yang membawa kuman daan menyebabkan patogen berpindah dari satu

orang atau dari alam ke orang lain melalui kontak langsung atau tidak

langsung.(10)

Tujuan Cuci Tangan ini dapat membunuh kuman yang terdapat

pada tangan dan menurunkan angka kejadian diare serta penularannya.

Selain itu tangan menjadi bersih atau bebas dari kuman. Cuci tangan pada

umumnya dilakukan pada sebelum dan sesudah makan, saat mengolah

makanan atau menghidangkan makanan, sesudah buang air kecil atau

besar, atau juga setelah memegang benda pada tempat umum disekitar.(11)

2.1.2 Jenis-jenis Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Cuci Tangan

Jenis-jenis penyakit yang dapat dicegah dengam melalui perilaku

cuci tangan diantaranya yaitu:

1. Infeksi saluran pernapasan karena mencuci tangan dengan sabun

dapat melepaskan kuman-kuman pernapasan yang terdapat pada

tangan dan permukaan telapak tangan, dan dapat menghilangkan

kuman penyakit lainnya,


2. Diare karena kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui

jalur fecal-oral, sehingga mencuci tangan pakai sabun dapat

mencegah penularan kuman penyakit tersebut,

3. Infeksi cacing, mata dan penyakit kulit, dimana penelitian telah

membuktikan bahwa selain diare dan infeksi saluran pernapasan,

penggunaan sabun dalam mencuci tangan mengurangi kejadian

penyakit kulit, infeksi mata seperti trakoma, dan cacingan

khususnya untuk ascariasis dan trichuriasis.(10)

2.1.3 Langkah-langkah Cuci Tangan

WHO telah menetapkan langkah-langkah dalam cuci tangan pakai

sabun, yaitu pemaparannya sebagai berikut:

1. Membasahi kedua tangan dengan air mengalir,

2. Lalu beri sabun secukupnya,

3. Menggosok telapak kedua telapak tangan dan punggung tangan,

4. Menggosok sela-sela jari kedua tangan,

5. Menggosok kedua telapak tangan dengan jari-jari rapat,

6. Jari-jari tangan dirapatkan sambil digosok ke telapak tangan dengan

cara tangan kiri ke kanan dan tangan kanan ke kiri

7. Menggosok ibu jari secara berputar dalam genggaman tangan kanan

dan sebaliknya,
8. Menggosok kuku jari kanan memutar ke telapak tangan kiri dan

sebaliknya,

9. Basuh dengan air,

10. Mengeringkan tangan.(10)

2.2 Story Telling

2.2.1 Definisi Story Telling

Story telling berasal dari Bahasa Inggris, jika dilihat dari susunan

katanya, memiliki dua kata yaitu story dan telling. Story artinya cerita dan

telling artinya menceritakan. Jadi padanan kata tersebut menghasilkan

sebuah pengertian baru yaitu menceritakan sebuah cerita. Pengertian

tersebut senada dengan arti dari Kamus Lengkap Bahasa Inggris yang

menerangkan tentang arti kata storytelling. Menurut Echols storytelling

terdiri atas dua kata yaitu story berarti cerita dan telling berarti

penceritaan. Penggabungan dua kata storytelling berarti penceritaan cerita

atau menceritakan cerita.(12)

Ada beberapa definisi story telling menurut para ahli yaitu sebagai

berikut:

1. Fakhruddin mendefinisikan Story telling adalah seni paling tua

warisan leluhur yang perlu dilesatarikan dan dikembangkan sebagai

salah satu sarana positif guna mendukung kepentingan sosial secara

luas. Jauh sebelum munculnya peninggalan tertulis dan buku,


manusia berkomunikasi dan merekam peristiwa-peristiwa dalam

kehidupan mereka dengan bertutur secara turun temurun. Tradisi

lisan dahulu sempat menjadi primadona dan andalan para orang tua,

terutama ibu dan nenek, dalam mengantar tidur anak ataupun cucu

mereka.(13)

2. McDrury dan Alterio mendefinisikan story telling adalah kegiatan

menyampaikan informasi dari individu ke individu dan merambat

ke kelompok.

3. Menurut Wajnryb bercerita adalah sebuah kegiatan sederhana dan

praktis yang digunakan sebagai media menyampaikan informasi.(14)

4. Cameron mengatakan bahwa story telling merupakan sebuah alat

yang menyenangkan untuk belajar dengan cara mendengarkan.(15)

5. Amru menjelaskan story telling adalah teknik atau model yang

memiliki nilai besar bagi guru dalam menumbuhkan suasana kelas

yang santai dan akrab.(15)

6. Shepard mengungkapkan story telling adalah penyampaian

peristiwa dalam kata-kata, gambar, dan suara sering dengan

improvisasi.(16)

7. Greene berpendapat, Storytelling (mendongeng) dapat dikatakan

sebagai cabang dari ilmu sastra yang paling tua sekaligus yang

terbaru. Meskipun tujuan dan syarat-syarat dalam storytelling

berganti dari abad-ke abad, dan dari kebudayaan satu ke

kebudayaan yang lain, storytelling berkelanjutan untuk memenuhi


dasar yang sama dari kebutuhan-kebutuhan secara sosial dan

individu. Perilaku manusia nampaknya mempunyai impuls yang

dibawa sejak lahir untuk menceritakan perasaan dan pengalaman-

pengalaman yang mereka alami melalui bercerita. Cerita dituturkan

agar menciptakan kesan pada dunia. Mereka mengekspresikan

kepercayaan-kepercayaan, keinginan-keinginan, dan harapan-

harapan dalam cerita-cerita sebagai usaha untk menerangkan dan

saling mengerti satu sama lain. Dalam The Completed Gesture,

sebuah buku tentang pentingnya cerita dalam hidup kita, John rouse

menulis, “Cerita dituturkan sebagaimana ejaan-ejaan untuk

mengikat bersama dunia”.(13)

8. Menurut Asfandiyar, Storytelling merupakan sebuah seni bercerita

yang dapat digunakan sebagai sarana untuk menanamkan nilai-nilai

pada anak yang dilakukan tanpa perlu menggurui sang anak.

Storytelling merupakan suatu proses kreatif anak-anak yang dalam

perkembangannya, senantiasa mengaktifkan bukan hanya aspek

intelektual saja tetapi juga aspek kepekaan, kehalusan budi, emosi,

seni, daya fantasi, dan imajinasi anak yang tidak hanya

mengutamakan kemampuan otak kiri tetapi juga otak kanan.(13)

9. Menurut the North Dakota Center, kelompok tersebut mengatakan

story telling adalah bentuk seni yang melalui dengan cara

melestarikan warisan cerita, meneruskan tradisi, mempelajari

keterampilan, dan yang paling penting, mengembangkan imajinasi


yang tak terbatas. Strory telling adalah inti dari pengalaman

manusia; sarana dimana kita mendapatkan pemahaman yang lebih

baik tentang diri sendiri dan dunia.(15)

Story telling adalah kesempatan besar untuk eksplorasi anak-anak.

Bercerita dapat diakses oleh anak dari segala usia dan kemampuan. Buku

cerita dapat ditemukan di toko buku atau dipinjam dari perpustakaan atau

teman. Selain itu, cerita dapat ditemukan dari internet, cara paling

nyaman dan tercepat untuk siswa saat ini. “Mendongeng … biaya murah,

menyenangkan, dan dapat digunakan di mana saja dan kapan saja”.(16)

2.2.2 Hal-hal Penting dalam Story Telling

Ada beberapa hal-hal penting dalam melaksanakan story telling,

akan dipaparkan sebagai berikut:

1. Kontak mata

Saat story telling berlangsung, pendongeng harus

melakukan kontak mata dengan audience. Pandanglah audience

dan diam sejenak. Dengan melakukan kontak mata audience akan

merasa dirinya diperhatikan dan diajak untuk berinteraksi, selain

itu dengan melakukan kontak mata kita dapat melihat apakah

audience menyimak jalan cerita yang didongengkan. Dengan

begitu, pendongeng dapat mengetahui reaksi dari audience.


2. Mimik wajah

Pada waktu story telling sedang berlangsung, mimik wajah

pendongeng dapat menunjang hidup atau tidaknya sebuah cerita

yang disampaikan. Pendongeng harus dapat mengekspresi

wajahnya sesuai dengan yang di dongengkan.

3. Gerak tubuh

Gerakan tubuh pendongeng waktu proses story telling

berjalan dapat turut pula mendukung menggambarkan jalan cerita

yang lebih menarik. Cerita yang di dongengkan akan terasa

berbeda jika mendongeng akan terasa berbeda jika mendongeng

melakukan gerakan-gerakan yang merefleksikan apa yang

dilakukan tokoh-tokoh yang didongengkannya. Dongeng akan

terasa membosankan, dan akhirnya audience tidak antusias lagi

mendengarkan dongeng.

4. Suara

Tidak rendahnya suara yang diperdengarkan dapat

digunakan pendongeng untuk membawa audience merasakan

situasi dari cerita yang didongengkan. Pendongeng akan

meninggikan intonasi suaranya untuk mereflekskan cerita yang

mulai memasuki tahap yang menegangkan. Pendongeng

profesiaonal biasanya mampu menirukan suara-suara dari karakter

tokoh yang didongengkan. Misalnya suara ayam, suara pintu yang

terbuka.
5. Kecepatan

Pendongeng harus dapat menjaga kecepatan atau tempo

pada saat story telling. Agar kecepatan yang dapat membuat anak-

anak manjadi bingung ataupun terlalu lambat sehingga

menyebabkan anak-anak menjadi bosan.

6. Alat peraga

Untuk menarik minat anak-anak dalam proses story telling,

perlu adanya alat peraga seperti misalnya boneka kecil yang

dipakai ditangan untuk mewakili tokoh yang menjadi materi

dongeng. Selain boneka, dapat juga dengan cara memakai kostum-

kostum hewan yang lucu, intinya membuat anak merasa ingin tahu

dengan materi dongeng yang akan disajikan.(17)

2.2.3 Jenis-jenis Story Telling

Dalam menyampaikan storytelling ada berbagai macam jenis

cerita yang dapat dipilih oleh storyteller untuk didongengkan kepada

audience. sebelum acara storytelling dimulai, biasanya storyteller telah

mempersiapkan terlebih dahulu jenis cerita yang akan disampaikan agar

pada saat bercerita nantinya dapat berjalan lancar. Berdasarkan isinya

story telling dapat digolongkan ke dalam berbagai jenis. Namun, dalam

hal ini, peneliti membatasi jenis tersebut dalam:


1. Storytelling Pendidikan

Cerita pendidikan adalah cerita yang diciptakan dengan

suatu misi pendidikan bagi dunia anak-anak. Misalnya,

menggugah sikap hormat kepada orang tua, mengedukasi anak

mengenai bencana alam dan lain sebagainya.

2. Fabel

Fabel adalah cerita tentang kehidupan binatang yang

digambarkan dapat bicara seperti manusia. Cerita fabel sangat

luwes digunakan untuk menyindir perilaku manusia tanpa

membuat manusia tersinggung. Misalnya, dongeng kancil, kelinci,

dan kura-kura.(12)

2.2.4 Tujuan Story Telling

Ada beberapa tujuan story telling yaitu sebagai berikut:

1. Menciptakan suasana senang.

2. Memberi kesenangaan, kegembiraan, kenikmatan

mengembangakan imajinasi pendengar.

3. Memberi pengalaman baru dan mengembangakan wawasan

pendengar.

4. Dapat memberikan pemahaman yang baik tentang diri mereka

sendiri dan orang lain di sekitar merek.


5. Dapat memberi pengalaman baru termasuk di dalamnya masalah

kehidupan yang ada di lingkungan.

6. Pendengar belajar berbicara dalam gaya yang menyenangakan

serta menambah pembendaharaan kata dan bahasanya.

7. Melatih daya tangkap dan daya konsentrasi pendengar.

8. Melatih daya pikir dan fantasi pendengar.

9. Menanamkan nilai-nilai budi pekerti.(17)

2.2.5 Manfaat Story Telling

Story telling menunjukkan beberapa manfaat pedagogis untuk

anak, berikut pemaparan manfaat dari story telling:

1. Memotivasi anak agar dapat melakukan sesuatu yang sudah

dipelajari.

2. Media dalam membantu anak untuk menambah, mengolah dan

meningkatkan kosa kata.

3. Mendorong anak untuk belajar bahasa asing;

4. Meningkatkan moral anak.

5. Media yang murah di dalam mengajar anak untuk menambah

wawasan pengetahuan anak.

6. Meningkatkan minat membaca anak.

7. Meningkatkan keterampilan mendengar dan menulis anak, dan

8. Teknik mengajar yang mudah dipahami oleh anak.(14)


Stone merupakan seorang guru atau praktisi story telling

berpengalaman dari Australia, menjelaskan bagaimana menggunakan

teknik mendongeng dapat membawa manfaat lain, seperti

memperkenalkan anak-anak pada berbagai pengalaman cerita; membekali

siswa muda dengan model pola cerita, tema, karakter, dan kejadian untuk

membantu mereka dalam menulis, bahasa lisan, dan pemikiran mereka

sendiri; memelihara dan mendorong rasa humor pada anak-anak,

membantu anak-anak menempatkan kata-kata mereka sendiri dalam

perspektif; meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang tempat,

ras, dan kepercayaan lain; mengarah ke diskusi yang jauh dan seringkali

lebih memuaskan daripada yang muncul dari pelajaran formal; dan

berfungsi sebagai cara yang paling tidak menyakitkan untuk mengajar

anak-anak mendengarkan, berkonsentrasi, dan untuk mengikuti alur dan

logika suatu argumen. Melalui teknik mendongeng, individu dapat belajar

untuk mengekspresikan diri dan memahami dunia luar.(15)

2.2.6 Struktur Umum Bercerita (Generic Structure Storytelling)

1. Orientasi (Orientation)

Biasanya terletak di paragrap pertama. Secara teori,

Orientation berisi pesan tentang informasi What, Who, Where,

dan When. Pada paragrap Orintation, text narrative akan

memberitahukan pembaca tentang apa  peristiwanya siapa pelaku-

pelakunya, dimana dan kapan peristiwa tersebut terjadi.


2. Komplikasi (Complication)

Paragrap complication menjadi inti sebuah text naarative.

Complication ini menceritakn apa yang tejadi dengan pelaku

dalam peristiwa tersebut. Umumnya Complcation ini berisi

gesekan antar pelaku peristiwa. Gesekan ini menimbulkan sebuah

Conflict atau pertentangan. Dalam teori literay, Comflict

umumnya dibedakan menjadi 3 macam; natural conflict, social

conflict, dan psychological conflict.

3. Resolusi (Resolution)

Sebuah pertentangan harus ditutup dengan penyelesaian.

Dalam sebuah text narrative, resolution bisa dengan penyelesaian

yuang menyenangkan juga kadang berakhir dengan penyelesaian

yang menyedihkan.(17)

2.3 Anak Sekolah

2.3.1 Definisi Anak Sekolah

Anak anak merupakan generasi penerus keluarga sekaligus

penerus bagi bangsa. Anak-anak diharapkan bertahap memahami

pemahaman konsep hidup sehat terutama pada perilaku hidup sehari-hari.


(18)
Anak-anak rentan terhadap penyakit, dengan demikian kebersihan

diri sangat penting ditanamkan sejak dini salah satunya mengajarkan

untuk menanamkan cara cuci tangan yang baik dan benar.(19)

Anak sekolah menurut defini WHO (World Healt Organization)

ialah golongan anak yang berusia antara 7-15 tahun, sedangkan di

Indonesia pada umumnya dikatakan anak sekolah adalah anak pada usia

7-12 tahun. Masa anak sekolah merupakan masa tenang dimana apa yang

telah ditanamkan pada masa-masa sebelumnya akan berlangsung pada

masa selanjutnya. Pada tahap usia ini juga disebut sebagai usia kelompok

di mana anak mulai mengalihkan perhatian dalam keluarga, kerjasama

antar teman dan sikap terhadap belajar.(4)

Anak sekolah dasar bisa dikatakan sebagai salah satu kelompok

yang rawan mengalami penyakit seperti diare penyebabnya ialah tidak

diajarkan mencuci tangan atau kurangnya pengetahuan orang tua tentang

pentingnya cuci tangan.(19)

Anak usia sekolah merupakan kelompok usia terbanyak (26%)

dari total kelompok usia yang lain didunia (Population Refence Bureau,

2018). Berdasarkan data dari organisasi pendidikan, ilmu pengetahuan

dan kebudayaan dunia, mendapatkan data bahwa sekitar 64 juta anak usia

sekolah dasar diseluruh dunia.(19) Anak usia sekolah juga merupakan

kelompok usia terbanyak di Indonesia yaitu sebanyak 25 juta jiwa

(9,75%) dari total 261,8 juta penduduk indonesia (BPS, 2018).


2.3.2 Perkembangan Fisik

Kuhlen dan Thompson (Hurlock, 1956) mengemukakan bahwa

perkembangan fisik individu meliputi empat aspek diantaranya yaitu;

1. Sistem syaraf, yang sangat mempengaruhi perkembangan

kecerdasan dan emosi.

2. Otot-otot, yang mempengaruhi perkembangan kekuatan dan

kemampuan motorik.

3. Kelenjar endokrin, yang menyebabkan munculnya pola-pola

tingkah laku baru, misalnya pada usia remaja berkembang

perasaan senang untuk aktif dalam suatu kegiatan.

4. Struktur fisik/tubuh, yang meliputi tinggi berat badan dan

proporsi.

Karakteristik perkembangan fisik pada masa anak-anak yaitu

sebagai berikut;

1. Usia 0-5 tahun

Perkembangan kemampuan fisik pada anak kecil ditandai

dengan anak mampu melakukan bermacam-macam gerakan dasar

yang semakin baik, misalnya berjalan, berlari, melompat,

menangkap. Perkembangan fisik pada masa anak juga ditandai

dengan koordinasi gerak dan keseimbangan berkembang dengan

baik.
2. Usia 5-8 tahun

Pada tahap ini perkembangan lebih lambat dibanding masa

kanak-kanak, koordinasi mata berkembang dengan baik, masih

belum mengembangkan otot-otot kecil, kesehatan umum relatif

tidak stabil dan mudah sakit, rentan dan daya tahan berkurang.

3. Usia 8-9 tahun

Terjadi perbaikan koordinasi tubuh, ketahanan tubuh

bertambah, anak laki-laki cenderung menyukai aktivitas yang

berhubungan dengan kontak fisik misalnya berkelahi atau

bergulat, koordinasi mata dan tangan lebih baik, sistem peredaran

darah belum kuat, koordinasi otot dan syaraf masih kurang baik,

dari segi psikologi bahwa anak perempuan lebih maju satu tahun

dari lelaki.

4. Usia 10-11 tahun

Kekuatan anak laki-laki lebih kuat jika dibandingkan

dengan perempuan, kenaikan tekanan darah dan metabolisme yang

tajam. Permpuan mulai mengalami kematangan seksual (12

tahun), lelaki hanya 5% yang mencapai kematangan seksual.(20)

2.3.3 Karakteristik Anak Sekolah

Anak sekolah adalah golongan yang mempunyai karakteristik

mulai mencoba hal-hal baru dan mengembangkan kemandirian. Pada fase


ini rasa ingin tau anak semakin meningkat untuk berekspolarais terhadap

lingkungannya sehingga rentan akan penyakit.

Disinilah setiap individu mulai lebih mudah dikenali seperti

pertumbuhan dan perkembangannya, pola aktivitas, kebutuhan gizi, serta

perkembangan kepribadiannya, misalnya;

1. Anak banyak menghabiskan waktu diluar rumah

2. Aktivitas fisik anak yang semakin meningkat

3. Anak akan mencari jati dirinya

Pada anak usia sekolah ini sedang berada dalam masa

perkembangan dimana mereka harus mulai belajar mandiri, berperilaku

sesuai dengan yang diajarkan lingkungan keluarga, peningkatan berbagai

kemapuan serta perkembangan lain yang membutuhkan fisik yang sehat,

maka perlu ditunjang oleh keadaan gizi yang baik untuk perkembangan

tumbuh kembang yang optimal. Pada kondisi ini dapat dicapai dengan

proses pendidikan dan kebiasaan penyediaan kebutuhan yang sesuai

melalui makan sehari-hari anak tersebut.(21)

Anak-anak usia sekolah sudah cenderung dapat memilih makanan

sendiri yang disukai dan menarik dan yang tidak. Anak-anak mempunyai

sifat yang berubah-ubah, seringkali anak memilih makanan yang salah

terlebih lagi jika tidak diawasi oleh orang tuanya. Selain itu juga anak

lebih sering menghabiskan waktu diluar rumah sehingga anak lebih sering

menemukan berbagai aneka jajanan yang dijual disekitar sekolah,

lingkungan bermain ataupun pemberian dari temannya.(21)


2.4 Penelitian Yang Relevan

Penelitian yang relevan pernah dilakukan oleh Patria Asda dan

Novita Sekarwati, yang judulnya “Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun

(CTPS) Dan Kejadian Penyakit Infeksi Dalam Keluarga Di Wilayah Desa

Donoharjo Kabupaten Sleman”. Mencuci tangan bermanfaat agar tangan

menjadi bersih dan dapat membunuh kuman yang ada di tangan, dan

terbukti secara ilmiah dapat mencegah penyakit menular seperti diare,

Infeksi Saluran pernafasan Atas (ISPA) dan flu burung. Walaupun

demikian pentingnya perilaku cuci tangan pakai sabun (CTPS) untuk

mencegah penyakit-penyakit menular masih belum di pahami masyarakat

secara luas dan praktiknya masih belum banyak diterapkan dalam

kehidupan sehari-hari. Hasil penelitian menunjukan tidak ada hubungan

antara perilaku cuci tangan pakai sabun dengan kejadian penyakit infeksi

dalam keluarga.(22)

Ayu Puteri Nur Perdani meneliti tentang “Pengaruh Storytelling

terhadapPerilaku Cuci Tangan menggunakanSabun Dengan Benar

padaAnak di Tk Al-Qodiri Jember”. Berdasarkan hasil penelitian di TK

Al-Qodiri Jember dari 27 responden kelompok eksperimen yang diteliti,

diperoleh data sebelum diberikan storytelling perilaku mencuci tangan

menggunakan sabun dengan benar sejumlah 20 murid (74.1%) kurang

baik. Kemudian setelah diberikan storytelling terjadi peningkatan perilaku

mencuci tangan menggunakan sabun dengan benar sejumlah 23 murid

(85,2%). Analisis hasil penelitian menggunakan uji man whitney


didapatkan nilai signifikan p=0.000 α= 0.05 hasil diperoleh p lebih kecil

dari α maka dapat disimpulkan ada pengaruh antara storytelling dengan

perilaku cuci tangan.(23)

Alif Nurul Rosyidah, penelitiannya berjudul “Hubungan Perilaku

Cuci Tangan Terhadap Kejadian Diare Pada Siswa di Sekolah Dasar

Negeri Ciputat 02”. Untuk menurunkan kematian karena diare perlu tata

laksana yang cepat dan tepat, salah satunya mencuci tangan dengan air

mengalir menggunakan sabun. Hasil penelitian menunjukkan yang

memiliki perilaku cuci tangan yang baik sebesar 44.6% dan yang

memiliki perilaku kurang sebesar 55.4%. Anak MI yang menderita diare

dalam tiga bulan terakhir sebesar 80.4%, sedangkan anak yang tidak

menderita diare dalam tiga bulan terakhir sebesar 19.6%. Hasil uji

statistik menunjukan (p = 0.015) artinya ada hubungan antara perilaku

cuci tangan terhadap kejadian diare. Peneliti menyarankan agar siswa

diharapkan dapat menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat dengan

selalu disiplin melakukan praktik cuci tangan agar terhindar dari risiko

terjadinya diare.(24)

Penelitian yang relevan lain ada dari Pauzan dan Hudzaifah Al

Fatih “Hubungan Pengetahuan Dengan Perilaku Cuci Tangan Siswa Di

Sekolah Dasar Negeri Kota Bandung”. Cuci tangan merupakan tindakan

pencegahan dan penanggulangan penyakit yang menjadi program

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di sekolah. Kebiasaan cuci

tangan penting untuk diajarkan sejak dini karena anak-anak merupakan


calon-calon agen perubahan untuk lingkungan sekitarnya. Salah satu

faktor yang mempengaruhi terbentuknya perilaku cuci tangan adalah

pengetahuan. Hasil penelitian menunjukkan 41% siswa memiliki

pengetahuan baik, 21.8% siswa memiliki pengetahuan cukup dan 37.2 %

siswa memiliki pengetahuan kurang. Sementara itu, 61.5% siswa

memiliki perilaku cuci tangan baik dan 38.5% siswa memiliki perilaku

cuci tangan kurang baik. Hasil uji statistik dengan analisis Pearson’s

Correlation menyatakan adanya hubungan yang signifikan antara

pengetahuan dengan perilaku cuci tangan. Untuk meningkatkan

pengetahuan dan perilaku cuci tangan yang baik, sekolah perlu untuk

memberikan pendidikan kesehatan tentang cuci tangan secara kontinyu.(25)

2.5 Kerangka Teori

Jenis-jenis story telling


Jenis-jenis penyakit
yang dapat dicegah - Story telling pendidikan
- fabel

Perilaku Cuci
Story Telling
Tangan

Tujuan story
telling

2.6 Kerangka Teori Penelitian.(2).(10).(12) .(17)

BAB III
KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DEFINISI OPERASIONAL

3.1 KERANGKA KONSEP

Kerangka konsep ialah bagian penelitian yang menyajikan konsep

atau teori yang mengacu pada masalah-masalah yang akan diteliti atau

berhubungan dengan penelitian dan dibuat dalam bentuk diagram.(26)

Kerangka konsep penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi

Variabel Independen Variabel Dependen

Perilaku Cuci
Story Telling
Tangan

3.1Kerangka Konsep Pengaruh Story Telling Terhadap Perilaku Cuci

Tangan Pada Anak di MI Bustanun Nasyi’ien

3.2 HIPOTESIS

Hipotesis merupakan jawaban sementara atas pertanyaan

penelitian yang telah dirumuskan.(27) Berdasarkan kerangka konsep

penelitian diatas maka dapat dirumuskan hipotesa penelitian sebagai

berikut.

Ha : Adanya Pengaruh Story Telling Terhadap Perilaku Cuci Tangan

Pada Siswa Kelas 1 di MI Bustanun Nasyi’ien Desa Dukuh Turi

Kabupaten Brebes Tahun 2022.

3.3 DEFINISI OPERASIONAL


Definisi operasional ialah tentang batasan variabel yang dimaksud,

atau tentang apa yang diukur oleh variabel yang bersangkutan.(27)

Variabel Definisi Alat ukur Cara ukur Hasil ukur Skala

Operasional

Independen

Story Story telling SOP - - -


telling merupakan
salah satu cara (standar
menyampaikan operasional
pesan atau prosedur)
informasi
tentang cuci
tangan pakai
sabun yang
benar kepada
responden.

Dependen

Perilaku Cuci tangan Lembar Observasi a. Tidak Ordina


cuci tangan adalah Observasi dilakukan = 0
keterampilan b. Dilakukan = 1
seseorang
dalam mencuci
tangan pakai
sabun dengan
benar untuk
pencegahan
penyakit.

Tabel 3.3 Variabel, Definisi Operasional, Cara Ukur, Hasil Ukur dan Skala

BAB IV
METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Metode penelitian ini merupakan penelitian Quasi Eksperimental

design dengan rancangan one group pretest-posttest design. Penelitian ini

mempelajari tentang pengaruh story telling terhadap perilaku cuci tangan

pada anak sekolah, dengan cara pendekatan pengumpulan data yang

diperoleh dengan cara memberikan test sebanyak dua kali yaitu sebelum

dan sesudah dilakukan promosi kesehatan cuci tangan.

4.2 Variabel Penelitian

Variabel penelitian merupakan karakteristik subjek penelitian

yang berubah dari satu subjek ke subjek yang lainnya. (26) Variabel

independen dalam penelitian ini ialah story telling sedangkan variabel

dependen dalam penelitian ini yaitu perilaku cuci tangan.

4.3 Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek

yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi


dalam penelitian ini adalah siswa/i kelas 1 sebanyak 22 orang di MI

Bustanun Nasyi’ien Desa Dukuh Turi Kabupaten Brebes.

4.3.2 Sampel

Sampel merupakan bagian proposal yang akan diteliti atau

sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi.

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah Total

Sampling. Dengan menggunakan Total Sampling jumlah sampel yang

digunakan ialah seluruh siswa/i yang ada di kelas 1 yaitu sebanyak 22

siswa.

4.4 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat ukur dan jenis instrumen

penelitian yang dapat dipergunakan pada ilmu keperawatan dapat

diklasifikasikan menjadi lima bagian, yang meliputi pengukuran,

biofisiologis, observasi, wawancara, kuesioner,dan skala.(27) Instrumen

atau alat-alat dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan lembar

observasi. Lembar observasi ini mengadopsi dari penelitian Vivi Dwi

Andriani dan sudah dilakukan uji validitas dan uji reabilitas, untuk

perilaku cuci tangan dengan kriteria jika tidak dilakukan=0 dan

dilakukan=1.

4.5 Metode Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan

metode pengumpulan data primer yaitu yang dimana peneliti akan

melakukan observasi pada siswa/i di MI Bustanun Nasyi’ien Desa Dukuh

Turi Kabupaten Brebes. Sebelumnya peneliti meminta izin yang diajukan

kepada kepala sekolah MI Bustanun Nasyi’ien untuk pengambilan

sampel. Setelah dilakukan pengisian lembaar observasi dan peneliti

mengumpulkan seluruh data untuk dianalisis. Prosedur pengumpulan data

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Tahap Persiapan

Mengajukan surat perizinan dari STIKes Cirebon untuk melakukan

penelitian di MI Bustanun Nasyi’ien Desa Dukuh Turi Kecamatan

Ketanggungan Kabupaten Brebes.

2. Tahap Pelaksanaan

Setelah mendapatkan izin penelitian dari kepala sekolah MI

Bustanun Nasyi’ien, peneliti berencana akan mengobservasi siswa/i

yang berada di kelas 1.

1) Meminta ketersediaan responden untuk menjadi sampel

dengan terlebih dahulu menjelaskan maksud dan tujuan

penelitian.

2) Meminta dengan sukarela kepada responden untuk

menandatangani lembar informedconsent.

3) Peneliti mewawancarai siswa/siswi tentang story telling dan

cuci tangan.
4.6 Uji Validitas dan Reabilitas

4.6.1 Uji validitas

Uji validitas adalah pengukuran dan pengamatan yang berarti

prinsip keandalan instrumen dalam mengumpulkan data. Instrumen harus

dapat mengukur apa yang seharusnya diukur.(28)

Koefisien korelasi yang diperoleh dari hasil perhitungan

menunjukkan tinggi rendahnya validitas variabel yang diukur. Selanjutnya

harga koefisien korelasi ini dibandingkan dengan harga korelasi product

moment pada tabel pada taraf signifikan 5%, jika r hitung lebih besar dari r

tabel, maka butir pertanyaan tersebut dikatakan valid atau sahih. Jika hasil

yang didapatkan p< 0,05 sehingga, maka akan dikatakan valid.

Penelitian ini menggunakan lembar observasi yang sudah diuji

validitas sebelumnya oleh Vivi Dwi Andriani dengan keterangan jika

dilakukan = 1 dan jika tidak dilakukan = 0.

4.2.6 Uji reabilitas


Uji Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana

suatu alat ukur dipercaya, yaitu hasil pengukuran dari alat ukur tersebut

tetap konsisten bila dilakukan pengukuran 2 kali atau lebih.(27)

Hasil pengujian reabilitas instrument dengan rumus Alfa Cronboach

dikatakan reliabel jika r hitung yang diperoleh besarnya kurang dari 1

(Arikunto, 2019). Instrumen memliki tingkat reabilitas yang tinggi jika nilai

koefisien yang di peroleh >0.60. Nilai Alpha Cronbach sebesar lebih besar

dari 0,60 sebagai nilai minimum koefisien reliable. Penelitian ini

menggunakan lembar observasi dengan keterangan jika dilakukan = 1 dan

jika tidak dilakukan = 0.

4.7 Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan secara komputerisasi dan perhitungan

persentase dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Editing (penyuntingan)

Data editing adalah kegiatan memeriksa data, kelengkapan,

kebenaran pengisian data, keseragaman ukuran, keterbacaan tulisan

dan konsistensi data berdasarkan tujuan penelitian.

2. Coding (pengkodean)

Coding adalah pemberian kode pada data yang berskala

nominal dan ordinal. Kodenya berbentuk angka/numerik/nomor,


bukan simbol karena hanya angka yang dapat diolah secara stastik

dengan bantuan program komputer.

3. Entry

Data entry adalah memasukkan data yang telah dikoding ke

dalam program komputer.

4. Cleaning

Data cleaning adalah proses pembersihan data sebelum

diolah secara statistik. Data cleaning ini tidak dilakukan karena

sudah lengkap.

5. Tabulating

Data tabulating adalah memasukkan data ke dalam tabel

berdasarkan tujuan penelitian. Agar memudahkan data tabulating,

maka perlu dibuat dummy table yaitu tabel kosong yang akan

digunakan untuk menyajikan hasil penelitian.

4.8 Analisa Data

Analisi data adalah sebagai upaya data yang sudah tersedia

kemudian diolah dengan statistik dan dapat digunakan untuk menjawab

rumusan masalah dalam penelitian. Dengan demikian, tehnik analisis data

dapat diartikan sebagai cara melaksanakan analisis terhadap data, dengan

tujuan mengolah data tersebut untuk menjawab rumusan masalah.


Analisis data dilakukan dalam jenis analisis yaitu analisis univariat dan

analisis bivariat, yaitu:

4.8.1 Analisa Univariate

Penelitian analisis univariat adalah analisa yang dilakukan

menganalisis tiap variabel dari hasil penelitian. Analisa univariat

berfungsi untuk meringkas kumpulan data hasil pengukuran sedemikian

rupa sehingga kumpulan data tersebut berubah menjadi informasi yang

berguna, dan pengolahan datanya hanya satu variabel saja, sehingga

dinamakan univariat.(29)

F
P= X 100 %
N
Keterangan :

P : Presentasi

F : Skor yang diperoleh

N : Skor maksimal

4.8.2 Analisa Bivariate

Analisis data merupakan suatu proses analisis yang dilakukan

secara sistematis terhadap data yang telah dikumpulkan. Dalam penelitian

ini analisis data dilakukan setelah data dari lembar observasi terkumpul,

setelah data lengkap dikumpulkan dan ditabulasi berdasarkan sub variabel


yang diteliti. Kemudian dilakukan perhitungan menggunakan statistik

Paired T Test dengan pertimbangan tujuan dari penelitian ini adalah

untuk mengetahui adanya pengaruh variabel independent dan variabel

dependen tanpa ada kelompok kontrol, skala data yang digunakan adalah

ordinal dan sampel yang digunakan bebas.

4.9 Lokasi Dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di MI Bustanun Nasyi’ien Desa Dukuh Turi

Kabupaten Brebes, waktu penelitian akan dilaksanakan pada bulan Maret

2022.

4.10 Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian, peneliti mengajukan permohonan ijin

kepada kepala sekolah MI Bustanun Nasyi’ien. untuk mendapatkan

persetujuan setelah mendapatkan persetujuan, baru penelitian dapat

meneliti. Mengingat begitu penting dan seriusnya aspek etika penelitian,

seorang peneliti harus betul-betul berpegang teguh terhadap beberapa

prinsip etika dalam penelitian, seperti berikut :

1. Principle of Benefience

Dalam etika penelitian, hal yang patut menjadi prinsip

adalah principleofbenefience (prinsip kebaikan) dalam penelitian.


Dengan demikian penelitian yang dilakukan memang mampu

memberikan manfaat kebaikan bagi kehidupan manusia.

1) Freedom from Harm

Penelitian harus dilaksanakan tanpa mengakibatkan

bahaya kepada subjek, khususnya jika menggunakan

tindakan khusus.

2) Freedom from Exploitation

Partisipasi subjek dalam penelitian, harus

dihindarkan dari keadaan yang tidak menguntungkan.

Subjek harus diyakinkan bahwa partisipasinya dalam

penelitian atau informasi yang telah diberikan, tidak akan

dipergunakan dalam hal-hal yang dapat merugikan subjek

dalam bentuk apapun.

3) The Risk/Benefits Ratio

Peneliti harus hati-hati mempertimbangkan risiko

dan keuntungan yang akan berakibat kepada subjek pada

setiap tindakan.

2. The PrincipleofRespectfor Human Dignity

Dalam hal ini, peneliti harus memegang prinsip yaitu

menghormati harkat dan martabat manusia, terutama yang terkait

dengan :
1) The right to selft-determination

Subjek harus diperlakukan secara manusiawi.

Subjek mempunyai hak memutuskan apakah mereka

bersedia menjadi subjek ataupun tidak, tanpa adanya sanksi

apa pun atau akan berakibat terhadap kesembuhannya, jika

mereka seorang klien.

2) The right to fulldisclosure

Seorang peneliti harus memberikan penjelasan

secara terperinci serta bertanggung jawab jika ada sesuatu

yang terjadi kepada subjek.

3. The Principle of Justice

Penelitian mestinya mampu menerapkan prinsip keadilan,

terutama terhadap subjek maupun partisipan dalam penelitian yang

dilakukan.Beberapa hal yang terkait dengan keadilan tersebut,

diantaranya :

1) The right to fair treatment

Subjek harus diperlakukan secara adil baik sebelum,

selama, dan sesudah keikutsertaannya dalam penelitian

tanpa adanya diskriminasi apabila ternyata mereka tidak

bersedia atau dikeluarkan dari penelitian.

2) The right to privacy


Subjek mempunyai hak untuk meminta bahwa data

yang diberikan harus dirahasiakan, untuk itu perlu adanya

tanpa nama (anonymity) dan rahasia (confidentiality).

4. Informedconsent

Subjek harus mendapatkan informasi secara lengkap

tentang tujuan penelitian yang akan dilaksanakan, mempunyai

hak untuk bebas berpartisipasi ata menolak menjadi responden.

Pada informedconsent juga perlu dicantumkan bahwa data yang

diperoleh hanya akan dipergunakan untuk pengembangan ilmu.


DAFTAR PUSTAKA

1. Rahmadhani, S. (2018). Pengaruh Promosi Kesehatan dengan Metode Story


Telling Audio Visual terhadap Kemampuan Cuci Tangan 6 Langkah
pada Anak Usia Pra Sekolah di PAUD Khalifah Muara Gondang Tahun.
STIKes Perintis Padang.

2. Purwandari, R. A. (2013). Corelation Between Handwash Behaviour and


diarheae incident in school age children in Jember. JURNAL
KEPERAWATAN, https://media.neliti.com/media/publications/138015-
ID-hubungan-antara-perilaku-mencuci-tangan.pdf diakses 27/10/2021.

3. Padila, P. A. (2020). Pembelajaran Cuci Tangan Tujuh Langkah Melalui


Metode Demonstrasi pada Anak Usia Dini. Journal of Telenursing
(JOTING), 2(2).

4. Lindawati. (2013). Faktor yang Berhubungan dengan Perkembangan Motorik


Anak Usia Pra Sekolah, Jurnal Keperawatan, 4(1):1-7

5. World Health Organization. (2017). WHO Guidelines on Hand Hygiene in


Health Care: a Summary. Switzerland: WHO Press. Diakses tanggal 26
November 2017.

6. Kementerian Kesehatan Indonesia. (2018). Hasil umata Rikesdas 2018. Jakarta:


Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

7. DepKes RI. (2013). Panduan Manajemen PHBS Menuju Kabupaten/Kota


Sehat. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

8. Kumalasari, I. (2012). story telling dalam kemandirian anak. Jakarta, salemba


medika.

9. Itsna, I. (2018). Efektifitas Pendidikan Kesehatan Cuci Tangan Pakai Sabun


(Ctps) dengan Metode Demonstrasi dan Booklet pada Siswa Kelas VI
SDN Kalipasu 04 Slawi. Bhamada: Jurnal Ilmu dan Teknologi
Kesehatan (E-Journal), 9(1),8-8

10. Mustikawati, I. S. (2017). Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun Studi Kualitatif
pada Ibu-Ibu di Kampung Nelayan Muara Angke Jakarta Utara; Studi
Kualitatif. ARKESMAS, 2(1)
https://journal.uhamka.ac.id/index.php/arkesmas/article/view/514/263#:~
:text=Perilaku%20cuci%20tangan%20pakai%20sabun%20merupakan
%20bagian%20dari%20program%20Perilaku,kebiasaan%20hidup
%20bersih%20dan%20sehat. diakses 27/10/2021.
11. Manurung, I. F. E. (2020). Peningkatan Pengetahuan dan Praktek Cuci Tangan
Sebagai Upaya Pencegahan Penyakit Diare pada Anak Sekolah Dasar
Marsudirini Kefamenanu. Warta Pengabdian, 14(2), 134-140

12. tt. (diakses 2021). Pengertian Storytelling dari Beberapa Sumber.


http://repository.unjani.ac.id/repository/6267cac44f3a6158fb4481dbbfed
b5d7.pdf diakses 27/10/2021.
13. Wardiah, D. (2017). PERAN STORYTELLING DALAM
MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS, MINAT
MEMBACA DAN KECERDASAN EMOSIONAL SISWA. Wahana
Didaktika, 15(2)

14. Satriani, I. (2019). Storytelling In Teaching Literacy: Benefits and Challenges.


ENGLISH REVIEW: Journal of English Education, 8(1).

15. As, A. B. (2016). Storytelling to Improve Speaking. English Educational


Journal, 7(2).

16. Mokhtar, N. H. (2011). The Effectiveness of Storytelling in Enhancing


Communicative Skills. Procedia: Social and Behavioral Sciences, 18.

17. Setiawati, N. (2021). Story Telling : Pengertian, Tujuan, Dan Generic


Structure Dalam Bahasa Inggris Beserta Contohnya. IBI
(IlmuBahasaInggris.com), https://www.ilmubahasainggris.com/story-
telling-pengertian-tujuan-dan-generic-structure-dalam-bahasa-inggris-
beserta-contohnya/ diakses 27/10/2021.

18. Silalahi, S. S. (2019). Efektivitas Metode Demonstrasi dan Media Video


tentang Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital terhadap Kemampuan
Keterampilan Klinis Mahasiswa Keperawatan Universitas Sumatera
Utara. Universitas Sumatera Utara

19. Dewi. (2015). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Dengan Media Puzzle


Terhadap Perilaku Cuci Tangan Pakaisabun Anak Prasekolah (5-6
Tahun). Retrieved November 29, 2018, from https://sinta.unud.ac.id/
uploads/wisuda/1102106061-1- Halaman%25 20Depan%2520Skripsi
%2520 Yati.pdf

20. Salkind. Neil J. 2010. Teori Perkembangan Manusia Pengantar Menuju


Pemahaman Holistik. Cetakan kedua. Bandung: Nusa Media.

21. Asmani, J. 2012. Buku Panduan Internasionalisasi Pendidikan Karaket di


Sekolah. Yogyakarta: Diva Press.
22. Asda, P. N. (2020). Behavior Of Soap Hand Washing And Incidence Of
Infection Disease In The Family At Donoharjo Village District Of
Sleman. Jurnal Media Keperawatan: Politeknik Kesehatan Makassar,
11(1).

23. Perdani, A. (2018). Pengaruh Story telling terhadap Perilaku Cuci Tangan
Menggunakan Sabun dengan Benar pada Anak di TK Al-Qodiri Jember.
Jurnal Ilmiah Kebidanan, 1(2).

24. Rosyidah, A. N. (2019). Hubungan Perilaku Cuci Tangan Terhadap Kejadian


Diare Pada Siswa di Sekolah Dasar Negeri Ciputat 02. JIKO (Jurnal
Ilmiah Keperawatan Orthopedi), 3(1).

25. Pauzan, d. H. (2017). Hubungan Pengetahuan Dengan Perilaku Cuci Tangan


Siswa Di Sekolah Dasar Negeri. Jurnal Keperawatan BSI, 5(1).

26. Aziz Alimul hidayat. (2012) Metode Penelitian Keperawatan dan Tekhnik
Analisa Data. Edisi II. Salembamedika; Jakarta.

27. SoekidjoNotoatmodjo.(2018). Metode Penelitian Kesehatan. Ptasdimahasatya


Jakarta.

28. Nursalam. (2016). Metode Penelitian Ilmu Keperawatan Pendekatan Praktis.


Jakarta: Salemba Medika.

29. Sujarweni V, Wiratna. (2014). Metode Penelitian Keperawatan. Yogyakarta:


Penerbit Gava Media.

Anda mungkin juga menyukai