Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

“DEMAM TYPOID PADA ANAK”

OLEH :
Nama : FEBRI AYUNINGSIH
NIM : 21120017
Dosen Pengampu : PUJI SETYA RINI, M.Kes

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


INSTITUT ILMU KESEHATAN DAN TEKNOLOGI
MUHAMMADIYAH PALEMBANG

A. Pengertian
Demam thypoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenaisaluran mencernaan
dengan gejala demam yang lebih dari 1 minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan
kesadaran (Mansjor, 2000).
Demam thypoid dan demam paratyphoid adalah infeksi akut usus halus (Juwono, 1996).
Demam thypoid adalah infeksi emam sistemik akut yang nyata pada fogosit mononuclear
dan membutuhkan tatanama yang terpisah (Smeltzer, 2001).
Berdasarkan berbagai definisi tersebut dapat disimpulkan bahawa thypoid adalah penyakit
infeksi akut yang disebabkan oleh kuman salmonella thyposa ditandai dengan demam satu minggu.

B. Etiologi
Penyebab demam thypoid adalah salmonella thyposa, basilgram negative, bergerak dengan
rambut getar, tidak berspora, mempunyai sekurang-kurangnya empat macam antigen yaitu O
(somatic), H (flagella),Vi, dan protein membrane hialin (Mansjoer, Arief, 2000).
Menurut Sarwono (1996) penyebaran tifoid tidak bergantung pada iklim, teteapi banyak di
jumlah Negara yang beriklim tropis , hal I I disebabkan karenan penyediaan air bersih, sanitasi
lingungan dan kebersihan individu dan lingkungan.

C. Manifestasi Klinis
Demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan darai pada orang dewasa. Masa tunas 10 – 20
hari. Yang yang trrsingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan melalui minuman
yang terlama30 hari. Selama mas inkubasi mungkin ditemukan gejala prodnormal, yaitu perasaan
tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat, nafsu makan kurang. Menyusul
gambaran klinik yang biasa ditemukan yaitu : (Ngastiyah 1997)
1) Demam
2) Gangguan pada saluran pencernaa
3) Gangguan kesadaran
Gejala dapat timbul secara tiba-tiba/berangsur-angsur yaitu antara 10 sampai 14 hari.
Mulainya samar-samar bersama nyeri kepala, malaise, anoreksia dan demam, rasatidak enak di
perut dan nyeri di seluruh badan. Minggu pertama keluhan dan gejala serupa dengan penyakit
infeksi akut pada umumnya yaitu: demam, nyerikepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah,
konstipasi/diare, perasaan tidak enak pada perut, batuk dan epistaksis. Pada minggu kedua gejala-
gejala menjadi lebih jelas yaitu : demam, bradikardi relative, lidah yang khas (kotor ditengah, tepid
an ujung merah dan tremor), hepatomegaly, meteorismus, gangguan mental, (Sarwono, 1996).

D. Patofisiologis
Kuman salmonella typosa masuk melalui mulut, setelah melewati aliran selanjutnya akan
kedinding usus halus melalui aliran limfake kelenjar mesentrium mengadakan multipikasi
(bakterimia) seperti mual, muntah, tidak enak badan, nafsu makan menurun, pusing karena diserbu
sel system retikulo endotetial. Tetapi kuman masih hidup, selanjutnyamelalui duktus toraksikus
masuk kedalam peredaran darah mengalami bakterimia sehingga tubuh merangsang untuk
mengeluarkan sel pirogen akibatnya terjadi lekositopenia.
Sel pirogen inilah yang mempengaruhi pusat termoregulasi dihipotalamus sehingga timbul
gejala demam dan apabila demam tinggi tidak segera diatasi maka dapat terjadi gangguan kesadaran
dalam berbagai tingkat. Setelah dari peredaran darah , kuman menuju ke organ-organtersebut (hati,
limfa, emepedu). Sehingga timbul peradangan yangmenyebabkan membesarnya organ tersebut dan
nyeri tekan, terutama pada folikel limfosial dan apabila kuman tersebut dihancurkan oleh sel-sel
tersebut maka penyakit berangsur-angsur mengalami perbaikan dan apabila tidak dihancurkan akan
menyebar ke seluruh organ sehingga timbul komplikasi dapat memperburuk kondisi pasien.
(Rahmat juwono,)

E. Anatomi
(Sumber: http://maduhitampahit.com/gejala-penyakit-usus-halus.jpg)

(Sumber : http://ronaprobiotik.blogspot.com/2013/08)

F. Fisiologi
Saluran pencernaan di tubuh manusia dimulai dari rongga mulut, esofagus, lambung, usus
halus hingga anus. Sistem pencernaan meliputi:
Usus halus
Usus halus adalah bagian dari sistem pencernaan makanan yang berpangkal pada pilorus dan
berakhir pada sekum, memiliki panjang 2/3 dari panjang total saluran pencernaan. Bagian
permukaan usus halus untuk sekresi dan absorbsi. Usus halus dibagi menjadi 3 bagian yaitu :
a. Duodenum
Duodenum adalah bagian pertama usus halus yang panjangnya 25 cm berbentuk sepatu kuda
dan kepalanya mengelilingi kepala pankreas.Saluran empedu dan saluran pankreas masuk ke
dalam duodenum pada suatu lubang yang disebut ampula hepatopankreatika 10 cm dari
pilorus.
b. Yeyunum
Yeyunum menempati 2/5 sebelah atas dari usus halus.
c. Ileum
Ileum menempati 3/5 akhir dari usus halus. Dinding usus halus terdiri atas 4 lapisan yang
sama dengan lambung yaitu
a) Dinding lapisan luar usus halus adalah Tunika serosa, yaitu peritoneum yang
membalut usus dengan erat. Terdiri atas lapis mesotel dengan jaringan ikat subserosa di
bawahnya.
b) Tunika muskularis terdiri atas lapisan luar yang mempunyai serabut otot longitudinal
dan lapisan dalam yang mempunyai serabut otot halus berbentuk sirkuler. Kedua
lapisan ini dipisahkan oleh suatu jaringan ikat berisi pleksus sarafparasimpatis yang
disebut plexus Mienterikus atau Auerbach’s.Suplai darah untuk usus halus diberikan
melalui cabang-cabang dari arterimesenterica celiaca dan cranialis yang menembus
tunika muskularis kemudian tunika submukosa.
c) Tunika sub mukosa, terdapat antara otot sirkuler dan lapisan yang terdalam yang
merupakan perbatasannya. Dinding sub mukosa ini terdiri dari jaringan areolar dan
berisi banyak pembuluh darah, saluran limfe, kelenjar dan plexus saraf yang disebut
plexus meissner. Di dalam duodenum terdapat kelenjar bruner yang mengeluarkan
sekret cairan kental alkali yang bekerja untuk melindungi lapisan duodenum dari
pengaruh isi lambung yang asam.

d) Tunika mukosa terdiri atas epitel, berbagai kelenjar dan jaringan penunjang.Epitelusus
halus berbentuk epitel kolumnar selapis yang terdiri atas sel absortif, sel goblet, sel
endokrin dan sel Paneth. Lamina propria terdiri atas jaringan ikat retikular dan
fibroplastik yang longgar dan kaya pembuluh darah, buluh khil (lacteal), saraf, maupun
otot licin. Pencernaan di usus halus ditunjang oleh bentuk khusus pada tunika mukosa,
yakni vili. Vili merupakan penjuluran mukosa yang berbentuk jari dan merupakan ciri
khas usus halus. Tinggi vili ini bervariasi tergantung pada daerah dan spesies. Pada
karnivora, vili langsing dan panjang, sedangkan pada sapi vili pendek dan lebar.
Akhirnya, permukaan penyebaran ditingkatkan oleh mikrovili. Mikrovili merupakan
penjuluran sitoplasma pada permukaan bebas epitel vili.Vili dan mikrovili berfungsi
memperluas permukaan usus halus sehingga penyerapan lebih efisien Di antara dasar-
dasar vili terdapat kelenjar-kelenjar yang meluas ke dalam bagian bawah mukosa yang
disebut kripta. Sel-sel kripta menyediakan sel-sel baru untuk menggantikan sel-sel
permukaan vili yang terbuang ke dalam lumen usus.

Di dalam dinding mukosa terdapat berbagai ragam sel termasuk banyak leukosit juga
terdapat beberapa nodula jaringan limfe yang disebut kelenjar soliter. Di dalam ileum
terdapat kelompok-kelompok nodula, membentuk tumpukan kelenjar peyer dan dapat berisi
20-30 kelenjar soliter yang panjangnya 1 cm sampai beberapa cm. Kelenjar-kelenjar ini
mempunyai fungsi melindungi dan merupakan tempat peradangan pada demam usus atau
tifoid.
Fungsi usus halus adalah mencerna dan mengabsorbsi khime dari lambung isi duodenum
yaitu alkali.
Lamina Propia Usus Halus
Terdiri dari jaringan penyambung, pembuluh darah dan limfe, serabut-serabut saraf,
dan sel-sel otot polos. Tepat dibawah membran basalis, terdapat lapisan kontinyu sel-sel
limfoid penghasil antibodi dan makrofag membentuk sawar imunologik pada daerah ini.
Lamina propia menembus ke dalam vili usus, bersama dengan pembuluh darah dan limfe,
saraf, jaringan penyambung, miofibroblas, dan sel-sel otot polos.
Sub mukosa pada bagian permulaan duodenum terdapat kelenjar-kelenjar tubulosa
bercabang, bergelung yang bermuara ke dalam kelenjar intestinal yang disebut kelenjar
duodenum (Brunner) yang berfungsi menghasilkan glikoproteinnetral untuk menetralkan
HCL lambung, melindungi mukosa duodenum terhadap pengaruh asam getah lambung, dan
mengubah isi usus halus ke PH optimal untuk kerja enzim-enzim pankreas.
Kontrol saraf terhadap fungsi Gastrointestinal Sistem saraf enteric
Traktus gastrointestinal memiliki system persarafan tersendiri yang disebut system
saraf enterik. Sistem ini seluruhnya terletak di dinding usus, mulai dari esofagus dan
memanjang sampai ke anus. Sistem saraf enterik berfungsi dalam mengatur fungsi
pergerakan dan sekresi gastrointestinal.
Sistem saraf enterik terdiri dari 2 fleksus :
1) Fleksus Mienterikus (fleksus Auerbach)
Fleksus menterikus terletak dibagian luar diantara lapisan otot longitudinal dan sirkular.
Fleksus mienterikus mengatur pergerakan gastrointestinal. Fleksus mienterikus terdiri
dari suatu rantai linear dari banyak neuro yang saling berhubungan yang memebentang
disepanjang traktus gastrointestinal. Bila fleksus ini dirangsang, efeknya yang utama
adalah :
a) Peningkatan reaksi tonik, atau “tonus”, dinding usus
b) Peningkatan intensitas kontraksi ritmis
c) Sedikit peningkatan kecepatan kontraksi
d) Peningkatan kecepatan konduksi gelombang eksitatoris disepanjang dinding usus,
menyebabkan pergerakan gelombang peristaltic usus yang lebih cepat.
2) Fleksus Submukosa (Fleksus Meissner)
Terletak dibagian dalam sub mukosa. Fleksus submukosa berperan pada pengaturan
fungsi didalam dinding sebelah dalam dari tiap bagian kecil segmen usus.
Serabut Saraf Sensoris Aferen yang berasal dari Usus
Banyak serabut saraf aferen yang menyarafi usus. Beberapa diantaranya mempunyai
badan sel didalam system saraf enteric itu sendiri dan beberapa pada akar dorsal ganglia
medulla spinalis. Saraf-saraf sensorik ini dapat dirangsang oleh :
1) Iritasi mukosa usus
2) Peregangan usus yang berlebihan
3) Adanya zat kimianyang spesifik dalam usus
Sinyal-sinyal yang dikirimkan melalui serabut-serabut tersebut kemudian dapat
menimbulkan eksitasi atau pada beberapa keadaan lain, inhibisigerakan intestinal atau
sekresi intestinal.
Enzim pencernaan usus halus meliputi :
1) Enterokinase
Berfungsi untuk mengaktifkan tripsinogen yang dihasilkan pancreas
2) Laktase
Berfungsi untuk mengubah laktosa menjadi glukosa
3) Erepsin/ dipeptidase, mengubah dipeptida atau pepton menjadi asam amino.
4) Maltase, untuk mengubah maltose menjadi glukosa.
5) Disakarase, Berfungsi uintuk mengubah disakarida menjadi monosakarida.
6) Peptidase, Untuk mengubah polipeptida menjadi asam amino.
7) Sukrase, untuk memecah sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa.
8) Lipase, Untuk mengubah trigliserida menjadi gliserol dan asam lemak.
G. Pathway

baasil salmonella typosa

menginfeksi saluran cerna demam hipertermi

tifus abdominalis

mual nafsu makan menurun diserap usus tukak di usus nyeri

Nutrisi masuk dalam peredaran darah perdarahan dan perforasi

kurang
dari
kebutuhan menyerap keseluruh tbuh risiko hipovolemia

badan lemah dan lesu intoleransi akttifitas


cairan kurang dari kebutuhan

Sumber: Hidayat 2006

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium.
a. Pemeriksaan Leukosit.
Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi dalam
batas normal, malahan kadang terdapat leukositosis, walaupun tidak ada komplikasi atau
infeksi sekunder.
b. Pemeriksaan SGOT dan SGPT.
Jumlah SGOT dan SGPT akan meningkat, tetapi akan kembali normal setelah sembuh
dari demam typhoid.

c. Tes Widal.
Tes widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan anti bodi (aglutinin).
Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella terdapat dalam serum pasien demam
typhoid, juga pada orang yang pernah ketularan salmonella dan pada orang yang pernah
divaksinasi terhadap demam typhoid.
Anti gen yang digunakan pada tes widal adalah suspensi salmonella yang sudah
dimatikan dan diolah di laboratorium. Maksud tes widal adalah untuk menentukan
adanya aglutinin dalam serum pasien yang disangka menderita demam typhoid.
Akibat infeksi oleh kuman salmonella, pasien membuat anti bodi (aglutinin), yaitu:
• Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).
• Aglutinin H, karena rangsangan antigen H (berasal dari flagella kuman).
• Aglutinin Vi, karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman).
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernyauntuk
diagnosis. Makin tinggi titernya, makin besar kemungkinan pasien menderita demam
typhoid. Pada infeksi yang aktif, titer uji widal akan meningkat pada pemeriksaan ulang
yang dilakukan selang paling sedikit 5 hari.
d. Biakan Darah.
Biakan darah positif memastikan demam typhoid, tetapi biakan darah negatif tidak
menyingkirkan demam typhoid, karena pada pemeriksaan minggu pertama penyakit
berkurang dan pada minggu-minggu berikutnya pada waktu kambuh biakan akan positif
lagi.

I. Komplikasi
Menurut sodikin (2011) komplikasi biasanya terjadi pada usus halus,namun haal tersebut jarang
terjadi. Apabila komplikasi ini terjadi pada seorang anak, maka dapat berakibat fatal. Gangguan pada
usus halus dapat berupa :
a. Perdarahan usus
Apabila perdarahan terjadi dalam jumlah sedikit, perdarahan tersebut hanya dapat ditemukan
jika dilakukan pemeriksaan feses dengan benzidin, jika perdarahan banyak maka dapat terjadi
melena yang bisa disertai nyeri perut dengan tanda- tanda renjatan. Perforasi usus biasanya
timbul pada minggu ketigaatau setelahnya dan terjadi pada bagian usus distal ileum.
b. Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat ditemukan bila terdapat udara di rongga
peritoneum, yaitu pekak hati menghilang dan terdapat udara diantara hati dan diafragma pada
foto rontgen abdomen yang dibuat dalam keadaan tegak.
c. Peritonitis
Peritonitis biasanya menyertai perforasi, namun dapat juga terjadi tanpa perforasi usus.
Ditemukan gejala abdomen akut seperti nyeri perut yang hebat, dinding abdomen tegang
(defebce musculair) dan nyeri tekan.
d. Komplikasi diluar usus
Terjadi lokalisasi peradangan akibat sepsis (bacteremia), yaitu meningitis, kolesistisis,
ensefalopati, dan lain – lain. Komplikasi diluar usus ini terjadi karena infeksi sekunder, yaitu
bronkopneumonia.

J. Penatalaksanaan
1. Tirah baring atau bed rest.
2. Diit lunak atau diit padat rendah selulosa (pantang sayur dan buahan), kecuali komplikasi
pada intestinal.
3. Obat-obat :
a. Antimikroba :
• Kloramfenikol 4 X 500 mg sehari/iv
• Tiamfenikol 4 X 500 mg sehari oral
• Kotrimoksazol 2 X 2 tablet sehari oral (1 tablet = sulfametoksazol 400 mg +
trimetoprim 80 mg) atau dosis yang sama iv, dilarutkan dalam 250 ml cairan infus.
• Ampisilin atau amoksisilin 100 mg/kg BB sehari oral/iv, dibagi dalam 3 atau 4 dosis.
Antimikroba diberikan selama 14 hari atau sampai 7 hari bebas demam.
b. Antipiretik seperlunya
c. Vitamin B kompleks dan vitamin C
4. Mobilisasi bertahap setelah 7 hari bebas demam.
K. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
1. Pengkajian teoritis
Pengkajian merupakan langkah pertama dari proses keperawatan melalui kegiatan pengumpulan
data atau perolehan data yang akurat dari klien guna mengetahui berbagai permasalahan yang ada.
1) Identitas
2) Riwayat Penyakit
3) Keluhan utama :
Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan klien sehingga menyebabkan
klien datang untuk mencari bantuan kesehatan (Aziz, 2013).
4) Riwayat Penyakit Sekarang:
Bagaimana awal mula gejala timbul, lokasi, kualitas, dan factor yang mempengaruhi dan juga yang
memperberat keluhan sehingga di bawa ke RS.
5) Riwayat Penyakit Dahulu
Mengkaji apakah klien pernah sakit seperti ini dan apakah kloen menderita HT atau penyakit
keturunna lainnya yang dapat mempengaruhi proses penyembuhan saat ini.
6) Riwayat Penyakit Keluarga
Gambaran mengenai kesehatan keluarga dan apakah penyakit keturunan atau menular.
7) Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan.
Apakah ada perubahan penatalaksanaan dan pemeliharaan kesehatan
sehingga dapat menimbulkan perawatan diri.
b. PolaAktivitasLatihan
Hal ini penting untuk dikaji sehingga perawat megetahui aktivitas yang dilakukan klien saat
sehat. Apakah ada kelemahan atau kelelahan.(Anywati,2012)
c. Pola Nutrisi dan metabolic
Apakah terjadi gangguan nutrisi karena klien merasakan nyeri sehingga tidak toleran terhdapa
makanann dan klien selalu ingin muntah.
d. Pola Istirahat dan tidur
Pola Toleransi dan Koping Terhadap Stress Tanyakan tentang mekanisme koping yang digunakan
pada saat terjadinya masalah atau kebiasaan menggunakan mekanisme koping serta tingkat
intoleransi stress yang pernah dimiliki (Aziz, 2013).
e. Konsep Diri
Tanyakan tentang persepsi diri klien dari masalah-masalah yang ada, seperti perasaan cemas,
takut atau penilaian terhadap diri, mulai dari peran, ideal, konsep gambaran, dan identitas diri
(Aziz, 2013).

f. Pola Seksual dan Reproduksi


Tanyakan tentang periode menstruasi terakhir (PMT), masalah menstruasi hormonal, masalah
pap semear, pemeriksaan payudara (perempuan)/ testis (laki-laki) sendiri tiap bulan, dan masalh
seksual yang berhubungan dengan penyakit(Aziz, 2013).
g. Pola Hubungan dan Peran
Tanyakan pekerjaan, status pekerjaan, ketidakmampuan bekerja. hubungan dengan klien hingga
keluarga, dan peran yang dilakukan (Aziz, 2013).
h. Pola Nilai dan Keyakinan
Tanyaklan tentang pantangan dalam agama selama sakit serta kebutuhan adanya rohaniawan, dll
(Aziz, 2013)
8) Pemeriksaan Fisik
a) Status kesehastan umum
Akan terjadi nyeri perut yang hebat akibat proses penyakitnya.
b) Sistem respirasi
Sesuai dengan derajat nyerinya, jika nyerinya ringan kemungkinan tidak terjadi sesak tetapi
apabila derajat nyeri hebat aka nada kemungkinan klien sesak.
c) Sistem kardiovaskuler.
Bisa terjadi takikardia dan disritmia atau adanya penyakit yang lainnya.
d) Sistem persyarafan
Nyeri abdomen, pusing atau sakit kepala karena sinar
e) Sistem gastrointestinal
Pada sistem gastrointestinal ini didapatkan intoleran terhadap makanan/ nafsu makan menurun
dan muntah.
f) Sistem eliminasi
Klien dapat mengalami konstipasi akibat dari intoleran terhadap makanan.

2. Analisa Data
DATA ETIOLOGI MASALAH
KEPERAWATAN
Gejala dan tanda mayor Apendisitis akut Hipertermia
kolesititis akut
Subjektif : -
Objektif
pankreaitis akut
1. Suhu tubuh diatas
nilai normal
Peradangan Infeksi
Gejala dan tanda minor
Subjektif :-
Respon imun
Objektif :
1. Kulit merah
Hipertermi
2. Kejang
3. Takikardi
4. Takipnea
5. Kulit terasa hangat

Gejala dan tanda mayor volvulus usus Ketidak seimbangan


Subjektif : Tidak tersedia nutrisi kurang dari
Objektif : Obstruktif kebutuhan tubuh
1. Berat badan menurun
minimal 10% dibawah rentang
Hambatan pasase dalam organ
ideal
Gejala dan tanda minor
Mual, muntah
Subjektif :
1. Cepat kenyang setalah
Anoreksia
makan
2. Kram/nyeri abdomen Faktor gangguan
3. Nafsu makan menurun pemenuhan kebutuhan nutrisi
Objektif :
1. Bising usus hiperaktif
2. Otot pengunyah lemah
3. Obat menelan lemah
4. Membrane mukosa pucat
5. Sariawan
6. Serum albumin menurun
7. Rambut rontok berlebihan
8. Diare
Gejala dan tanda Volvulus usus Nyeri
mayor :
Mengeluh nyeri
1. Tampak meringis Obstruktif

2. Bersifat protektif
3. Gelisah Hambatan pasase dalam

4. Frekuensi organ

nadi
Peningkatan tekanan intra
meningkat
luminer
5. Sulit
tidur Penurunan aliran darah
Gejala dan tanda
minor Hipopksia jaringan dingding
1. Tidak tersedia saluran
2. Tekanan
darah Peningkatan metabolism an

meningkat aerobs

3. Pola nafas berubah


4. Nafsu makan Penumpukan asam laknat
berubah
5. Proses Nyeri

berpikir
terganggu
6. Menarik diri
7. Berfokus pada diri
sendiri

3. Masalah keperawatan
a. Hipertermia
b. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
c. Nyeri

4. Diagnose keperawatan
a. Hipertemia b.d proses penyakit

b. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d peningkatan


kebutuhan metabolisme

c. Nyeri b.d agent pencedera fisiologis


RENCANA KEPERAWATAN

(SDKI,SLKI,SIKI)

NO DIAGNOSA TUJUAN & KRITERIA INTERVENSI


KEPERAWATAN HASIL (SIKI)
DAN KOLABORASI (SLKI)
1 Nyeri Akut b.d agen Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri :
pencedera fisiologis keperawatan 3 x 24 jam, Observasi
diharapkan tingkat nyeri 1. Identifikasi lokasi,
menurun karakteristik, durasi,
Kriteria hasil : frekuensi, kualitas, dan
1. Frekuensi nadi intensitas nyer
membaik 2. Identifikasi skala nyeri
2. Pola nafas 3. Identifikasi skala nyeri
membaik non verbal
3. Keluhan nyeri 4. Identifikasi faktor yang
menurun memperberat dan
4. Meringis menurun memperingan nyeri
5. Gelisah menurun 5. Identifikasi pengetahuan
6. Kesulitan tidur dan keyakinan tentang
menurun nyeri
6. Identifikasi pengaruh
budaya terhadap respon
nyeri
7. Identifikasi pengaruh
nyeri pada kualitas hidup
8. Monitor keberhasilan
terapi komplementer
yang sudah diberikan
9. Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Teraupetik
1) Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
2) Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
3) Fasilitasi istirahat dan
tidur
4) Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemeliharaan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
1) Jelaskan penyebab,
periode, dan
pemicu nyeri
2) Jelaskan strategi
meredakan
nyeri
3) Anjurkan monitor
nyeri secara mandiri
4) Anjurkan
menggunakan analgetik
secara tepat
5) Ajakrkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
2 Ketidak seimbangan Status nutrisi Deficit nutrisi :
nutrisi kurang dari Tujuan : setelah dilakukan Observasi
kebutuhan tubuh b.d tindakan keperawatan 3 x 1) Identifikasi status nutrisi
peningkatan kebutuhan 24 jam status nutrisi 2) Identifikasi alergi dan
metabolism terpenuhi. intoleransi makanan
Kriteria Hasil : 3) Identifikasi perlunya
1) Porsi makan menggunakan selang
meningkat nasogastric
2) Berat badan 4) Monitor asupan makanan
meningkat 5) Monitor berat badan
3) Frekuensi makan Teraupetik
meningkat 1) Lakukan oral hygiene
4) Nafsu makan sebelum makan, jika
meningkat perlu
5) Perasaan cepat 2) Sajikan makanan secara
kenyang menurun menarik dan suhu yang
sesuai
3) Hentikan pembeian
makanan melalui selang
naso gastric jika asupan
oral dapat di toleransi
Edukasi
1) Anjurkan posisi duduk
jika mampu
2) Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
1) Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrient yang
dibutuhknan
3 Hipertemia b.d Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hipertemia
peningkatan laju 1 x 24 jam diharapkan Observasi
metabolism suhu tubuh tetap berada 1) Identifikasi penyebab
pada rentang normal. hipertermia (dehidrasi,
Kriteria hasil : terpapar lingkungan
1) Menggigil panas, penggunaan
menurun incubator)
2) Suhu tubuh 2) Monitor suhu tubuh
membaik 3) Monitor kada elektrolit
3) Suhu kulit 4) Monitor urine
membaik 5) Monitor komplikasi
akibat hipertermia
Teraupetik
1) Sediakan lingkungan
yang dingin
2) Longgarkan atau
lepaskan pakaian
3) Basahi dan kipasi
permukaan tubuh
4) Berikan cairan oral
5) Hindarai pemberian
antipiretik atau asprin
6) Berikan oksigen jika
perlu
Edukasi
1) Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena jika perlu
IMPLEMENTASI
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawata untuk membantu klien dari masalah akibat status kesehatan yang di hadapi
ke status kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria klien ( potter and perry,
2011)

EVALUASI KEPERAWATAN
Menurut (Craven dan Hirine, 2015) evaluasi di definikasikan sebagai keputusan
dari efektifitas asuhan keperawatan antara dasar tujuan keperawatan klien yang telah
ditetapkan dengan respon perilaku klien yang tampil tujuan dari evaluasi antara lain :

1) Untuk menentukan perkembangan kesehatan klien


2) Untuk menilai efektifitas, efisiensi dan produktivitas dan tindakan
keperawatan yang telah diberikan,
3) Untuk menilai pelaksanaan asuhan keperawatan
4) Untuk menambatkan umpan balik

Anda mungkin juga menyukai