Oleh :
IRFAN AMMAR MUSH’AB
NIM : 231030230626
Pembimbing :
Ns. Ni Bodro, S.Kep, M.Kep.
NIDN : 0410048406
TAHUN 2023
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN
C. Etiologi
Menurut Amin & Hardi (2013) operasi Sectio Caesarea dilakukan atas
indikasi sebagai berikut :
1. Indikasi yang berasal dari ibu
Yaitu pada primigravida dengan kelainan letak, Cefalo Pelvik
Disproportion (disproporsi janin/ panggul), ada sejarah kehamilan dan
persalinan yang buruk, ketidakseimbangan ukuran kepala bayi dan
panggul ibu, keracunan kehamilan yang parah, komplikasi kehamilan
yaitu pre eklampsia dan eklampsia berat, atas permitaan, kehamilan
yang disertai penyakit (jantung, DM), gangguan perjalanan persalinan
(kista ovarium, mioma uteri dan sebagainya).
2. Indikasi yang berasal dari janin
Fetal distress/ gawat janin, mal persentasi dan mal posisi kedudukan
janin seperti bayi yang terlalu besar (giant baby), kelainan letak bayi
seperti sungsang dan lintang, kelainan tali pusat dengan pembukaan
kecil seperti prolapsus tali pusat, terlilit tali pusat, adapun faktor
plasenta yaitu plasenta previa, solutio plasenta, plasenta accreta, dan
vasa previa. kegagalan persalinan vakum atau forseps ekstraksi, dan
bayi kembar (multiple pregnancy).
D. Anatomi Fisiologi
1. Anatomi Sistem Reproduksi Wanita
Organ reproduksi wanita terbagi atas 2 bagian yaitu organ reproduksi
eksterna (organ bagian luar) dan organ reproduksi interna (organ
bagian dalam).
E. Patofisiologi
kemudian sebagian kasus mulut rahim tertutup plasenta yang lebih dikenal
dengan plasenta previa, bayi kembar, kehamilan pada ibu yang berusia
lanjut, persalinan yang berkepanjangan, plasenta keluar dini, ketuban
pecah dan bayi belum keluar dalam 24 jam, (Sari, 2016).
F. Pathway
Inufisiensi plasenta Sirkulasi utero Cemas pada janin
plasenta menurun
Sectio Caesariea
Pembendungan Laktasi
H. Jenis-jenis SC
Menurut Sofyan (2019), terdiri dari 4 jenis sectio caesarea, yaitu :
1. Sectio caeasarea transperitonealis profunda
Sectio caeasarea transperitonealis profunda dengan insisi di segmen
bawah uterus. Insisi pada bawah rahim, bisa dengan teknik melintang
atau memanjang. Keunggulan pembedahan ini :
a. Perdarahan luka insisi tidak seberapa banyak
b. Bahaya peritonitis tidak besar
c. Perut uterus umumnya kuat sehingga bahaya ruptur uteri
dikemudian hari tidak besar karena pada nifas segmen bawah
uterus tidak seberapa banyak mengalami kontraksi seperti korpus
uteri sehingga luka dapat sembuh lebih sempurna
2. Sectio caesarea korporal / klasik
Pada Sectio caesarea korporal / klasik ini di buat kepada korpus uteri,
pembedahan ini yang agak mudah dilakukan, hanya di selenggarakan
apabila ada halangan untuk melakukan sectio caesarea
transperitonealis profunda. Insisi memanjang pada segmen uterus.
3. Sectio caesarea ekstra peritoneal
Sectio ceasarea ekstra peritoneal dahulu dilakukan untuk mengurangi
bahaya injeksi peroral akan tetapi dengan kemajuan pengobatan
tehadap injeksi pembedahan ini sekarang tidak banyak lagi dilakukan.
Rongga peritoneum tak dibuka, dilakukan pada pasien infeksi uteri
berat.
4. Sectio caesarea hysteroctomi
Setelah sectio caesarea, dilakukan hysteroktomy dengan indikasi :
a. Atonia uteri
b. Plasenta accrete
c. Myoma uteri
d. Infeksi intra uteri berat
I. Manifestasi Klinis
Menurut Sagita (2019), manifestasi klinis terbagi atas 4 bagian yaitu :
1. Pusing
2. Mual muntah
3. Nyeri sekitar luka operasi
4. Peristaltic usus menurun
L. Komplikasi
Menurut Jitowiyono & Kristiyanasari (2012) komplikasi Sectio Caesarea
adalah sebagai berikut :
1. Infeksi Peurperal
Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa
hari dalam masa nifas, bersifat berat seperti peritonitis, sepsis dan
sebagainya.
2. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang-
cabang arteri ikut terbuka. Darah yang hilang lewat pembedahan
Sectio Caesarea dua kali lipat dibanding lewat persalinan normal.
3. Komplikasi-komplikasi lain seperti luka kandung kemih, dan
embolisme paru.
4. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya
parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa
terjadi ruptur uteri. Kemungkinan peristiwa ini lebih banyak
ditemukan sesudah Sectio Caesarea Klasik. Persalinan Sectio Caesarea
juga dapat menimbulkan masalah keperawatan pada ibu diantaranya
nyeri bekas luka operasi, kelemahan, kerusakan integritas kulit,
hambatan mobilitas fisik, resiko infeksi, gangguan pola tidur.
M. Pemeriksaan Penunjang
1. Elektroensefalogram (EEG)
Untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
2. Pemindaian CT
Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
3. Magneti Resonance Imaging (MRI)
Menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik dan
gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah-daerah otak
yang tidak jelas terlihat bila menggunakan pemindaian CT.
4. Uji laboratorium
a. Fungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
b. Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit
c. Panel elektrolit
d. Skrining toksik dari serum dan urin
e. AGD
f. Kadar kalsium darah
g. Kadar natrium darah
h. Kadar magnesium darah (Sagita, 2019).
N. Penatalaksanaan Post SC
Menurut (Hartanti, 2014), ibu post sectio caesarea perlu mendapatkan
perawatan sebagai berikut :
1. Ruang Pemulihan
Pasien dipantau dengan cermat jumlah perdarahan dari vagina dan
dilakukan palpasi fundus uteri untuk memastikan bahwa uterus
berkontraksi dengan kuat. Selain itu, pemberian cairan intravena juga
dibutuhkan karena 6 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka
pemberian cairan intravena harus cukup banyak dan mengandung
elektrolit agar tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada
organ tubuh lainnya. Wanita dengan berat badan rata-rata dengan
hematokrit kurang dari atau sama dengan 30 dan volume darah serta
cairan ekstraseluler yang normal umumnya dapat mentoleransi
kehilangan darah sampai 2.000 ml.
2. Ruang Perawatan
a. Monitor tanda-tanda vital
Tanda-tanda vital yang perlu di evaluasi adalah tekanan darah,
nadi, suhu, pernafasan, jumlah urine, jumlah perdarahan, dan status
fundus uteri.
b. Pemberian obat-obatan
Analgesik dapat diberikan paling banyak setiap 3 jam untuk
menghilangkan nyeri seperti, Tramadol, Antrain, Ketorolak.
Pemberian antibiotik seperti Ceftriaxone, Cefotaxime, dan
sebagainya.
c. Terapi Cairan dan Diet
Pemberian cairan intravena, pada umumnya mendapatkan 3 liter
cairan memadai untuk 24 jam pertama setelah dilakukan tindakan,
namun apabila pengeluaran urine turun, dibawah 30 ml/jam, wanita
tersebut harus segera dinilai kembali. Cairan yang biasa diberikan
biasanya DS 1%, garam fisiologi dan RL sevara bergantian dan
jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah dapat
diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan. Pemberian cairan infus
biasanya dihentikan setelah penderita flatus, lalu dianjurkan untuk
pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman
dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6-8 jam
pasca operasi, berupa air putih.
2) Mata
Terkadang adanya pembengkakan pada kelopak mata,
konjungtiva, dan kadang-kadang keadaan selaput mata pucat
(anemia) karena proses persalinan yang mengalami
perdarahan, sclera kuning.
3) Telinga
Biasanya bentuk telinga simetris atau tidak, bagaimana
kebersihannya, adakah cairan yang keluar dari telinga.
4) Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum
kadangkadang ditemukan pernapasan cuping hidung.
5) Mulut dan gigi
Mulut bersih / kotor, mukosa bibir kering / lembab.
b. Leher
Saat dipalpasi ditemukan ada / tidak pembesaran kelenjar tiroid,
karna adanya proses penerangan yang salah.
c. Thorak
1) Payudara Simetris kiri dan kanan, tidak ada kelainan pada
payudara, areola hitam kecoklatan, putting susu menonjol, air
susu lancer dan banyak keluar.
2) Paru-paru
I : Simetris / tidak kiri dan kanan, ada / tidak terlihat
pembengkakan.
P : Ada / tidak nyeri tekan, ada / tidak teraba massa
P : Redup / sonor
A : Suara nafas Vesikuler / ronkhi / wheezing
d. Jantung
I : Ictus cordis teraba / tidak
P : Ictus cordis teraba / tidak
P : Redup / tympani
A : Bunyi jantung lup dup
e. Abdomen
I : Terdapat luka jahitan post op ditutupi verban, adanya strie
gravidarum
P : Nyeri tekan pada luka,konsistensi uterus lembek / keras
P : Redup
A : Bising usus
f. Genetalia
Pengeluaran darah bercampur lender, pengeluaran air ketuban,
bila terdapat pengeluaran mekomium yaitu feses yang dibentuk
anak dalam kandungan menandakan adanya kelainan letak anak.
g. Ekstermitas
Pemeriksaan odema untuk melihat kelainan-kelainan karena
membesarkan uterus, karena pre eklamsia atau karena penyakit
jantung atau ginjal.
h. Tanda-tanda vital
Apabila terjadi perdarahan pada post partum tekana darah turun,
nadi cepat, pernafasan meningkat, suhu tubuh turun.
C. Diagnosa Keperawatan
1. Merumuskan diagnosis keperawatan sesuai dengan analisis data
Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai
respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis
keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien individu,
keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan
Kesehatan. Proses penegakan diagnosa (diagnostic process)
merupakan suatu proses yang sistemasis yang terdiri atas tiga tahap
yaitu analisa data, identifikasi masalah dan perumusan diagnosa.
Diagnosis keperawatan memiliki dua komponen utama yaitu masalah
(problem) yang merupakan label diagnosis keperawatan yang
menggambarkan inti dari respons klien terhadap kondisi kesehatan,
dan indikator diagnostik. Indikator diagnostik terdiri atas penyebab,
tanda/gejala dan faktor risiko. Pada diagnosis aktual, indikator
diagnostik hanya terdiri atas penyebab dan tanda/gejala.
2. Merumuskan diagnosis aktual maupun risiko
Diagnosis aktual menggambarkan respons klien terhadap kondisi
kesehatan atau proses kehidupannya yang menyebabkan klien
mengalami masalah kesehatan. Tanda/gejala mayor dan minor dapat
ditemukan dan divalidasi pada klien. Diagnosis risiko
menggambarkan respons klien terhadap kondisi kesehatan atau proses
kehidupannya yang dapat menyebabkan klien berisiko mengalami
masalah kesehatan. Tidak ditemukan tanda/gejala mayor dan minor
pada klien, namun klien memiliki faktor risiko mengalami masalah
kesehatan.
3. Menentukan prioritas diagnosis keperawatan
Prioritas pemilihan diagnosa keperawatan adalah metode yang
digunakan perawat dan klien untuk secara mutualisme membuat
peringkat diagnosa dalam urutan kepentingan yang didasarkan pada
keinginan, kebutuhan dan keselamatan. Hirarki Maslow mengatur
tingkat kebutuhan dasar yang terdiri dari lima tingkat prioritas.
Tingkat yang paling mendasar atau pertama mencakup kebutuhan
seperti udara (oksigen), air dan makanan. Tingkat kedua mencakup
kebutuhan keselamatan dan kemananan. Tingkat ketiga mengandung
kebutuhan dicintai dan memiliki. Tingkat keempat mengandung
kebutuhan dihargai dan harga diri yang mencakup rasa percaya diri,
kebergunaan, pencapaian dan nilai diri. Tingkat paling akhir atau
kelima adalah kebutuhan untuk aktualisasi diri yakni keadaan
pencapaian secara menyeluruh tentang hal-hal yang diinginkan dan
mempunyai kemampuan untuk memecahkan masalah dan mengatasi
situasi kehidupan secara realistik. Hirarki tentang kebutuhan
merupakan cara yang sangat berguna bagi perawat untuk
merencanakan kebutuhan klien. Prioritas diagnosa keperawatan
diklasifikasikan menjadi tinggi, menengah atau rendah. Prioritas
bergantung pada urgensi dari masalah. Diagnosa keperawatan yang
jika tidak diatasi, dapat mengakibatkan ancaman bagi klien atau orang
lain mempunyai prioritas tertinggi. Prioritas diagnosa dapat terjadi
baik dalam dimensi psikologis maupun fisiologis.
D. Rencana Keperawatan
Setelah merumuskan diagnosa dilanjutkan dengan perencanaan dan
aktivitas keperawatan untuk mengurangi, menghilangkan serta mencegah
masalah keperawatan klien. Intervensi keperawatan merupakan segala
treatment yang dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada
pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran (outcome) yang
di harapkan (Tim Pokja SIKI PPNI, 2018).
1. Menentukan tujuan
a. Menjadi panduan atau acuan bagi perawat dalam Menyusun
intervensi keperawatan
b. Meningkatkan otonomi perawat dalam memberikan pelayanan
Kesehatan
c. Memudahkan komunikasi intraprofesional dan interprofessional
dengan penggunaan istilah intervensi keperawatan yang seragam
dan terstandarisasi
d. Meningkatkan mutu dan asuhan keperawatan
2. Menentukan tujuan jangka Panjang dan jangka pendek
Tujuan jangka panjang adalah tujuan yang mengidentifikasi arah
keseluruhan atauhasil akhir perawatan. Tujuan ini tidak tercapai
sebelum pemulangan. Tujuan jangka panjang memerlukan perhatian
yang terus menerus dari pasien dan/atau orang lain. Tujuan yang
diharapkan dapat dicapai dalam waktu yang lama, biasanya lebih dari
satu minggu atau satu bulan. Kriteria hasil dalam tujuan jangka
panjang ditujukan pada unsur problem/masalah dalam diagnosa
keperawatan.
Tujuan jangka pendek adalah tujuan yang harus dicapai sebelum
pemulangan. Tujuan yang diharapkan bisa dicapai dalam waktu yang
singkat, biasanya kurang dari satu minggu. Tujuan jangka pendek
ditujukan pada unsur E/S (etiologi, tanda dan gejala) dalam diagnosa
keperawatan aktual/resiko.
F. Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan tindakan akhir dalam proses
keperawatan (Tarwoto & Wartonah, 2015). Evaluasi dapat berupa
evaluasi struktur, proses dan hasil. Evaluasi terdiri dari evaluasi formatif
yaitu menghasilkan umpan balik selama program berlangsung.
Sedangkan evaluasi sumatif dilakukan setelah program selesai dan
mendapatkan informasi efektivitas pengambilan keputusan (Deswani,
2011).
1. Mengevaluasi asuhan keperawatan yang diberikan (melakukan tindak
lanjut asuhan keperawatan dengan metode evaluasi SOAP)
Data Subjektif (S) dimana perawat menemui keluhan pasien yang
masih dirasakan setelah diakukan tindakan keperawatan, O (Objektif)
adalah data yang berdasarkan hasilpengukuran atau observasi perawat
secara langsung pada pasien dan yangdirasakan pasien setelah
tindakan keperawatan, A (Assesment) yaitu interpretasi makna data
subjektif dan objektif untuk menilai sejauh mana tujuan yang telah
ditetapkan dalam rencana keperawatan tercapai. Dapat dikatakan
tujuan tercapai apabila pasien mampu menunjukkan perilaku sesuai
kondisi yang ditetapkan pada tujuan, sebagian tercapai apabila
perilaku pasien tidak seluruhnya tercapai sesuai dengan tujuan,
sedangkan tidak tercapai apabila pasien tidak mampu menunjukkan
perilaku yang diharapkan sesuai dengan tujuan dan yang terakhir
adalah planning (P) merupakan rencana tindakan berdasarkan analisis.
Jika tujuan telah dicapai, maka perawat akan menghentikan rencana
dan apabila belum tercapai, perawat akan melakukan modifikasi
rencana untuk melanjutkan rencana keperawatan pasien. Evaluasi ini
disebut juga evaluasi proses (Dinarti, 2013). Evaluasi yang diharapkan
sesuai dengan masalah yang pasien hadapi yang telah dibuat pada
perencanaan tujuan dan kriteria hasil. Evaluasi penting dilakukan
untuk menilai status kesehatan pasien setelah tindakan keperawatan.
Selain itu juga untuk menilai pencapaian tujuan, baik tujuan jangka
panjang maupun jangka pendek, dan mendapatkan informasi yang
tepat dan jelas untuk meneruskan, memodifikasi, atau menghentikan
asuhan keperawatan yang diberikan (Deswani, 2011).
2. Memodifikasi diagnosis keperawatan berdasarkan hasil evaluasi
Metode modifikasi adalah penggunaan metode asuhan keperawatan
dengan modifikasi antara tim dan primer.
DAFTAR PUSTAKA
Esta. 2017. Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Terjadinya Persalinan
Sectio Caesarea Di RSUD Rantauprapat Tahun 2017.
Karina, 2015. Buku Ibu Post Partum. Jogjakarta : Mitra Cendika Press.
Sofyan. 2019. Asuhan Keperawatan Pada Ibu Nifas Post Sectio Cesarea Di
RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI
LAPORAN KASUS
Oleh :
IRFAN AMMAR MUSH’AB
NIM : 231030230626
Pembimbing :
Ns. Ni Bodro, S.Kep, M.Kep.
NIDN : 0410048406
TAHUN 2023
FORMAT PENGKAJIAN
I. Identitas Klien
Nama : Ny. T
Umur : 25 Tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Pramugari
Suku Bangsa : Jawa / Indonesia
Pendidikan : SMA
Alamat : Jln. pondok kacang maharta, ciledug
Diagnosa Medis : G1P0A0 Post SC indikasi Aterm Hamil
31-32 minggu lintang
Muka
Inspeksi : Simetris tidak ada lesi
Palpasi : Tidak ada kelainan
Leher
Inspeksi : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening dan tiroid
Palpasi : Tidak ada nyeri telan
Dada (jantung, paru, payudara)
Inspeksi : Bentuk dada simetris, payudara simetris, putting susu menonjol
Palpasi : Tidak ada benjolan, tidak ada kelainan, ASI belum keluar,
pengembangan dada kanan kiri sama, payudara kenyal dan agak
keras, terdapat nyeri tekan pada payudara
Perkusi : Sonor
Auskultasi : suara nafas vesikuler, tidak ada bunyi nafas tambahan
Abdomen
Inspeksi : Ada luka operasi SC dibalut perban
Palpasi : Terdapat nyeri tekan pada daerah operasi sectio caesarea, uterus
(tinggi, posisi, kontraksi) : TFU teraba 2 jari dibawah pusat,
terdapat kontraksi
auskultasi : BU : 4x/menit
Perineum
Inspeksi : Tidak ada oedema, tidak ada jahitan, kebersihan : Baik, lochea
jenis rubra, jumlah 30 cc, bau khas,konsistensi cair-gumpal
X. Diagnosis Keperawatan
1. Nyeri Akut (D.0077) b/d Agen pencedera fisik (luka jahitan) d.d Nyeri pada luka
post op SC
2. Menyusui Tidak Efektif (D.0029) b/d Payudara Bengkak d.d ASI tidak keluar.
3. Resiko infeksi (D.0142) d.d Verban tampak kotor karena darah
2 Menyusui Tidak Setelah dilakukan 11. Jelaskan manfaat menyusui bagi ibu dan
Efektif (D.0029) b/d bayi.
tindakan keperawatan
Payudara Bengkak d.d 12. Ajarkan 4 posisi menyusui yang benar.
ASI tidak keluar 3x24 jam diharapkan Konseling laktasi (I. 03093)
Status menyusui 1. Identifikasi permasalah yang ibu alami
selama proses menyusui
(L.03029) membaik,
2. Gunakan teknik mendengarkan aktif
dengan kriteria hasil : (dengarkan permasalahan ibu)
3. Beri pujian terhadap perilaku ibu yang
1. Tetesan/pancaran
benar
ASI 4. Ajarkan teknik menyusui yang tepat
sesuai kebutuhan ibu.
( 5 : meningkat )
2. Suplai ASI
adekuat
( 5 : meningkat )
3. Puting tidak lecet
setelah 2 minggu
melahirkan
( 5 : meningkat )
4. Hisapan bayi
( 5 : meningkat )
3 Resiko infeksi Setelah dilakukan Pecegahan infeksi (I. 14539)
(D.0142) b/d tindakan keperawatan Observasi
Kerusakan integritas 3x24 jam diharapkan 1. Monitor tanda gejala infeksi lokal dan
kulit d.d Verban Tingkat infeksi sistemik
tampak kotor karena (L.14137) menurun, Terapeutik
darah dengan kriteria hasil : 2. Berikan perawatan luka pada area
1. Kebersihan tangan edema
( 5 : meningkat ) 3. Pertahankan tehnik aseptic pada pasien
2. Kebersihan badan Edukasi
( 5 : meningkat ) 4. Jelaskan tanda gejala infeksi
3. Nyeri 5. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka
( 5 : menurun ) atau luka operasi
Perawatan luka (I. 14564)
1. Monitor tanda-tanda infeksi
2. Lepaskan balutan dan plester secara
perlahan
3. Bersihkan dengan cairan NaCl atau
pembersih nontoksik, sesuai kebutuhan
4. Pasang balutan sesuai jenis luka
5. Pertahankan teknik steril saat
melakukan perawatan luka
6. Jadwalkan perubahan posisi setiap 2 jam
atau sesuai kondisi pasien
7. Ajarkan prosedur perawatan luka secara
mandiri
P:
Intervensi dilanjutkan
1,2,3,4,5,6,7,8,10
P : Intervensi dihentikan
2. 07/12/2023 DX 2 1. Memantau pembengkakan S:
15 : 10 payudara yang berhubungan Klien mengatakan sudah
WIB dengan ketidaknyamanan atau menyusui anaknya
sakit Klien mengatakan ASI nya
2. Melakukan pijat oksitosin sudah keluar namun tidak
untuk memperlancar ASI banyak
3. Mengajarkan klien untuk Klien mengatakan
mengenai langkah-langkah menjadwalkan menyusui
pijat oksitosin anaknya 2-4 jam sekali
4. Melibatkan keluarga untuk O:
membantu dan memberikan ASI yang dikeluarkan
dukungan pada ibu tampak belum banyak
5. Mendukung ibu meningkatkan Klien tampak lebih tenang
kepercayaan diri dalam Tidak ada pembengkakan
menyusui. pada payudara klien
6. Melibatkan system
Klien tampak sudah
pendukung : Suami, keluarga
mengetahui posisi menyusui
atau tenaga medis lain.
yang benar
7. Memberikan konseling
A:
menyusui
Masalah Menyusui Tidak
8. Mengajarkan 4 posisi
Efektif b/d Payudara Bengkak
menyusui yang benar.
teratasi sebagian
9. Memberi pujian terhadap
perilaku ibu yang benar
P:
10. Mengajarkan teknik menyusui
Intervensi dilanjutkan
yang tepat sesuai kebutuhan
1,2,3,4,5,6,8,9,10
ibu
3. 07/12/2023 DX 3 1. Memonitor tanda gejala infeksi S:
15 : 10 lokal dan sistemik Klien mengatakan verban
WIB 2. Memberikan perawatan luka bekas luka post op SC
pada area edema bersih tidak ada rembesan
3. Mempertahankan tehnik darah
aseptic pada pasien Klien mengatakan luka
4. Mengajarkan cara memeriksa bekas post op sc sudah mau
kondisi luka atau luka operasi mulai kering
5. Melepaskan balutan dan Klien mengatakan bekas
plester secara perlahan luka op nya tidak ada
6. Membersihkan dengan cairan tampak kemerahan
NaCl atau pembersih O:
nontoksik, sesuai kebutuhan Luka post op SC
7. Memasang balutan sesuai jenis dibersihkan dan digantikan
luka verbannya
8. Mempertahankan teknik steril A:
saat melakukan perawatan luka Masalah Resiko infeksi b/d
9. Menjadwalkan perubahan Kerusakan integritas kulit
posisi setiap 2 jam atau sesuai teratasi
kondisi pasien
P : Intervensi dihentikan