OLEH :
I PUTU GEDE WIDHIADNYANA, S.Kep.
NIM. C2222015
Diajukan Oleh :
I Putu Gede Widhiadnyana, S.Kep.
NIM. C2222015
Ns. Ni Kadek Yeni Mariani, S.Kep. Ns. Pt. Wira Kusuma Putra, S.Kep., M.Kep.
NIP. 19800909 199903 2 004 NIK.11.06.0046
Mengetahui
STIKES Bina Usada Bali
Profesi Ners
Ketua
A. Anatomi
Sistem reproduksi wanita terdiri atas organ reproduksi eksterna dan organ
reproduksi interna.
1. Organ genetalia eksterna
Organ reproduksi wanita eksterna sering disebut sebagai vulva yang
mencakup semua organ yang dapat dilihat dari luar, yaitu yang dimulai dari
mons pubis, labia mayora, labia minora, klitoris, himen, vestibulum, kelenjar
bartholini dan berbagai kelenjar serta pembuluh darah (Rafiah, 2014).
d. Klitoris
Merupakan bagian yang erektil, seperti penis pada pria. Mengandung
banyak pembuluh darah dan serat saraf, sehingga sangat sensitif saat
koitus. Terdapat juga reseptor androgen pada klitoris. Banyak pembuluh
darah dan ujung serabut saraf, sangat sensitif (Rafiah, 2014).
e. Hymen
Merupakan selaput yang menutupi bagian lubang vagina luar. Pada
umumnya hymen berlubang sehingga menjadi saluran aliran darah
menstruasi atau cairan yang dikeluarkan oleh kelenjar rahim dan kelenjar
endometrium (lapisan dalam rahim) (Rafiah, 2014).
f. Vestibulum
Bagian kelamin yang dibatasihi oleh kedua labia kanan – kiri dan bagian
atas oleh klitoris serta bagian belakang pertemuan labia minora. Pada
bagian vestibulum terdapat muara vagina (liang senggama), saluran
kencing, kelenjar Bartholini, dan kelenjar Skene. Antara fourchet dan
vagina terdapat fossa navicularis (Rafiah, 2014).
g. Orifisium Uretra
Lubang atau meatus uretra terletak pada garis tengah vestibulum, 1
sampai 1,5 cm di bawah arkus pubis dan dekat bagian atas liang vagina.
Meatus uretra terletak di dua pertiga bagian bawah uretra terletak tepat di
atas dinding anterior vagina (Rafiah, 2014).
h. Orifisium Vagina
Terletak dibagian bawah vestibulum. Pada gadis (virgo) tertutup lapisan
tipis bermukosa yaitu selaput dara / hymen, utuh tanpa robekan (Rafiah,
2014).
i. Perineum
Daerah antara tepi bawah vulva dengan tepi depan anus. Batas otot-otot
diafragma pelvis (m.levator ani, m.coccygeus) dan diafragma urogenitalis
(m.perinealis transversus profunda, m.constrictor urethra). Perineal body
adalah raphe median m.levator ani, antara anus dan vagina. Perineum
meregang pada persalinan, kadang perlu dipotong (episiotomi) untuk
memperbesar jalan lahir dan mencegah rupture (Rafiah, 2014).
a. Rahim (Uterus)
Bentuk rahim seperti buah pir, dengan berat sekitar 30 gr. Terletak di
panggul kecil diantara rectum (bagian usus sebelum dubur) dan di
depannya terletak kandung kemih. Hanya bagian bawahnya disangga oleh
ligament yang kuat, sehingga bebas untuk tumbuh dan berkembang saat
kehamilan. Ruangan rahim berbentuk segitiga, dengan bagian besarnya di
atas. Dari bagian atas rahim (fundus) terdapat ligament menuju lipatan
paha (kanalis inguinalis), sehingga kedudukan rahim menjadi kearah
depan
Rahim juga merupakan jalan lahir yang penting dan mempunyai
kemampuan untuk mendorong jalan lahir (Rafiah, 2014).
b. Uterus terdiri dari :
1) Fundus uteri (dasar rahim)
Bagian uterus yang terletak antara pangkal saluran telur. Pada
pemeriksaan kehamilan, perabaan fundus uteri dapat memperkirakan
usia kehamilan (Rafiah, 2014).
2) Korpus uteri
Bagian uterus yang terbesar pada kehamilan, bagian ini berfungsi
sebagai tempat janin berkembang. Rongga yang terdapat pada korpus
uteri disebut kavum uteri atau rongga rahim (Rafiah, 2014).
3) Serviks uteri
Ujung serviks yang menuju puncak vagina disebut porsio, hubungan
antara kavum uteri dan kanalis servikalis disebut ostium uteri
internum. Lapisan – lapisan uterus meliputi endometrium,
myometrium, parametrium (Rafiah, 2014).
c. Tuba Fallopi
Tuba fallopi berasal dari ujung ligamentum latum berjalan kearah lateral,
dengan panjang sekitar 12cm. Tuba fallopi merupakan bagian yang paling
sensitif terhadap infeksi dan menjadi penyebab utama terjadinya
kemandulan (infertilitas). Fungsi tuba fallopi sangat vital dalam proses
kehamilan, yaitu menjadi saluran spermatozoa dan ovum, mempunyai
fungsi penangkap ovum, tempat terjadinya pembuahan (fertilitas),
menjadi saluran dan tempat pertumbuhan hasil pembuahan sebelum
mampu menanamkan diri pada lapisan dalam rahim. Tuba fallopi terdiri
dari pars interstitialis, pars isthmica, pars ampularis, serta pars
infundibulum dengan fimbria, dengan karakteristik silia dan ketebalan
dinding yang berbeda-beda pada setiap bagiannya (Rafiah, 2014).
d. Indung Telur (Ovarium)
Indung telur terletak antara rahim dan dinding panggul, dan digantung ke
rahim oleh ligamentum ovari proprium dan ke dinding panggul oleh
ligamentum infundibulopelvicum. Ovarium terletak dilapisan belakang
ligamentum latum. Lipatan yang menghubungkan lapisan belakang
ligamentum latum dengan ovarium dinamakan mesovarium. Indung telur
merupakan sumber hormonal wanita yang paling utama, sehingga
mempunyai dampak kewanitaan dalam pengatur proses menstruasi.
Indung telur mengeluarkan telur (ovum) setiap bulan silih berganti kanan
dan kiri (Rafiah, 2014).
e. Parametrium (Penyangga Rahim)
Merupakan lipatan peritoneum dengan berbagai penebalan, yang
menghubungkan rahim dengan tulang panggul, lipatan atasnya
mengandung tuba fallopi dan ikut serta menyangga indung telur. Bagian
ini sensitif tehadap infeksi sehingga mengganggu fungsinya (Rafiah,
2014).
B. Pengertian
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka dinding perut dan dinding uterus (Sarwono, 2015).
Sectio Caesaria ialah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan
diatas 500 gram melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh (Gulardi
&Wiknjosastro, 2016).
Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat
sayatan pada dinding uterus melalui depan perut atau vagina. Atau disebut juga
histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim (Mochtar, 2017).
C. Etiologi
Manuaba (2012) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri
iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari
janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa
faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio caesarea
sebagai berikut:
1. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu
tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu
tidak dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan
beberapa tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang
harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang
menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan
dalam proses persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi.
Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi
asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal.
2. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung
disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah
perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian
maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa
dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut
menjadi eklamsi.
3. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda
persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban
pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36 minggu
4. Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena
kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada
kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau
salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal.
5. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak
memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada
jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.
6. Kelainan Letak Janin
a. Kelainan pada letak kepala
Letak kepala tengadah
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam teraba
UUB yang paling rendah. Etiologinya kelainan panggul, kepala
bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar panggul.
Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang terletak
paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %.
Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi
terendah dan tetap paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya
dengan sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau letak belakang
kepala.
b. Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang
dengan kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum
uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong,
presentasi bokong kaki, sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna
dan presentasi kaki (Saifuddin, 2012).
D. Epidemiologi
World Health Organization (WHO) memperkirakan setiap tahun terjadi
210 juta kehamilan di seluruh dunia. Dari jumlah tersebut 20 juta perempuan
mengalami kesakitan akibat kehamilan, diantaranya 8 juta kasus mengalami
komplikasi yang mengancam jiwa, dan lebih 500.000 meninggal, dan hampir
50% kematian tersebut terjadi di Negara Asia Selatan dan Tenggara termasuk
Indonesia.
Menurut Survei Dasar Kesehatan Indonesia (SDKI) 1994 angka kematian
ibu adalah 390/100.000 kelahiran hidup, pada SDKI tahun 2012/2013 angka
kematian ibu adalah 307/100.000 kelahiran hidup, selanjutnya SDKI tahun 2017
angka kematian ibu adalah 228/100.000 kelahiran hidup (Wahyuningsih. 2018).
WHO, UNICEF, dan UNFPA, memperkirakan kematian ibu diseluruh
dunia dari tahun 1990 hingga 2010, yakni dari 400/100.00 kelahiran hidup pada
tahun 1990 menjadi 210/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2010.
Sebuah penelitian yang dilakukan di seluruh 98 rumah sakit di Belanda
yang dimulai pada Januari tahun 2015 hingga Desember tahun 2017 terdapat
persalinan dengan sectio caesarea dengan tingkat persentase per rumah sakit
mulai dari 23% hingga 55% dari 258.676 persalinan, namun dengan tingginya
tingkat persalinan sectio caesarea tersebut tidak juga meningkatkan kondisi
perinatal itu sendiri.
E. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan/hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya plasenta
previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture
uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks,
dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu
tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan
menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan
masalah intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan
fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan diri
pasien secara mandiri sehingga timbul masalah defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan
perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain
itu, dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding
abdomen sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh
darah, dan saraf - saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang
pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri
(nyeri akut). Setelah proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan
menimbulkan luka post op, yang bila tidak dirawat dengan baik akan
menimbulkan masalah risiko infeksi.
F. Komplikasi
1. Infeksi Puerperalis
Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa
hari dalam masa nifas atau dapat juga bersifat berat, misalnya peritonitis, sepsis
dan lain-lain. Infeksi post operasi terjadi apabila sebelum pembedahan sudah
ada gejala - gejala infeksi intrapartum atau ada faktor - faktor yang merupakan
predisposisi terhadap kelainan itu (partus lama khususnya setelah ketuban pecah,
tindakan vaginal sebelumnya). Bahaya infeksi dapat diperkecil dengan
pemberian antibiotika, tetapi tidak dapat dihilangkan sama sekali, terutama SC
klasik dalam hal ini lebih berbahaya daripada SC transperitonealis profunda.
2. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang arteria
uterina ikut terbuka atau karena atonia uteri.
G. Penatalaksanaan Medis
1. Pemberian cairan
Karena 6 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan
perintravena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi
hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang
biasa diberikan biasanya Dextrose 10%, garam fisiologi dan RL secara
bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah
diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.
2. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman
dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca
operasi, berupa air putih dan air teh.
3. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
a. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
b. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang
sedini mungkin setelah sadar
c. Hari pertama post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit
dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
d. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah
duduk (semifowler)
e. Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan
belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian pasien
diperbolehkan pulang.
4. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter
biasanya terpasang 24 jam tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
5. Pemberian obat-obatan
a. Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap
institusi.
b. Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
1) Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam
2) Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
3) Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
c. Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat
diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C.
6. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah
harus dibuka dan diganti.
7. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan
darah, nadi,dan pernafasan (Manuaba, 2015).
H. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis section caesarea, antara lain :
1. Nyeri akibat luka pembedahan
2. Luka insisi pada bagian abdomen
3. Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus
4. Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan berlebihan atau banyak
5. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 ml.
6. Emosi klien labil dengan mengekspresikan ketidakmampuan menghadapi
situasi baru.
7. Terpasang kateter urinarius pada system eliminasi BAK
8. Dengan auskultasi bising usus tidak terdengar atau mungkin samar
9. Immobilisasi karena adanya pengaruh anestesi
10. Bunyi paru jelas dan vesikuler dengan RR 20x/menit
11. Karena kelahiran secara SC mungkin tidak direncanakan maka bisanya
kurang pahami prosedur
I. Pemeriksaan Penunjang
1. Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari kadar
pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan.
2. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
3. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
4. Urinalisis / kultur urine
5. Pemeriksaan elektrolit
J. Pathway
Imobilisasi
Hambatan
mobilitas fisik
Kurangnya
kemampuan pasien
untuk melakukan
ADL
Defisit
perawatan diri
BAB II
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas klien dan penanggung
2. Keluhan utama klien saat ini
3. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi klien multipara
4. Riwayat penyakit keluarga
5. Keadaan klien meliputi :
a. Sirkulasi
Hipertensi dan pendarahan vagina yang mungkin terjadi. Kemungkinan
kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 mL.
b. Integritas ego
Dapat menunjukkan prosedur yang diantisipasi sebagai tanda kegagalan
dan atau refleksi negatif pada kemampuan sebagai wanita. Menunjukkan
labilitas emosional dari kegembiraan, ketakutan, menarik diri, atau
kecemasan.
c. Makanan dan cairan
Abdomen lunak dengan tidak ada distensi (diet ditentukan).
d. Neurosensori
Kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anestesi spinal epidural.
e. Nyeri / ketidaknyamanan
Mungkin mengeluh nyeri dari berbagai sumber karena trauma bedah,
distensi kandung kemih , efek - efek anesthesia, nyeri tekan uterus
mungkin ada.
f. Pernapasan
Bunyi paru - paru vesikuler dan terdengar jelas.
g. Keamanan
Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda / kering dan utuh.
h. Seksualitas
Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus. Aliran lokhea sedang.
B. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik: trauma jaringan dalam
pembedahan (section caesarea) ditandai dengan pasien mengeluh nyeri
secara verbal maupun non verbal, pasien melindungi daerah yang sakit.
b. Risiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan luka bekas operasi
c. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur
pembedahan, penyembuhan dan perawatan post operasi
d. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik akibat
tindakan anestesi dan pembedahan
e. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan agens obat (tindakan
anestesi) ditandai dengan keterbatasan dalam pergerakan, pergerakan
lambat.
C. Intervensi
(Skala 5 =
Consistenly
demonstrated)
Ansietas berhubungan Setelah diberikan Anxiety Reduction
dengan kurangnya asuhan keperawatan 1. Kaji respon 1. Keberadaan sistem
informasi tentang selama … x 6 jam psikologis pendukung klien
prosedur pembedahan, diharapkan ansietas terhadap kejadian (misalnya
penyembuhan, dan klien berkurang dan ketersediaan pasangan) dapat
perawatan post operasi dengan kriteria hasil : sistem pendukung memberikan
Anciety Control 2. Tetap bersama dukungan secara
- Klien mampu klien, bersikap psikologis dan
mengidentifikasi tenang dan membantu klien
dan menunjukkan rasa dalam
mengungkapkan empati mengungkapkan
gejala cemas 3. Observasi respon masalahnya
- Mengidentifikasi, nonverbal klien 2. Keberadaan
mengungkapkan (misalnya: gelisah) perawat dapat
dan menunjukkan berkaitan dengan memberikan
tehnik untuk ansietas yang dukungan dan
mengontol cemas dirasakan perhatian pada
- Vital sign dalam 4. Dukung dan klien sehingga
batas normal arahkan kembali klien merasa
- Postur tubuh, mekanisme koping nyaman dan
ekspresi wajah, 5. Berikan informasi mengurangi
bahasa tubuh dan yang benar ansietas yang
tingkat aktivitas mengenai prosedur dirasakannya
menunjukkan pembedahan, 3. Ansietas seringkali
berkurangnya penyembuhan, dan tidak dilaporkan
kecemasan perawatan post secara verbal
operasi namun tampak
6. Diskusikan pada pola perilaku
pengalaman / klien secara
harapan kelahiran nonverbal
anak pada masa 4. Mendukung
lalu mekanisme koping
7. Evaluasi dasar,
perubahan ansietas meningkatkan rasa
yang dialami klien percaya diri klien
secara verbal sehingga
menurunkan
ansietas
5. Kurangnya
informasi dan
misinterpretasi
klien terhadap
informasi yang
dimiliki
sebelumnya dapat
mempengaruhi
ansietas yang
dirasakan
6. Klien dapat
mengalami
penyimpangan
memori dari
melahirkan. Masa
lalu / persepsi
yang tidak realistis
dan abnormalitas
mengenai proses
persalinan SC
akan
meningkatkan
ansietas.
7. Identifikasi
keefektifan
intervensi yang
telah diberikan
Manuaba, I.B. 2015. Operasi Kebidanan Kandungan Dan Keluarga Berencana Untuk
Dokter Umum. Jakarta : EGC.
Manuaba, I.B. 2016. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan
KB. Jakarta : EGC.
Moorhead, Sue et al. 2018. Nursing Outcomes Classification : Fourth Edition. United
States of America : Mosby.